Anda di halaman 1dari 21

Makalah Metode Pemisahan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pada Senyawa Flavonoid

Dosen Pengampuh : Mauizatul Hasanah, M.T

Disusun Oleh :

Kelompok 4 S1 A

Dini Bunaya 170101009 M.Randa Yustama 170101025

Mita Anjani 170101029 Resti Dwi Indun I.Y 170101039

Indah Sari 170101017 Sambe Oktarika I 170101043

Megawati Ariaputri 170101027 Nanda Rahma I 170101015

Landa Griselda 170101020

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI PERTIWI PALEMBANG

2019

1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ‘’Metode
Pemisahan Kromatografi Lapis Tipis Pada Senyawa Flavonoid”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Terlepas dari itu semua, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang ‘’Metode Pemisahan


Kromatografi Lapis Tipis Pada Senyawa Flavonoid’’. Ini dapat memberi manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Palembang, 03 Oktober 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


Daftar Isi ................................................................................................................................................ ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Lelakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
2.1 Definisi Kromatografi Lapis Tipis ................................................................................................ 3
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis ................................................................. 5
2.3 Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis....................................................................................... 5
2.4 Pembuatan Lapisan Tipis .............................................................................................................. 6
2.5 Definisi Kromatogram .................................................................................................................. 7
2.6 Fase Diam dan Fase Gerak........................................................................................................... 8
2.7 Prosedur Kerja dengan Kromatografi Lapis Tipis ................................................................... 100
2.8 Deteksi Bercak ........................................................................................................................... 11
2.9 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kromatografi Lapis Tipis ................................................ 12
2.10 Aplikasi metode pemisahan kromatografi lapis tipis ................................................................ 13
BAB III................................................................................................................................................. 16
PENUTUP............................................................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Lelakang

Didalam sebuah produk seperti cairan vitamin atau obat sejenis serta produk pangan lainnya terkadang
sulit untuk membedakan dengan benar tentang unsur / zat yang terkandung didalamnya. Dengan adanya
kemajuan teknologi dibidang elektrokimia saat ini telah memiliki peranan penting dalam menentukan
berbagai kandungan / unsur zat didalam cairan. Adapun teknologi yang masih digunakan saat ini seperti
penerapan metode kromatografi. Kromatografi ( Chromatography ) sebenarnya secara harfiah berasal
dari nama "warna menulis", namun tak ada hubungan secara langsung kecuali senyawa pertama yang
mengalami pemisahan dengan cara ini adalah pigmen hijau tumbuhan, seperti klorofil. Kromatografi
adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara
kromatografi menggunakan dua fasa yaitu yang pertama, fasa tetap ( Stationary Phase ) dan kedua, fasa
bergerak ( Mobile Phase ). Dengan adanya penelitianpenelitian baru yang memungkinkan untuk
menerapkan prinsip kromatografi pada senyawa-senyawa yang tak berwarna termasuk gas.

Adapun perkembangan pesat dari beberapa jenis sistem kromatografi diantaranya adalah ; Kromatografi
kertas, kromatografi lapisan tipis ( Thin Layer Chromatography ), kromatografi gas ( Gas
Chromatography ), dan kromatografi cair kinerja tinggi ( High Performance Liquid Chromatography ).

Pada kromatografi lapisan tipis, terdapat lapisan tipis ( tebal 0.1-2 mm ) yang terdiri atas bahan padat
yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar ( plat ), yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi
dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan yang melekat pada permukaan dengan bantuan
bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat dan kromatografi lapisan tipis dapat digunakan untuk keperluan
yang luas dalam pemisahanpemisahan. Seperti halnya, kromatografi lapisan tipis yang banyak
digunakan akhir-akhir ini oleh sebagian besar laboratorium di Indonesia menggunakan alat berupa
TLC Scanner 3 merk CAMAG ( Made in Switzerland ) dengan metode kromatografi lapisan tipis, yang
mana proses pengambilan sample yang berada pada permukaan plat (tempat sample yang telah
dilakukan pemisahan) menggunakan scanner didalam alat tersebut kemudian hasilnya ditransfer ke PC
dan dilakukan proses selanjutnya. Dan kelebihan dari TLC Scanner 3 CAMAG sendiri adalah mampu
menganalisa senyawa berwarna dan tak berwarna, membutuhkan waktu yang relatif cepat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kromatografi ?

2. Apa yang dimaksud dengan kromatografi lapis tipis ?

1
3. Apa kelebihan dan kekurangan kromatografi lapis tipis ?

4. Bagaimana prinsip kerja kromatografi lapis tipis ?

5. Apa yang dimaksud dengan kromatogram ?

6. Apa yang dimaksud dengan fase diam dan fase gerak dalam kromatografi lapis tipis?

7. Bagaimana prosedur kerja dengan kromatografi lapis tipis ?

8. Bagaimana cara mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis ?

9. Apa saja yang mempengaruhi analisis kromatografi lapis tipis ?

10. Bagaimana aplikasi kromatografi lapis tipis dalam bidang pangan ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kromatografi.

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kromatografi lapis tipis.

3. Mengetahui apa kelebihan dan kekurangan kromatografi lapis tipis.

4. Mendeskripsikan bagaimana prinsip keja kromatografi lapis tipis.

5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kromatogram.

6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan fase diam dan fase gerak dalam kromatografi lapis
tipis.

7. Mendeskripsikan bagaimana prosedur kerja dengan kromatografi lapis tipis.

8. Mendeskripsikan bagaimana cara mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis.

9. Untuk mengetahui apa saja yang mempengaruhi analisis kromatografi lapis tipis.

10. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi kromatografi lapis tipis dalam bidang pangan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ialah metode peisahan fisikokimia. Lapisan yan memisahkan,
yang terdiri dari atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas,
logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan di pisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selamat perambatan kapiler (pengembangan),.
Selanjutnya, senyawa yang tidak bewarna harus ditampakkan (dideteksi).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada
tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar , yang fase diamnya berupa lapisan seragam
(uniform) pada permukaan bidng datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat
plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).

KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya
serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak
mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama,
maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan
pemisahan (Hostettmann et al, 1995).

Pada proses adsorpsi senyawa kimia dapat terpisah-pisah disebabkan oleh daya serap adsorban
terhadap tiap-tiap komponen kimia tidak sama. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen
kimia dalam cairan pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah gerakan eluen disebabkan oleh gaya
sentrifugal sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda.

Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi yang dapat digunakan untuk
menganalisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif. Lapisan yang memisahkan terdiri atas
bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang
cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah
pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase
gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak
berwarna harus ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Sudjadi,
1988).

Teknik ini dikembangkan tahun 1938 Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada
lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan menyerap sepanjang
fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini di kenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka.

3
Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah
untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.

Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya adalah silika gel, tetapi kadang kala
bubuk selulosa dan tanah diatome juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan
pengikat seperti semen Paris, kanji, disperse koloid plastic, silica terhidrasi. Untuk meratakan pengikat
dan zat pada pengadsorbsi digunakan suatu aplikator. Sekarang inin telah banyak tersedia kromatografi
lapisan tipis siap pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube, dan sebagainya.
Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel.

Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan
digunakan. Untuk meneteskan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik
berukuran mikro). Sample diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi. Pelarut harus
nonpolar dan mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat dapat diciptakan dengan mengerok lapisan
vertical searahgerakan pelarut. Teknik ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang
dilakukan pada temperature kamar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi 15-18 cm. waktu yag
diperlukan antara 20-40 menit. Semua teknik yang digunakan untuk kromatografi kertas dapat di pakai
juga untuk kromatografi lapis tipis. Resolusi KLT juah lebih tinggi daripada kromatografi kertas karena
laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi. RRPC dapat juga dilakukan pada
kromatografi lapisan ini, dengan menggunakan lapisan yang sudah dicelupkan lebih dahulu pada
perafin, minyak silikon, dan lain-lain. Pelarut yang digunakan adalah CH3COOH atau asetonitril.
Kadangkala untuk RPPC, waktu yang diperlukan cukup lama.

Zat-zat warna dapat terlihat langsung, tetapi dapat juga digunakan reagent penyemprot untuk
melihat bercak suatu zat. Asam kromat sering digunakan untuk zat organic. Demikian juga penandaan
secara radiokomia juga dapat digunakan. Untuk menempatkan posisi suatu zat, reagent dapat juga
disemprotkan pada bagian tepi saja. Bagian yang lainnya dapat diperoleh kembali tanpa pengotoran dari
reagent dengan pengerokan setelah pemisahan selesai. Untuk analisis kuatitatif dapat digunakan plot
fotodensitometri. Analisisnya dapat dilakukan dengan spektrofotometer UV, sinar tampak, IR atau
flourosens atau dengan reaksi kolorimeter dengan reagent kromogenik.

Aplikasi KLT sangatlah luas. Senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap serta terlalu labil
untuk kromatografi cair dapat dianalisis dengan KLT. Ia dapat pula untuk memeriksa adanya zat
pengotor dalam pelarut. Ahli kimia foresik menggunakan KLT untuk bermacam pemisahan. Pemisahan
berguna dari plasticizer, antioksidan, tinta dan formulasi zat pewarna dapat ditentukan dengan KLT.
Pemakaiannya juga meluas dalam pemisahan anorganik.

4
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis
Beberapa kelebihan KLT yaitu:

1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.

2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau
dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.

3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi
2 dimensi.

4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan
bercak yang tidak bergerak.

5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.

6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.

7. Jumlah perlengkapan sedikit.

8. Preparasi sample yang mudah

9. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan metode kertas
tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).

Adapun kekurangan KLT yaitu:

1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang diharapkan.

2. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.

3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun

2.3 Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis


Pada dasarnya KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan
perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang (Watson,
2010). KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan
nyata terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben
sebagai pengganti kertas.

Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara
fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi
senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan

5
ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan
ukuran molekul.

2.4 Pembuatan Lapisan Tipis


Penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya baik, biasanya digunakan
plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada jenis dari pemisahan yang akan
dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat kaca / aluminium dijual dengan
ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai “standard”. Hal yang penting yaitu
bahwa permukaan dari plat harus rata. Plat -plat kaca / aluminium sebelum dipakai dicuci terlebih
dahulu dengan air dan detergent kemudian dikeringkan. Terakhir, dapat dicuci dengan aseton, tetapi hal
ini tidak mesti dilakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan jangan menyentuh permukaan dari plat yang
bersih dengan jari tangan karena bekas jari tangan yang menempel akan merubah tebal dari permukaan
penyerap pada plat.

Untuk membuat penyerap, pertama bahan penyerap dicampur dengan air sampai menjadi
bubur, biasanya dengan perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk sampai rata dan
dituangkan diatas plat dengan berbagai cara. Tebal lapisan merupakan faktor yang paling penting dalam
kromatografi lapisan tipis. Tebal standard adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal (
0.5 - 2.0 mm ) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan
penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu kesukaran dengan lapisan
tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering.

Tabel 2.2 Perbandingan untuk membuat bubur penyerap

Penyerap Medium bubur penyerap Perbandingan, gram dalam


ml

Silika gel Metilena klorida : methanol (2:2, 35 gr dalam 100 ml


v/v)

Serbuk selulosa Metilena klorida : methanol (50:50, 50 gr dalam 100 ml


v/v)

Alumina Metilena klorida : methanol (70:30, 60 gr dalam 100 ml


v/v)

Sifat yang terpenting dari penyerap adalah besar partikel bubur penyerap dan homogenitasnya, karena
adhesi terhadap plat sangat tergantung pada kedua sifat tersebut. Besarnya partikel yang biasa

6
digunakan adalah 1 – 25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil
yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan
penyerap yang butirannya halus. Sedangkan dalam kolom partikel yang sangat halus akan
mengakibatkan aliran pelarut menjadi lambat, pada lapisan tipis butiran yang halus memberikan aliran
pelarut yang lebih cepat. Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan
dalam kromatografi lapisan tipis adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3 Macam-macam penyerap untuk kromatografi lapisan tipis

Zat padat Digunakan untuk memisahkan

Silika Asam- asam amino, alkaloid, gula,

asam-asam lemak, lipida, minyak

esensial, anion, dan kation organic,

sterol, terpenoid.

Alumina Alkaloid, zat warna, fenol, steroid,

vitamin-vitamin, karoten, asam-asam

amino

Kieselguhr Gula, oligosakarida, asam- asam

lemak, trigliserida, asam -asam

amino, steroid.

Bubuk selulosa Asam-asam amino, alkaloid, nukleotida

Pati Asam-asam amino

Sephadex Asam-asam amino, protein

2.5 Definisi Kromatogram

Kromatogram adalah output visual yang diperoleh dari hasil pemisahan. Sebuah garis
menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran
pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan
posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak
selayaknya kromatogram dibentuk.

7
Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia
bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut
berada di bawah garis dimana posisi bercak berada.

Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia
terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya
ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia
dengan uap mencegah penguapan pelarut.

Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran
pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.

Gambar menunjukkan lempengan setalah pelarut bergerak setengah dari lempengan. Pelarut dapat
mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari
komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.

2.6 Fase Diam dan Fase Gerak


Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel
antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan
resolusinya.

Silika gel salah satu contoh fase diam yang terbentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan silika gel,
atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain
Si-O-Si.

Permukaan silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-
dipol.

Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina dari aluminium oksida. Atom aluminium pada
permukaan juga memiliki gugus -OH. Pada dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika gel.

Tabel 1. Fase diam yang sering digunakan pada KLT (Kealey dan Haines, 2002)

Fasa Diam Mekanisme Sorpsi Penggunaan

Silika gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon, vitamin,


alkaloid

8
Serbuk selulosa Partisi Asam amino, nukleotida, karbohidrat

Selulosa penukar Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida, halida dan ion-
ion ion logam

Gel sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks logam

Β-siklodekstrin Interaksi adsorpsi Campuran enansiomer


stereospesifik

Adsorben yang sering digunakan antara lain :

a) Silika gel

Yang paling banyak digunakan dalam pengujian, bersifat asam lemah, sering ditambah CaSO4 (gibs)
sebagai pengikat agar melekat kuat pada penyangga. Penambahan ini juga mempercepat mengeringnya
lapis tipis. Juga dapat ditambahkan indicator fluoresensi yang akan berfluoresensi di bawah sinar UV
pada 254 nm, hingga noda yang mengabsorpsi pada frekuensi ini menjadi sangat kontras terhadap latar
belakang yang berfluoresensi hijau kuning. Silica gel sangat higroskopis, pada humaditas relative 45 –
75% akan menarik air sampai 7 – 20%. Derajat diaktivasinya ditentukan oleh kelembaban ruangan
dimana pemisahan akan dilakukan atau tempat penyimpanan lapis tipisnya. Kemurnian juga penting
karena dapat mempengaruhi watak kromatografi beberapa senyawa tertentu. Pencemar dalam adsorben
ini dapat juga menyebabkan dekomposisi senyawa yang hendak dianalisa.

b) Alumina

Bersifat basa lemah. Tidak sebaik silica gel dan lebih relative secara kimia hingga untuk senyawa yang
sensitive dapat terdegrasi. Juga dapat ditambah Ca2SO4 dan indicator fluoresensi.

c) Kieselguhr (tanah diatome)

Merupakan adsorben netral dengan aktivitas rendah. Daya resolusinya juga kecil. Dapat ditambahkan
sebagai campuran pada silikagel yang akan memberikan adsorben campur yang kurang aktif. Juga dapat
ditambah Ca2SO4.

d) Selulosa

Dengan menggunakan selulosa sebagai adsorben akan didapat lapis tipis yang sifatnya analog dengan
kromatografi kertas. Memberikan lapis tipis yang baik tanpa pengikat. Adsorben ini dapat ditambah
indicator fluoresensi atau Ca asetat. Kerugian penggunaan selulosa ini ialah tidak dapat digunakannya
pereaksi yang korosif seperti asam sulfat atau pereaksi destruktif lainnya.

9
e) Poliamida

Merupakan magnesium silikat. Daya melekatnya tidak sebaik adsorben lainnya. Biasanya ditambahkan
pengikat seperti selulosa atau amilum. Mempunyai kapasitas yang besar dan banyak digunakan untuk
pemisahan fenol.

Selain fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa gerak/eluent yang berperan penting pada proses elusi
bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi
antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu
pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran
pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina
atau sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut
yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa
dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip
“like dissolved like” (Watson, 2010).

2.7 Prosedur Kerja dengan Kromatografi Lapis Tipis

Pada KLT, fasa diam berupa plat yang biasanya disi dengan silica gel. Sebuah garis pensil digambar
dekat bagian bawah fasa diam dan setetes larutan sampel ditempatkan di atasnya. Sampel ditotol
dengan bantuan pipa kapiler. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel.
Pembuatan garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan dengan tinta, pewarna dari
tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram berkembang. Ketika titik campuran kering, fasa diam
diletakkan berdiri dalam gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah
garis. Digunakan gelas tertutup untuk memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap
pelarut.

Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik. Komponen-komponen yang berbeda dari campuran
berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran dipisahkan memiliki warna yang berbeda.

Diagram menunjukkan plat setelah pelarut telah bergerak sekitar setengah jalan. Pelarut diperbolehkan
untuk naik hingga hampir mencapai bagian atas plat yang akan memberikan pemisahan maksimal dari
komponen-komponen pewarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan
pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Untuk identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-
harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas
harga Rf didefinisikan sebagai berikut (Gritter et al, 1991):

10
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard. Perlu
diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang diperoleh berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan
penyerap yang digunakan, meskipun daftar dari harga-harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut
dan penyerap dapat diperoleh (Gritter et al, 1991).

2.8 Deteksi Bercak

Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna, yaitu:

1. Menggunakan pendarflour

Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan
kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti
jika sinar UV disinarkan, maka sampel akan berpendar.

Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak
itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika disinarkan sinar UV pada
lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak
sebagai bidang kecil yang gelap.

Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan,, kita harus menandai posisi-posisi dari bercak-bercak
dengan menggunakan pensil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Karena jika kita mematikan
sinar UV tersebut, bercak-bercaknya tidak tampak kembali.

2. Penunjukkan bercak secara kimia

Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan cara
mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang
baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan
dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan
senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.

Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup
(seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam
wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak
daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.

11
2.9 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kromatografi Lapis Tipis

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga
mempengaruhi harga Rf adalah :

1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.

2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.

Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul
air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan penyerap akan memberikan
perbedaan yang besar terhadap harga Rf meskipun menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang
sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang sama,
ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.

Pada prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan
yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang
kecil dari plat.

4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.

Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah
sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul
diperhatikan.

5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.

6. Teknik percobaan.

Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini
yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).

7. Jumlah cuplikan yang digunakan.

Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan
kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan
kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.

8. Suhu.

Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah
perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-
perubahan fase.

12
9. Kesetimbangan.

Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi kertas, hingga
perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam
bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan
dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-
tepi dan keadaan ini harus dicegah.

2.10 Aplikasi metode pemisahan kromatografi lapis tipis


JURNAL 1

Judul: Isolasi dan Elusidasi Senyawa Flavonoid dari Biji Alpukat ( Persea Americana Mill.)

Hasil : Pemisahan senyawa dengan metode kromatografi kolom ini menggunakan fase diam berupa
silica gel sedangkan fase geraknya adalah campuran n-butanol : asam asetat : air (4:1:5, fase atas)
sebanyak 200 mL. Perlakuan selanjutnya adalah dibuat bubur silica gel dengan mendispersikan silica
gel sebanyak 30 g dengan n-heksana sebanyak 100 mL, kemudian bubur silica gel dimasukkan ke dalam
kolom kromatografi diamkan semalam. Ekstrak kental etil asetat biji alpukat sebanyak 3 g digerus
bersama silica gel, kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Eluen n-butanol: asam asetat
: air (4:1:5, fase atas) sebanyak 100 mL dimasukkan perlahan-lahan ke dalam kromatografi sambil kran
kolom dibuka. Fraksi yang telah terpisah ditampung dalam botol vial 3 mL. Proses pemisahan dengan
kromatografi kolom menghasilkan fraksi sebanyak 37 fraksi (Syahril et al., 2015). Setiap fraksi
dianalisis dengan kromatografi lapis tipis dengan eluen yang sesuai. Fase diam yang digunakan adalah
plat silika gel G-F254. Eluen yang menunjukkan pemisahan terbaik adalah campuran n-butanol : asam
asetat : air (4:1:5, fase atas). Selanjutnya dilakukan penyiapan plat KLT berukuran 7x7 cm dengan garis
batas awal dan akhir masing-masing 1 cm. Fraksi kemudian ditotolkan di plat KLT, setelah totolan
kering, plat KLT dimasukkan ke dalam chamber. Plat KLT dikeluarkan setelah eluen mecapai batas
akhir dan dikeringkan, kemudian dilakukan pengamatan di bawah lampu UV 254 nm dan 265 nm.
Fraksi-fraksi yang memiliki Rf sama dikelompokkan menjadi satu wadah kemudian diuapkan.
Identifikasi senyawa flavonoid pada biji alpukat (Persea americana Mill.), baik ekstrak kental etanol,
ekstrak kental etil asetat, dan isolat murni hasil kolom menunjukkan positif mengandung flavonoid,
ditandai dengan perubahan warna menjadi merah kecoklatan (Zirconia et al., 2015).

JURNAL 2

Judul : Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Ekstrak Etanol Buah Naga Merah (Hylocereus
polyrhizus (F.A.C.Weber)Briton & Rose)

13
Hasil : Pemisahan ekstrak etil asetat dan fraksi etil asetat dari hasil hidrolisis ekstrak air dideteksi di
bawah lampu UV 254nm dan 366 nm kemudian dilakukan penampakan bercak menggunakan uap
amonia. Dari hasil KLT ekstrak etil asetat diperoleh 2 bercak berwarna biru muda (setelah diberi uap
amonia dan dibawah lampu UV 366 nm). Berdasarkan perubahan warna yang terjadi pada hasil KLT
fraksi etil asetat, fraksi tersebut diduga mengandung senyawa flavonoid flavon atau flavanon
(Markham, 1988). Fraksi etil asetat dari hasil hidrolisis ekstrak air menghasilkan 3 bercak yaitu bercak
berwarna kuning, ungu gelap, dan biru (setelah diberi uap amonia dan dibawah lampu UV 366 nm).
Dari perubahan warna yang terjadi pada fraksi etil asetat hasil hidrolisis ekstrak air, fraksi tersebut
diduga mengandung senyawa flavonoid yaitu auron, flavon, dan isoflavon (Markham,1988).Pada
pemisahan dengan KLT, eluen yang digunakan yaitu BAA (4:1:5). Hal ini karena sampel yang
digunakan relatif polar sehingga kesamaan sifat antara fase gerak dan sampel dapat memberikan
pemisahan yang baik.

JURNAL 3

Judul : IDENTIFIKASI KANDUNGAN SENYAWA FLAVONOID EKSTRAK KULIT BUAH


JERUK BALI (Citrus maxima Merr.) SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Hasil : Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan uji kualitatif
ekstrak kulit buah jeruk bali (Citrus maxima Merr.) dengan menggunakan metode reaksi warna
menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah jeruk bali positif mengandung flavonoid. 2. Berdasarkan
pengujian menggunakan metode kromatografilapis tipis (KLT) pada pengelusi pelarut polar etil asetat-
etanol-air, positif mengandung flavonoid dengan satu noda nilai Rf : 0,85. Pada larutan uji n-heksan
tidak menimbulkan warna, dengan alasan pada proses fraksinasi sudah dilakukan proses pemisahan
senyawa tunggal.

JURNAL 4

Judul : ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA DAUN SEMBUKAN


(Paederia foetida L) SERTA UJI AKTIVITASNYA SEBAGAI ANTIOKSIDAN

Hasil : Pemisahan ekstrak n-butanol dengan KLT preparatif menghasilkan 5 fraksi, fraksi F2 dan F4
positif mengandung flavonoid.

14
JURNAL 5

Judul : Isolasi, Identifikasi dan Uji Sitotoksik Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Etil Asetat Daun
Binahong (Anredera Cordiforlia (Tenns) Stennis)

Hasil : dari hasil uji fitokimia Ekstrak etil asetat mengandung positif flavonoid selanjutnya dilakukan
KLT untuk bertujuan mengetahui komponen senyawa. KLT menggunakan eluen kloroform :
diklorometana (5:1) menunjukkan daya pisah yang baik.

Tabel
No Warna Harga Rf
1. Hitam 0,06
2. Merah 0,09
3. Ungu 0,12
4. Ungu Kehitaman 0,22
5. Hitam 0,29
6. Merah kekuningan 0,42

Keorangean 0,68 11 Ungu Kehitaman 0,75 12 Ungu 0,98 13 Merah Kekuningan 0,99 Pemisahan
komponen-komponen senyawa dengan kromatografi kolom mengunakan eluen kloroform :
diklorometana (5:1) menghasilkan 354 botol eluat. Eluat digabung menjadi 5 fraksi berdasarkan KLT
dan menguji flavonoid, Pengujian flavonoid menunjukkan bahwa fraksi B positif dan lebih dominan.
Fraksi B dilakukan KLT preparative menggunakan eluen kloroform : diklorometana: n-heksana (1:1:1)
menghasilkan 6 pita. Pita-pita dilakukan pengerokan dan uji flavonoid. Ilustrasi KLT preparatif 1 Uji
flavonoid menunjukkan bahwa pita ke-3 lebih dominan mengandung flavonoid. Untuk itu, dilakukan
KLT preparatif menggunakan eluen etanol :etil asetat: n-heksana (3:5:8) dan dilakukan uji flavonoid.
Uji flavonoid menunjukkan bahwa pita ke-2 lebih dominan mengandung flavonoid. Untuk itu,
dilakukan KLT preparatif menggunakan eluen etanol dan dilakukan uji flavonoid. Keseluruhan pita
diujikan flavonoid dengan diuapi NH3 dan penyemprotan AlCl3. Pita ke-1 positif mengandung
flavonoid

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari
komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase
gerak (cair atau gas).

2. KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya
serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak
mengikuti kepolaran eluen,

3. Keuntungan KLT yaitu ketepatan penentuan kadar baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak. Kerugiannya memerlukan waktu untuk menentuan sistem eluen
yang cocok.

4. Prinsip KLT yaitu pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi
oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang.

5. Pembuatan lapis tipis KLT dimulai dari penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi
bentuknya baik, biasanya digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada
jenis dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat
kaca / aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai
“standard”.

6. Kromatogram adalah output visual yang diperoleh dari hasil pemisahan.

7. Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Fasa gerak/eluent yang berperan penting pada
proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent).

8. Kerja dengan KLT dimulai dari penyiapan plat, eluen dan sampel, penotolan, elusi, dan deteksi
bercak/noda.

9. Cara mendeteksi bercak ada 2 yaitu menggunakan UV dan campuran zat kimia tertentu.

10. Terdapat beberapa instrument pada kromatografi lapis tipis diantaranya adalah detector,
monokromator, absorbansi, dan transmitansi.

11. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga
mempengaruhi harga Rf adalah :

16
a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.

b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.

c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.

d. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.

e. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.

f. Teknik percobaan.

g. Jumlah cuplikan yang digunakan.

h. Suhu

i. Kesetimbangan.

12. Aplikasi KLT pada bidang pangan adalah pada penelitian analisis kualitastif pewarna rhodamin B
dalam sampel saus tomat.

17
Daftar Pustaka

Arifin, Fury. 2012. Kromatografi Lapis Tipis. http://nonasandha.blogspot.com. Diakses : 03 Desember


2014

Ayu. 2013. Analisa Pengukuran Kadar Larutan. http://s1farmasiayu.blogspot.com. Diakses : 03


Desember 2014

Clark, Jim. 2007. Kromaografi Lapis Tipis. http://www.chem-is-try.org. Diakses : 03 Desember 2014

Khopkar, SM. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Nurhidayat, Iim. 2011. Kromaografi Lapis Tipis. http://sectoranalyst.blogspot.com. Diakses : 03


Desember 2014

Sendana, Endra. 2013. Kromatografi Lapis Tipis. http://ndrasendana.blogspot.com. Diakses : 03


Desember 2014

18

Anda mungkin juga menyukai