Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS ZAT ADITIF

ANALISIS BORAKS DALAM KERUPUK

DISUSUN OLEH:

NAMA : NALAT TAZKIA FIRDA

NIM : K1A018062

KELOMPOK /SHIFT : 5/B

ASISTEN : YOSHFIA ABIE ZAKY

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK

PURWOKERTO

2020
ANALISIS BORAKS DALAM KERUPUK

1. TUJUAN

Memahami cara analisis boraks dalam kerupuk secara volumetri.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan tambahan pada pangan mempunyai peran yang penting dalam proses
produksi pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan bertujuan untuk
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat
bahan pangan mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila bertujuan
untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan. Bahan
tambahan makanan tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan
yang salah atau tidak memenuhi persyaratan. Bahan tambahan makanan juga tidak
digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara
produksi yang baik untuk pangan, serta tidak digunakan untuk menyembunyikan
kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2009).

Boraks merupakan senyawa kimia berbentuk kristal berwarna putih dengan


rumus kimia Na2B4O7.10H2O. Boraks digunakan dalam industri kaca, porselin, alat
pembersih, bahan pestisida dan bahan pengawet lainnya. Selain itu, di bidang
farmasi boraks digunakan sebagai antiseptik, bahan dalam pembuatan salep. Pada
beberapa laporan penelitian, boraks telah digunakan sebagai bahan tambahan
pangan, seperti kerupuk, bakso, lontong, mie dan tahu. Penambahan boraks
bertujuan untuk memberikan tekstur padat, kekenyalan, kerenyahan, memberikan
rasa gurih serta bersifat tahan lama terutama bahan makanan yang mengandung pati
(Fuad, 2014).

Kerupuk sering dikenal sebagai pendamping makanan. Kerupuk bukan


makanan utama dan tidak mengandung vitamin. Kendati demikian, kerupuk tetap
menjadi pendamping makanan yang digemari banyak orang (Muharrami, 2015).
Untuk mendapatkan kerupuk yang gurih dan dapat mengembang kadang
ditambahkan boraks atau ditambahkan tepung tapioka agar adonan mentahnya
menjadi kenyal dan padat. Penambahan boraks pada kerupuk bisa memperbaiki
tekstur kerupuk, sehingga menghasilkan kerupuk yang bagus dan menarik. Kerupuk
yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang, empuk, teksturnya
bagus, dan renyah (Fitry, 2017).

Boraks merupakan bahan tambahan nonpangan yang sering digunakan pada


pembuatan krupuk. Boraks biasa disalah gunakan pada krupuk yang berbahan dasar
beras, tapioca dan terigu. Hal tersebut dilakukan dalam membantu gelatinisasi pati
sehingga krupuk yang diharapkan menjadi kenyal, tidak lengket, lebih
mengembang dan tahan disimpan. Boraks merupakan B3 (Bahan Beracun dan
Berbahaya) karena dapat menimbulkan efek racun, akan tetapi mekanismenya
berbeda dari formalin. Hal ini dikarenakan apabila boraks masuk dalam tubuh
manusia maka boraks akan disimpan secara kumulatif dalam otak, usus, testis atau
hati sehingga dosisnya menjadi tinggi. Bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang
lama akan menyebabkan kanker (Muhharrami, 2015).

Deteksi boraks telah banyak dilakukan, baik secara kualitatif maupun


kuantitatif. Metode-metode yang digunakan seperti uji nyala, uji kertas kurkurmin,
titrasi volumetrik, maupun spektrofotometri (Mulya, 1995). Titrasi merupakan
suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang
sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi
reduksi oksidasi, sedangkan titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan
pembentukkan reaksi kompleks dan sebagainya. Titrasi asam basa melibatkan asam
maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa dilakukan berdasarkan
reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa
begitupun sebaliknya (Day and Underwood, 1986).
3. PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah timbangan, kertas


saring, erlenmeyer, pipet 25 mL, dan buret 50 mL.

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu sampel kerupuk,


HCl pekat, manitol, indikator fenolptalein, dan NaOH 0.1 M.

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Pembuatan Larutan

A. NaOH 0.1M
1. NaOH sebanyak 1g ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 100mL
aquadest dalam gelas beker.
2. Larutan dipindahkan dalam labu ukur 250mL, kemudian
diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas.
B. Larutan Standar Primer asam oksalat 0.1N
1. Kristal asam oksalat sebanyak 0.63g ditimbang dengan teliti.
2. Kristal dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 100mL hingga
tanda batas.

3.2.2 Penentuan konsentrasi larutan standar sekunder NaOH 0.1N

1. Larutan NaOH dimasukan dalam buret 50mL.


2. Larutan asam oksalat 0.1N sebanyak 10mL dipipit kedalam Erlenmeyer
250mL, kemudian ditambahkan indicator pp sebanyak 2-3 tetes.
3. Larutan kemudian dititrasi hingga terjadi perubahan warna larutan
menjadi merah muda.
4. Titrasi diulangi hingga warna larutan konstan.
5. Konsentrasi NaOH dihitung
3.2.3 Analisis Kadar Boraks Secara Volumetri

1. Krupuk ditimbang sebanyak 18g, kemudian dihaluskan dan direndam


dengan aquadest dengan diaduk selama 24 jam.
2. Larutan campuran aquadest dan krupuk disaring, kemudian filtratnya
ditampung.
3. Larutan sampel diambil sebanyak 25mL kemudian dimasukan kedalam
Erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes HCl pekat.
4. Larutan kemudian ditambahkan dengan mannitol sebanyak 0.2g dan 2
tetes indicator pp.
5. Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 M.
6. Volume NaOH yang diperlukan dicatat sampai larutan berubah warna
dari merah hingga warna larutan memudar.
7. Titrasi terhadap blanko (25 mL) dilakukan dengan cara yang sama.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

• Penentuan konsentrasi larutan standar sekunder NaOH 0.1N


No Volume NaOH Warna awal Warna akhir
1. 10.5 Bening Merah Muda
2. 11 Bening Merah Muda
3. 26.7 Bening Merah Muda
(Putri, 2014)

• Analisis kadar boraks pada kerupuk rambak kecil secara volumetri

Sampel Kadar boraks (%)


Krupuk gendar coklat (1) 1.8289
Krupuk gendar coklat (2) 1.7524
Krupuk gendar coklat (3) 1.7251
Jumlah 5.31
Rerata 1.77
(Nurhayati dkk, 2014)

4.2 Data Perhitungan

• Standarisasi NaOH
Diketahui:
V asam oksalat = 10mL
N asam oksalat = 0.122N
V NaOH rata-rata = 16.06mL
Ditanya N NaOH =?
Jawab:
V1×N1 = V2×N2
10×0.122 = 6.06×N2
N2 = 0.076N
(Putri, 2014)
• Analisis kadar boraks pada kerupuk gendar coklat secara volumetric
Diketahui:
Kadar borak pada kerupuk gendar coklat rata-rata = 1.77%
(Nurhayati dkk, 2014)
Ditanya: M?
Jawab:
% ×𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 ×10
M = 𝑀𝑟
1.77 × 1.73 ×10
M = 381.37

M = 0.080 M
4.3 Pembahasan

Pada umumnya dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk


menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Untuk
mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses
pembuatannya dilakukan penambahan bahan tambahan makanan (BTM) yang
disebut juga zat aktif kimia (food additive) (Widyaningsih, 2006). Bahan tambahan
makanan yang digunakan untuk menjaga kualitas makanan tersebut salah satunya
adalah zat pengawet. Menurut Hermana (1991), pengawetan dengan zat kimia
merupakan teknik yang relatif sederhana dan murah. Cara ini terutama bermanfaat
bagi wilayah yang tidak mudah menyediakan sarana penyimpanan pada suhu
rendah.

Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan sifatnya adalah penghambatan


dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar, oleh karena itu populasi
mikroba dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan seminimum
mungkin dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis. Bahan kimia
berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan, justru ditambahkan kedalam
makanan contohnya boraks, hal itu akan sangat membahayakan konsumen
(Yuliarti, 2009).

Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada
suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat
(NaB4O7.10 H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat
(H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat
deterjen dan antiseptic. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak
berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit
karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Larangan penggunaan
boraks juga diperkuat dengan adanya Permenkes RI No 235/Menkes/VI/1984
tentang bahan tambahan makanan, bahwa Natrium Tetraborate yang lebih dikenal
dengan nama boraks digolongkan dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan
dalam makanan, tetapi pada kenyatannya masih banyak bentuk penyalahgunaan
dari zat tersebut (Subiyakto, 1991). Berikut merupakan struktur dari boraks:
Gambar 4.3.1 Struktur Boraks

Penggunaan boraks dalam waktu lama dan jumlah yang banyak dapat
menyebabkan kanker. Namun pelanggaran peraturan di atas masih sering dilakukan
oleh produsen makanan. Menurut Pane (2012), hal ini terjadi selain karena
kurangnya pengetahuan para produsen juga karena harga pengawet yang khusus
digunakan untuk industri relatif lebih murah dibandingkan dengan harga pengawet
yang khusus digunakan untuk makanan maupun minuman.

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami cara analisis


boraks dalam kerupuk secara volumetri. Analisa titrimetri atau analisa volumetric
adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan
larutan baku (standar), dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar
tersebut berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku (standar) adalah larutan yang
telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan
dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas) (Chang, 2005).

Larutan baku ada dua macam, yaitu larutan baku primer dan larutan baku
sekunder. Larutan baku primer adalah larutan baku yang konsentrasinya dapat
ditentukan dengan jalan menghitung dari berat zat terlarut yang dilarutkan dengan
tepat. Larutan baku primer harus dibuat dengan penimbangan dengan teliti
menggunakan neraca analitik dan dilarutkan dalam labu ukur. Bahan kimia yang
dapat digunakan sebagai bahan membuat larutan standar primer harus benar-benar
dalam keadaan murni, stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat
higroskopis, serta memiliki berat ekivalen besar, sehingga meminimalkan
kesalahan akibat penimbangan. Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang
konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi terhadap larutan baku primer
(Chang, 2005).
Pada percobaan kali ini larutan yang digunakan sebagai larutan baku primer
adalah asam oksalat (H2C2O4. 2H2O). Asam oksalat adalah zat padat, halus, putih,
larut baik dalam air. Asam oksalat adalah asam divalent dan pada titrasinya selalu
sampai terbentuk garam normalnya. Berat ekivalen asam oksalat adalah 63 g/mol
(Chang, 2005). Sedangkan larutan baku skunder yang digunakan adalah NaOH.
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa
logam kaustik. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika
dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan
tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Natrium
hidroksida bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari
udara bebas. Natrium hidroksida sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas
ketika dilarutkan. Natrium hidroksida juga larut dalam etanol dan metanol,
walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil dari pada kelarutan
KOH. Natrium hidroksida tidak larut dalam dietil eter dan pelarut nonpolar lainnya
(Chang, 2005).

Titrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah titrasi asam basa. Titrasi
asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam
basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi
sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan
titer tepat habis bereaksi), keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen. Perhitungan
didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekivalen titrasi.
Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam dan basa antara
sampel dengan larutan standar disebut analisis asidi-alkalimetri. Apabila larutan
yang bersifat asam, maka analisis yang dilakukan adalah analisis asidimetri.
Sebaliknya, jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar maka analisis
tersebut disebut analisis alkalimetri (Cotton dan Wilkinson, 1989).

A. Penentuan konsentrasi larutan standar sekunder NaOH 0.1N


Percobaan kali ini diawali dengan memasukan larutan NaOH 0.1N
kedalam buret 50mL. larutan asam oksalat sebanyak 10mL dimasukan kedalam
labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2-3 tetes indicator pp, yang berfungsi
sebagai indicator untuk mengetahui titik akhir titrasi. Indikator adalah zat yang
ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Larutan
tersebut kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0.1N sampai larutan bewarna
merah muda, yang menandakan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai. Reaksi
yang terjadi adalah:
2NaOH + H2C2O4 → Na2C2O4 + 2H2O

(Vogel, 1990)

Langkah selanjutnya adalah mencatat volume NaOH yang digunakan hingga

mencapai titik akhir titrasi. Berdasarkan referensi Putri (2014) diperoleh

volume 16.06mL, sehingga konsentrasi NaOH yang didapat sebesar 0.076N.

B. Analisis Kadar Boraks Secara Volumetri


Percobaan selanjutnya adalah analisis kadar boraks secara volumetri.
Analisa titrimetri atau analisa volumetri adalah analisis kuantitatif dengan
mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah
diketahui konsentrasinya, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan
standar tersebut berlangsung secara kuantitatif (Chang, 2005). Sampel yang
digunakan pada percobaan kali ini adalah kerupuk. Kerupuk sering digunakan
sebagai pendamping makanan. Penambahan boraks pada kerupuk bisa
memperbaiki tekstur kerupuk, sehingga menghasilkan kerupuk yang bagus dan
menarik. Kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan
mengembang, empuk, teksturnya bagus, dan renyah (Fitry, 2017).
Langkah pertama pada percobaan kali ini adalah menimbang 18g
sampel krupuk kemudian dihaluskan, sampel kerupuk kemudian direndam
dalam aquadest selama 24jam untuk mengekstrak boraks yang terdapat
didalam sampel. Campuran kemudian disaring dan filtrate yang diperoleh
ditampung. Kemudian filtrate yang diperoleh tadi diambil sebanyak 25mL dan
dimasukan kedalam labu Erlenmeyer. Larutan filtrat kemudian ditambahka dua
tetes larutan HCl pekat untuk meningkatkan kelarutan boraks dan
memprotonasi boraks sehingga dapat bereaksi dalam suasana asam (Tyree,
1961). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Na2B4O7 + 2HCl + 5H2O ↔ 4H3O3B + 2Na+ + 2Cl-
(Vogel, 1990)
Langkan selanjutnya ditambahkan mannitol sebanyak 0.2g yang
berfungsi untuk melepas ion H+ sehingga dapat dititrasi oleh larutan NaOH dan
mengubah asam borat menjadi asam monobasis, dan ditambahkan 2 tetes
indicator pp kedalam larutan sebagai indicator untuk mengetahui titik akhir
titrasi (Tyree, 1961). Larutan kemudian dititrasi menggunakan larutan NaOH
diamati perubahan warnanya, kemudian volume NaOH yang digunakan
dicatat. Berdasarkan referansi Nurhayati dkk (2014), kadar boraks yang
terdapat didalam kerupuk gendar coklat denagn 3 sampel yang diuji coba
mendapatkan kadar berturut-turut adalah sebesar 1.8289%, 1.7524%, dan
1.7251%, dengan rata-rata kadar dari boraks dalam 3 sampel kerupuk gendar
coklat adalah sebesar 1.77%.

Boraks bersifat toksik bagi sel, berisiko terhadap kesehatan manusia yang
mengonsumsi makanan mengandung boraks. Keracunan kronis akibat boraks
karena absorpsi dalam waktu lama, akibat yang dapat ditimbulkan antara lain
anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, kebotakan (alopesia),
anemia, dan konvulsi. Konsumsi terus menerus dapat mengganggu peristaltik usus,
kelainan susunan saraf, depresi, dan gangguan mental. Dosis tertentu
mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati,
dan kulit karena boraks cepat diabsorpsi oleh saluran pernafasan dan pencernaan,
kulit yang luka, atau membran mukosa (Saparinto and Hidayati, 2006). Boraks
dapat mempengaruhi sel dan kromosom manusia, dan dapat mengakibatkan
abnormalitas kromosom manusia serta menyebabkan cacat genetik (Pongsavee,
2009). Peningkatan dosis boraks dapat mengakibatkan edema, inflamasi sel,
neovakularisasi, dan dosis sangat tinggi dapat menyebabkan kematian mendadak
(Kabu dkk, 2015).
5. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan diatas, kandungan borak dapat dianalisis secara


volumetri, dengan menggunakan metode titrasi asam basa. Analisa volumetri
adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan
larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya, dan reaksi antara zat
yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.
6. LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi W. 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. II.
Bandung: Penerbit Bumi Aksara

Chang, R. 2005. Kimia Dasar Edisi Ke 3. Jakarta: Erlangga

Cottton dan Wilkinson. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

Day and Underwood. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

Fitry A, Rusnaeni ESS. 2017. Penetapan Kadar Boraks Pada Kerupuk Olahan Di
Distrik Heram Kota Jayapura Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS.
Pharmacon Jurnal Ilmu Farmasi. 6(3):285–90

Fuad NR. 2014. Identifikasi Kandungan Boraks pada Tahu Pasar Tradisional di
Daerah Ciputat. Skripsi. Universitas Islam Negeri Jakarta

Hermana, 1991. Iradiasi Pangan. Bandung: Penerbit ITB

Kabu, M., Tosun, M., Elitok, B. and Akosman, M.S. 2015. Histological evaluation
of the effects of borax obtained from different sources in different rat organs.
Int. J. Morphol. 33(1):255-261

Muharrami LK. 2015. Analisis kualitatif kandungan boraks pada krupuk puli di
kecamatan kamal. Jurnal Pena Sains. 2(2)

Mulya M & Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga


University Press

Nurhayati, Anastasia Siti,. Diah Astuti,. Rahardiyono,. 2014. Analisis Tingkat


Kesukaan Konsumen, Kadar Gizi Dan Zat Aditif Pada Beberapa Jenis
Kerupuk Di Wilayah Gunungkidul. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FKIP
Universitas Terbuka
Pane I.S, dkk. 2012. Analisis Kandungan Boraks (NaB4O7.10 H2O) pada Roti
Tawar yang Bermerek dan Tidak Bermerek yang dijual di Kelurahan
Padang Bulan Kota Medan. Departemen Kesehatan Lingkungan
Universitas Sumatra Utara, Medan

Pongsavee, M. 2009. Genotoxic effects of borax on cultured lymphocytes.


Southeast Asian J. Trop. Med. Public Health. 40(2):411-418

Putri, R.O.S,. 2014. Standarisasi Larutan 0.1N NaOH dan Penggunaannya dalam
Penentuan Kadar Asam Cuka. Laporan Praktikum. Yogyakarta: Institute
Pertanian Stiper

Saparinto, C. and Hidayati, D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. edisi ke-1.


Yogyakarta: Kanisius

Subiyakto, M.G,. 1991. Bakso Boraks dan Bleng. Jakarta: PT. Gramedia

Tyree. 1961. Text Book of Inorganic Chemistry. New York: McMillan Company:
New York

Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka

Widyaningsih, T, D, dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada


Produk Pangan. Jakarta: Trubus agrisarana

Yuliarti dan Nurheti, 2009. Awas Dibalik Lezatnya Makanan. Edisi I. Yogyakarta:
Andi

Anda mungkin juga menyukai