Anda di halaman 1dari 3

Penyimpanan umbi dilakukan dalam ruang penyimpanan bersuhu 12 – 150C dengan RH 85 – 90% dapat

meningkatkan pembentukan peridermis dan penyembuhan luka akibat panen. Setelah


penyembuhan, suhu penyimpanan diturunkan,. Biasanya ubi disimpan di atas lantai tanpa alas, dan
susut berat yang dihasilkan 10 – 25%. Dapat dilakukan penyimpanan dengan menumpuk umbi diatas
bamboo yang ditutup dengan jerami lembab dan dihasikan tingkat kerusakan 4 – 8% selama 1 bulan,
sedangkan penyimpanan didalam semen memiliki nilai kerusakan 15 – 18% (Ginting, 2006).

Penyimpanan pada tumpukan yang besar atau didalam ruangan. Tumpukan tersebut bila terlalu
besar dapat mengganggu ventilasi dan menyebabkan rusaknya umbi yang berada di lapisan bawah
tumpukan. Sebagian besar produsen memiliki ruang penyimpanan bersuhu rendah untuk
memperpanjang umur simpan dan menyediakan pasokan kentang secara terus menerus (Ginting,
2006).

Dapat dilakukan penyimpanan dengan pasir dengan cara memakai pasir yang berasal dari sungai dan
telah dikeringkan selama 3 hari, kemudian diayak dan disebar dilantai setebal 10 cm, umbi diletakkan
diatasnya lalu pasir disebar lagi diatasnya setebal 2,5 cm untuk mencegah masuknya tikus dan hama
(Ginting, 2006).

Gambar 1. Cara penyimpanan ubi: a) Ditumpuk dalam gudang, b) Ditumpuk di atas rak bambu dalam gubuk penyimpanan c) Di atas alas bambu dengan penutup
jerami.

Penyimpanan dengan mengubur dalam pasir (Sand Bank)

Teknik penyimpanan dapat dilakukan dengan tanah abu rumput pagi sebagai metode tradisional
yang digunakan petani kecil, menggunakan pengawetan dengan menggali tanah menghasilkan susut
bonbot sedikit, hal ini dimungkinkan pada kondisi lingkungan sand bank terdapat modifikasi atmosfer
dengan terbatasnya suplai oksigen dan mempertahankan temperatur yang rendah. penyimpanan ini
memungkinkan waktu yang lebih lama ubi berada di petani. penggunaan wadah yang sederhana pada
kondisi lingkungan menjadi metode utama untuk pengumpulan kelembaban yang berhubungan dengan
cacat yang dihasilkan, diperoleh keseimbangan dengan hasil kelembaban umbi yang dapat dimasak. di
beberapa daerah ada yang nama penyimpanannya dengan penyimpanan dalam lubang berventilasi
tanpa tanah sebagai alternatif menggunakan lapisan pasir yang kering menutupi ubi. Penyimpanan
dalam lumbung dapat dimodifikasi dengan struktur interiornya diplester menggunakan lumpur dan ubi
dikemas dalam pasir kering sehingga dihasilkan hasil ubi yang kondisinya lebih baik dari aspek tingkat
kecacatan rayap dan kerusakan oleh tikus namun susut bobotnya besar, memerlukan modifikasi untuk
memudahkan dalam penanganan oleh perempuan (Sugri, 2017).
Sistem pendinginan skala kecil

Penggunaan sistem pendinginan skala kecil sebagai penyimpanan tradisional dapat


memperbaiki produk dengan temperatur rendah dan kelembaban yang tinggi, kombinasi pra
penyimpanan dapat mempertahankan integritas kesegaran ubi, melawan berbagai macam kerusakan.
Gudang pendinginan evaporasi pasif dengan perlakuan pra penyimpanan menggunakan air bergaram,
ekstrak lantara camara, abu. Gudang Pendinginan dapat mengurangi suhu hingga 23 - 25 0C dari suhu
lingkungan 35,50C meskipun suhu penyimpanan umbi optimumnya pada suhu 13 - 150C. Perlakuan
dengan lantara camara menghasilkan hasil yang lebih baik di mana susut bobot yang dihasilkan 3,8%,
berat yang hilang 28%, kerusakan hama 5% dibandingkan perlakuan lain. Kerusakan hama sebanding
dengan waktu penyimpanan pada waktu penyimpanan 2 minggu perlakuan kontrol telah terkena hama
gudang menjadi 54% kerusakannya akibat penyimpanan selama 12 minggu. Pada gudang pendinginan
evaporasi tunas muncul setelah 4 minggu penyimpanan yang diikuti dengan perlakuan menggunakan
lantana camara dan air garam namun sel berpotensi memiliki aktivitas fisiologi yang lebih tinggi pada
perlakuan kontrol dan menggunakan lantana camara dibandingkan dengan penggunaan air asin (Sugri,
2017).

Per baikan dari metode penyimpanan dalam kotak pasir sebelumnya digambarkan dengan
penyimpanan dalam tanah, sebagai pengawetan umbi metode ini dengan melapisi pasir laut sekitar 2
cm ketebalannya pada dasar kemasan yang diikuti dengan memercikkan sedikit air untuk mengurangi
pengeringan, umbi disusun dengan urutan berlapis lapis dengan setiap ketebalannya 12 - 15 cm bagian
akhir ditutupi dengan pasir pantai setebal 2 cm. penggunaan air dengan rasio 1 liter berbanding 5 kg
pasir laut dapat diaplikasikan pada setiap lubang (Sugri, 2017).

Melakukan perbaikan lubang lumbung penyimpanan sebelumnya memiliki ukuran yang kecil 1,5 x 1,2 m
diperlebar menjadi 1,8 x 1,8 x 1,5 di Plester menggunakan Lumpur dan memnambahkan pintu kecil dan
ventilasi pada atap yang dapat dibuka dan ditutup. Evaluasi kemampuan penyimpanan menggunakan
lubang tradisional untuk memperbaiki ubi, memperbaiki lubang yang terbuka,memperbaiki lubang
pondok, peningkatan struktur anyaman. Penyimpanan lubang pondok menghasilkan perbandingan yang
baik dari pada metode tradisional yang menghasilkan atribut yang rendah. Penyimpanan ubi
menggunakan lubang pondok berupa meningkatkan kualitas kemanisan dari Pati, warna, aroma dan
tingkat penerimaannya. Tumbuhnya tunas pada umbi memiliki tingkat penerimaan dan komposisi kimia
tidak berpengaruh dalam penyimpanan. Penyimpanan dapat meningkatkan masa simpan hingga 3 bulan
tapi menghasilkan kehilangan vitamin C yang lumayan besar (Sugri, 2017).

Metode penyimpanan menggunakan karton berperforasi, papan kayu dan serbuk gergaji tidak
begitu mempengaruhi masa simpan umbi, tapi penggunaan serbuk gergaji dan penyimpanan lubang
lebih dapat diterima oleh konsumen daripada hanya dalam karton ataupun papan. Laju pertumbuhan
Tunas tinggi saat penyimpanan 4 - 12 minggu, dengan metode penyimpanan dalam lubang paling
banyak menghasilkan tunas. Penyimpanangudang tradisional dengan dengan sisi terbuka yang
menggunakan pelindung terhadap tikus biasanya diletakkan pada udara terbuka yang memiliki ventilasi
yang cukup. Tingginya akses ventilasi menghasilkan hilangnya berat tunas, cacat, kerusakan hama dan
komposisi nutrisi. Sirkulasi udara yang rendah mempercepat terbentuknya panas dan peningkatan
kelembaban sebagai hasil dari respirasi yang dapat menginduksi terbentuknya tunas perkecambahan
dan pertumbuhan patogen yang diikuti dengan adanya cacat (Sugri, 2017)

Iradiasi

Proses fisika yang dapat diaplikasikan untuk menghilangkan mikroorganisme, serangga dan
penyakit serta menghambat kematangan, pertunasan. Perlakuan iradiasi juga dapat sebagai fumigrasi
alternatif namun tingkat keamanan dan fisikokimia pangan menjadi perhatian. Dosis pemberian x-ray
iradiasi hingga 1 kgy diizinkan untuk menghambat pembentukan Tunas dan menghambat proses
kematangan produk, dosis untuk melawan serangga dan kontaminasi mikroba tanpa mempengaruhi
kualitas berada pada 100 – 500 Gy. Penggunaan dosis 600 Gy tidak mengurangi kualitas atau rasa ubi,
perbandingan penggunaan radiasi 0 sampai 1 kGy menghasilkan sedikit berat yang hilang dibandingkan
kontrol tetapi lebih keras, kandungan gula, B-karoten, vitaminnya tidak berbeda dengan kontrol. Jumlah
radikal hidroksida sama dengan kontrol dalam 2 minggu penyimpanan, proses penghambatan tunas
bandingkan ubi kontrol yang disimpan pada suhu 12 sampai 250C selama penyimpanan 4 - 6 minggu.
aktivitas oksidase Indo peroksidase dan asam asetat lebih tinggi daripada control, sifat fisik dan
fungsional yang diradiasi 0, 0.2, 0.3, 0.4 kGy berkurang dengan semakin meningkatnya dosis iradiasi.
Mulai terjadi gelatinisasi pati seiring peningkatan dosis pada suhu 75,5 – 79,60C (Sugri, 2017).

Sugri, Issah, Bonaventure Kissinger Maalekuu, Francis Kusi and Eli Gaveh. (2017). Quality and
Shelf-life of Sweet Potato as Influenced by Storage and
Postharvest Treatments. Trends in Horticultural Research, 7: 1-10

Ginting, Erliana, Sri Satya Antarlina, Joko Susilo Utomo, dan Ratnaningsih. (2006). Teknologi
Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Diversifikasi Pangan Dan Pengembangan
Agroindustri. Buletin Palawija, 11 . 15 - 28

Anda mungkin juga menyukai