Anda di halaman 1dari 9

I.

Judul Praktikum
Titrasi Asam Basa

II. Tujuan Praktikum


1. Untuk menentukan titik akhir dari reaksi asam basa
2. Untuk menentukan konsentrasi larutan NaOH dan HCl melalui proses titrasi

III. Dasar teori

Teori asam basa pertama kali dikemukakan oleh Arrhenius yang mendefinisikan
bahwa asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion H +, sedangkan
basa ialah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion OH. Namun, meskipun
teori asam basa yang dikemukakan oleh Arrhenius bersifat baru dan persuasive, teori tersebut
gagal menjelaskan fakta bahwa senyawa seperti gas ammonia, yang tidak menghasilkan
gugus hidroksida atau OH termasuk kedalam senyawa basa (Yoshito, 2006).
Konsep asam basa kemudian diperluas oleh ilmuwan bernama Johannes N. Brønsted
dan Thomas M Lowry yang mengemukakan bahwa reaksi asam-basa melibatkan transfer
proton (ion H+) dari satu zat ke zat lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam
sebagai pemberi/donor proton dan basa sebagai penerima/akseptor proton. Menurut teori
Brønsted-Lowry, zat dapat berperan sebagai asam maupun basa. Apabila suatu zat tertentu
lebih mudah dalam melepas proton, maka zat tersebut akan berperan sebagai zat asam dan
lawannya sebagai basa, begitupun sebaliknya. Dalam suatu larutan asam dalam air, yang
berperan sebagai basa adalah air (Yoshito, 2006)
Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa yang lebih lengkap
dibanding kedua teori sebelumnya dengan menekankan pada pasangan elektron yang
berkaitan dengan struktur dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis, asam adalah
akseptor pasangan electron, dan basa adalah donor pasangan elektron. Keuntungan utama
dari teori asam basa yang dikemukakan oleh Lewis terletak pada fakta bahwa beberapa reaksi
yang tidak termasuk kedalam teori asam basa menurut Arrhenius dan Bronsted-Lowry,
terbukti sebagai sebuah reaksi asam basa dalam teori Lewis (Yoshito, 2006).
Dari ketiga teori asam basa yang telah dikemukakan, teori asam basa Arrhenius
termasuk teori yang paling sempit/terbatas. Teori yang dikemukakan oleh Brønsted-Lowry
termasuk teori yang paling mudah diaplikasikan, namun teori asam biasa yang dikemukakan
oleh Lewis menjadi teori yang paling tepat apabila reaksi asam basa melibatkan senyawa
tanpa proton (Yoshito, 2006).

A. Titrasi Asam Basa


Titrasi didefinisikan sebagai teknik analisis kimia kuantitatif yang digunakan untuk
menentukan kadar dari suatu larutan. Penentuan kadar larutan dilakukan dengan penetesan
larutan yang telah diketahui konsentrasinya melalui buret hinnga mencapai suatu titik
ekuivalen. Pengukuran volume dalam titrasi menjadi satu hal penting sehingga titrasi
memiliki nama lain analisis volumetri (Ralph, H. 2008)
Larutan standar merupakan larutan dengan konsnetrasi yang telah diketahui secara
pasti. Larutan standar terbagi menjadi dua berdasarkan tingkat kemurniannya yaitu, larutan
standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer didapatkan dengan cara
menimbang dan melarutkan suatu zat dengan kemurnian tinggi, sedangkan larutan standar
sekunder diperoleh dengan menimbang dan melarutkan suatu zat yang tingkat kemurniannya
relative rendah sehingga konden cepat (Underwood, 1999). Larutan standar akan bisa
digunakan apabila memenuhi beberapa syarat diantaranya, mempunyai tingkat kemurnian
tinggi, memiliki rumus molekul yang pasti, tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang,
larutan bersifatstabil, memiliki Mr (massa molekul relative) tinggi namun muatan ionnya
rendah.
Titrasi asam basa merupakan penetapan konsentrasi senyawa yang bersifat asam
dengan larutan standar yang bersifat basa begitupun sebaliknya dengan penetesan larutan
standar melalui buret ke dalam larutan yang ingin diketahui konsentrasinya pada Erlenmeyer
hingga mencapai titik akhir titrasi (Budi et al., 2020). Pada titrasi asam basa, indicator berupa
asam lemah akan bereaksi dengan zat basa sebagai penetral setelah seluruh asam dititrasi
dengan basa (Syukri, 1999).
Pada titrasi, baik titrasi asam-basa maupun titrasi lainnya, terdapat titik ekuivalen dan
titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik teoritis, tidak dapat ditentukan berdasarkan
eksperimen/percobaan namun ditentukan melalui pengamatan perubahan warna, perubahan
besar partikel (terbentuknya endapan), dan perubahan beda potesial (John, 2003). Sedangkan
titik akhir titrasi adalah titik saat proses titrasi berakhir dan umumnya dideteksi dengan
penambahanindicator yang akan berubah pada kondisi lingkungan tertentu (misal, kondisi
asam).
Titrasi asidimetri merupakan salah satu metode penentuan kadar suatu larutan yang
menggunakan larutan asam sebagai larutan standar. Larutan standar yang umum digunakan
yaitu asam klorida (HCI) dan asam sulfat (H₂SO₄) dalam konsentrasi yang tinggi/pekat.
Kelebihan asam klorida sebagai larutan standar yaitu mudah larut dalam air dan tidak
membentuk garam sukar larut (Setiawati, PP).
Titrasi alkalimetri merupakan salah satu metode penentuan kadar suatu larutan dengan
menggunakan larutan basa sebagai larutan standard dan menggunakan phenolphthalein (PP)
sebagai indikatornya. Larutan basa standar yang umum digunakan yaitu natrium hidroksida
(NaOH). Kelebihan natrium hidroksida sebagai larutan standar yaitu mudah larut dalam air,
murah, dan memiliki tingkat kemurnian tinggi (Rohman & Gandjar, 2008).
Indikator asam basa merupakan zat warna yang dapat memberikan perubahan warna
pada larutan yang di tirasi saat mencapai titik akhir titrasi. Indikator asam basa akan berubah
warna apabila lingkungan pH larutan berubah, karena indicator asam basa berupa asam
organic lemah atau basa organik lemah maka di dalam larutan akan terjadi proses ionisasi
sehingga bentuk molekul indicator akan memiliki warna yang berbeda dengan warna
indikatornya (Padmaningrum, 2013). Penambahan indikator diusahakan tidak terlalau
banyak, hanya berkisar anatara dua atau tiga tetes. Pemilihan indicator untuk titrasi
bergantung pada kekuatan asam dan basa yang digunakan dalam proses titrasi.
Beberapa indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa diantaranya yaitu, timol
biru yang memiliki warna merah dalam kondisi asam dan berwarna kuning dalam kondisi
basa. Bromfenol biru yang memiliki warna kuning dalam kondisi asam dan berwarna ungu
kebiruan dalam kondisi basa. Metil jingga yang memiliki warna jingga pada kondisi asam
dan berwarna kuning pada kondisi basa. Metil merah yang memiliki warna merah pada
kondisi asam dan berwarna kuning pada kondisi basa. Klorofenol biru yang memiliki warna
kuning pada kondisi asam dan berwarna merah pada kondisi basa. Bromtimol biru yang
memiliki warna kuning pada kondisi asam dan berwarna biru pada kondisi basa. Kresol
merah yang memiliki warna kuning pada kondisi asam dan berwarna merah pada kondisi
basa. Dan yang terakhir yaitu fenolftalein yang tak berwarna pada kondisi asam dan berwarna
pink kemerahan pada kondisi basa. Dari berbagai macam indicator diatas, indicator yang
biasa digunakan pada titrasi asam basa yaitu fenolftalein (Raymond Chang, 2005).
Kesalahan umum yang terjadi pada proses titrasi merupakan kesalahan yang terjadi
apabila titik akhir titrasi tidak tepat sama dengan titik ekuivalen (<0,1%), yang dapat
disebabkan oleh kelebihan titran, indicator bereaksi dengan analit atau titran.

IV. Alat dan Bahan


Alat :
1. Biuret
2. Statif dan klem
3. Gelas kimia
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Pipet tetes

Bahan :
1. Larutan NaOH 0,1M
2. Larutan asam oksalat 0,1M
3. Larutan HCL 0,1 M
4. Indikator PP

V. Prosedur Percobaan
A.Menentukan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan Asam oksalat.
1. Buret dibilas dengan NaOH sebanyak tiga kali.
2. Lalu diisi dengan larutan NaOH tersebut.
3. Maukkan 10 ml larutan baku asam oksalat ke dalam erlenmeyer.
4. Tambahkan 2 tetes indikator PP.
5. Lakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna pada larutan asam oksalat catat volume
NaOH dari buret.
6. Ulangi titrasi sebanyak 3 kali.

B. Menentukan konsentrasi larutan HCl dengan larutan NaOH


1. Masukkan 10 ml larutan HCl ke dalam erlenmeyer.
2. Larutan NaOH 0,1 M di masukkan ke dalam buret.
3. Tambahkan 2 – 3 tetes indikator PP kedalam larutan HCl.
4. Lakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna pada larutan HCl.
5. Catat volume NaOH yang dipakai.
6. Ulangi titrasi sebanyak 3 kali.
VI. Data dan Analisis
Tabel 1. Standarisasi NaOH dengan Larutan Asam Oksalat
Prosedur Percobaan
No Rata - Rata
I II III
Volume larutan asam oksalat 0,1
1 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml
M
2 Volume NaOH terpakai 20 ml 22 ml 29 ml 23,6 ml
3 Molaritas (M) NaOH 0,05 M 0,04 M 0,03 M 0,04 M

Tabel 2. Standarisasi HCl dengan Larutan NaOH


Percobaan
No Prosedur Rata - Rata
I II III
1 Volume larutan HCl 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml
2 Volume NaOH terpakai 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml
Molaritas (M) NaOH 0,1
3 0,1 M 0,1 M 0,1 M
M
Molaritas (M) Larutan HCl 0,1
4 0,1 M 0,1 M 0,1 M
M

I. Standarisasi NaOH dalam Asam Oksalat


Mencari Molaritas (M) NaOH
1. N × M . NaOH × V . NaOH = n × M . H2C2O4 × V . H2C2O4
2 × M . NaOH × 20 ml = 2 × 0,1 M × 10 ml
M . NaOH × 40 = 2
M . NaOH = 0,05 M
2. N × M . NaOH × V . NaOH = n × M . H2C2O4 × V . H2C2O4
2 × M . NaOH × 22 ml = 2 × 0,1 M × 10 ml
M . NaOH × 44 = 2
M . NaOH = 0,04 M
3. N × M . NaOH × V . NaOH = n × M . H2C2O4 × V . H2C2O4
2 × M . NaOH × 29 ml = 2 × 0,1 M × 10 ml
M . NaOH × 58 = 2
M . NaOH = 0,03 M
II. Standarisasi NaOH dalam HCl
Mencari Molaritas NaOH
 n × M . NaOH × V . NaOH = n × M . HCl × V . HCl
1 × M . NaOH × 10 ml = 1 × 0,1 × 10 ml
M . NaOH × 10 = 1
M . NaOH = 0,1 M
Hasil M . NaOH sama pada percobaan I, II dan III.
Mencari Molaritas HCl
 n × M . HCl × V . HCl = n × M . NaOH × V . NaOH
1 × M . NaOH × 10 ml = 1 × 0,1 × 10 ml
M . NaOH × 10 = 1
M . NaOH = 0,1 M
Hasil M . HCl sama pada percobaan I, II dan III.

VII. Pembahasan
Pada praktikum titrasi asam basa ini buret dibilas terlebih dahulu dengan NaOH
sebanyak 3 kali. Hal ini bertujuan agar larutan NaOH yang akan diisikan ke dalam buret tidak
tercampur dengan zat lain dan konsentrasinya tidak berubah. Kemudian mengukur volume
larutan asam oksalat dengan menggunakan gelas ukur sebanyak 10 mL dan tuangkan ke
Erlenmeyer.
Kemudian tetesi larutan asam oksalat dengan indikator PP sebanyak 2 tetes
menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi larutan
NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang. Lakukan hingga
larutan asam oksalat yang mulanya bening hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila
larutan asam oksalat sudah berubah warna menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran
pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes kembali, lalu didapatkan volume
NaOH. Lakukan kegiatan yang sama untuk percobaan menggunakan larutan HCl.
Pada percobaan menentukan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat
dilakukan 3 kali percobaan. Di mana volume larutan asam oksalat 0,1 M yang diperlukan
sebanyak 10 ml dan dua tetes indikator pp.
Pada percobaan pertama, volume NaOH yang terpakai sebanyak 20 ml, sehingga
didapatkan molaritas NaOH pada percobaan pertama adalah 0,05 M. Pada percobaan kedua,
volume NaOH yang terpakai yaitu sebanyak 22 ml, sehingga didapatkan molaritas pada
percobaan kedua yaitu 0,04 M.
Dan pada percobaan ketiga, volume NaOH yang terpakai sebanyak 29 ml, sehingga
didapatkan molaritas NaOH pada percobaan ketiga yaitu 0,03 M. Dari ketiga percobaan di
atas didapatkan rata-rata dari volume NaOH yang terpakai yaitu sebanyak 23,6 ml, sehingga
didapatkan rata-rata molaritas dari NaOH yaitu 0,04 M.
Pada percobaan menentukan konsentrasi larutan HCl dengan larutan NaOH, dilakukan
percobaan sebanyak 3 kali. Di mana volume larutan HCL yang diperlukan sebanyak 10 ml
dan 2 sampai 3 tetes indikator pp.
Pada percobaan pertama volume NaOH yang terpakai sebanyak 10 ml, sehingga
didapatkan molaritas NaOH pada percobaan pertama yaitu 0,1 M dan molaritas dari larutan
HCl pada percobaan pertama yaitu 0,1 M.
Pada percobaan kedua volume NaOH yang terpakai sebanyak 10 ml, sehingga
didapatkan molaritas NaOH pada percobaan kedua yaitu 0,1 M dan molaritas dari larutan
HCl pada percobaan kedua yaitu 0,1 M.
Dan pada percobaan ketiga volume NaOH yang terpakai sebanyak 10 ml, sehingga
didapatkan molaritas NaOH pada percobaan ketiga yaitu 0,1 M dan molaritas dari larutan
HCl pada percobaan ketiga yaitu 0,1 M.
Dari ketiga percobaan di atas didapatkan rata-rata dari volume NaOH yang terpakai yaitu
10 ml, rata-rata dari molaritas larutan NaOH yaitu 0,1 M dan rata-rata dari molaritas larutan
HCL yaitu 0,1 M.
VIII. Mekanisme Reaksi
1. NaOH → Na+ + OH-
2. H₂C₂O₄ → 2H+ + C₂O₄²-
3. HCl → H+ + Cl-
4. 2NaOH + H₂C₂O₄ → Na₂C₂O₄ + 2H₂O
5. HCl + NaOH → NaCl + H2O

IX. Kesimpulan dan Saran


A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan
dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan
yang dianalisis atau ingin diketahui kadarnya atau konsentrasinya.

2. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perubahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya
adalah dua hingga tiga tetes.

3. Suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya disebut sebagai "titran" dan biasanya
diletakkan di dalam labu Erlenmeyer. sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai "titer" atau "titrat" dan biasanya diletakkan di dalam "buret".

B. Saran
Sebaiknya enlenmayer digoyangkan dengan baik dan benar dan lakukan titrasi secara perlahan agar
tidak terjadi kesalahan dalam melihat titik akhir dan titik ekuivalen larutan .
Daftar Pustaka

Chang. Raymond. 2005. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.


Day, Underwood. 1999. Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
John, Kenkel. 2003. Analytical Chemistry For Technicians. Washington : Lewis Publishers.
Padmaningrum, Regina T. 2013. Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat. Jurnal Pendidikan Kimia.
Pp. Hal 1-7.
Rohman, A dan Gandjar, I. G, 2008. Kimia Farmasi Analisis Cetakan Kedelapan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
S, Syukri.1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB
Takeuchi, Yashito. 2006. Pengantar Kimia.Tokyo: Iwanami Shoten
Petrucci, H. Ralph; Wiliam, S. Harwood; Geoffrey, F, Herring; dan Jeffrey D. Madura. 2008. Kimia
Dasar ( Prinsip – Prinsip dan Aplikasi Modern) Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta :
Erlangga. Hal : 344.
Yanti, Budi et al. 2020. Community Knowledge, Attitudes, and Behavior Towards Social
Distancing Policy As Prevention Transmission of Covid-19 in Indonesia. Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia, [online] 8(1), pp. 4- 14. https://e-
journal.unair.ac.id/JAKI/article/download/18541/10928. [diakses 20 April 2021].

Anda mungkin juga menyukai