Disusun oleh:
2023
LAPORAN PRAKTIKUM 1
I. Judul
III. Pertemuan
ke- 8 (delapan)
IV. Materi
V. Dasar Teori
Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam
penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidimetri dan alkalimetri ini
melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang
berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas
atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan
suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan senyawa dengan ion
hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air.
No Alat Bahan
1. Buret H2SO4
2. Statif NaOH 0,1 N
3. Erlenmeyer 250 ml Indikator PP 1%
4. Pipet tetes H2C2O4 (asam oksalat)
5. Pipet gondok 10 ml HCl 0,1 N
6. Beaker Glass 50 ml Aquadest
7. Corong
8. Gelas ukur 10 ml
9. Palleus ball
10. Neraca analitik
11. Spatel
VII. Prosedur
A. Alkalimetri
● Pembakuan Larutan NaOH Dengan Kristal Asam Oksalat
1. Ditimbang dengan seksama 63,0 mg Kristal asam oksalat dimasukkan
dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan 40 ml aquades
3. Ditambah indikator PP 1 % sebanyak 2-3 tetes
4. Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N, sampai terjadi perubahan warna
dari berwarna bening menjadi merah muda konstan
5. Lihat ml titran kemudian hitung normalitas NaOH sesungguhnya
6. Rumus perhitungan :
mg H 2 C 2O 4 x 2 H 2 O x 2 mg grek / mol
N NaOH =
126,07 mg /mol x ml titran
( N . V ) NaOH x Mr /Valensi
% kadar = x 100 % b/v
ml sampel x 1000
B. Asidimetri
● Pembakuan HCl
1. Masukkan HCl 0,1 N kedalam buret
2. Ambil 10 ml NaOH kemudian masukkan kedalam erlenmeyer
3. Tambahkan 20 ml aquades
4. Tambahkan indikator PP 1% 2-3 tetes
5. Dititrasi dengan HCl 0,1 N dari berwarna merah muda menjadi bening
6. Lihat ml titrannya kemudian hitung dengan rumus :
V1 . N1 = V2 . N2
( N . V ) HCl x Mr /Valensi
% kadar = x 100 % b/v
ml sampel x 1000
VIII. Hasil
A. Alkalimetri
1. Pembakuan NaOH
mg H 2 C 2O 4 x 2 H 2 O x 2 mg grek / mol
N NaOH =
126,07 mg /mol x ml titran
63 mg x 2 mg grek /mol
=
126,07 mg /mol x 10 ml
= 0,0999 N
( N . V ) NaOH x Mr /Valensi
% kadar = x 100 % b/v
ml sampel x 1000
(0,0996 x 11,1) x 98 /2
= x 100
10 x 1000
1,10556 x 49
= x 100
10 x 1000
= 0,54 %
rata-rata = 0,54 %
B. Asidimetri
1. Pembakuan HCl
V1 . N1 = V2 . N2
10,9 . N1 = 10 . 0,0999
N1 = 0,0916
rata-rata = 0,0936 N
( N . V ) HCl x Mr/Valensi
% kadar = x 100 % b/v
ml sampel x 1000
= 0,11 %
rata-rata = 0,11 %
IX. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan titrasi asidimetri dan alkalimetri yang digunakan
untuk penetapan kadar H2SO4 dan Na2CO3. Titrasi ini dilakukan dengan cara
melakukan pembakuan (standarisasi) terlebih dahulu untuk menentukan konsentrasi
larutan standar sekunder. Pada praktikum ini larutan standar sekunder yang digunakan
yaitu NaOH dan HCl yang perlu diketahui normalitasnya sebelum dilakukan
penetapan kadar. Prosedur dalam titrasi ini sama dari pembakuan hingga Penetapan
kadar, perbedaannya yaitu ada pada titran dan sampel yang digunakan (H2SO4 dan
Na2CO3). Dalam titrasi ini dibantu dengan indikator PP (Fenolftalein) untuk
menentukan warna saat TAT (Titik Akhir Titrasi) nantinya.
Dari hasil perhitungan nilai pembakuan sudah hampir mendekati angka yang
diharapkan yaitu 0,1 N jika dibulatkan. Pada praktikum kali ini juga dapat dikatakan
berhasil karena selain dari nilai normalitas yang didapatkan hampir mendekati angka
yang diharapkan juga dalam penetapan kadar tidak melebihi ambang batas persentase
kegagalan.
X. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan
bahwa pada titrasi asidimetri akan menghasilkan TAT berwarna bening akan tetapi
pada praktikum ini didapatkan TAT warna pink yang memudar. Pada titrasi
alkalimetri TAT akan berwarna pink.
XI. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM 2
I. Judul
III. Pertemuan
Pertemuan Ke-9
IV. Materi
Argentometri (Penetapan kadar KI metode Mohr dan penetapan kadar KSCN metode
volhard)
V. Dasar Teori
Titrasi argentometri diambil dari bahasa latin “argentum” yang artinya perak.
Titrasi pengendapan ini menggunakan perak (Ag) dalam metodenya.
Kadar zat dalam larutan tertentu ditentukan dengan melihat proses titrasi
pengendapan atau terbentuknya endapan ion perak. Lebih tepatnya digunakan untuk
menetapkan perak juga senyawa halida. Ion klorida bereaksi dengan ion perak(I)
untuk menghasilkan perak klorida yang tidak larut: Ag+ (aq) + Cl− (aq) → AgCl (s)
(K = 5.88 × 109). Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak
mudah larut antara titran dan analit.
Titrasi Mohr klorida dengan ion perak, dimana ion kromat dipergunakan
sebagai indikator. Kemunculan awal endapan perak kromat berwarna kemerah-
merahan diambil sebagai titik akhir dari titrasi. penting bahwa pengendapan indicator
terjadi pada titik ekuivalen atau di dekat titik ekuivalen dari titrasi tersebut. Perak
kromat lebih mudah larut (sekitar 8,4x10-5 mol /liter) daripada perak klorida (sekitar
1x10-5 mol/ liter). Jika ion ion perak ditambah kedalam suatu larutan yang
mengandung ion klorida dengan konsentrasi besar dengan ion kromat dengan
konsentrasi kecil, perak klorida akan mengendap terlebih dahulu: perak kromat tidak
terbentuk sebelum konsentrasi ion perak meningkat sampai ke nilai yang cukup besar
untuk melebihi Ksp dari perak kromat.
Metode volhard larutan garam perak dititrasi dengan larutan garam tiosianat di
dalam suasana asam, sebagai indikator digunakan larutan garam ferri (Fe3+), sehingga
membentuk senyawa kompleks feritiosianat yang berwarna merah. Titrasi
argentometri metode volhard harus dalam suasana asam. Oleh karena itu maka
ditambahkan larutan asam nitrat 0,5 – 1,5 N ke dalam sampel (analit). Apabila titrasi
terjadi dalam suasana basa maka menyebabkan ion besi (III) akan diendapkan menjadi
Fe(OH)3, sehingga titik akhir tidak dapat dicapai.
Pada metode ini sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan secara
berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion halida (X-). Sisa larutan standar
AgNO3 yang tidak bereaksi dengan ion X- dititrasi dengan larutan standar tiosianat
(KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator besi (III) (Fe3+). Reaksinya sebagai
berikut:
Titrasi argentometri metode volhard dapat dipakai untuk penentuan kadar klorida,
bromida, iodida dan tiosianat pada larutan sampel.
● Penetapan Kadar KI
1. siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. masukkan KI sebanyak 10 ml ke dalam erlenmeyer yang diukur menggunakan
pipet gondok beserta palleus ball yang dimasukkan dahulu hasil ukuran ke
dalam beaker glass
3. kemudian di erlenmeyer yang sama tambahkan 6 tetes indikator K2CrO4
menggunakan pipet tetes
4. kemudian jika biuret telah siap dan terpasang, masukkan AgNO3 kedalam
biuret sebanyak 25 ml
5. titrasi hingga terjadi perubahan warna dari kuning bening menjadi merah dan
terdapat endapan abu
B. Metode Volhard
Penetapan Kadar
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Masukkan AgNO3 sebanyak 5 ml yang diukur menggunakan gelas ukur
kedalam erlenmeyer
3. Kemudian tambahkan 30 ml aquadest ke dalam erlenmeyer tadi ukur dengan
beaker glass
4. kemudian ditambahkan 2 ml HNO3 6N yang diukur menggunakan gelas ukur
5. selanjutnya tambahkan indikator Fe 40 % sebanyak 6 tetes menggunakan pipet
tetes ke dalam erlenmeyer
6. kemudian setelah biuret siap dipasang, masukkan KSCN sebanyak 25 ml
menggunakan gelas beaker dan corong yang telah dipasang pada biuret
7. titrasi hingga terjadi perubahan warna dari putih menjadi merah
VIII. Hasil
A. Pembakuan AgNO3
Diketahui : Mg NaCl = 29,3 mg
NAgNO3 = Mg NaCl
58,5 x volume titran
= Mg NaCl
58,5 x 10,2
= 29,3
596,7
= 0,0491 N
B. Penetapan kadar KI
= (N.V) AgNO3 x 166/1 x 100%
ml sampel x 1000
=(0,0491 x 5,2) x 166 x 100%
10.000
=(0,2553) x 166 x 100%
10.000
= 42.3831 x 100 %
10.000
=0,0042 x 100%
=0,42 %
C. Volhard
Penetapan kadar KSCN
% KSCN
=(N.V) AgNO3 x 76,12 x 100%
ml sampel x 1000
=( 0,0491 x 5) x 76,12 x 100%
15,10 x 1000
=18.6874 x 100%
15.100
=0,0012 x 100%
= 0,12%
IX. Pembahasan
1. Metode Mohr
Percobaan pada praktikum kali ini didapati hasil dari pembakuan dan
penetapan kadar berupa. Hasil dari perhitungan tersebut didapati bahwa pada
pembakuan, warna larutan yang dicampur yaitu NaCl sebanyak 0,0293 gram, aquadest
30 ml, dan indikator K2CrO4 sebanyak 2-3 tetes, yang mulanya terlihat warna kuning
bening, setelah dilakukan titrasi dengan AgNO3 yang berhenti dilakukannya titrasi
pada volume 10,2 ml, terdapat hasil perubahan warna berupa kuning pekat dan
terdapat endapan coklat (AgNO3).
Penetapan kadar KI pada percobaan ini yaitu menghasilkan perubahan warna
yang awalnya berwarna kuning bening dari campuran KI sebanyak 10 ml dan 6 tetes
indikator K2CrO4, menjadi warna merah dan terdapat endapan dari AgNO3 setelah
titrasi dengan AgNO3 yang terhenti pada volume 5,2 ml.
Semua larutan jika diberi tambahan AgNO3 pasti akan membentuk endapan.
Hal tersebut dikarenakan Ag berupa perak dan ketika ditetesi oleh larutan yang ada di
buret Ag akan perlahan membentuk gumpalan sehingga dapat dikatakan mampu
membentuk endapan. Ag juga bisa disebut sebagai kristal. AgNO3 juga berbahaya
jika terkena kulit akan menimbulkan bekas bercak hitam-hitam pada kulit dan juga
bisa terjadi pada baju yang terkena cipratannya.
2. Metode Volhard
Percobaan pembakuan metode volhard yang dilakukan pada kali ini gagal
dikarenakan reagen indikator yaitu Fe terdapat kerusakan sehingga titik akhir titrasi
yang didapat berupa warna putih susu dan terdapat endapan abu-abu. Kerusakan dari
Fe bisa ditimbulkan karena larutan menguap atau perbandingan antara volume pelarut
dan terlarut tidak seimbang.
X. Simpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa jika terdapat suatu reagen mengalami
kesalahan maka akan berdampak pada hasil TAT yang tidak sesuai apa yang diharapkan.
Semua larutan jika ditambahkan AgNO3 maka akan timbul endapan baik berwarna ataupun
hanya berwarna abu-abu seperti kristal.
XI. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM 3
I. Judul
III. Pertemuan
ke- 10 (sepuluh)
IV. Materi
V. Dasar Teori
No Alat Bahan
1. Buret KMnO4
2. Statif H2SO4 pekat
3. Erlenmeyer 250 ml Asam Oksalat 0,1 N
4. Pipet tetes Fe (NH4)2(SO4)2
5. Pipet gondok 10 ml Aquadest
6. Beaker Glass 50 ml
7. Corong
8. Gelas ukur 10 ml
9. Palleus ball
10. Hotplate
VII. Prosedur
A. Pembakuan/Standarisasi Larutan KMnO4 0,1N dengan asam oksalat
1. Masukkan larutan KMnO4 ke dalam buret
2. Masukkan 10 ml larutan asam oksalat ke dalam erlenmeyer
3. Tambahkan 5 ml H2SO4 2N ke dalam erlenmeyer
4. Panaskan erlenmeyer di atas hotplate pada suhu 70-80 o Celsius
5. Titrasi dengan larutan KMnO4 sampai titik akhir titrasi hingga terjadi
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi violet muda sampai merah
muda
6. Hitung Normalitas KMnO4 sesungguhnya dengan rumus:
VIII. Hasil
V KMnO4 : 9,3 ml
V Asam oksalat : 10 ml
● Ditanya : NKMnO4 ?
● Jawab : V KMnO4 x NKMnO4 = V Asam oksalat x N asam oksalat
1
NKMnO4 =
9,3
NKMnO4 = 0,1075 N
NKMnO4 : 0,1075 N
VKMnO4 : 4,7 ml
MR Fe(NH4)(SO4)2 : 392, 14
Valensi Fe(NH4)(SO4)2 : 1
ml Fe(NH4)(SO4)2 : 10 ml
Kadar Fe(NH4)(SO4)2=
( N . V ) KMnO 4 x Mr Fe(NH 4)(S 04)2/Valensi
x 100 %
ml sampel x 1000
IX. Pembahasan
Apabila suhu pada larutan yang ada di dalam erlenmeyer turun maka volume
untuk hasil TAT tidak sesuai bisa kelebihan bahkan kekurangan dari volume yang
diharapkan. Hal tersebut mempengaruhi kegagalan dalam melakukan pentitrasian.
Suhu yang digunakan juga harus sesuai. Larutan yang dididihkan hanya boleh sampai
timbul uap panas saja jangan sampai mendidih karena suhu yang dibutuhkan hanya
sampai 70-80 derajat saja.
Pada praktikum kali berbeda dengan praktikum lain karena pada praktikum kali
ini titrasi dilakukan dengan hangat-hangat yaitu titrasi dilakukan diatas hotplate.
Namun, pada praktikum kemarin terdapat hambatan yaitu padamnya listrik pada saat
praktikum sehingga pada awal-awal praktikum pemanasan dilakukan di atas bunsen.
X. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa titik akhir
titrasi dengan metode Permanganometri yaitu berwarna violet muda atau merah muda,
serta titrasi harus dilakukan dengan keadaan panas yang bertujuan untuk mempercepat
reaksi dikarenakan Kalium Permanganat yang bersifat sebagai oksidator kuat. Selain
itu, tujuan penetapan kadar Permanganometri yaitu untuk menetapkan kadar suatu
sampel dengan prinsip redoks dengan kalium permanganat yang bertindak sebagai
oksidator serta autoindikator dan sampel sebagai reduktor.
XI. Lampiran
I. Judul
Laporan Praktikum Kimia Analitik 8
Penetapan Kadar Kompleksometri
III. Pertemuan
Pertemuan ke-11
IV. Materi
Kompleksometri (Penetapan kadar MgSO4.7H2O)
V. Dasar Teori
Senyawa kompleks adalah senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat
dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya
kepada ion logam pusat.
Titrasi ini biasanya digunakan untuk penetapan kadar logam polivalen atau
senyawanya dengan menggunakan EDTA (Natrium edetat) sebagai titer pembentuk
kompleks. Ada beberapa cara titrasi menggunakan EDTA dengan maksud untuk
menyesuaikan kestabilan kompleks yang terbentuk, antara lain:
1. Cara Langsung
Larutan yang mengandung ion logam ditambahkan dapar pada pH yang
sesuai dan dititrasi langsung dengan larutan baku EDTA. Titrasi langsung
ini dapat dilakukan bila:
a. Logam dapat larut dalam pelarut yang digunakan pada pH dimana
titrasi dilakukan
b. Ada indikator yang cocok.
c. Terbentuk kompleks yang stabil. Pembentukan kompleks relatif tidak
terlalu lama
VII. Prosedur
A. Pembakuan Larutan Standar Na2EDTA.2H2O dengan ZnSO4.7H2O
1. Masukkan 10 ml ZnSO4.7H2O ke dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan aquadest sebanyak 30 ml ke dalam Erlenmeyer
3. Tambahkan 1 ml buffer ammonia pH 10
4. Tambahkan indicator EBT sebanyak sepucuk spatel
5. Titrasikan dengan Na2EDTA hingga mencapai titik akhir titrasi berupa
perubahan warna menjadi biru konstan
V1 x M1 = V2 x M2
IX. Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan, setelah dilakukan titrasi pembakuan
Na2EDTA didapatkan volume titran sebanyak 15,2 ml untuk mencapai titik
ekuivalen. sedangkan, pada titrasi penetapan kadar MgSO4 didapatkan volume titran
sebanyak 1,5 ml untuk mencapai titik ekuivalen.
Setelah perhitungan dilakukan, didapatkan molaritas dari Na2EDTA.2H2O
yaitu 0,0604 M serta didapatkan pula persen kadar dari MgSO4 yaitu 0,22%. Pada
percobaan ini terdapat hambatan yaitu adanya kesalahan dalam reagen MgSO4.7H2O
yang penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi kemungkinannya reagen tersebut
sudah kadaluarsa atau terkontaminasi.
X. Simpulan
Dari percobaan titrasi yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk menghitung kadar logam, dimana
dalam pelaksanaannya menggunakan titer yaitu NA2EDTA.2H2O serta dengan buffer
ammonia pH 10. Pada percobaan ini pula didapatkan hasil berupa diketahuinya
molaritas dari Na2EDTA sebesar 0,0604 M dan persen kadar dari MgSO4.7H2O
sebesar 0,22%.
XI. Lampiran
Pembakuan Larutan standar Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O 0,05 M
Sebelum Setelah
pembakuan pembakuan
LAPORAN PRAKTIKUM 5
I. Judul
Laporan Praktikum Kimia Analitik 9
Penetapan Kadar Iodometri
II. Hari, tanggal
Kamis, 13 April 2023
III. Pertemuan
ke-12
IV. Materi
Iodometri (Penetapan Kadar KI CuSO4.5H2O)
V. Dasar Teori
Iodometri merupakan cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodida
sebagai pentiter. Disebut juga metode titrasi tak langsung karena berkenaan dengan
titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Zat yang bersifat oksidator seperti
Cu2+ akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan untuk membentuk iodin.
Ada banyak aplikasi iodometri dalam kimia analisis. Penentuan iodometri
tembaga dapat dilakukan baik untuk biji maupun paduannya. Metode ini memberikan
hasil-hasil lebih sempurna dan lebih cepat daripada penentuan elektrolit tembaga.
Metode klasik winkler adalah sebuah metode yang sensitif untuk menentukan oksigen
yang dilarutkan dalam air. Ke dalam sampel air ditambahkan sejumlah berlebih
mangan (II), natrium iodida, dan natrium hidroksida (Underwood, 2002).
Titrasi iodometri menjadi salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi
oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan
dengan metode lain. Alasan dipilihnya karena perbandingan stoikiometri yang
sederhana pelaksanaannya praktis dan mudah.
Melalui titrasi ini, semua oksidator yang akan ditetapkan kadarnya direaksikan
terlebih dahulu dengan ion iodida berlebih (I ̄) sehingga iodium (I2) dapat dibebaskan.
Kemudian I2 yang dibebaskan ini dititrasi dengan larutan baku sekunder Na2S02O3
dengan indikator amilum. Prinsip titrasi iodometri adalah dengan menambahkan KI
berlebih dalam larutan, contoh yang mengandung analit atau zat oksidator. Iodium
yang terbentuk dititrasi dengan larutan standar tiosulfat. Menghasilkan iodida dan ion
tetrationat. Sebagian besar titrasi iodometri, bila dalam larutan terdapat kelebihan
iodida makan akan menjadi ion triiodida. Hal ini disebabkan karena iodida sangat
cepat larut dalam iodida.
1. Buret Na2S2O3.5H2O
2. Statif KI 10%
7. Corong
8. Gelas ukur 10 ml
VII. Prosedur
A. Pembakuan Standar Larutan Na2S2O3.5H2O
1. Masukkan 10 ml KIO3 0,1 N ke dalam erlenmeyer tertutup
2. Tambahkan 20 ml aquadest ke dalam erlenmeyer tertutup
3. Tambahkan 10 ml KI 10% ke dalam erlenmeyer tertutup
4. Tambahkan 10 ml HCl 2 N ke dalam erlenmeyer tertutup
5. Masukkan Na2S2O3.5H2O ke dalam buret
6. Lakukan titrasi dengan Na2S2O3.5H2O sampai warna kuning pucat
7. Tambahkan 1 ml indikator amilum 1% lalu digojog kuat sampai berwarna
biru
8. Lanjutkan titrasi dengan Na2S2O3.5H2O sampai warna birunya tepat
hilang/bening (TAT)
9. Catat dan hitung normalitas Na2S2O3.5H2O
V1 x N1 = V2 x N2
IX. Pembahasan
Pada pembakuan Na2S2O3 didapatkan normalitas sebesar 0,1 N dan pada penetapan
kadar CuSO4.5H2O didapatkan persen 1,27%. Pada praktikum tersebut terdapat
kendala yaitu tidak adanya larutan KIO3 sehingga pembakuan Na2S2O3 dianggap 0,1
N. Selain itu amilum yang awalnya 2 ml ditambah menjadi 3 ml karena warna TAT
berubah terlalu lama atau melebihi perkiraan. Titik akhir titrasi yang dihasilkan adalah
berwarna putih susu pada volume 5,1 ml.
X. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu hanya
dapat melakukan penetapan kadar CuSO4.5H2O dan didapatkan perhitungan 1,27%.
Titik akhir titrasi terlihat adanya perubahan warna dari coklat muda menjadi putih
susu.
XI. Lampiran
sebelum di titrasi