Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analitik 


Dosen Pengampu: Nur Patria Tjahjani, S.Si.Apt., M.Si.Med

Disusun oleh:

1. Hanum Mutia Kasih P1337434322013


2. Azizah Khoirunnisa P1337434322014
3. Nuki Rizkyani P1337434322023
4. Rizki Imani Aji Prasetya P1337434322024
5. Razita Mei Sarah P1337434322026
6. Eksanti Wijayani P1337434322030
7. Naila Safrina Riska P1337434322041
8. Husnul Agustianingrum P1337434322056

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK 

JURUSAN ANALIS KESEHATAN 

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 

2023

LAPORAN PRAKTIKUM 1
I. Judul

Laporan Praktikum Kimia Analitik 5

Penetapan Kadar Asidi – Alkalimetri

II. Hari, tanggal

Kamis, 2 Maret 2023

III. Pertemuan

ke- 8 (delapan)

IV. Materi

Asidi - Alkalimetri : Penetapan Kadar Na2CO3 dan Penetapan Kadar H2SO4

V. Dasar Teori

Titrasi merupakan suatu metode analisis kuantitatif untuk menentukan


konsentrasi dari suatu larutan menggunakan larutan lain yang telah distandarisasi atau
larutan yang konsentrasinya telah diketahui. Dalam metode titrimetri ini, larutan yang
akan ditentukan konsentrasinya disebut titran. Penambahan titran ke dalam analit
dilakukan hingga tercapai titik ekuivalen dimana akan terjadi perubahan warna dari
larutan indikator. Larutan indikator yang digunakan disesuaikan dengan metode
titrimetri yang dilakukan.

Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam
penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidimetri dan alkalimetri ini
melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang
berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas
atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan
suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan senyawa dengan ion
hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air.

Titrasi asidimetri dan alkalimetri merupakan titrasi netralisasi dimana pada


titrasi ini digunakan larutan asam dan basa kuat ataupun lemah sehingga dihasilkan air
yang bersifat netral. Metode ini menerapkan prinsip terkait konsentrasi asam yang
ditambahkan sama dengan jumlah basa yang dinetralkan atau sebaliknya. Sehingga
titrasi ini dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi atau kadar dari asam atau
basa kuat ataupun lemah yang dititrasi dengan basa atau asam lemah maupun kuat.

VI. Alat dan Bahan

No Alat Bahan
1. Buret H2SO4
2. Statif NaOH 0,1 N
3. Erlenmeyer 250 ml Indikator PP 1%
4. Pipet tetes H2C2O4 (asam oksalat)
5. Pipet gondok 10 ml HCl 0,1 N
6. Beaker Glass 50 ml Aquadest
7. Corong
8. Gelas ukur 10 ml
9. Palleus ball
10. Neraca analitik
11. Spatel

VII. Prosedur
A. Alkalimetri
● Pembakuan Larutan NaOH Dengan Kristal Asam Oksalat
1. Ditimbang dengan seksama 63,0 mg Kristal asam oksalat dimasukkan
dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan 40 ml aquades
3. Ditambah indikator PP 1 % sebanyak 2-3 tetes
4. Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N, sampai terjadi perubahan warna
dari berwarna bening menjadi merah muda konstan
5. Lihat ml titran kemudian hitung normalitas NaOH sesungguhnya
6. Rumus perhitungan :

mg H 2 C 2O 4 x 2 H 2 O x 2 mg grek / mol
N NaOH =
126,07 mg /mol x ml titran

● Penetapan Kadar Asam Sulfat (H2SO4)


1. Ambil 10 ml sampel H2SO4 kemudian masukkan ke dalam
erlenmeyer
2. Tambahkan dengan indikator PP 1% sebanyak 2-3 tetes
3. Dititrasi dengan larutan NaOH standart 0,1 N hingga sampel dari
tidak berwarna menjadi merah muda konstan
4. Hitung kadarnya :

( N . V ) NaOH x Mr /Valensi
% kadar = x 100 % b/v
ml sampel x 1000

B. Asidimetri
● Pembakuan HCl
1. Masukkan HCl 0,1 N kedalam buret
2. Ambil 10 ml NaOH kemudian masukkan kedalam erlenmeyer
3. Tambahkan 20 ml aquades
4. Tambahkan indikator PP 1% 2-3 tetes
5. Dititrasi dengan HCl 0,1 N dari berwarna merah muda menjadi bening
6. Lihat ml titrannya kemudian hitung dengan rumus :

V1 . N1 = V2 . N2

● Penetapan Kadar N2CO3


1. Masukkan HCl 0,1 N kedalam buret
2. Pipet 10 ml Na2CO3 kemudian masukkan kedalam erlenmeyer
3. Tambahkan 30 ml aquades
4. Tambahkan indikator PP 1% sebanyak 2-3 tetes
5. Kemudian titrasi dengan HCl 0,1 N hingga didapat warna merah
muda hilang atau berwarna bening
6. Rumus perhitungan :

( N . V ) HCl x Mr /Valensi
% kadar = x 100 % b/v
ml sampel x 1000

VIII. Hasil
A. Alkalimetri
1. Pembakuan NaOH

mg H 2 C 2O 4 x 2 H 2 O x 2 mg grek / mol
N NaOH =
126,07 mg /mol x ml titran

63 mg x 2 mg grek /mol
=
126,07 mg /mol x 10 ml

= 0,0999 N

rata - rata = 0,0996 N

2. Penetapan Kadar H2SO4

( N . V ) NaOH x Mr /Valensi
% kadar = x 100 % b/v
ml sampel x 1000

(0,0996 x 11,1) x 98 /2
= x 100
10 x 1000

1,10556 x 49
= x 100
10 x 1000

= 0,54 %

rata-rata = 0,54 %

B. Asidimetri
1. Pembakuan HCl

V1 . N1 = V2 . N2

10,9 . N1 = 10 . 0,0999

N1 = 0,0916

rata-rata = 0,0936 N

2. Penetapan Kadar Na2CO3

( N . V ) HCl x Mr/Valensi
% kadar = x 100 % b/v
ml sampel x 1000

(0,0936 . 2,3) x 106/2


= x 100
10 x 1000
0,2152 x 53
= x 100
10 x 1000

= 0,11 %

rata-rata = 0,11 %

IX. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan titrasi asidimetri dan alkalimetri yang digunakan
untuk penetapan kadar H2SO4 dan Na2CO3. Titrasi ini dilakukan dengan cara
melakukan pembakuan (standarisasi) terlebih dahulu untuk menentukan konsentrasi
larutan standar sekunder. Pada praktikum ini larutan standar sekunder yang digunakan
yaitu NaOH dan HCl yang perlu diketahui normalitasnya sebelum dilakukan
penetapan kadar. Prosedur dalam titrasi ini sama dari pembakuan hingga Penetapan
kadar, perbedaannya yaitu ada pada titran dan sampel yang digunakan (H2SO4 dan
Na2CO3). Dalam titrasi ini dibantu dengan indikator PP (Fenolftalein) untuk
menentukan warna saat TAT (Titik Akhir Titrasi) nantinya.

Larutan yang dimasukkan ke dalam buret merupakan larutan baku sekunder.


Dikatakan larutan baku sekunder karena konsentrasinya ditentukan dengan jalan
pembakuan dengan larutan atau secara langsung tidak dapat diketahui kadar dan
kestabilannya. Tujuan dilakukannya proses pembakuan adalah untuk dapat melakukan
penetapan kadar pada volume titran. Semua larutan yang masuk ke dalam buret harus
dilakukan standarisasi agar nilai normalitas yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diharapkan. Nilai normalitas yang diminta dalam praktikum ini adalah 0,1 N.

Dari hasil perhitungan nilai pembakuan sudah hampir mendekati angka yang
diharapkan yaitu 0,1 N jika dibulatkan. Pada praktikum kali ini juga dapat dikatakan
berhasil karena selain dari nilai normalitas yang didapatkan hampir mendekati angka
yang diharapkan juga dalam penetapan kadar tidak melebihi ambang batas persentase
kegagalan.

X. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan
bahwa pada titrasi asidimetri akan menghasilkan TAT berwarna bening akan tetapi
pada praktikum ini didapatkan TAT warna pink yang memudar. Pada titrasi
alkalimetri TAT akan berwarna pink.

XI. Lampiran

Pembakuan dan penetapan kadar Alkalimetri

Pembakuan dan penetapan kadar Asidimetri

LAPORAN PRAKTIKUM 2
I. Judul

Laporan Praktikum Kimia Analitik 6

Penetapan Kadar Argentometri

II. Hari, tanggal

Kamis, 16 Maret 2023

III. Pertemuan

Pertemuan Ke-9

IV. Materi

Argentometri (Penetapan kadar KI metode Mohr dan penetapan kadar KSCN metode
volhard)

V. Dasar Teori

Titrasi argentometri diambil dari bahasa latin “argentum” yang artinya perak.
Titrasi pengendapan ini menggunakan perak (Ag) dalam metodenya.

Kadar zat dalam larutan tertentu ditentukan dengan melihat proses titrasi
pengendapan atau terbentuknya endapan ion perak. Lebih tepatnya digunakan untuk
menetapkan perak juga senyawa halida. Ion klorida bereaksi dengan ion perak(I)
untuk menghasilkan perak klorida yang tidak larut: Ag+ (aq) + Cl− (aq) → AgCl (s)

(K = 5.88 × 109). Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak
mudah larut antara titran dan analit.

Titrasi Mohr klorida dengan ion perak, dimana ion kromat dipergunakan
sebagai indikator. Kemunculan awal endapan perak kromat berwarna kemerah-
merahan diambil sebagai titik akhir dari titrasi. penting bahwa pengendapan indicator
terjadi pada titik ekuivalen atau di dekat titik ekuivalen dari titrasi tersebut. Perak
kromat lebih mudah larut (sekitar 8,4x10-5 mol /liter) daripada perak klorida (sekitar
1x10-5 mol/ liter). Jika ion ion perak ditambah kedalam suatu larutan yang
mengandung ion klorida dengan konsentrasi besar dengan ion kromat dengan
konsentrasi kecil, perak klorida akan mengendap terlebih dahulu: perak kromat tidak
terbentuk sebelum konsentrasi ion perak meningkat sampai ke nilai yang cukup besar
untuk melebihi Ksp dari perak kromat.
Metode volhard larutan garam perak dititrasi dengan larutan garam tiosianat di
dalam suasana asam, sebagai indikator digunakan larutan garam ferri (Fe3+), sehingga
membentuk senyawa kompleks feritiosianat yang berwarna merah. Titrasi
argentometri metode volhard harus dalam suasana asam. Oleh karena itu maka
ditambahkan larutan asam nitrat 0,5 – 1,5 N ke dalam sampel (analit). Apabila titrasi
terjadi dalam suasana basa maka menyebabkan ion besi (III) akan diendapkan menjadi
Fe(OH)3, sehingga titik akhir tidak dapat dicapai.

Pada metode ini sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan secara
berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion halida (X-). Sisa larutan standar
AgNO3 yang tidak bereaksi dengan ion X- dititrasi dengan larutan standar tiosianat
(KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator besi (III) (Fe3+). Reaksinya sebagai
berikut:

Ag+ (berlebih) + X- → AgX ↓ + Ag+ (sisa)


Ag+ (sisa) + SCN- → AgSCN ↓
SCN- + Fe3+ → Fe(SCN)2+ (merah)

Titrasi argentometri metode volhard dapat dipakai untuk penentuan kadar klorida,
bromida, iodida dan tiosianat pada larutan sampel.

VI. Alat Dan Bahan


No Alat Bahan
1. Buret KI
2. Statif Aquadest
3. Erlenmeyer 250 ml Indikator K2CrO4
4. Pipet tetes AgNO3
5. Pipet gondok 10 ml
6. Beaker Glass 100 ml
7. Corong
8. Gelas ukur 10 ml
9. Palleus ball
10. spatel
VII. Prosedur
A. Metode Mohr
● Pembakuan AgNO3
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Timbang NACl sebanyak 0,0293 gram dan masukkan kedalam erlenmeyer
3. Tambahkan 30 ml aquadest diukur menggunakan gelas ukur yang dimasukkan
ke dalam beaker glass dahulu lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer yang
berisi NACl tadi
4. Selanjutnya teteskan indikator K2CRO4 sebanyak 2-3 tetes ke dalam
erlenmeyer menggunakan pipet tetes
5. setelah biuret terpasang, masukkan AgNO3 kedalam biuret sebanyak 25 ml,
diukur menggunakan beaker glass dan kemudian dimasukkan ke dalam biuret
6. kemudian lakukan titrasi hingga terjadi perubahan warna dari kuning bening
menjadi endapan coklat

● Penetapan Kadar KI
1. siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. masukkan KI sebanyak 10 ml ke dalam erlenmeyer yang diukur menggunakan
pipet gondok beserta palleus ball yang dimasukkan dahulu hasil ukuran ke
dalam beaker glass
3. kemudian di erlenmeyer yang sama tambahkan 6 tetes indikator K2CrO4
menggunakan pipet tetes
4. kemudian jika biuret telah siap dan terpasang, masukkan AgNO3 kedalam
biuret sebanyak 25 ml
5. titrasi hingga terjadi perubahan warna dari kuning bening menjadi merah dan
terdapat endapan abu

B. Metode Volhard
Penetapan Kadar
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Masukkan AgNO3 sebanyak 5 ml yang diukur menggunakan gelas ukur
kedalam erlenmeyer
3. Kemudian tambahkan 30 ml aquadest ke dalam erlenmeyer tadi ukur dengan
beaker glass
4. kemudian ditambahkan 2 ml HNO3 6N yang diukur menggunakan gelas ukur
5. selanjutnya tambahkan indikator Fe 40 % sebanyak 6 tetes menggunakan pipet
tetes ke dalam erlenmeyer
6. kemudian setelah biuret siap dipasang, masukkan KSCN sebanyak 25 ml
menggunakan gelas beaker dan corong yang telah dipasang pada biuret
7. titrasi hingga terjadi perubahan warna dari putih menjadi merah

VIII. Hasil
A. Pembakuan AgNO3
Diketahui : Mg NaCl = 29,3 mg

NAgNO3 = Mg NaCl
58,5 x volume titran
= Mg NaCl
58,5 x 10,2
= 29,3
596,7
= 0,0491 N
B. Penetapan kadar KI
= (N.V) AgNO3 x 166/1 x 100%
ml sampel x 1000
=(0,0491 x 5,2) x 166 x 100%
10.000
=(0,2553) x 166 x 100%
10.000
= 42.3831 x 100 %
10.000
=0,0042 x 100%
=0,42 %
C. Volhard
Penetapan kadar KSCN

% KSCN
=(N.V) AgNO3 x 76,12 x 100%
ml sampel x 1000
=( 0,0491 x 5) x 76,12 x 100%
15,10 x 1000
=18.6874 x 100%
15.100
=0,0012 x 100%
= 0,12%

IX. Pembahasan
1. Metode Mohr
Percobaan pada praktikum kali ini didapati hasil dari pembakuan dan
penetapan kadar berupa. Hasil dari perhitungan tersebut didapati bahwa pada
pembakuan, warna larutan yang dicampur yaitu NaCl sebanyak 0,0293 gram, aquadest
30 ml, dan indikator K2CrO4 sebanyak 2-3 tetes, yang mulanya terlihat warna kuning
bening, setelah dilakukan titrasi dengan AgNO3 yang berhenti dilakukannya titrasi
pada volume 10,2 ml, terdapat hasil perubahan warna berupa kuning pekat dan
terdapat endapan coklat (AgNO3).
Penetapan kadar KI pada percobaan ini yaitu menghasilkan perubahan warna
yang awalnya berwarna kuning bening dari campuran KI sebanyak 10 ml dan 6 tetes
indikator K2CrO4, menjadi warna merah dan terdapat endapan dari AgNO3 setelah
titrasi dengan AgNO3 yang terhenti pada volume 5,2 ml.
Semua larutan jika diberi tambahan AgNO3 pasti akan membentuk endapan.
Hal tersebut dikarenakan Ag berupa perak dan ketika ditetesi oleh larutan yang ada di
buret Ag akan perlahan membentuk gumpalan sehingga dapat dikatakan mampu
membentuk endapan. Ag juga bisa disebut sebagai kristal. AgNO3 juga berbahaya
jika terkena kulit akan menimbulkan bekas bercak hitam-hitam pada kulit dan juga
bisa terjadi pada baju yang terkena cipratannya.

2. Metode Volhard
Percobaan pembakuan metode volhard yang dilakukan pada kali ini gagal
dikarenakan reagen indikator yaitu Fe terdapat kerusakan sehingga titik akhir titrasi
yang didapat berupa warna putih susu dan terdapat endapan abu-abu. Kerusakan dari
Fe bisa ditimbulkan karena larutan menguap atau perbandingan antara volume pelarut
dan terlarut tidak seimbang.
X. Simpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa jika terdapat suatu reagen mengalami
kesalahan maka akan berdampak pada hasil TAT yang tidak sesuai apa yang diharapkan.
Semua larutan jika ditambahkan AgNO3 maka akan timbul endapan baik berwarna ataupun
hanya berwarna abu-abu seperti kristal.

XI. Lampiran

LAPORAN PRAKTIKUM 3

I. Judul

Laporan Praktikum Kimia Analitik 7

Penetapan Kadar Permanganometri

II. Hari, tanggal

Kamis, 30 Maret 2023

III. Pertemuan

ke- 10 (sepuluh)
IV. Materi

Permanganometri (Penetapan Kadar Asam Oksalat, Fe(NH4)2(SO4)2 )

V. Dasar Teori

Permanganometri merupakan salah satu metode titrasi yang menggunakan prinsip


reaksi reduksi dan oksidasi. Titrasi ini berdasarkan reaksi antara kalium permanganat
(KMnO4) dengan asam oksalat (C2H2O4). Dikarenakan KMnO4 adalah oksidator
kuat sehingga saat titrasi berlangsung tidak membutuhkan indikator untuk
mempercepat reaksi. Reaksi oksidasi terhadap C2H2O4 akan berjalan lambat dalam
suhu ruangan. Oleh karena itu, titrasi dilakukan dalam suasana asam dengan
penambahan H2SO4. Untuk mempercepat reaksi dibutuhkan pemanasan, maka titrasi
ini dilakukan dalam keadaan hangat. Hal ini dikarenakan sifat dari kalium
permanganat sebagai oksidator kuat.

Penetapan kadar secara permanganometri biasanya dilakukan untuk menetapkan


kadar asam oksalat, Fe(NH4)(S04)2, asam sulfat, asam fosfat, dan sebagainya.
Biasanya untuk menetapkan senyawa-senyawa yang bertindak sebagai reduktor,
karena prinsip penetapan kadar zat dilakukan berdasarkan hasil oksidasi dengan
kalium permanganat (KMnO4).

Penentuan kadar suatu sampel menggunakan metode Permanganometri


berdasarkan reaksi redoks dimana sampel bersifat asam dengan penambahan H2SO4
dan dititrasi dengan larutan baku KMnO4 sebagai oksidator yang bersifat basa dan
titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna merah muda. Tujuan penetapan
kadar Permanganometri untuk menetapkan kadar suatu sampel dengan prinsip redoks
dengan kalium permanganat yang bertindak sebagai oksidator serta autoindikator dan
sampel sebagai reduktor.

Ciri-ciri penetapan kadar Permanganometri yaitu: harus dititrasi dalam kondisi


panas dengan hot plate atau bunsen, KMnO4 bertindak sebagai autoindikator sehingga
tidak memerlukan indikator lagi, dititrasi dalam suasana asam. Kemudian, kelebihan
penetapan kadar menggunakan metode Permanganometri ialah mudah dan efektif,
tidak memerlukan tambahan indikator karena KMnO4 sudah bertindak sebagai
autoindikator. Sedangkan kelemahan penetapan kadar menggunakan metode
Permanganometri yaitu larutan pentiter KMnO4 tidak boleh didiamkan lama di buret,
jika kontak langsung dengan matahari maka akan terurai, titrasi harus dilakukan
dalam kondisi panas untuk mengoptimalkan proses reaksi.

VI. Alat dan bahan

No Alat Bahan
1. Buret KMnO4
2. Statif H2SO4 pekat
3. Erlenmeyer 250 ml Asam Oksalat 0,1 N
4. Pipet tetes Fe (NH4)2(SO4)2
5. Pipet gondok 10 ml Aquadest
6. Beaker Glass 50 ml
7. Corong
8. Gelas ukur 10 ml
9. Palleus ball
10. Hotplate

VII. Prosedur
A. Pembakuan/Standarisasi Larutan KMnO4 0,1N dengan asam oksalat
1. Masukkan larutan KMnO4 ke dalam buret
2. Masukkan 10 ml larutan asam oksalat ke dalam erlenmeyer
3. Tambahkan 5 ml H2SO4 2N ke dalam erlenmeyer
4. Panaskan erlenmeyer di atas hotplate pada suhu 70-80 o Celsius
5. Titrasi dengan larutan KMnO4 sampai titik akhir titrasi hingga terjadi
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi violet muda sampai merah
muda
6. Hitung Normalitas KMnO4 sesungguhnya dengan rumus:

V KMnO4 x NKMnO4 = V asam oksalat x N asam oksalat

B. Penetapan Kadar Fe(NH4)2(SO4)2

1. Diukur seksama 10 ml larutan Fe(NH4)2(SO4)2, kemudian masukkan ke


dalam erlenmeyer
2. Ditambah 20 ml Aquadest
3. Ditambah 5 ml H2SO4 2N
4. Dipanaskan pada suhu 70-80 o Celsius
5. Titrasi dengan larutan KMnO4 sampai titik akhir titrasi hingga terjadi
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda
6. Hitung kadar Fe(NH4)2(SO4)2

( N . V ) KMnO 4 x Mr Fe(NH 4)(S 04)2/Valensi


Kadar Fe(NH4)(SO4)2= x 100 %
ml sampel x 1000
b/v

VIII. Hasil

A. Standarisasi Larutan KMnO4


● Diketahui :

V KMnO4 : 9,3 ml

N asam oksalat : 0,1 N

V Asam oksalat : 10 ml

● Ditanya : NKMnO4 ?
● Jawab : V KMnO4 x NKMnO4 = V Asam oksalat x N asam oksalat

9,3 x NKMnO4 = 10 x 0,1

1
NKMnO4 =
9,3

NKMnO4 = 0,1075 N

B. Penetapan Kadar Fe(NH4)(SO4)2


● Diketahui :

NKMnO4 : 0,1075 N

VKMnO4 : 4,7 ml

MR Fe(NH4)(SO4)2 : 392, 14

Valensi Fe(NH4)(SO4)2 : 1
ml Fe(NH4)(SO4)2 : 10 ml

● Ditanya : Kadar Fe(NH4)(SO4)2 ?


● Jawab :

Kadar Fe(NH4)(SO4)2=
( N . V ) KMnO 4 x Mr Fe(NH 4)(S 04)2/Valensi
x 100 %
ml sampel x 1000

0,1075 . 4,7 x 392,14 /1


Kadar Fe(NH4)(SO4)2= x 100 %
10 x 1000

0,1075 . 4,7 x 392,14 /1


Kadar Fe(NH4)(SO4)2= x 100 %
10 x 1000

Kadar Fe(NH4)(SO4)2= 1,98 %

IX. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pada penetapan kadar Fe(NH4)


(SO4)2 dengan metode Permanganometri didapatkan hasil persen kadar yaitu 1,98 %
yang sebelumnya juga dilakukan standarisasi larutan KMnO4 yang bertujuan untuk
mengetahui nilai normalitasnya, sehingga di dapat nilai Normalitas KMnO4 sebesar
0,1075 N.

Apabila suhu pada larutan yang ada di dalam erlenmeyer turun maka volume
untuk hasil TAT tidak sesuai bisa kelebihan bahkan kekurangan dari volume yang
diharapkan. Hal tersebut mempengaruhi kegagalan dalam melakukan pentitrasian.
Suhu yang digunakan juga harus sesuai. Larutan yang dididihkan hanya boleh sampai
timbul uap panas saja jangan sampai mendidih karena suhu yang dibutuhkan hanya
sampai 70-80 derajat saja.

Pada praktikum kali berbeda dengan praktikum lain karena pada praktikum kali
ini titrasi dilakukan dengan hangat-hangat yaitu titrasi dilakukan diatas hotplate.
Namun, pada praktikum kemarin terdapat hambatan yaitu padamnya listrik pada saat
praktikum sehingga pada awal-awal praktikum pemanasan dilakukan di atas bunsen.

Kekurangan melakukan pemanasan menggunakan hotplate yaitu memakan


lebih banyak waktu dalam proses pendidihan sedangkan jika menggunakan bunsen
lebih cepat karena menggunakan nyala api langsung. Namun, jika tidak tidak berhati-
hati dalam menggunakan bunsen bisa menyebabkan muncratnya larutan karena tidak
memperhatikan suhu yang dibutuhkan dalam praktikum.

X. Simpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa titik akhir
titrasi dengan metode Permanganometri yaitu berwarna violet muda atau merah muda,
serta titrasi harus dilakukan dengan keadaan panas yang bertujuan untuk mempercepat
reaksi dikarenakan Kalium Permanganat yang bersifat sebagai oksidator kuat. Selain
itu, tujuan penetapan kadar Permanganometri yaitu untuk menetapkan kadar suatu
sampel dengan prinsip redoks dengan kalium permanganat yang bertindak sebagai
oksidator serta autoindikator dan sampel sebagai reduktor.

XI. Lampiran

Hasil TAT Pembakuan/Standarisasi Larutan KMnO4 0,1N dengan asam oksalat

Hasil TAT Penetapan Kadar Fe(NH4)2(SO4)2


LAPORAN PRAKTIKUM 4

I. Judul
Laporan Praktikum Kimia Analitik 8
Penetapan Kadar Kompleksometri

II. Hari dan Tanggal


Kamis, 6 April 2023

III. Pertemuan
Pertemuan ke-11

IV. Materi
Kompleksometri (Penetapan kadar MgSO4.7H2O)
V. Dasar Teori
Senyawa kompleks adalah senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat
dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya
kepada ion logam pusat.

Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan pembentukan


senyawa kompleks yang larut dari reaksi antara komponen zat uji (ion logam) dengan
suatu complexing agent sebagai titer. Persenyawaan complexing agent yang dapat
dipakai untuk kompleksometri memiliki persyaratan tertentu, yaitu:
1. Jangka waktu pembentukan kompleks tidak terlalu lama
2. Kompleks yang terbentuk harus stabil.
3. Reaksi harus berjalan kuantitatif.
4. Tidak terbentuk reaksi samping.
5. Ada suatu perubahan yang nyata untuk menentukan titik akhir titrasi yang
ditentukan oleh suatu indicator.

Titrasi ini biasanya digunakan untuk penetapan kadar logam polivalen atau
senyawanya dengan menggunakan EDTA (Natrium edetat) sebagai titer pembentuk
kompleks. Ada beberapa cara titrasi menggunakan EDTA dengan maksud untuk
menyesuaikan kestabilan kompleks yang terbentuk, antara lain:
1. Cara Langsung
Larutan yang mengandung ion logam ditambahkan dapar pada pH yang
sesuai dan dititrasi langsung dengan larutan baku EDTA. Titrasi langsung
ini dapat dilakukan bila:
a. Logam dapat larut dalam pelarut yang digunakan pada pH dimana
titrasi dilakukan
b. Ada indikator yang cocok.
c. Terbentuk kompleks yang stabil. Pembentukan kompleks relatif tidak
terlalu lama

2. Cara Tidak Langsung


Larutan yang mengandung ion logam ditambahkan EDTA berlebih, lalu
ditambahkan larutan pada pH sesuai. Kelebihan EDTA dititrasi dengan
larutan baku logam.

VI. Alat dan Bahan


No Alat Bahan
1. Statif Na2EDTA.2H2O (Triplex
III)
2. Erlenmeyer 250 ml dan Buffer Ammonia pH 10
penutup
3. Gelas Beaker 100 ml Indikator EBT
4. Pipet gondok 10 ml ZnSO4.7H2O
5. Palleus Ball HCl 2N
6. Gelas ukur 10 ml MgSO4.7H2O
7. Buret
8. Spatel
9. Mortil
10. Pipet tetes
11. Corong

VII. Prosedur
A. Pembakuan Larutan Standar Na2EDTA.2H2O dengan ZnSO4.7H2O
1. Masukkan 10 ml ZnSO4.7H2O ke dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan aquadest sebanyak 30 ml ke dalam Erlenmeyer
3. Tambahkan 1 ml buffer ammonia pH 10
4. Tambahkan indicator EBT sebanyak sepucuk spatel
5. Titrasikan dengan Na2EDTA hingga mencapai titik akhir titrasi berupa
perubahan warna menjadi biru konstan

V1 x M1 = V2 x M2

B. Perhitungan Kadar MgSO4.7H2O


1. Masukkan 10 ml MgSO4.7H2O ke dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan aquadest sebanyak 30 ml ke dalam Erlenmeyer
3. Tambahkan 2-5 ml buffer ammonia pH 10
4. Tambahkan indicator EBT sebanyak sepucuk spatel
5. Lakukan titrasi dengan Na2EDTA.2H2O hingga larutan di dalam Erlenmeyer
berubah dari berwarna merah anggur menjadi biru konstan

( M . V ) Na 2 EDTA x Mr MgSO 4.7 H 2O


% b/v = x 100%
ml sampel x 1000
VIII. Hasil
A. Pembakuan Larutan Standar Na2EDTA.2H2O dengan ZnSO4.7H2O
V ZnSO4.7H2O x M ZnSO4.7H2O = V Na2EDTA.2H2O x M Na2EDTA.2H2O
10 x 0,05 = 15,2 x M Na2EDTA.2H2O
0,5
M Na2EDTA.2H2O =
15,2
M Na2EDTA.2H2O = 0,0328
M Na2EDTA.2H2O rata rata = 0,0604

B. Perhitungan Kadar MgSO4.7H2O

( M . V ) Na 2 EDTA x Mr MgSO 4.7 H 2O


% b/v = x 100%
ml sampel x 1000
( 0,0604 . 1,5 ) x 246,48
% MgSO4.7H2O = x 100%
10 ml x 1000
% MgSO4.7H2O = 0,22%

IX. Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan, setelah dilakukan titrasi pembakuan
Na2EDTA didapatkan volume titran sebanyak 15,2 ml untuk mencapai titik
ekuivalen. sedangkan, pada titrasi penetapan kadar MgSO4 didapatkan volume titran
sebanyak 1,5 ml untuk mencapai titik ekuivalen.
Setelah perhitungan dilakukan, didapatkan molaritas dari Na2EDTA.2H2O
yaitu 0,0604 M serta didapatkan pula persen kadar dari MgSO4 yaitu 0,22%. Pada
percobaan ini terdapat hambatan yaitu adanya kesalahan dalam reagen MgSO4.7H2O
yang penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi kemungkinannya reagen tersebut
sudah kadaluarsa atau terkontaminasi.
X. Simpulan
Dari percobaan titrasi yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk menghitung kadar logam, dimana
dalam pelaksanaannya menggunakan titer yaitu NA2EDTA.2H2O serta dengan buffer
ammonia pH 10. Pada percobaan ini pula didapatkan hasil berupa diketahuinya
molaritas dari Na2EDTA sebesar 0,0604 M dan persen kadar dari MgSO4.7H2O
sebesar 0,22%.

XI. Lampiran
Pembakuan Larutan standar Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O 0,05 M

Na2EDTA ke 10 ml 30 ml aquadest 2-5 ml Buffer Amonia


buret 250 ml ZnSO4 pH 10

Sebelum Setelah
pembakuan pembakuan

Penetapan Kadar MgSO4.7H2O


10 ml Mg 30 ml Aquadest 30 ml Buffer
Amonia pH 10

Indikator EBT Sebelum Sesudah


sepucuk spatel titrasi titrasi

LAPORAN PRAKTIKUM 5
I. Judul
Laporan Praktikum Kimia Analitik 9
Penetapan Kadar Iodometri
II. Hari, tanggal
Kamis, 13 April 2023
III. Pertemuan
ke-12
IV. Materi
Iodometri (Penetapan Kadar KI CuSO4.5H2O)
V. Dasar Teori
Iodometri merupakan cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodida
sebagai pentiter. Disebut juga metode titrasi tak langsung karena berkenaan dengan
titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Zat yang bersifat oksidator seperti
Cu2+ akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan untuk membentuk iodin.
Ada banyak aplikasi iodometri dalam kimia analisis. Penentuan iodometri
tembaga dapat dilakukan baik untuk biji maupun paduannya. Metode ini memberikan
hasil-hasil lebih sempurna dan lebih cepat daripada penentuan elektrolit tembaga.
Metode klasik winkler adalah sebuah metode yang sensitif untuk menentukan oksigen
yang dilarutkan dalam air. Ke dalam sampel air ditambahkan sejumlah berlebih
mangan (II), natrium iodida, dan natrium hidroksida (Underwood, 2002).
Titrasi iodometri menjadi salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi
oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan
dengan metode lain. Alasan dipilihnya karena perbandingan stoikiometri yang
sederhana pelaksanaannya praktis dan mudah.
Melalui titrasi ini, semua oksidator yang akan ditetapkan kadarnya direaksikan
terlebih dahulu dengan ion iodida berlebih (I ̄) sehingga iodium (I2) dapat dibebaskan.
Kemudian I2 yang dibebaskan ini dititrasi dengan larutan baku sekunder Na2S02O3
dengan indikator amilum. Prinsip titrasi iodometri adalah dengan menambahkan KI
berlebih dalam larutan, contoh yang mengandung analit atau zat oksidator. Iodium
yang terbentuk dititrasi dengan larutan standar tiosulfat. Menghasilkan iodida dan ion
tetrationat. Sebagian besar titrasi iodometri, bila dalam larutan terdapat kelebihan
iodida makan akan menjadi ion triiodida. Hal ini disebabkan karena iodida sangat
cepat larut dalam iodida.

VI. Alat dan Bahan

No. Alat Bahan

1. Buret Na2S2O3.5H2O

2. Statif KI 10%

3. Erlenmeyer 250 ml KIO 0,1 N


4. Pipet tetes Aquadest

5. Pipet gondok 10 ml Indikator Amilum 1%

6. Beaker glass 100 ml HCl 2 N

7. Corong

8. Gelas ukur 10 ml

VII. Prosedur
A. Pembakuan Standar Larutan Na2S2O3.5H2O
1. Masukkan 10 ml KIO3 0,1 N ke dalam erlenmeyer tertutup
2. Tambahkan 20 ml aquadest ke dalam erlenmeyer tertutup
3. Tambahkan 10 ml KI 10% ke dalam erlenmeyer tertutup
4. Tambahkan 10 ml HCl 2 N ke dalam erlenmeyer tertutup
5. Masukkan Na2S2O3.5H2O ke dalam buret
6. Lakukan titrasi dengan Na2S2O3.5H2O sampai warna kuning pucat
7. Tambahkan 1 ml indikator amilum 1% lalu digojog kuat sampai berwarna
biru
8. Lanjutkan titrasi dengan Na2S2O3.5H2O sampai warna birunya tepat
hilang/bening (TAT)
9. Catat dan hitung normalitas Na2S2O3.5H2O
V1 x N1 = V2 x N2

B. Penetapan Kadar CuSO4.5H2O


1. Masukkan 10 ml CuSO4.5H2O ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan 20 ml aquadest ke dalam erlenmeyer
3. Tambahkan 10 ml KI 10% ke dalam erlenmeyer lalu tutup dengan penutup
4. Tambahkan 10 ml HCl 2 N ke dalam erlenmeyer
5. Masukkan Na2S2O3 ke dalam buret
6. Lakukan tutrasi dengan Na2S2O3 hingga berwarna kuning pucat
7. Tambahkan 2 ml Amilum 1% lalu digojog kuat
8. Lanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 hingga berwarna putih susu
9. Catat dan hitung penetapan kadar CuSO4.5H2O
( N . V ) Na2 S 2 O 3 x Mr CuSO 4.5 H 2O
% b/v = x 100%
ml sampel x 1000
VIII. Hasil
A. Pembakuan Larutan Standar Na2S2O3.5H2O dengan KIO3 0,1 N
V KIO3 x N KIO3 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3
10 x 0,1 = 10 x M Na2S2O3
N = 0,1 N
B. Perhitungan Kadar CuSO4.5H2O
( N . V ) Na2 S 2 O 3 x Mr CuSO 4.5 H 2O
% b/v = x 100%
ml sampel x 1000
( 0,1. 5,1 ) x 249,68
% CuSO4.5H2O = x 100%
10 ml x 1000
% CuSO4.5H2O = 1,27%

IX. Pembahasan
Pada pembakuan Na2S2O3 didapatkan normalitas sebesar 0,1 N dan pada penetapan
kadar CuSO4.5H2O didapatkan persen 1,27%. Pada praktikum tersebut terdapat
kendala yaitu tidak adanya larutan KIO3 sehingga pembakuan Na2S2O3 dianggap 0,1
N. Selain itu amilum yang awalnya 2 ml ditambah menjadi 3 ml karena warna TAT
berubah terlalu lama atau melebihi perkiraan. Titik akhir titrasi yang dihasilkan adalah
berwarna putih susu pada volume 5,1 ml.

X. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu hanya
dapat melakukan penetapan kadar CuSO4.5H2O dan didapatkan perhitungan 1,27%.
Titik akhir titrasi terlihat adanya perubahan warna dari coklat muda menjadi putih
susu.

XI. Lampiran
sebelum di titrasi

saat di titrasi dan ditambah amilum (coklat muda)

TAT (putih susu)


Lembar Pengesahan

Hanum Mutia Kasih Azizah Nuki Rizkyani Rizki Imani Aji


P1337434322013 Khoirunnisa P1337434322023 Prasetya
P1337434322014 P1337434322024

Razita Mei Eksanti Naila Safrina Riska Husnul


Sarah Wijayani P1337434322041 Agustianingrum
P13374343220 P13374343220 P1337434322056
26 30

Anda mungkin juga menyukai