Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA UMUM

Disusun oleh :

Nama : Deko Yaris Akbar

NPM : E1C020040

Prodi : Peternakan

Kelompok :1

Hari/tanggal : Kamis, 19 November 2020

Dosen : 1. Dra. Devia Silsila, M.Si

2. Drs. Syafnil, M.Si

Ko-Ass : 1. Aulya Rahma Dhita (E1G017016)

Objek Praktikum : TITRASI ASAM BASA

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan
reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi
asam basa).
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan
biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui
konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam
“buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan. Titrasi asam basa
disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa
larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi
asam basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk
menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat
reaksi berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui
titik akhir titrasi yang diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar
sampel untuk ditetapkan melalui perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi
larutan asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa
(netralisasi). Larutan yang kosentrasinya sudah diketahui disebut larutan
baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi
dengan disertai perubahan warna indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat
terjadinya perubahan warna indikator.
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana
sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi
berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh
sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang
digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana
titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk
diamati, yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum
atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik
akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik
akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan
indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu
cara atau metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan
dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Titik dalam titrasi
dimana titran yang telah ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat
dengan senyawa yang ditentukan disebut titik ekivalen atau titik
stoikhiometri, titik ini sering ditandai dengan perubahan warna senyawa
yang disebut indikator.
1.2. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh
yang mengandung asam.
2. Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Standarisasi merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan


secara teliti konsentrasi suatu larutan. Larutan standar kadang-kadang dapat dibuat
dengan menimabang secara teliti sejumlah contoh solut yang digunakan dan
melarutkannya dalam volume larutan yang secara teliti diukur volumenya. Cara
ini biasanya tidak dapat dilakukan, karena relatif sedikit preaksi kimia yang dapat
diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk memenuhi permintaan analis akan
ketelitiannya. Beberapa zat tadi yang memadai dalam hal ini disebut standar
primer. Suatu larutan lebih umum distandarisasikan dengan cara titrasi yang pada
prose situ ia bereaksi dengan sebagian berat dari standar primer (Indry, 2010)
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses
penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah
ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi
dengan menggunakan reaksi asam basa ini dengan reaksi volumentri, yaitu
mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Aprilia, 2012)
Pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan
konsentrasi yang tidak kita inginkan. Untuk mengetahui konsentrasi yang
sebenarnya perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi biasanya dilakukan dengan
titrasi. Zat-zat yang didalam jumlah relatif besar itu disebut pelarut. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit didalam larutan disebut zat terlarut atau solute, sedangkan
zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut
pelarut atau solven (Kelvin, 2010)
Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif
antara zat pelarut dan pelarut. Larutan terbentuk melalui percampuran dua atau
lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur.
Perubahan gaya antarmolekul yang dialami oleh molekul dalam bergerak dari zat
terlarut murni atau pelarut ke keadaan tercampur mempengaruhi baik kemudahan
pembentukan maupun kestabilan larutan (Kuswanto, 2010)
Dua komponen yang penting dalam suatu larutan yaitu pelarut dan zat
yang dialarutkan dalam pelarut tersebut. Zat yang dilarutkan itu disebut zat
pelarut. Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam
air. Larutan yang megandung zat terlarut dalam jumlah yang banyak dinamakan
larutan pekat. Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan dinamakan cairan dengan
cairan, padatan atau gas sebagai zat yang terlarut (Lusiana, 2012)
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


Alat
1. Indikator penolphetalein
2. Erlenmeyer
3. Buret 50 mL
4. Statif dan klem
5. Gelas ukur 25 mL atau 10 mL
6. Corong kaca
Bahan
1. NaOH 0,1 M
2. HCl 0,1 M
3. H2C2O

3.2. Prosedur Kerja


3.3. 1. Standarisasi larutan NaOH 0,1 M
Cuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan bilas
dengan 5 mL larutan NaOH. Putar kran buret untuk mengeluarkan cairan
yang tersisa dalam buret, selanjutnya isi buret dengan 5 mL NaOH untuk
membasahi dinding buret. Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret.
Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai skala tertentu.
Catat kedudukan volum awal NaOH dalam buret.
Proses standarisasi :
1. Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan asam oksalat 0,1 M dan
masukan ke dalam setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam
masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein (PP).
2. Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit
sampai membentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas
Erlenmeyer digoyang.
3. Mencatat volume NaOH terpakai
4. Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
5. Menghitung molaritas (M) NaOH.

3.3.2. Penentuan Konsentrasi HCl

1. Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan


memasukkan ke dalam setiap Erlenmeyer
2. Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indikator
penolphtalein (PP)
3. Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit
sampai membentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas
Erlenmeyer digoyang
4. Mencatat volume NaOH terpakai
5. Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan ke III
6. Menghitung molaritas (M) HCl.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

Standarisasi NaOH dengan larutan Oksalat

Ulangan Rata-rata
No Prosedur
I II III
Volume larutan
1. 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL
asam oksalat 0,1 M
Volume NaOH
2. 5 mL 4,5 mL 5,5 mL 5 mL
terpakai
Molaritas (M)
3. 0,2 M 0,22 M 0,18 M 0,2 M
NaOH

Standarisasi HCl dengan Larutan HCl

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III
1. Volume larutan
10 Ml 10 mL 10 mL 10 mL
HCl
2. Volume NaOH
9 Ml 9,5 mL 10 mL 9,5 mL
terpakai
3. Molaritas (M)
Berdasarkan hasil percobaan diatas 0.2 M
NaOH
4. Molaritas (M)
0,105 M
larutan HCl

BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kita dapat mengetahui cara menstandarisasi NaOH
dengan asam Okasalat dan NaOH dengan HCl
Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat
dilakukan dalam tiga kali ulangan dengan proses :
Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL
dengan menggunakan gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang
sudah diukur dalam gelas ukur sebanyak 10 mL tersebut dituangkan ke dalam
Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes.
Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan dibawah buret dan ditetesi dengan
larutan NaOH yang ada didalam buret setetes demi setetes, erlemeyer sambil di
goyang-goyang hingga larutan asam oksalat yang semula bening berubah
menjadi pink atau ungu. Apabila larutan asam oksalat sudah berubah warna
menjadi pink atau ungu, maka cepat tutup kran pada buret supaya larutan
dalam buret tidak keluar lagi. Langkah selanjutnya menghitung banyaknya
volume NaOH yang terpakai. Pada ulangan I didapatkan volume NaOH
terpakai sebanyak 5 mL, catat pada tabel laporan sementara dibagian Ulangan
I. Kemudian hitung Molaritas NaOH sebagai berikutPembahasan tentang
Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
 Ulangan I
V1 . M1 = V2 . M2
= 10 mL . 0,1 M = 5 mL . M2
=1 = 5 x M2
M2= 1 = 0,2 M
5
 Ulangan II
V1 . M1 = V2 . M2
10 Ml . 0,1 M = 4,5 mL . M2
1 = 4,5 x M NaOH
M2 = 1/4,5 = 0,22 M

 Ulangan III
V1 . M1 = V2 . M2
10 mL . 0,1 M = 5,5 mL . M2
1 = 5,5 mL . M NaOH
M2= 1 = 0,18 M
5,5
Rata-rata volume NaOH terpakai = 5 + 4,5 + 5,5 = 5 mL
3
Rata-rata molaritas NaOH = V1 . M1 = V2 . M2
10. 0,1 = 5 . M2
M2 = 1 = 0,2 M
5
Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang
juga dilakukan dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai
berikut :
Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur
volume asam oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan
HCl dengan menggunakan gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan
ke Erlenmeyer. Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator penolphetalein
sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer tadi
dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil
erlenmeyer digoyang-goyang. Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya
benih hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah
warna menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk
menghindari larutan NaOH menetes kembali, lalu didapatkan volume NaOH
terpakai sebanyak 9 mL. Kemudian mengulangi pada percobaan tadi
sebanyak dua kali hingga didapatkan hasil pada ulangan II volume NaOH
terpakai sebanyak 9,5 mL dan pada ulangan III didapatkan volume NaOH
terpakai sebanyak 10 mL. Kemudian menghitung rata-rata volume NaOH
terpakai yaitu :
= 9 + 9,5 + 10 = 9,5 mL
3

 Pembahasan tentang Standarisasi HCl dengan larutan HCl


Rata-rata : V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 9,5 M2
M2 = 1 = 0,105 M
9,5
Jadi, nilai rata-rata Molaritas (M) larutan HCl ialah 0,105 M

BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan
mencari volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk
menaikkan kadar atau konsentrasi HCL.
Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3
tetes indikator berubah warna dari bening hingga menjadi pink. Volume
NaOH yang digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl
tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah
volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa
dihitung.
Ada dua cara menstandarisasikan larutan yaitu pembuatan langsung
larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian
diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini
disebut larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut
standar primer.
6.2. Saran
Diharapkan kepada praktikan dalam menonton video praktikum
konsentrasi larutan kita harus benar-benar mamperhatikan jumlah dan ukuran
zat terlarut dan pelarut yang akan dipakai untuk membuat larutan tersebut.
Apabila praktikan mencoba untuk membuat larutan sendiri dirumah maka
bacalah buku penuntun dengan cermat dan memperhatikan video tidak ada
kesalahan dalam percobaan.

DAFTAR PUSTAKA
Aprilia. 2012. Jurnal Sintetis Alkohol Dari Limbah Nasi Rumah Makan Melalui
Proses Hidrolisis Dan Fermentasi. Bandung : Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Padjadjaran

Indry, Sumarni .2010. Jurnal Standarisasi Natrium Hidroksida Dan Penggunanya


Untuk Penentuan Konsentrasi Asam Asetat. Banjarmasin :Jurusan Farmasi
Universitas Lambung Mangkurat

Kevin, Bagaskara. 2010. Jurnal Pengenceran Larutan dengan Standarisasi Zat


Pelarut. Makasar : Universitas Hassanudin

Kuswanto, Ari. 2010. Jurnal Penentuan Koefesien Difusi Larutan HCl


Menggunakan Interferometer Michelson Berbasis Borland Delphi 7.0.
Malang: Universitas Negeri Malang

Lusiana. 2012. Diktat Kimia Dasar I. Banjar Baru : Universitas Lambung


Mangkurat

JAWABAN PERTANYAAN
1. Jelaskan dengan singkat fungsi indicator!
2. Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder!
3. Tuliskan syarat-syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi!

JAWABAN

1. Indikator dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan, mengukur suatu


hal, atau menilai perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu, hal ini menjadi salah satu aspek penting dalam penelitian
dan juga dalam penilaian serta evaluasi
2. Larutan standar primer merupakan larutan yang telah diketahui
konsentrasinya (molaritas atau normalitas) secara pasti melalui pembuatan
langsung. ... Larutan standar sekunder (titran) biasanya ditempatkan pada
buret yang kemudian ditambahkan ke dalam larutan zat yang telah
diketahui konsentrasinya secara standar primer)
3. Syarat-syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi.
1. Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan
yang jelas.
2. Reaksi harus cepat dan reversible
3. Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator).

Anda mungkin juga menyukai