Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALITIK LINGKUNGAN

PENGUKURAN COD DALAM SAMPEL AIR LIMBAH

NAMA : NALAT TAZKIA FIRDA

NIM : K1A018062

SHIFT :B

HARI/TANGGAL : RABU / 10 MARET 2020

ASISTEN : FITRIA RISKY ARIYANI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK

PURWOKERTO

2021
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………….. ii


I. TUJUAN ………………………………………………………… 1
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 1
III. PROSEDUR PERCOBAAN …………………………………….. 3
3.1 Alat …………………………………………………………... 3
3.2 Bahan ………………………………………………………… 3
3.3 Skema Kerja …………………………………………………. 3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….. 5
4.1 Data Pengamatan …………………………………………….. 5
4.2 Data Perhitungan …………………………………………….. 6
4.3 Pembahasan ………………………………………………….. 7
V. KESIMPULAN SARAN ………………………………………... 13
5.1 Kesimpulan ………………………………………………….. 13
5.2 Saran …………………………………………………………. 13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 14
LAMPIRAN ……………………………………………………………... 16
PENGUKURAN COD DALAM SAMPEL AIR LIMBAH

I. TUJUAN
1. Memahami metode analisis COD secara titrasi iodometri.
2. Menentukan nilai COD dalam sampel air limbah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Limbah merupakan zat sisa yang kehadirannya pada suatu waktu dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak memiliki nilai ekonomi.
Limbah mengandung bahan tertentu, misalnya polutan memiliki sifat toksik dan
berbahaya (Ginting, 2007). Limbah adalah suatu zat baik berupa fasa padat,cair,
ataupun gas yang dihasilkan dari aktivitas organisme maupun sistem yang dibuang
ke lingkungan yang menghasilkannya (Allaby, 1997). Limbah cair adalah air yang
membawa limbah dari rumah, tempat bisnis dan industri. Limbah cair juga dapat
didefinisikan sebagai kotoran dari rumah tangga juga yang berasal dari industri, air
tanah, air permukaan serta buangan lainnya atau air buangan yang bersifat kotoran
umum (Sugiharto, 1987).

Parameter kimia air limbah diantaranya BOD (Biological Oxygen Demand),


COD (Chemical Oxygen Demand) DAN pH (Power of Hydrogen). Kandungan
BOD dan COD yang tinggi mengakibatkan makhluk hidup yang ada di perairan
akan mati. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi oksigen terlarut dalam limbah cair
menjadi sedikit dan dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Chemical
Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zt-zat organis yang ada dalam 1 L sampel air, dimana pengoksidasian
K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah
dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Purwanto Didik Sugeng, 2004).

Tingginya kadar COD dalam air limbah dapat menyebabkan berbagai


dampak, salah satunya yaitu dampak bagi kesehatan manusia. Air limbah sangat
berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat bahwa banyak penyakit yang
dapat ditularkan melalui air limbah yang mencemari lingkungan. Air limbah ini ada
yang hanya berfungsi sebagai media pembawa saja seperti penyakit kolera, radang
usus, hepatitis infektiosa, serta skhistosomiasis. Selain sebagai pembawa penyakit
di dalam air limbah itu sendiri banyak terdapat bakteri pathogen penyebab penyakit.
Selain mengganggu kesehatan, air limbah juga mengganggu kehidupan biotik dan
keindahan terhadap lingkugan (Sugiharto, 2014).

1
Teknik atau analisis dalam analisis kuantitatif terdapat du acara untuk
melakukan analisis dengan menggunakan pereduksi iodium. Dua cara tersebut
merupakan iodimetri secara langsung dan idometri secara tidak langsung. Iodimetri
secara langsung adalah digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-
reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekuivalennya.
Sedangkan iodometri secara tidak langsung adalah oksidator yang dianalisis
kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai, yang
selanjutnya iodium dibebaskan secra kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat standar atau asam arsenit (Basset, 1994). Dalam proses-proses analitik,
iodin digunakan dalam agen pengoksidasi dan ion iodida digunakan sebagai agen
pereduksi (Underwood, 2000).

Iodometri adalah analisa titrimetric untuk zat-zat reduktor seperti natrium,


arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah
analisa titrimetric untuk zat-zat reduktor dengan penambahan larutan iodin baku
berlebih dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada
titrasi iodometri oksidasi reduksinya menggunakan larutan iodin. Titrasi iodometri
dapat dipahami dengan kata lain yaitu suatu larutan oksidator ditambahkan dengan
kalium iodin berlebih. Iodium yang dilepas (setara dengan jumlah oksidator)
dititrasi menggunakan larutan baku natrium tiosulfat (Basset, 1994).

2
III. PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Penangas air,


Erlenmeyer 250mL, pipet ukur 2mL & 5mL, gelas ukur 50mL, labu ukur 50mL,
fillerball, buret, dan statif.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah limbah cair tahu,
Na2S2O3 0,25N, H2SO4, KMnO4 0,1M, H2SO4 4N, amilum 1% dan aquades.

3.3 Skema Kerja

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

 Larutan 0,025N Na2S2O3


Na2S2O3.5H2O
- ditimbang 6,20 gram
- dimasukan dalam labu takar 1 L
- ditambagkan akuades hingga tanda batas
- diawetkan dengan penambahan 0,25 gram NaOH
Hasil
 Larutan 4N H2SO4

H2SO4 pekat
- dimasukan 56 mL dalam labu takar 500 mL
- diencerkan dengan penambahan akuades
hingga tanda batas
Hasil

 Larutan 0,1M KMnO4

KMnO4
- ditimbang 3,16 gram
- dimasukan dalam labu takar 1 L yang telah berisi 500 mL
akuades
- ditambahkan akuades hingga tanda batas
Hasil

3
 Larutan indikator amilum 0,5%

Kanji
- ditimbang 5 gram
- dimasukan dalam labu takar 1 L
- ditambahkan akuades hingga tanda batas
- dididihkan selama 2 menit hingga larutan jernih
- didinginkan
Hasil

3.3.2 Penentuan Nilai COD

Akuades (blanko) Sampel

- dipipet 50 mL - dipipet 50 mL
- dimasukan masing-masing larutan dalam
Erlenmeyer 250 mL yang berbeda
- ditambahkan 0,1 g HgSO4 dan 5 mL KMnO4
pada setiap Erlenmeyer
- ditutup mulut Erlenmeyer menggunakan
plastik
- dipanaskan selama 1 jam menggunakan
penangas air
- didinginkan kembali larutan
- ditambahkan 5 mL KI 10% dan 10 mL H2SO4
pada masing-masing larutan
- dititrasi menggunakan larutan standar
Na2S2O3 sampai larutan berubah warna
kuning pucat
- ditambahkan beberapa tetes amilum 1%
- dititrasi kembali menggunakan larutan
standar Na2S2O3 sampai warna biru hilang.
- dihitung kadar COD

Hasil

4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

Perlakuan Pengamatan
Aquades 50mL dimasukan dalam Larutan tidak berwarna.
labu Erlenmeyer (Blanko).
Sampel dipipet 2mL dimasukan Larutan tidak berwarna
dalam labu ukur 50mL, kemudian
diencerkan dengan aquades hingga
tanda batas. Larutan dihomogenkan.
Duplo sampel, yaitu Sampel A dan
Sampel B.
HgSO4 sebanyak 1 g ditambahkan Larutan tidak berwarna
dalam masing-masing larutan,
kemudian dihomogenkan.
KMnSO4 0,1M sebanyak 5mL Larutan berwarna ungu pekat
ditambahkan dalam masing-masing
larutan, kemudian dihomogenkan.
Mulut Erlenmeyer ditutup 1. Blanko: Larutan berwarna ungu.
menggunakan wrapping, kemudian 2. Sampel A: Larutan berwarna
larutan dipanaskan selama 1 jam ungu kecoklatan.
3. Sampel B: Larutan berwarna
dalam penangas air dengan suhu
ungu kecoklatan.
100oC.
Larutan didinginkan kembali dengan Warpping meletup hingga
wadah yang telah berisi air. berlubang
KI 10% sebanyak 5mL ditambahkan Larutan berwarna coklat.
pada masing-masing larutan,
kemudian dihomogenkan.
H2SO4 4N ditambahkan sebanyak Larutan berwarna coklat.
10mL pada masing-masing larutan,
kemudian dihomogenkan.
Larutan dititrasi menggunakan Larutan berubah warna menjadi
Na2S2O3 0,25N. kuning pucat.
Larutan ditambahkan 5 tetes amilum Larutan menjadi
1%.
Larutan dititrasi kembali dengan Larutan tidak berwarna.
larutan Na2S2O3 0,25N.

5
4.2 Data Perhitungan

Diketahui:

A = Volume pentiter untuk blanko

B = Volume pentiter untuk sampel

N = Normalitas Na2S2O3 = 0,25N

A = 10,4mL
9,4
B = 4,7 + 4,7 = = 4,7mL
2

𝑚𝑔 (𝐴−𝐵)×𝑁×8000
Nilai COD ( ) =
𝐿 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

(10,4−4,7)×0,25×8000
= 50

𝑚𝑔
= 228 𝐿

𝑚𝑔 𝑚𝑔
Nilai COD ( ) =… × Faktor Pengenceran
𝐿 𝐿

= 228 × 25
𝑚𝑔
= 5700 𝐿

6
4.3 Pembahasan

Air limbah adalah kotoran yang erasal dari manusia dan rumah tangga, serta
dari industry atau air permukaan serta buangan lainnya. Air limbah secara garis
besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu air limbah domestic yang berasal dari
buangan rumah tangga, air limbah dari perkantoran dan pertokoan, serta air limbah
industry dan air limbah pertanian (Said, 2017). Limbah industri adalah semua jenis
bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses
perindustrian. Limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi
lingkungan hidup dan manusia (Notoatmodjo, 2011).

Limbah tahu berasal dari buangan atau sisa pengolahan kedelai menjadi
tahu yang terbuang karena tidak terbentuk dengan baik menjadi suatu tahu sehingga
tidak dapat dikonsumsi. Limbah tahu terdiri dari dua macam, yaitu limbah cair dan
limbah padat. Limbah cair merupakan bagian terbesar dan bagian paling berpotensi
mencemari lingkungan. Limbah ini terbentuk karena adanya sisa air tahu yang tidak
menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang tidak
sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau tidak sedap
bila dibiarkan (Nohong, 2010). Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan
organik yang tinggi, terutama proteon dan asam-asam amino. Senyawa-senyawa
organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD,
dan TSS yang tinggi (Husin, 2003).

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1L sampel air,
dimana pengoksidasian K2Cr2O7 yang digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Purwanto Didik
Sugeng, 2004).

Keuntungan tes COD dibandingkan dengan tes BOD, analisis COD hanya
memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisis BOD memerlukan waktu
5 hari. Menganalisis COD antara 50 – 800 mg/L, tidak dibutuhkan pengenceran
sampel, sedangkan pada umumnya analisis BOD selalu membutuhkan
pengenceran. Ketelitian dan ketepatan (reproducibility) tes COD adalah 2 sampai
3 kali lebih tinggi dari tes BOD. Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap
mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi masalah pada tes COD. Kekurangan
Tes COD hanya merupakan suatu analisis yang menggunakan suatu reaksi oksidasi
kimia yang menirukan oksidasi biologi (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga
merupakan suatu pendekatan saja. Karena hal tersebut maka tes COD tidak dapat
membedakan antara zat-zat yang teroksidasi secara biologi.

7
Gangguan analisis COD, Kadar klorida (Cl-) sampai 800 mg/L di dalam
sampel dapat menggangu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu
turut teroksidasi oleh dikromat, sesuai reaksi di bawah ini:

6Cl- + Cr2O72- + 14H+  3Cl2 + 2Cr3+ + 7H2O

Gangguan ini dapat dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat (Hg2SO4)


pada sampel, sebelum penambahan pereaksi lainnya. Ion merkuri bergabung
dengan ion klorida membentuk merkuri klorida, sesuai reaksi di bawah ini:

Hg2+ + 2Cl-  HgCl2

Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Cl- menjadi sangat kecil dan tidak
mengganggu oksidasi zat organik dalam tes COD (Angga, D).

Analisis COD berbeda dengan analisis BOD namun perbandingan antara


angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Nilai BOD selalu lebih kecil dari
nilai COD. Hal ini disebabkan karena BOD bergantung kepada bakteri
pengurainya. Misalnya dalam air terdapat senyawa kompleks dan senyawa
sederhana. Umumnya, bakteri bisa menguraikan senyawa organik yang sederhana
saja, sehingga senyawa organik yang kompleks belum teroksidasi sempurna.
Berbeda dengan penetapan COD, seluruh senyawa organik bisa diuraikan sehingga
jumlahnya selalu lebih besar dari BOD (Angga, D).

Baku mutu air limbah industri tahu dan tempe didasarkan pada Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.5 Tahun 2014 Tentang Baku
Mutu Air Limbah, yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu dan Tempe


Pengelolaan kedelai
Jenis Limbah Tahu Tempe
Kadar *) Beban Kadar *) Beban
(mg/L) (kg/ton) (mg/L) (kg/ton)
BOD 150 3 150 1,5
COD 300 6 300 3
TSS 200 4 100 1
Ph 6-9
Kualitas air
limbah paling 20 10
tinggi (m/ton)

8
Keterangan:

1) *( Kecuali pH
2) Satuan kuantitas air limbah adalah m3 per ton bahan baku
3) Satuan beban adalah kg per ton bahan baku

Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan oleh tingginya kadar COD


(Chemical Oxygen Demand) limbah apabila dibuang langsung ke badan air tanpa
dilakukan pengolahan terlebih dahulu antara lain membahayakan kesehatan mahluk
hidup; menimbulkan kerusakan pada bangunan maupun tanah; merusak kehidupan
biota air; serta menimbulkan bau yang tidak sedap dan merusak pemandangan
(Djarwati dkk, 1993). Pengolahan kimia yang dapat dilakukan salah satunya yaitu
dengan proses koagulasi flokulasi. Hal yang sangat penting dalam pengolahan
limbah menjadi air bersih adalah menurunkan serta menghilangkan zat padat
tersuspensi serta zat organik. Koagulan ferri klorida biasa digunakan dalam
pengolahan air limbah industri. Koagulan FeCl3 berfungsi efektif untuk pH yang
lebih tinggi dari 4,5 (Notodarmojo dkk, 2004).

Titrasi-titrasi redoks berdasarkan perpindahan elektron antara titran dengan


analisis jenis titran ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik
akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya
dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Titrasi yang menggunakan
iodium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi
tidak langsung (iodometri). Iodo/iodi metri merupakan titrasi yang melibatkan
reaksi:

I2 + 2e  2I-

(Haryadi, 1993).

Iodimetri adalah titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat,


arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah
analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan larutan iodin baku
berlebih dan kelebihannya dititrasi dengan penambahan iodin baku berlebih dan
kelebihannya di titrasi menggunakan natrium tiosulfat baku. Prinsip titrasi
iodometri – iodimetri adalah titrasi antara larutan (I2) dengan larutan standar garam
tiosulfat dengan larutan standar iodium menggunakan indikator amilum (Basset,
1994).

Analisis ini merupakan pengukuran kadar COD dalam sampel air limbah.
Tujuan dari analisis ini adalah memahami metode analisis COD secara titrasi
iodometri dan menentukan nilai COD dalam sampel air limbah. Analisis ini diawali
dengan mempipet 50mL aquadest, kemudian dimasukan dalam Erlenmeyer.

9
Larutan tersebut sebagai blanko. Sampel yang telah tersedian dipipet sebanyak
2mL, kemudian dimasukan dalam labu ukur 50mL yang selanjutnya diencerkan
menggunakan aquadest hingga tanda batas. Larutan dihomogenkan kemudian
dipindahkan dalam Erlenmeyer. Sampel yang digunakan dibuat duplo dengan
diberi identitas Sampel A dan Sampel B. ketiga larutan merupakan larutan tak
berwarna. Pada masing-masing larutan ditambahkan dengan 0,1 gram HgSO4,
larutan dihomogenkan. HgSO4 ini berfungsi untuk menghilangkan gangguan Cl
pada saat titrasi. Larutan tidak mengalami perubahan warna setelah penambahan
HgSO4. Reaksi yang terjadi:

Hg2+ + 2Cl-  HgCl2

Langkah selanjutnya menambahkan larutan KMnSO4 0,1M dalam masing-


masing larutan sebanyak 5mL, larutan dihomogenkan. KMnSO 4 0,1M berfungsi
untuk mengoksidasi zat-zat organik. Larutan mengalami perubahan warna menjadi
larutan berwarna ungu pekat setelah penambahan KMnSO4 0,1M. Reaksi yang
terjadi:

MnO4+ + e-  MnO42+

Gambar 4.3.1 Larutan setelah penambahan KMnSO4


Erlenmeyer kemudian ditutup dengan rapat menggunakan wrapping, setelah
itu larutan dalam Erlenmeyer dipanaskan selama 1 jam dalam penangas air bersuhu
100oC. Hasil pengamatan larutan setelah melalui proses pemanasan yaitu, larutan
blanko tetap berwarna ungu, sampel A dan sampel B mengalami perubahan warna
dari ungu ke ungu kecoklatan. Larutan kemudian didinginkan kembali dalam wadah
yang telah berisi air. Warpping yang digunakan untuk menutup mulut Erlenmeyer
meletup hingga berlubang ketika proses pendinginan larutan.

Gambar 4.3.2 Larutan setelah pemanasan

10
Langkah selajutnya menambahkan 5mL KI 10% pada setiap larutan, larutan
kemudian dihomogenkan. Ketiga larutan mengalami perubahan warna menjadi
larutan berwarna coklat. KI 10% ditambahkan dengan tujuan untuk mereduksi sisa
KMnO4. Reaksi yang terjadi:

KMnO4 + I2  I2 + 2e-
Larutan kemudian ditambahkan dengan 10ml H2SO4, homogenkan larutan. H2SO4
disini berfungsi untuk mereduksi iodo dari KI. Larutan tetap berwarna coklat
setelah penambahan H2SO4.

Gambar 4.3.3 Larutan setelah penambahan KI 10% dan H2SO4


Larutan kemudian dititrasi menggunakan larutan Na2S2O3 0,25N hingga
larutan berubah warna menjadi kuning pucat. Larutan yang telah dititrasi kemudian
ditambahkan dengan 5 tetes amilum 1% yang berfungsi sebagai indikator. Larutan
mengalami perubahan warna menjadi lebih keruh ketika penambahan indikator
amilum 1%. Reaksi yang terjadi:

I2 + 2Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6

Larutan kemudian dititrasi kembali menggunakan larutan Na2S2O3 0,25N hingga


warna larutan berubah menjadi larutan tidak berwarna. Pentiter yang digunakan
untuk larutan blanko sebanyak 10,4mL. pentiter yang digunakan pada larutan
sampel A dan sampel B masing-masing 4,7mL sehingga rata-rata pentiter yang
digunakan untuk sampel adalah 4,7mL. Berdsarkan data perhitungan sesuai dengan
data yang diperoleh dalam analisis ini nilai COD yang terkandung dalam sampel
sebesar 5700 mg/L.

Gambar 4.3.4 Hasil akhir larutan setelah titrasi

11
Menurut baku mutu air limbah industri tahu dan tempe didasarkan pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.5 Tahun 2014
Tentang Baku Mutu Air Limbah, kadar COD yang diperbolehkan adalah sebesar
300 mg/L, sedangkan nilai COD yang diperoleh dalam pengukuran kadar COD
pada sampel air limbah tahu ini adalah sebesar 5700 mg/L. Hal tersebut artinya nilai
COD pada sampel limbah cair industri tahu ini memiliki kadar COD yang jauh
diatas baku mutu air limbah industri tahu.

12
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan


penambahan larutan iodin baku berlebih dan kelebihannya dititrasi dengan
penambahan iodin baku berlebih dan kelebihannya di titrasi menggunakan
natrium tiosulfat baku.
2. Kadar COD yang terkandung dalam sampel air limbah tahun sebesar 5700
mg/L. Nilai COD tersebut melebihi baku mutu air limbah tahu.

5.2 Saran

Memberikan dokumentasi praktikum kepada mahasiswa agar tidak terjadi


kesalahan pengamatan dalam mengamati video praktikum, terutama pada warna-
warna larutan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Allaby. 1997. Dictionary Of Enviroment. The Camelot Press Ltd. Southompson

Angga D,. Verifikasi Metode COD secara ASTM D-1252, Photometri SQ 118 dan
EPA 410.3, Salinitas berdasarkan Standard Method 16th Edition dan
Horiba U-10, dan DO secara yodometri dengan metode SNI 06-6989.14-
2004. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Basset. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC

Djarwati I, Fauzi, Sukani. 1993. Pengolahan Air Limbah Industri Tapioka secara
Kimia Fisika. Semarang: Departemen Perindustrian RI

Ginting, Ir. Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan Dan Limbah Industri.
Bandung: Yrama Widya

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama

Husin, A. 2003. Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Biji Kalor (Moringa
Olcifera Seeds) Sebagai Koagulan. Laporan Penelitian Dosen Muda,
Fakultas Teknik USU

Nohong. 2010. Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Bahan Penyerap Logam Krom,
Kadmiun dan Besi Dalam Air Lindi TPA. Jurnal Pembelajaran Sains. Vol.
6, No. 2: 257-269. Kendari: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Haluoleo
Kendari

Notodarmojo S, Astuti, Juliah. 2004. Kajian Unit Pengolahan Menggunakan Media


Berbutir dengan Parameter Kekeruhan,TSS Senyawa Organik dan pH.
Jurnal ITB Sains&Tek. 36 A(2): 97-115

Notoatmodjo, S., 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rieneka
Cipta

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.5 Tahun 2014


Tentang Baku Mutu Air Limbah. Diakses Pada Tanggal 6 November 2019

Purwanto, Didik Sugeng. 2004. Pengelolaan Limbah Cair Teori Praktis Untuk
Tenaga Sanitasi. Surabaya: Jurusan Kesehatan Lingkungan

14
Said, Nusaidaman. 2017. Teknologi Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Erlangga

Sugiharto. 2008. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: UI Press

Underwood. 2000. Kimia Kedokteran Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara

15
LAMPIRAN

Perhitungan reagen

1. Larutan 0,025 N Na2S2O3


m 1000
M = Mr x V (mL)
𝑚 1000
0,025 = 248 x 1000
M = 6,20 gram

2. Larutan 4 N H2SO4
Mol ekuivalen
N = volume larutan (L)
2
N = 0,056
N = 35,71 N

N1 . V1 = N2 . V2
35,71 . V1 = 4 . 500
V1 = 56 mL

3. Larutan 0,1 M KMnO4


W = N x BE KMnO4 x V
W = 0,1 x 31,6 x 1 L
W = 3,16 gram

4. Larutan indikator amilum 0,5%


m
% =v
m
0,5% = 1000
m =5g

16
LAMPIRAN

Jawaban Pertanyaan

1. Faktor-faktor apa saja yang dpat mengganggu pada penentuan COD?


- Adanya klorida (Cl) pada larutan sehingga oksigen yang diperlukan
pada reaksi tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.
- Adanya kandungan fosfat maupun nitrat pada sampel akan
mengakibatkan peningkatan COD.

2. Tuliskan reaksi yang terjadi dan jelaskan fungsi masing-masing reagen yang
digunakan pada penentuan COD secara titrasi iodometri!
- HgSO4 berfungsi untuk menghilangkan gangguan Cl pada saat titrasi
Reaksi: Hg2+ + 2Cl-  HgCl2
- KMnO4 berfungsi mengoksidasi zat-zat organik
Reaksi: MnO4+ + e-  MnO42+
- KI 10% berfungsi mereduksi sisa KMnO4
Reaksi: KMnO4 + I2  I2 + 2e-
- H2SO4 berfungsi mereduksi iodo dari KI
- Amilumm 1% berfungsi sebagai indikator warna
Reaksi: I2 + 2Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6

17

Anda mungkin juga menyukai