Anda di halaman 1dari 6

Menentukan nilai Rf kurkumin hasil isolasi b.

Menentukan nilai Rf zat pewarna


coklat pada makanan

Kelebihan dari metode ini jika dibandingkan dengan KLT adalah bahwa kita dapat
melakukan pemisahan untuk sampel dengan jumlah yang lebih banyak. Di samping itu, kita
juga bisa memperoleh hasil pemisahan tersebut dan menampungnya.
Proses pemisahan pada kromatografi kolom ini bisa dikatakan sebagai bentuk
sederhana dari teknik kromatografi yang dilakukan dengan instrument kinerja tinggi. Kita
juga bisa melakukan pemisahan dengan jenis eluen lain, atau dengan jenis absorben lainnya.
Kolom di sini hanya sebatas berfungsi sebagai wadah. Bahan yang digunakan sebagai fase
diam dapat berupa macam, baik itu dengan memanfaatkan prinsip partisi ataupun absorbsi
pemisahan zat pewarna makanan (pewarna coklat) menggunakan kromatografi
kolom. Sebesar 0.5 gram zat pewarna makanan dilarutkan dalam sedikit air atau
etanol:air = 1:2. Kromatografi kolom dapat dibuat dengan cara syringe plastik
ditambah 1.5 2 gram silika gel, sebelum ditambahkan silika gel, diberi kapas
atau tisu yang di gumpalkan didasar syringe (output point). Setelah itu
digunakan pelarut larutan NaCl 1% untuk membasahi dan mengembangkan
silika gel dalam kolom. Setelah semua siap, 10 tetes sampel larutan pewarna
coklat diteteskan ke dalam kolom. Lalu ditambahkan pelarut NaCl 1% lagi sampai
penuh. Penambahan pelarut terus dilakukan sampai terlihat pita-pita berwarna.
Tiap pita yang keluar dengan warna berbeda disimpan dalam tabung reaksi yang
berbeda. Setelah pita pertama keluar, pelarut NaCl 1% diganti dengan etanol:air
1:4 dan terakhir aqua dm. Penggantian pelarut tiap pergantian pita warna yang
muncul adalah agar warna yang akan dikeluarkan dapat keluar dan tidak
tercampur kembali dengan warna sebelumnya. Larutan pertama adalah warna
kuning, warna ini memiliki sifat lebih polar dari warna berikutnya, oleh karena itu
diperlukan senyawa nonpolar sebagai pelarut untuk mengeluarkan warna itu.
Maka digunakan NaCl 1% (memiliki kepolaran dibawah air). Pelarut selanjutnya
diganti dengan pelarut yang lebih polar yaitu etanol:air = 1:4 agar warna yang
memiliki sifat nonpolar dapat keluar. Jika pelarut tidak diganti maka dapat
dipastikan warna yang keluar akan bercampur dengan warna yang diatasnya dan
warna akan menjadi seperti warna awal sebelum dipisahkan karena saling
melarutkan polar-polar dan nonpolar-nonpolar. Setelah didapat hasil pemisahan
warna, warna-warna sebelum dan sesudah kromatografi kolom di uji pada KLT.
Eluen yang digunakan sebagai pelarut adalah butanol:etanol:ammonia 2% =
3:1:2. Didapat 3 warna penyusun warna utama, yaitu biru dengan jarak 1,65 cm,
merah dengan jarak 1,5 cm dan kuning dengan jarak 1,45 cm. Dari hasil ini
dapat diketahui bahwa biru menempati posisi teratas dalam pemisahan warna,
hal ini menunjukkan sifat warna biru, dengan Rf= 0,471, lebih nonpolar daripada
fraksi warna lainnya. Sedangkan kuning merupakan zat yang paling polar dengan
Rf= 0,414 dan merah berada diantara kedua sifat biru dan kuning dengan Rf =
0,428. Telah diketahui Rfref dari pada KLT zat pewarna makanan, yaitu warna
biru= 0,4, dan merah= 0,414. Terdapat perbedaan yang signifikan antara Rf hasil
percobaan dengan Rf referensi. Penyebabnya karena kepolaran senyawasenyawa yang diisolasi dari kunyit memilliki kepolaran lebih tinggi dibandingkan
isolasi referensi. Kepolaran yang lebih tinggi ini disebabkan karena pelarut yang
digunakan dalam pemisahan warna pada kromatografi kolom terlalu banyak,
sehingga meningkatkan kepolaran senyawa-senyawa pewarna tersebut. Pelarut
setelah tetesan pertama keluar dan yang terakhir digunakan pada pemisahan

adalah etanol:air = 1:4 dan aqua dm. Kedua pelarut ini memiliki polaritas yang
lebih tinggi dibandingkan zat pewarna setelah warna pertama keluar. Dengan
penambahan tiap tetes pelarut pada pewarna, menyebabkan kepolaran zat
pewarna tersebut meningkat. Sehingga dapat dipastikan hasil dari KLT akan
diperoleh jarak yang cenderung lebih dekat dibandingkan jarak pewarna yang
murni terhadap batas bawah KLT karena kepolarannya yang rendah (yang sesuai
referensi).
https://www.academia.edu/12295418/Laporan_Kimia_Organik_4_Kromatografi_Ko
lom_and_Kromatografi_Lapis_Tipis_Isolasi_Kurkumin_dan_Pemisahan_Zat_Pewarn
a_Makanan
http://dokumen.tips/documents/kromatografi-kolom-55c9a0b74c0d7.html

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis


Tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai.
Kolom dapatdibagi menjadi dua kelompok :
a. Kolom analitik : Diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung pada
jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang
digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10
-30cm. Dewasaada yang 5 cm.
b.Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan
panjang kolom 25 -100cm. Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya
dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih
tinggi, teruTama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi.
Pengepakan kolom tergantung pada model KCKT yang digunakan (Liquid Solid
Chromatography, LSC;Liquid Liquid Chromatography, LLC; Ion
ExchangeChromatography, IEC, Exclution Chromatography,EC)
Analitik vs preparatif
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan analitik
dan preparatif. KLT analitik digunakan untuk menganalisa perbandingan senyawa dalam campuran
organik yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya, misa; menentukan jumlah komponen dalam
campuran dan menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT
preparatif. Sedangkan KLT preparatif digunakan untuk memisahkan campuran senyawa dari
sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksifraksi tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisa berikutnya (Townshend, 1995). Hanya

fase diam pada KLT preparatif lebih tebal dari fase diam pada KLT analitik, dan
sampel ditotolkan sebagai garis

o.77 0.892
Rf 0.754
Permukaan partikel-partikel penyangga mempunyai sifat aktiv yang dapat
mengikat komponen-komponen atau molekul-molekul tertentu. Pengikatan
komponen-komponen tersebut dapat disebabkan karena interaksi ionik
(elektrostatik), gaya Van der Wals, atau tenaga-tenaga lainnya mau pun
kombinasinya. Selama kromatografi berlangsung akan terjadi penyerapan
molekul-molekul yang dipisahkan (solut) yang terdapat dalam larutan pada
permukaan penyangga. Kekuatan penyerapan dipengaruhi oleh sifat penyangga
dan solut. Pada umumnya penyangga merupakan komponen yang mempunyai

polaritas tinggi, sehingga penyerapan solut pada permukaan penyangga sangat


tergantung pada polaritas solut. Komponen-komponen yang mempunyai
polaritas tinggi akan terikat kuat pada permukaan penyangga, sedangkan yang
polaritasnya rendah kurang kuat atau tidak terikat pada permukaan penyangga
. Pada kromatografi adsorpsi dengan sistem fase normal, maka yang keluar
kolom lebih awal adalah komponen yang mempunyai sifat lebih nonpolar
daripada komponen-komponen yang membentuk puncak kromatogram lebih
akhir
impang Kunyit Hasil KLT menunjukkan terbentuknya 3 totol dengan komposisi
warna terdiri dari totol 1 berwarna kuning, totol 2 kuning muda, dan totol 3
kuning kecoklatan (Gambar 1c). Dari KLT dengan fase diam polar dan fase gerak
dominansi nonpolar, diperoleh nilai Rf1 0,29-0,37 cm, Rf2 0,11-0,15 cm dan Rf3
0,09- 0,10 cm. Menurut Govindarajan dan Stahl [21] serta Tonnesen dkk. [22],
kurkuminoid dari rimpang kunyit mengandung 3 senyawa pewarna yaitu
kurkumin, demetoksikurkumin, dan bis-demetoksikurkumin. Dengan sifat fase
diam dan fase gerak yang sama, nilai Rf yang diperoleh menunjukkan kemiripan
dengan nilai Rf dari pustaka tersebut. Nilai Rf kurkumin pada 0,3 cm,
demetoksikurkumin 0,15 cm dan bisdemetoksikurkumin 0,1 cm. Berdasarkan
kemiripan hasil penelitian dan data pustaka tersebut, maka totol 1 merupakan
kurkumin, totol 2 demetoksikurkumin dan totol 3 bis-demetoksikurkumin.
Perbedaan ketiga jenis pigmen dari rimpang kunyit terletak pada jumlah gugus
metil (CH3) yang dimilikinya [22, 23]. Kurkumin mempunyai 2 gugus metil,
demetoksikurkumin 1 gugus metil, sedangkan bis-demetoksikurkumin tidak
mempunyai gugus metil. Tidak adanya gugus metil pada bis-demetoksikurkumin
meningkatkan kepolarannya, sehingga memiliki afinitas lebih kuat dengan fase
diam pada KLT, dibanding kurkumin dan demetoksikurkumin.
Neltji Herlina Ati, et al. Indo. J. Chem., 2006, 6 (3), 325 331 Komposisi dan
Kandungan Pigmen Tumbuhan Pewarna Alami Tenun Ikat di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timurq
Cara kering Selapis pasir diletakkan didasar kolom, kemudian fase gerak
dimasukkan lapis demi lapis sampil ditekan dengan karet atau alat penekan lain.
Selain ditekan dapat juga dibantu dengan dihisap, sehingga dihasilkan packing
fase diam yang mampat. Diatas fase diam diletakkan kertas saring dan
diatasnya lagi sdapis pasir. Pada posisi keran terbuka fase gerak dituangkan dan
dibiarkan mengalir keluar. Packing kolom disimpan dengan mempertahankan
selapis fase gerak berada diatas lapisan pasir. Penyiapan Sampel Sampel
ditimbang kemudian dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, kemudian dituangkan
hati-hati diatas packing kolom. Fase gerak dikeluarkan tetes demi tetes, diatur
kecepatan menetesnya (tergantung besar-kecilnya kolom) dan dijaga kolom
tetap terendam, untuk itu ditambah fase gerak perlahan-lahan dan dijaga tidak
merusak packing kolom. Fase gerak yang keluar ditampung sebagai fraksi.
Volume fraksi tergantung berat sampel dan pemisahan yang nampak pada kolom
saat proses awal elusi ini. Makin kecil volume fraksi, akan diperoleh pemisahan
yang lebih baik, namun akan dikumpulkan banyak fraksi. Untuk 10 gram sampel

biasanya dikumpulkan fraksi dengan volume a 150 ml. Cara meletakkan sampel
pada kolom yang lebih baik adalah dengan mencampur dengan fase diam. Satu
bagian sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, biasanya pelarut yang
digunakan adalah pelarut yang digunakan untuk pembuatan ekstrak. Larutan
ekstrak ini kemudian dicampur dengan 2,0-3.0 bagian fase diam, dengan hatihati campuran ini dikeringkan didalam rotary evaporator hingga diperoleh serbuk
ekstrak kering. Serbuk ini ditaburkan diatas packing kolom dan ditutup dengan
selapis pasir. Selanjutnya sampel siap dielusi.
Cara basah Kedalam ujung kolom kromatografi (tempat keluarnya fase diam)
diatas keran diletakkan gelas wool, tidak perlu ditekan kuat. Diatasnya
ditaburkan pasir sehingga membentuk lapisan tebal + 1 cm. Selanjutnya
dimasukkan petroleum eter sambil mencoba kecepatan menetes fase gerak
dengan memutar keran. Di dalam beker gelas dibuat bubur fase diam dengan
petroleum eter. Dengan bantuan batang pengaduk bubur dimasukkan kedalam
kolom berisi petroleum eter. Sambil diketuk-ketuk butir-butir fase diam akan
turun dan tersusun rapi didalam kolom. Bila kolom penuh dengan petroleum eter
keran dibuka untuk menurunkan permukaannya dan petroleum eter yang keluar
dapat digunakan lagi untuk membuat bubur fase diam. Packing dihentikan
sampai panjang kolom yang dikehendaki. Selapis pasir diletakkan pada packing
kolom untuk melindungi kolom. Kolom dijaga untuk tidak kering, maka diatas
lapisan pasir haras selalu ada selapis fase gerak. Pada proses packing ini dinding
luar kolom gelas disemprot dengan aseton. Penyemprotan dimaksudkan untuk
mendinginkan kolom sehingga menghambat terbentuknya gelembung udara.
Adapun untuk kolom yang diameternya kecil fase diam kering dapat ditaburkan
sedikit demi sedikit kedalam kolom yang berisi petroleum eter.
Prinsip like disolve like: senyawa atau komponen yang polaritasnya sama atau
hampir sama akan selalu bersama-sama, tetapi yang polaritasnya berbeda akan
selalu berjauhan, ada jarak, atau saling menolak.
Kromatografi lapis tipis ialah kromatografi yang menggunakan matrik yang
dibentuk berupa lapisan tipis pada permukaan lempeng benda padat seperti
kaca, aluminium, atau plastik sebagai media untuk memisahkan campuran
komponen dalam pelarut
Teknik kromatografi dapat dilakukan pada pelat yang dilapisi dengan bahan
penyangga. Sebagai pelat dapat digunakan kertas, kaca, lembaran aluminium,
atau fiberglass. Khusus jika kertas yang digunakan, maka kertas berfungsi
ganda, yaitu sebagai pelat sekaligus sebagai bahan penyangga. Kertas
merupakan selulosa yang dapat menyerap eluen sehingga sistem yang terjadi
adalah partisi. Meski pun demikian peristiwa adsorpsi juga terjadi pada
kromatografi kertas. Jenis kertas yang digunakan pada umumnya adalah kertas
Whatman No. 4, 54, 540, 31, dan No. 17, atau jenis kertas lainnya yang
semacam. Perlu diketahui bahwa kerapatan dan ketebalan kertas akan
berpengaruh pada kecepatan aliran eluen, sehingga juga akan berpengaruh
pada kesempurnaan pemisahan komponen-komponen. Ukuran kertas yang
Universitas Gadjah Mada umum digunakan adalah 20 x 20 cm atau 10 x 20 cm.

Pada kromatografi lapis tipis, bahan penyangga dilapiskan pada pelat kaca,
logam, atau fiberglass. Bahan penyangga dapat berupa oksida, oksida hidrat
atau bentuk garam. Sebagai bahan penyangga yang populer digunakan pada
kromatografi lapis tipis adalah golongan aluminium oksida, gel silika, kieselguhr,
dan selulosa. Cara preparasinya adalah mula-mula dengan membuat sluri yaitu
mencampur bahan penyangga dengan aquades. Setelah itu dengan alat khusus
sluri dilapiskan pada permukaan pelat sehingga mempunyai ketebalan yang
sama. Sebelum digunakan lapis tipis harus dipanaskan terlebih dahulu pada
suhu 120C selama 60 menit untuk aktivasi. Kini telah banyak lapis tipis yang
diperjual belikan dalam keadaan siap untuk digunakan, baik yang dilapiskan
pada pelat kaca, aluminium mau pun fiberglass. Gerakan dan pemisahan
komponen juga tergantung pada jenis pelarut (eluen) yang diguriakan. Eluen
dapat terdiri atas satu macam pelarut atau campuran dan dua atau lebih pelarut,
tetapi makin banyak campuran pelarut akan sulit menjenuhkan lingkungan pelat.
Juga perlu diingat bahwa campuran pelarut harus saling tidak melarutkan atau
bersifat immisibel, tetapi sampel harus mempunyai kelarutan yang tinggi pada
eluen. Eluen yang mudah menguap dan tidak meninggalkan noda pada kertas
pada umumnya lebih baik digunakan. Contoh beberapa pelarut yang sering
digunakan pada kromatografi kertas dan lapis tipis adalah: 1. Untuk pemisahan
asam amino digunakan pelarut campuran fenol dan air (larutan jenuh),
campuran n-butanol, asam cuka dan air (4: 1 :5 atau 12:3:5), campuran nbutanol, piridin dan air (1:1:1). 2. Untuk pemisahan golongan karbohidrat
digunakan pelarut campuran dan etilasetat, piridin, dan air (2 : 1 :2), campuran
etilasetat, propanol dan air (6: 1:3), campuran etilasetat, asam cuka dan air
(3:1:3). 3. Untuk pemisahan asam lemak digunakan campuran n-butanol dan
larutan 1 ,5M ammonia (larutan jenuh).

Untuk keperluan analisis maka bercak pada plat perlu ditentukan


letak, bentuk dan warnanya. Cara mengamati bercak pada KLT dapat
dilakukan dengan melihat secara langsung bercak dan cara tidak
langsung. Cara tidak langsung dapat digolongkan menjadi dua : pertama
dengan mereaksikan komponen sampel /senyawa yang ada di bercak itu
dengan pereaksi semprot. Diberikan beberapa contoh pereaksi semprot
dan warna yang terjadi dari beberapa golongan senyawa.

Kedua

memberikan perlakuan tetapi tanpa merusakkan senyawa komponen


sampel, yaitu menyinari dengan lampu ultraviolet.

Sugeng Riyanto, Dkk.

KROMATOGRAFI

Modul Pembelajaran.2013. UGM

The Molecular Targets and Therapeutic Uses of Curcumin in Health and


Disease, Aggarwal et al, USA, springer, 2007

Anda mungkin juga menyukai