Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

Disusun oleh :

Nama : Dwi Tri Alyani


NPM : E1C023079
Prodi : Peternakan
Shift : 5 (lima)
Hari/Tanggal : Kamis , 19 Oktober 2023
Dosen : 1. Dra.Devi Silsila, M.Si

2. Drs. Syafnil, M.Si

Ko-as : M. Farhan Wirajaya (E1G022066)

Objek Praktikum : TITRASI ASAM - BASA


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2023

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan
suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang
diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi
nertalisasi asam basa.
Analisa volumatik adalah suatu cara menentukan jumlah ( kuantitatif) suatu
zat. Analisa ini tergantung pada pengukuran volume yang tepat dari dua macam
larutan yang bereaksi sempurna. Salah satu larutan harus diketahui
konsentrasinya, larutan ini disebut larutan standar, sedangkan larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya oleh larutan standar. Proses penentuan konsentrasi ini
disebut titrasi.
Dalam percobaan kali ini yang merupakan percobaan ini diharapkan
mahasiswa mengetahui cara titrasi dengan benar, serta mengetahui apa saja
yang mempengaruhi perubahan asam pada titrasi asam.

1.2 Tujuan

1. Mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang


mengandung asam.
2. Mampu menstandarisasi larutan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat


denganmenggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi
biasanyadibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, sebagaicontoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa,titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi
reduksi oksidasi, titrasikompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks danlain sebagainya. Zat yang akan
ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” danbiasanya diletakan di
dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahuikonsentrasinya
disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”.Baik titer
maupun titrant biasanya berupa larutan. (Siti Marwati, 2012).
Titrasi asam – basa memanfaatkan perubahan besar pH, untuk
menentukan kapan titik kesetaraan itu dicapai. Terdapat banyak asam dan
basa organik yang berbentuk ion dan bentuk tak – terdisosiasinya
menunjukkan warna yang berlainan. Bentuk ion dan bentuk tak –
terdisosiasinya dapat digunakan untuk menetapkan kapan telah kapan telah
ditambah titran dan dan disebut dikator tampak (visual indicator). Bentuk
takter disosiasinya tak berwarna, namun anionnya memiliki sistem ikatan
rangkap – tunggal selang – seling (sistem konjugasi), berwarna kuning.
Molekul atau ion yang memiliki sistem konjugasi semacam itu menyerap
cahaya yang lebih panjang, panjang gelombangnya dari pada molekul yang
tidak memiliki sistem konjugasi (Yosi, 2013).
Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana
sejumlah asam dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung
terjadi perubahan pH. Pada titik ekuivalen ditentukan oleh sejumlah garam
yang dihasilkan dari netralisasi asam basa. Indikator yang digunakan pada
titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik ekuivalen
berada. Pada umumnya titik ekuivalen tersebut sulit diamati, yang mudah
diamati adalah titik akhir yang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik
ekuivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi
dicapai yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi
tidak selalu berimpit dengan titik ekuivalen . Dengan pemilihan indikator
yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi. Pada titrasi asam kuat
dan basa kuat, asam kuat dan basa kuat dalam air terurai dengan sempurna.
Oleh karena itu, ion hidrogen dan ion hidroksida selama titrasi dapat
langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada titik
ekuivalen dari titrasi asam kuat dan basa kuat, pH larutan pada temperatur
25˚C sama dengan pH air yaitu sama dengan 7. ( Penuntun Praktikum
Kimia Dasar II, UNG 2012 : 05 ).
Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif
suatu materi. Konstituen-konstituen yang akan didereksi ataupun
ditentukan jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus fungsi, senyawaan atau
fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit. Analisis
pada umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis
kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah dengan usaha
mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur,
pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan
dan interprestasi data numerik (Khopkar, 2012).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat
dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat
disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan,
yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan
tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar
primer (Day,2012).
BAB III
METODELOGI
3.1 Bahan Alat dan
3.1.1 Bahan
1. NaOH 0,1 M

2. HCL 0,1 M

3. H2C2O4

3.1.2 Alat

1. Indikator Penolphetale
2. Erlenmeyer
3. Buret 50 ml
4. Statif dan klem
5. Gelas ukur 25 mL atau 10 Ml
6. Corong kaca

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Menstandarisasi larutan NaOH 0,1 M

Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan


membilasnya dengan 5 ml larutan NaOH. Memutar kran buret untuk
mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret, selanjutnya isi buret
dengan 5 ml NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian
mengeluarkan kembali larutan dari bueret. Memasukkan kembali larutan
NaOH dengan larutan tertentu. Mencatat kedudukan volum awal NaOH
dalam buret.
Berikut proses menstandarisasi larutan :
1. Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 ml larutan asam oksalat 0,1 M dan
memasukan ke dalam setiap erlenmeyer dan menambahkan ke dalam
masingmasing erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein (PP).
2. Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit
sampai terbentuk warna merah mudah yang tidak hilang apabila elas
Erlenmeyer digoyang.
3. Mencatat volume NaOH yang terpakai.

4. Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III

5. Menghitung malitas (M) NaOH.

3.2.2 Menentukan konsentrasi HCl

1. Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 ml dan memasukkan larutan HCl 0,1


M ke dalam setiap erlenmeyer.
2. Menambahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer 3 tetes indikator
penolphtalein (PP).

3. Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit
sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas
erlenmeyer digoyang.
4. Mencatat volume NaOH yang terpakai.

5. Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II DAN III.

6. Menghitung malitas (M) HCl.


BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Tabel hasil pengamatan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat


No Prosedur Ulangan Rata-rata
I II III
1 Volume larutan asam 10 mL 10 mL 10 Ml 10 mL
oksalat 0,1 M
2 Volume NaOH 11 mL 12 mL 12,5 mL 11,8 mL
terpakai
3 Molaritas (M) NaOH 0,045M 0,041M 0,04M 0,042 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl


No Prosedur Ulangan Rata-rata
I II III
1 Volume larutan HCl 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL
2 Volume NaOH terpakai 4,5 mL 4,2 mL 4,5 mL 4,4 mL

3 Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan 0,042 M


diatas
4 Molaritas (M) larutan HCl 0,0192 0,0178 0,019 0,018 M

4.2 Perhitungan hasil pengamatan


4.2.1 Asam oksalat
 Ulangan I
v NaOH × M NaOH ×2 = V H 2 C2 O2 × M H 2 C2 O2 × 1

M NaOH × 11 ×2=¿ 10 × 0 ,1
10× 0 , 1
M NaOH =
11×2
1
M NaOH = = 0,045 mL
22

 Ulangan II
v NaOH × M NaOH ×2 = V H 2 C2 O2 × M H 2 C2 O2 × 1

M NaOH × 12 ×2=¿ 10 × 0 ,1
10× 0 , 1
M NaOH =
12× 2
1
M NaOH = = 0,041 mL
24

 Ulangan III
v NaOH × M NaOH ×2 = V H 2 C2 O2 × M H 2 C2 O2 × 1

M NaOH × 12,5 ×2=¿ 10 × 0 ,1


10× 0 , 1
M NaOH =
12 ,5 ×2
1
M NaOH = = 0,04 mL
25

 Rata-rata total molaritas NaOH


m1+m 2+m3
Rata-rata =
3
0,045+0,041+0 , 04
= 3
= 0,042

4.2.2 Konsentrasi HCl


 Ulangan I
v HCl × M HCl ×1 = v NaOH × M NaOH ×1
M HCl × 10 ×1=¿ 4,5 × 0,045
4 ,5 ×0,045
M HCl =
10
0,2025
M HCl = = 0,2025 mL
10

 Ulangan II
v HCl × M HCl ×1 = v NaOH × M NaOH ×1

M HCl × 10 ×1=¿ 4,2 × 0,041


4 ,2 ×0,041
M HCl =
10
0,1785
M HCl = = 0,01722 mL
10

 Ulangan III
v HCl × M HCl ×1 = v NaOH × M NaOH ×1

M HCl × 10 ×1=¿ 4,5 × 0 ,04


4 ,5 ×0 , 04
M HCl =
10
0 ,18
M HCl = = 0,018 Ml
10

 Rata-rata total molaritas HCl


m1+m 2+m3
Rata-rata =
3
0,02025+0,01722+0,018
= 3
= 0,01849
BAB V
PEMBAHASAN

Dalam percobaan titrasi ini, kami menggunakan dua asam yang di


lakukan percobaan yaitu asam oksalat (H2C2O4) dan asam klorida (HCl) dan
keduanya merupakan asam lemah. Titer yang di gunakan pada percobaan
adalah NaOH yang merupakan basa kuat, serta indicator penolphetalein
sebagai senyawa asam yang tidak berwarna.

Percobaan pertama dilakukan dengan menstandarisasi larutan NaOH


dengan asam oksalat, memasukkan NaOH pada buret 50 ml dan memasukkan
asam oksalat sebanyak 10 ml pada erlenmeyer yang ditetesi PP lebih kuran 3
tetes. Pada pengulangan pertama terjadi perubahan pada asam oksalat yang
telah ditetesi NaOH pada erlenmeyer, dari tidak berwarna menjadi warna
merah muda pada saat NaOH dalam buret berkurang sebanyak 11 ml,
perubahan warna pada asam oksalat terjadi karena telah tercapainya titik
ekivalen. Titik ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis. Problemnya sekarang
adalah kita inngin menetapkan titik akhir ini dengan pertolongan indikator.
Titik akhir yang dinyatakan oleh indikator disebut titik akhir titrasi. Indikator
yang dipakai harus dipilih agar titik akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau
sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih indikator yang memiliki trayek
perubahan warnanya di sekitar titik akhir teoritis. Reaksi yang terjadi pada
proses percobaan ulangan pertama adalah
v NaOH × M NaOH ×2 = V H 2 C2 O2 × M H 2 C2 O2 × 1
M NaOH × 11 ×2=¿ 10 × 0 ,1
10× 0 , 1
M NaOH =
11×2
1
M NaOH = = 0,045 mL
22

Berikutnya ialah mengulangi langkah-langkah diatas sebanyak dua kali,


hingga didapatkan pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 12 mL :
v NaOH × M NaOH ×2 = V H 2 C2 O2 × M H 2 C2 O2 × 1

M NaOH × 12 ×2=¿ 10 × 0 ,1
10× 0 , 1
M NaOH =
12× 2
1
M NaOH = = 0,041 mL
24

Pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 24 mL:

v NaOH × M NaOH ×2 = V H 2 C2 O2 × M H 2 C2 O2 × 1

M NaOH × 12,5 ×2=¿ 10 × 0 ,1


10× 0 , 1
M NaOH =
12 ,5 ×2
1
M NaOH = = 0,04 mL
25

Sehingga dapat kita cari rata-rata volume NaOH terpakai dengan cara :

m1+m 2+m3
Rata-rata = 3
0,045+0,041+0 , 04
= 3
= 0,042
Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang
juga dilakukan dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai
berikut :
Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume
asam oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl
dengan menggunakan gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke
Erlenmeyer. Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator penolphetalein
sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer tadi
dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit
sambil erlenmeyer digoyang-goyang. Lakukan hingga larutan HCl yang
mulanya benih hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl
sudah berubah warna menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran pada
buret untuk menghindari larutan NaOH menetes kembali, lalu didapatkan
volume NaOH terpakai sebanyak 8 mL:
v HCl × M HCl ×1 = v NaOH × M NaOH ×1

M HCl × 10 ×1=¿ 4,5 × 0,045


4 ,5 ×0,045
M HCl =
10
0,2025
M HCl = = 0,02025 mL
10

Kemudian mengulangi pada percobaan tadi sebanyak dua kali hingga


didapatkan hasil pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 8,5mL:
v HCl × M HCl ×1 = v NaOH × M NaOH ×1

M HCl × 10 ×1=¿ 4,2 × 0,041


4 ,2 ×0,041
M HCl =
10
0,1722
M HCl = = 0,01722 mL
10

Pada ulangan III didapatkan Volume NaOH terpakai sebanyak 9,5 mL:
v HCl × M HCl ×1 = v NaOH × M NaOH ×1
M HCl × 10 ×1=¿ 4,5 × 0 ,04
4 ,5 ×0 , 04
M HCl =
10
0 ,18
M HCl = = 0,018 Ml
10

Sehingga dapat kita cari rata-rata volume HCl terpakai dengan cara :

m1+m 2+m3
Rata-rata =
3
0,02025+0,01722+0,018
= 3
= 0,018 49

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3
tetes indikator berubah warna dari bening hingga menjadi pink.
Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi
dari HCl tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan
praktikum ini. Setelah volume NaOH (basa) diketahui, barulah
Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.
2. Menstandarisasi larutan dapat dilakukan dengan cara titrasi yang
melibatkan asam, basa dan indikator yang digunakan. Titrasi ini
biasanya menggunakan buret dan erlenmeyer yang akan menampung
tetesan dari larutan di dalam buret, ketika larutan di dalam buret
menetes maka dilakukan penggoyangan pada erlenmeyer penampung.
Hal yang perlu diperhatikan pada standarisasi yaitu ketelitian
menentukan volume larutan yang diukur.
6.2 Saran

Pada praktikum kedepannya diharapkan agar praktikan lebih berhati


– hati dan teliti dalam menggunakan bahan – bahan kimia karena bahan
kimi memiliki banyak resiko.

DAFTAR PUSTAKA

Petrucci, Ralph H. 2012. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan


Modern Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Sukardjo, 2012. Kimia Organik. Jakarta : Rineka Cipta.
Yosi, P. 2013. Pemanfaatan ekstrak daun jati sebagai indikator
titrasi asam basa. Skripsi. Semarang : FMIPA
Universitas negeri Semarang.
Khopkar 2012, analisis kimia. Jakarta: ruang guru

Day 2012, konsentrasi larutan . Jakarta

Anda mungkin juga menyukai