Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih


dan Maha Penyayang. Puji dan syukur atas kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Buku Saku Teknologi
Laboratorium Medik Kimia Air ini dengan tepat waktu.

Maksud dan tujuan dari penulisan menyelesaikan Buku


Saku Teknologi Laboratorium Medik Kimia Air ini adalah untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Praktikum
Kewirausahaan oleh Ibu Sumiati Bedah, SKM, MKM Semester
Ganjil 3(tiga) tahun ajaran 2022/2023 jurusan Teknologi
Laboratorium Medik Universitas MH. Thamrin sekaligus untuk
menambah pengetahuan dan dapat memudahkan dalam
proses belajar bagi para pembaca yang sedang menempuh
pendidikan di jurusan Teknologi Laboratorium Medik untuk
menjadi seorang ATLM (Ahli Teknologi Laboratorium Medik)
yang mumpuni.

Kami sadar bahwa dalam Buku Saku Teknologi


Laboratorium Medik Kimia Air ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca
demi kesempurnaan Buku Saku Teknologi Laboratorium Medik
Kimia Air ini.

Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam penulisan


makalah ini terdapat kesalahan maupun kekurangan.

Jakarta, 14 November 2022

Penyusun,

- Feby Viola
- Intan Putri Trismayanti
- Irgi
- Reszy Gea Anjani
PEMBUATAN LARUTAN STANDAR SEKUNDER

NaOH 0,1N DAN CARA STANDARISASINYA

1. METODE : Alkalimetri

2. PRINSIP :

Titrasi penetralan asam-basa antara asam oksalat dengan


natrium hidroksida menjadi natrium oksalat. Karena asam
oksalat merupakan asam lemah, sedangkan NaOH basa kuat,
maka digunakan phenolptalein (PP) sebagai indikator.

3. REAKSI :

2 NaOH + H2C2O4  → Na C O
2 2 4 + 2 H2O

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 100 ml


2. Makro buret 7. Larutan NaOH 0,1N
3. Beaker glass 100 ml 8. Indikator PP 0,1 %
4. Corong kaca 9. Beaker glass 1 liter
5. Pipet volume 10 ml

5. PROSEDUR KERJA :

A. Pembualan larutan standar sekunder NaOH 0,1 N


sebanyak 1 liter

1. Ditimbang ±4 gram kristal NaOH diatas kaca arloji


menggunakan neraca gram.
2. Masukkan secara hati-hati kedalam beaker glass 1
liter, tambahkan 10 ml aquades bebas CO2, aduk
hingga semua kristal NaOH larut sempurna.
3. Ditambahkan lagi aquades bebas CO 2 sampai tanda
batas, aduk hingga homogen.
4. Masukkan kedalam botol coklat tertutup dan diberi
label
5. Lakukan standarisasi setiap akan digunakan

B. Pembualan larutan standar primer H2C2O4 0,1 N


sebanyak 100 ml

1. Ditimbang dengan teliti menggunakan neraca analitik


±0,63 gram kristal H2C2O4 2H2O yang telah
dikeringkan dan didinginkan dalam desikator
2. Masukkan secara kuantitatif kedalam labu ukur 100
ml, tambahkan dengan aquades sedikit demi sedikit
sambil dikocok hingga larut, tambah aquades hingga
tanda batas.

C. Pembualan indikator PP 0,1% sebanyak 100 ml

1. Ditimbang ±100 mg serbuk phenol platein, masukkan


dalam beaker glass 100 ml.
2. Ditambah dengan ±60 ml etanol 90%, aduk hingga
larut, tambah dengan aquades hingga volumenya
menjadi 100 ml.
3. Masukkan kedalam botol indikator tertutup dan diberi
label

D. Penentuan normalitas larutan standar sekunder NaOH


1. Dipipet sebanyak 10 ml larutan standar primer asam
oksalat menggunakan pipet volum secara kuantitatif
kedalam Erlenmeyer 250 ml.
2. Ditambah dengan aquades hingga volumenya
menjadi 100 ml dalam 3 – 4 tetes indicator PP
3. Titrasi dengan larutan standar sekunder NaOH
sampai terbentuk warna pink yang sangat muda.
4. Catat banyaknya titran yang digunakan, lakukan
pengulangan sebanyak 3 kali
5. Hitung normalitas NaOH yang digunakan

6. PERHITUNGAN :

Berat asam oksalat yang dit


Normalitas NaOH=
banyaknya titran ( ml ) x BE H 2 c 2
PEMBUATAN LARUTAN STANDAR SEKUNDER

HCl 0,1N DAN CARA STANDARISASINYA

1. METODE : Acidimetri

2. PRINSIP :

Boraks adalah garam yang bersifat basa lemah sehingga dapat


bereaksi dengan HCl. Karena dalam reaksi ini dilepaskan
asam barat, maka dipilih indicator yang tidak dipengaruhinya
yaitu Methyl Red.

3. REAKSI :

Na2B4O7 + 2 HCl + 5H2O  → 2NaCl + 4 H BO


3 3

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 100 ml


2. Makro buret 7. Larutan HCl 0,1N
3. Beaker glass 100 ml 8. Indikator MR 0,1 %
4. Corong kaca 9. Beaker glass 1 liter
5. Pipet volume 10 ml

5. PROSEDUR KERJA :

A. Pembualan larutan standar sekunder HCl 0,1 N


sebanyak 1 liter
1. Dalam lemari asam, dipipet secara hati-hati 9 ml HCl
pekat menggunakan pipet ukur 10 ml yang
dilengkapi dengan karet penghisap
2. Masukkan secara hati-hati kedalam beaker glass 1
liter yang telah diisi ±500 ml aquades, aduk hingga
homogen.
3. Ditambahkan lagi aquades sampat tanda batas,
aduk hingga homogen.
4. Masukkan kedalam botol coklat tertutup dan diberi
label
5. Lakukan standarisasi setiap akan digunakan

B. Pembualan larutan standar primer Na2B4O7 0,1 N


sebanyak 100 ml

1. Ditimbang dengan teliti menggunakan neraca analitik


±1,9 gram kristal Na2B4O7 10H2O yang telah
dikeringkan dan didinginkan dalam desikator
2. Masukkan secara kuantitatif kedalam labu ukur 100
ml, tambahkan dengan aquades sedikit demi sedikit
sambil dikocok hingga larut, tambah aquades hingga
tanda batas.

C. Pembualan indikator MR 0,1% sebanyak 100 ml

4. Ditimbang ±100 mg serbuk MR, masukkan dalam


beaker glass 100 ml.
5. Ditambah dengan ±60 ml etanol 90%, aduk hingga
larut, tambah dengan aquades hingga volumenya
menjadi 100 ml.
6. Masukkan kedalam botol indikator tertutup dan diberi
label
D. Penentuan normalitas larutan standar sekunder HCl

1. Dipipet sebanyak 10 ml larutan standar natrium tetra


barat menggunakan pipet volume secara kuantitatif
kedalam Erlenmeyer 250 ml.
2. Ditambah dengan aquades hingga volumenya
menjadi 100 ml dalam 3 – 4 tetes indicator MR.
3. Titrasi dengan larutan standar sekunder HCl sampai
terbentuk warna pink atau merah muda.
4. Catat banyaknya titran yang digunakan, lakukan
pengulangan sebanyak 3 kali
5. Hitung normalitas HCl yang digunakan

6. PERHITUNGAN :

Berat natrium tetra barat yang d


Normalitas HCI=
banyaknya titran ( ml ) x BE Na2 B 4
PEMBUATAN LARUTAN STANDAR SEKUNDER

AgNO3 0,1N DAN CARA STANDARISASINYA

1. METODE : Argentometri Mohr.

2. PRINSIP :

Pengendapan klorida dengan larutan AgNO3 secara bertingkat.

3. REAKSI :

NaCl + AgNO3 →  ↓AgCl + NaNO 3

2 AgNO3 + K2CrO4  →  ↓ Ag CrO


2 4 + 2 KNO3

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 100 ml


2. Makro buret 7. Larutan AgNO3 0,01N
3. Beaker glass 100 ml 8. Indikator K2CrO4 5 %
4. Corong kaca 9. Beaker glass 1 liter
5. Pipet volume 10 ml

5. PROSEDUR KERJA :

A. Pembualan larutan standar sekunder AgNO3 0,1 N


sebanyak 1 liter

1. Ditimbang ±1,98 gram kristal AgNO3 menggunakan


neraca gram.
2. Masukkan secara hati-hati kedalam beaker glass 1
liter, tambahkan 100 ml aquades bebas klorida, aduk
hingga semua Kristal AgNO3 larut sempurna.
3. Ditambahkan lagi aquades bebas klorida sampai
tanda batas, aduk hingga homogen.
4. Masukkan kedalam botol coklat bertutup dan diberi
label
5. Lakukan standarisasi setiap akan digunakan

B. Pembualan larutan standar primer NaCl 0,1 N sebanyak


100 ml

1. Ditimbang dengan teliti menggunakan neraca analitik


±58,4 mg kristal NaCl yang telah dikeringkan dan
didinginkan dalam desikator
2. Masukkan secara kuantitatif kedalam labu ukur 100
ml, tambahkan dengan aquades sedikit demi sedikit
sambil dikocok hingga larut, tambah aquades hingga
tanda batas.

C. Pembualan indikator K2CrO4 5% sebanyak 100 ml

1. Ditimbang ±5 gram serbuk K2CrO4 5%, masukkan


dalam beaker glass 100 ml.
2. Ditambah dengan ±50 ml aquades, aduk hingga
larut, tambah dengan aquades hingga volumenya
menjadi 100 ml.
3. Masukkan kedalam botol indikator tertutup dan diberi
label

D. Penentuan normalitas larutan standar sekunder AgNO3


1. Dipipet sebanyak 10 ml larutan primer natrium
klorida menggunakan pipet volume secara kuantitatif
kedalam Erlenmeyer 250 ml.
2. Ditambah dengan aquades hingga volumenya
menjadi 100 ml dalam 3 – 4 tetes indicator K2CrO4
5%.
3. Titrasi dengan larutan standar sekunder AgNO3
sampai terbentuk endapan berwarna merah bata /
merah coklat.
4. Catat banyaknya titran yang digunakan, lakukan
pengulangan sebanyak 3 kali
5. Hitung normalitas AgNO3 yang digunakan

6. PERHITUNGAN :

Berat natrium klorida yang di


Normalitas AgNO 3=
banyaknya titran ( ml ) x BE NaCl
PEMBUATAN LARUTAN STANDAR SEKUNDER

Na2S2O3 0,1N DAN CARA STANDARISASINYA

1. METODE : Iodometri.

2. PRINSIP :

Dalam pH asam, KlO3 direduksi oleh KI sehingga dilepaskan I2.


Banyaknya I2 yang dilepaskan dititrasi mengguuunakan
larutan standar Na2S2O3 menggunakan indicator amylum.

3. REAKSI :

KlO3 + 5 KI + 6 HCl → 6KCl + 3 H O + 3 I


2 2

I2 + 2 Na2S2O3 →  2 al + 6 KCl + Na S O2 4 6

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 100 ml


2. Makro buret 7. Larutan Na2S2O3 0,1N
3. Beaker glass 100 ml 8. Indikator amylum 1%
4. Corong kaca 9. Beaker glass 1 liter
5. Pipet volume 10 ml

5. PROSEDUR KERJA :

A. Pembualan larutan standar sekunder Na2S2O3 0,1 N


sebanyak 1 liter
1. Ditimbang ±16 gram kristal Na2S2O3 dan 200 mg
serbuk Na2CO3 menggunakan neraca gram.
2. Masukkan secara hati-hati kedalam beaker glass 1
liter, tambahkan 500 ml aquades bebas CO2, aduk
hingga semua Kristal Na2S2O3 dan serbuk Na2CO3
larut sempurna.
3. Ditambahkan lagi aquades bebas CO2 sampai tanda
batas, aduk hingga homogen.
4. Masukkan kedalam botol coklat bertutup dan diberi
label
5. Lakukan standarisasi setiap akan digunakan

B. Pembuatan larutan standar primer KIO3 0,1 N sebanyak


100 ml

1. Ditimbang dengan teliti menggunakan neraca analitik


±0,36 mg kristal KIO3 yang telah dikeringkan dan
didinginkan dalam desikator
2. Masukkan secara kuantitatif kedalam labu ukur 100
ml, tambahkan dengan aquades sedikit demi sedikit
sambil dikocok hingga larut, tambah aquades hingga
tanda batas.

C. Pembualan indikator Amylum 1% sebanyak 100 ml

1. Ditimbang ±1 gram serbuk amylum, masukkan dalam


beaker glass 100 ml.
2. Ditambah dengan ±100 ml aquades, panaskan
sambil diaduk hingga larut sempurna, dinginkan.
3. Masukkan kedalam botol indikator bertutup dan
diberi label
4. Indicator sebaiknya selalu dibuat baru.
D. Penentuan normalitas larutan standar sekunder Na2S2O3

1. Dipipet sebanyak 10 ml larutan standar primer


kalium iodida menggunakan pipet volume secara
kuantitatif kedalam Erlenmeyer 250 ml, tambahkan
aquades hingga volumenya menjadi 100 ml.
2. Ditambahkan dengan 5 ml KI 10% DAN 2 ML HCl
4N, segera ditutup mulut Erlenmeyer dengan plastic
dan diikat rapat.
3. Titrasi dengan larutan standar sekunder Na2S2O3
sampai terbentuk endapan berwarna kuning muda
pucat, tambahkan 1 - 2 ml indicator amylum 1%,
(warna larutan menjadi biru / ungu).
4. Semprot bagian dinding dalam labu dengan
aquades, titrasi dilanjutkan dengan warna biru/ungu
tepat hilang
5. Catat banyaknya titran yang digunakan, lakukan
pengulangan sebanyak 3 kali
6. Hitung normalitas Na2S2O3 yang digunakan

6. PERHITUNGAN :

Berat kaliumiodida yang dit


Normalitas AgNO 3=
banyaknya titran ( ml ) x BE KIO3
PEMBUATAN LARUTAN STANDAR SEKUNDER

I2 DAN CARA STANDARISASINYA

1. METODE : Iodimetri.

2. PRINSIP : Reaksi oksidasi - reduksi.

3. REAKSI :

H3AsO3 + I2 + H2O ⇆ 6KCl + H3AsO4+ 2l- + 2H+

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 100 ml


2. Makro buret 7. Larutan I2 0,1N
3. Beaker glass 100 ml 8. Indikator amylum 1%
4. Corong kaca 9. Beaker glass 1 liter
5. Pipet volume 10 ml

5. PROSEDUR KERJA :

A. Pembualan larutan standar sekunder Na2S2O3 0,1 N


sebanyak 1 liter

1. Ditimbang ±8,5 gram kristal KI menggunakan neraca


gram.
2. Masukkan kedalam beaker glass 1 liter larutkan
dengan aquades sesedikit mungkin hingga larut
sempurna.
3. Setelah larut sempurna tambahkan 12,7 gram
Kristal I2 larut.
4. Ditambah dengan aquades sampai tanda batas,
aduk hingga homogen
5. Masukkan kedalam botol coklat bertutup dan diberi
label
6. Lakukan standarisasi setiap akan digunakan

B. Pembuatan larutan standar primer As2O3 0,1 N sebanyak


100 ml

1. Ditimbang dengan teliti menggunakan neraca analitik


±0,49 mg serbuk As2O3 yang telah dikeringkan pada
suhu 105°C selama 1 jam dan didinginkan dalam
desikator
2. Masukkan secara kuantitatif kedalam labu ukur 100
ml, larutkan dengan NaOH 6 N sedikit demi sedikit
sambil dikocok hingga larut.
3. Asamkan dengan HCl 1:1 tetes demi tetes hingg
asam. (gunakan indicator MO)
4. Tambahkan dengan aquades hingga tanda batas

C. Pembualan indikator Amylum 1% sebanyak 100 ml

1. Ditimbang ±8,5 gram serbuk amylum, masukkan


dalam beaker glass 100 ml.
2. Ditambah dengan ±100 ml aquades, panaskan
sambil diaduk hingga larut sempurna, dinginkan.
3. Masukkan kedalam botol indikator bertutup dan
diberi label
4. Indicator sebaiknya selalu dibuat baru.

D. Penentuan normalitas larutan standar sekunder I2


1. Dipipet secara hati-hati sebanyak 10 ml larutan
standar Arsen trioksida (toxic) menggunakan pipet
volume yang terdapat karet penghisap, masukkan
secara kuantitatif kedalam Erlenmeyer 250 ml,
tambahkan aquades hingga volumenya menjadi 100
ml.
2. Tambahkan dengan 3 - 4 ml larutan amylum sebagai
indicator..
3. Titrasi dengan larutan standar sekunder I2 sampai
terbentuk warna larutan menjadi biru / ungu.
4. Catat banyaknya titran yang digunakan, lakukan
pengulangan sebanyak 3 kali
5. Hitung normalitas I2 yang digunakan

6. PERHITUNGAN :

Berat Arsen trioksida yang ditimb


Normalitas I 2=
banyaknya titran ( ml ) x BE As 2O 3 x p
PEMBUATAN LARUTAN STANDAR SEKUNDER
KMnO4 0,1 N DAN CARA STANDARISASINYA

METODE : Permanganometri

PRINSIP : Dalam suasana asam, asam oksalat dioksidasi


oleh KMNO4

REAKSI : 5 C2O4 = + 2 MNO4- + 16 H+ ⇆ CO2 + 2 Mn ++ + 8


H2 O

ALAT DAN BAHAN :

1. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 100 ml


2. Makro buret 7. Larutan KMnO4 0,1
N
3. Beaker glass 100 ml 8. Glass
wool
4. Corong kaca 9. Beaker glass 1 liter
5. Pipet volume 10 ml

PROSEDUR KERJA :

A. Pembuatan larutan standar sekunder KMnO4 0,1 N


sebanyak 1 liter
1. Timbang ± 3,2 gr kristal KMnO4 diatas gelas arloji
menggunakan neraca gram.
2. Masukkan kedalam beaker glass 1 liter, tambahkan
dengan aquades hingga tanda batas.
3. Beaker glass ditutup, panaskan hingga mendidih
selama ± 15 menit atau hingga larut, dinginkan.
4. Setelah dingin, saring larutan tersebut menggunakan
sinter glass atau glass wool.
5. Masukkan kedalam botol coklat bertutup dan diberi
label.
6. Lakukan standarisasi setiap akan digunakan.

B. Pembuatan larutan standar primer H2C2O4 0,1 N


sebanyak 100 ml

1. Ditimbang dengan teliti menggunakan neraca analitik

± 0.63 gr kristal H C O yang telah dikeringkan pada


2 2 4

suhu 105℃ selama 1 jam dan didinginkan dalam


desikator.
2. Masukkan secara kuantitatif kedalam labu ukur 100
ml, tambahkan dengan aquades sedikit demi sedikit
sambal dikocok hingga larut, tambah aquades
hingga tanda batas.

C. Penentuan normalitas larutan standar sekunder KMnO4


1. Dipipet secara sebanyak 10 ml larutan sekunder
primer asam oksalat menggunakan pipet volume,
masukkan secara kuantitatif kedalam Erlenmeyer
250 ml, tambah dengan aquades hingga volumenya
menjadi 100 ml.
2. Tambahkan dengan 10 ml larutan H2S04 4 N,
panaskan hingga temperaturnya menjadi 70-8- ℃ .
3. Dalam keadaan panas, langsung dititrasi dengan
larutan standar sekunder KMnO4 sampai terbentuk
warna pink yang sangat muda.
4. Catat banyaknya titran yang digunakan, lakukan
pengulangan sebanyak 3 kali.
5. Hitung Normalitas KMnO4 yang digunakan.

PERHITUNGAN :

6.
7. Berat Asam oksalat yang
Normalitas KMnO 4=
8. banyaknya titran ( ml ) x BE H 2 C
9.
10.
PEMBUATAN LARUTAN STANDAR SEKUNDER
Na2EDTA 0,1 M DAN CARA STANDARISASINYA

1. METODE : Kompleksometri

2. PRINSIP :

Pembentukan senyawa komplek antara Na2EDTA (Complexing


agent) dengan ion logam (Zn) sebagai atom pusat,
menggunakan indicator Eriochrome Black T (EBT)

3. REAKSI : H2Y= + Zn ++ → ZnY= + 2 H+

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 100 ml


2. Makro buret 7. Larutan Na2EDTA 0,1 N
3. Beaker glass 100 ml 8. Indikator EBT
4. Corong kaca 9. Beaker glass 1 liter
5. Pipet volume 10 ml 10. Larutan Buffer ph 10

5. PROSEDUR KERJA :

A. Pembuatan larutan standar sekunder Na2EDTA 0,1 M


sebanyak 1 liter
1. Ditimbang ± 37,2 gr kristal Na2EDTA menggunakan
neraca gram.
2. Masukkan kedalam beaker glass 1 liter, larutkan
dengan 500 ml aquades, aduk hingga larut
sempurna.
3. Ditambah dengan aquades sampai tanda batas,
aduk hingga homogen.
4. Masukkan kedalam botol coklat bertutup dan diberi
label.
5. Lakukan standarisasi setiap akan digunakan.

B. Pembuatan larutan standar primer ZnSO4 0,1 n


sebanyak 100 ml

1. Ditimbang dengan teliti menggunakan neraca analitik

± 2,9 gr serbuk ZnSO 4 yang telah dikeringkan


didinginkan dalam desikator.
2. Maukkan secara kuantitatif kedalam labu ukur 100
ml, larutkan dengan sedikit demi sedikit aquades
sambal dikocok hingga larut.
3. Tambahkan dengan aquades hingga tanda batas

C. Penentuan normalitas larutan standar sekunder


Na2EDTA..
1. Dipipet secara hati-hati sebanyak 10 ml larutan
standar primer ZnSO4, masukkan secara kuantitatif
kedalam Erlenmeyer 250 ml, tambah dengan
aquades hingga volumenya menjadi 100 ml.
2. Tambahkan 5 ml buffer ph 10 dan indicator EBT.
3. Titrasi dengan larutan standar sekunder Na2EDTA
sampai terjadi perubahan warna, dari merah anggur
menjadi biru.
4. Catat banyaknya titran yang digunaka, lakukan
pengulangan sebanyak 3 kali.
5. Hitung Normalitas Na2EDTA yang digunakan.

6. PERHITUNGAN :

6.
7. Berat Asam ZnSO 4 yang
Normalitas Na2 EDTA=
8. banyaknya titran ( ml ) x BE Zn
9.
10.
PENETAPAN KADAR KLORIDA (Cl-) PADA AIR
SUMUR WARGA PESISIR PANTAI

1. METODE : Argentometri Mohr

2. PRINSIP :

Klorida dalam sampel air dalam suasana netral diendapkan


dengan larutan standar AgNO3 dengan menggunakan indicator
K2CrO4.

3. REAKSI :

AgNO3 + 2 Cl- → AgCl2 (endapan putih ) ↓ + NO3

2 AgNO3 + K2CrO4 → Ag2CrO4 (endapan merah bata) ↓ +


2KNO3

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Bejana Erlenmeyer 6. Pipet volume 10 ml


2. Makro buret 7. Labu ukur 100 ml
3. Beaker glass 8. Larutan standar AgNO3
0,01 N
4. Corong kaca 9. Larutan K2CrO4 5 %
5. Pipet volume 50 ml
5. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR

1. Dipipet 50 ml sampel air, dimasukkan ke dalam


bejana Erlenmeyer.
2. Ditambahkan dengan 1 ml Larutan K2CrO4 5 %
sebagai indikator.
3. Dilakukkan titrasi dengan larutan standar AgNO3 0,01
N sampai terbentuk endapan yang berwarna merah
coklat / merah bata.
4. Catat kebutuhan titran, dilakukan duplo.

6. PERHITUNGAN :

1.
2. Ppm Klorida¿
3.
4.
PENETAPAN KADAR BESI (Fe) PADA AIR SUMUR

1. METODE : Permanganometri

2. PRINSIP :

Dalam suasana asam, garam -garam besi (II) akan dioksidasi


menjadi besi (III) oleh KMnO4

3. REAKSI :

2 KMnO4 + 8 H2SO4 + 10 FeSO4 → 2 K2SO4 + 2 MnSO4 + 5


Fe2 (SO4)3 + 8 H2O

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Bejana Erlenmeyer 6. Pipet volume 10 ml


2. Makro buret 7. Labu ukur 100 ml
3. Beaker glass 8. Larutan standar
KMnO4
4. Corong kaca 9. Larutan H2SO4 4 N
5. Pipet volume 50 ml

5. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR

1. Dipipet 50 ml sampel air, dimasukkan dalam bejana


erlenmeyer
2. Ditambah dengan 10 ml H2SO4 4 N
3. Ditambah dengan aquades bebas CO2
4. Panaskan hingga suhu 70℃
5. Dilakukan titrasi dengan larutan standar KMnO4 0,01
N sampai terjadi perubahan warna dari merah muda
6. Catat kebutuhan titran, dilakukan duplo.

6. PERHITUNGAN :

1.
2. Ppm Fe=¿¿
3.
4.
PENETAPAN KADAR MAGNESIUM (Mg++) AIR
LIMBAH INDUSTRI

1. METODE : Kompleksometri

2. PRINSIP :

Pembentukan senyawa komplek antara ion Mg++ dalam air


dengan komplexon III, dimana dengan indicator EBT akan
memberikan warna biru.

3. REAKSI : M ++ + H2Y = → MY =
+ 2 H+

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Bejana Erlenmeyer 6. Pipet volume 10 ml


2. Makro buret 7. Labu ukur 100 ml
3. Beaker glass 8. Larutan standar Na2EDTA
4. Corong kaca 9. Larutan buffer ph 10
5. Pipet volume 50 ml 10. Indicator EBT

5. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR

1. Dipipet 50 ml sampel air, dimasukkan dalam bejana


Erlenmeyer
2. Ditambah dengan 5 ml buffer ph 10
3. Ditambah dengan indicator EBT
4. Dilakukan titrasi dengan larutan standar Na2EDTA
0,05 N sampai terjadi perubahan warna dari merah
anggur menjadi biru.

6. PERHITUNGAN :

1.
2. Ppm Mg=¿ ¿
3.
4.
PENETAPAN KADAR KALSIUM (Ca++)
PADA AIR SUMUR
1. METODE : Kompleksometri

2. PRINSIP : Pembentukan senyawa komplek antara ion Ca+


+
dalam air dengan komplexon III, dimana
dengan indicator murexid akan memberikan
warna violet/ungu.

3. REAKSI : M ++ + H2Y = → MY =
+ 2 H+

4. ALAT DAN BAHAN :

1. Bejana Erlenmeyer 6. Pipet volume 10 ml


2. Makro buret 7. Labu ukur 100 ml
3. Beaker glass 8. Larutan standar Na2EDTA
4. Corong kaca 9. Larutan buffer ph 10
5. Pipet volume 50 ml 10. Indicator EBT

5. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR

1. Dipipet 50 ml sampel air, dimasukkan dalam bejana


Erlenmeyer
2. Ditambah dengan 5 ml larutan NaOH 4 N (pH + 12)
3. Ditambah dengan indicator murexid
4. Dilakukan titrasi dengan larutan standar Na2EDTA
0,05 N sampai terjadi perubahan warna dari merah
muda menjadi ungu/violet
5. Catat kebutuhan titran, dilakukan duplo.

6. PERHITUNGAN :

5.
6. Ppm Mg=¿ ¿
PENETAPAN KADAR KESADAHAN TOTAL,
KESADAHAN TETAP DAN KESADAHAN
SEMENTARA AIR SUNGAI
1. METODE : Kompleksometri

2. PRINSIP : Pembentukan senyawa komplek antara ion Ca


atau Mg dalam air dengan komplexon III, dimana
dengan indicator EBT akan memberikan warna biru.

3. REAKSI : M ++ + H2Y = → MY=


+ 2 H+

4. ALAT DAN BAHAN :


1. Bejana Erlenmeyer 6. Pipet volume 10 ml
2. Makro Buret 7. Labu ukur 100 ml
3.Beaker Glass 8. Larutan standart Na EDTA
4. Corong Kaca 9. Larutan buffer pH 10
5.Pipet Volume 50ml 10 Indicator EBT

5. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR


1. Dipipet 50 ml sampel air, dimasukkan dalam bejana
Erlenmeyer
2. Ditambah dengan 5ml larutan buffer pH 10
3. Ditambah dengan indicator EBT
4. Dilakukan titrasi dengan larutan standar Na2EDTA 0,05
N sampai terjadi perubahan warna dari merah anggur
menjadi biru.
5. Catat kebutuhan titran,dilakukan duplo.

6. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR KESADAHAN TETAP:


 Untuk menetapkan keasahan tetap, sempel air sisa dari
pemeriksaan kesadahan total dipanaskan sampai
mendidih selama + 5 menit kemudian didinginkan,
setelah dingin disaring filtrat ditetapkan kesadahan
tetapnya dengan cara seperti pada saat penetapan
kesadahan total baik prosedur penetapan kadar atau
perhitungannya.

7. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR KESADAHAN TETAP:


 Untuk kesadahan sementara dapat dihitung setelah
kita mengetahui hasil kesadahan total dan
kesadahan tetap. Kesadahan sementara merupakan
selisih antara kesadahan total dikurangi kesadahan
tetap.
PENETAPAN KADAR RESIDU KLORIN
PADA AIR PDAM/AIR KOLAM RENANG
1. METODE : Iodometri

2. PRINSIP : Dalam suasana asam,sisa kaporit akan


membebaskan Cl2, Cl2 yang dibebaskan akan
mengoksidasik kl menjadi l2 , l2 yang dibebaskan
diukur dengan cara dititrasi dengan Na2S2O3

3. REAKSI : CaO(Cl) 2 + H2SO4 → CaSO4 + H2O + Cl2

Cl2 + 2 Kl → 2 KCl + l2

2 Na2S2O3 + l2 → 2 Nal + Na2S4O6

4. ALAT DAN BAHAN :


1. Bejana Erlenmeyer 6. Pipet volume 10 ml
2. Makro Buret 7. Labu ukur 100 ml
3.Beaker Glass 8. Larutan Kl 20 %
4. Corong Kaca 9. Larutan standart Na2S2O3
5.Pipet Volume 50ml 10 Larutan H2SO4 4 N
11.Indikator amylum 1%

5. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR


1. Dipipet 50 ml sampel air, dimasukkan dalam bejana
Erlenmeyer
2. Ditambah dengan 5 ml H2SO4 4 N
3. Ditambah dengan 2,5 ml Kl 20 %
4. Dilakukan titrasi dengan larutan standar Na2S2O3
0,05 N sampai terjadi perubahan warna kuning muda
hentikan titrasi.
5. Ditambahkan dengan 1 ml indicator amylum 1%
(larutan menjadi biru tua).
6. Titrasi dilanjutkan hingga warna biru tepat hilang
7. Catat kebutuhan titran,dilakukan duplo.

6. PERHITUNGAN :

8.
9. Ppm Mg=¿ ¿
10.
PENETAPAN KADAR ZAT ORGANIK
PADA AIR LIMBAH INDUSTRI MAKANAN

1. METODE : Permanganometri

2. PRINSIP : Dalam suasana asam, zat organic salam air


dioksidasi oleh KMnO4 berlebih, kelebihan KMnO4
direaksikan dengan asam aksalat berlebih, kelebihan
asam oksalat dititrasi kembali dnegan KMnO4

3. REAKSI : 2 KMnO4 + 3 H2SO4 + 5 H2C2O4


2 MnSO4 + 2 K2SO4 + 5 CO2
4. ALAT DAN BAHAN :
1. Bejana Erlenmeyer 6. Pipet volume 10 ml
2. Makro Buret 7. Labu ukur 100 ml
3.Beaker Glass 8. Larutan standart KMnO4
4. Corong Kaca 9. Larutan H2SO4 4 N
7. Pipet Volume 50ml
5. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR
1. Dipipet 50 ml sampel air, dimasukkan dalam bejana
Erlenmeyer
2. Ditambah dengan 10 ml H2SO4 didihkan dengan
kondensor
3. Ditambah 10 ml KMnO4 0,01 N, panaskan lagi
sampai mendidih selama 10 menit.
4. Dalam keadaan panas tambahkan dengan 10 ml
asam oksalat
5. Jika temperature larutan masih + 70 C langsung
dititrasi dengan larutan standart KMnO4 0,01 N
sampai terjadi perubahan warna menjadi merah
muda.
6. Catat kebutuhan titran,dilakukan duplo.

6. PERHITUNGAN :

8.
9. ⦋ ( 10+a ) x N ⦌−( 10 X N ) x 31,6
Ppm Zat Organik= x 10
10. ml sampel
11.
PENETAPAN KADAR OKSIGEN TERLARUT
PADA AIR LIMBAH INDUSTRI
1. METODE : Iodometri

2. PRINSIP : Dalam suasana basa, oksigen dalam air akan


mengoksidasi MnSO4 menghasilkan endapan MnO2
dengan penambahan Kl dan H2SO4 akan
dibebaskan l2 yang ekivalen dengan jumlah oksigen
dalam air.

3. REAKSI : MnSO4 + KOH + O2 MnO2 + KSO4 + H2O


MnO2 + 2Kl + 2H2O Mn(OH2) + l2 + 2KOH
2 Na2S2O3 + l2 2 Nal + Na2S4O6
4. ALAT DAN BAHAN :
1. Bejana Erlenmeyer 7. Labu ukur 100 ml
2. Makro Buret 8. Larutan Kl 20%
3.Beaker Glass 9. Larutan standart Na2S2O3
4. Corong Kaca 10 Larutan MnSO4
5.Pipet Volume 10ml 11 Indikator amylum 1%
6.Botol Winkler 250-300ml 12 Pereaksi O2

5. PROSEDUR KERJA PENETAPAN KADAR


1.Masukkan sampel air kedalam botol winkler hingga penuh,
tutup dan dilap bagian luarnya hingga kering.
2.Ditambahkan dengan 2 ml larutan MnSO4 dan 2 ml
pereaksi O2 pada saat penambahan perekasi hindari
terbentuknya gelembung udara.
3.Tutup botol dan kocok dengan cara membolak-balikan
botol, biarkan hingga terbentuk endapan yang sempurna.
4.Tuangkan bagian yang jernih ke dalam Erlenmeyer 500 ml
secara hati-hati jangan sampai endapan ikut tertuang.
5.Tambahkan 1 ml H2So4 pekat secara hati-hati kedalam
endapan, botol digoyangkan hati-hati sehingga semua
endapan larut.
6.Endapan yang sudah larut dimasukan secara kuantitatif
kedalam Erlenmeyer yang bersih, bilas hingga larutan
tertuang.
7.Dilakukan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,05 N sampai
terjadi perubahan warna kuning muda, hentikan titrasi.
8.Ditambahkan dengan 1 ml indicator amylum 1% (larutan
menjadi biru).
9.Titrasi dilanjutkan hingga warna biru tepat hilang, catat
kebutuhan titran.

6. PERHITUNGAN:
1.
2. ( ml x N ) Na2 S 2 x BE O2
ppmO 2= x 1000
3. ml sampel−4
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A.JR & Underwoood, A.L. 1989. Analisis Kuantitatif.


Edisi kelima, Erlangga. Jakarta.

Depkes. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta.

Harmita, 2006. Analisis Kuantitatif Bahan baku dan sediaan


Farmasi. Departemen Farmasi FMIPA, Universitas Indonesia
Jakarta. Hlm. 157-166.

Khopkar,S.M.,1990. Konsep Dasar Kimia Analitik.


Penerjemah : Saptohardjo & Nurhadi, Universitas
Indonesia Jakarta

Merck & Co., 2001. The Merck index. Twefth edition,


Whitehouse,N.J, USA.

Parfitt,K= K., 1996. Martindale The Extra Parmacopoeia. Thirty-


second Edition. Royal Pharmaceutical society.
London.
Hamilton, S.B. 1958. Quantitative Chemical Analysis. Eleventh
edition. New York USA.

Roth, Hermann J & Blasche, Gottfried. 1994 Analisis Farmasi.


Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

SNI 06-6989.22-2004. 2004 Analisis Air dan Air Limbah. Badan


Standardisasi Nasional Indonesia, Jakarta.

Vogel, A.l., 1966. A Text Book of Quantitative Inorganik


Analysis, 3 rd ed.

Anda mungkin juga menyukai