OLEH :
NAMA : MUHAMMAD RAFI
NIM : 1903111776
KELAS/KELOMPOK : C/III
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS RIAU
2020
I.TUJUAN PERCOBAAN
II.TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa koordinasi umumnya terdiri atas ion kompleks dan ion lawan (counter
ion) molekul atau ion yang mengelilingi logam dalam ion komplekas dinamakan ligan
interaksi antara atom logam dan ligan-ligan dapat dibayangkan bagaikan reaksi reaksi
asam basa lewis basa lewis adalah basa yang mampu memberikan elektronn
valensinya(Chang,2004)
Titrasi asam basa sebagai penambahan secara hati hati sejumlah larutan basa dengan
kosentrasi yang diketahui ke dalam larutan asam dengan kosentrasi yang tidak
diketahui atau penambahan asam ke dalam basa untuk mencapai titik akhir titik akhir
ditandai dengan perubahan warna indicator atau kenaikan atau penurunan PH tiba tiba
grafik PH versus volume dari larutan titrasi V disebut kurva titrasi(Suminar,2001)
Metode gravimetri dan polarografi memberikan hasil yang cukup teliti tetapi
kurang cepat, sedangkan cara Konduktometri cukup cepat namun Ketelitiannya
kurang. Adapun metode potensiometrik memiliki ketelitian yang relatif
tinggi, dapat dilaksanakan secara cepat dan preparasinya sangat sederhana, biaya yang
diperlukan juga relatif murah Oleh karena Itu, dalam penelitian penentuan uranium ini
digunakan metode potensiometrik(sigit,2015)
Senyawa kompleks dapat disintesis dari ligan dengan ion logam serta melakukan
peran penting dalam berbagai bidang dan sistem biologis. Salah satu ligan yang dapat
digunakan adalah basa Schiff. Kompleks logam transisi-basa Schif memiliki banyak
aplikasi di bidang antitumor, aktivitas katalis dan antikorosi indikator (Osowole et al.,
2008; Kumar et al., 2009) serta sistem yang dapat meniru model enzim
(Montazerozohari et al., 2008). Kemampuan ligan basa Schiff untuk bertindak sebagai
ligan netral pada logam transisi, terutama Ni (II), Cu (II), Co (II), Fe(II) sebagai
akseptor telah banyak dipulikasikan dalam berbagai laporan(zipora,dkk.2020)
Urea adalah senyawa kimia yang dapat terbentuk secara biologis dalam tubuh
makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuhan (Khairi, 2003). Dalam tubuh
manusia pembentukan urea terjadi sebagai produk akhir dari metabolisme protein yang
menghasilkan urea. Senyawa ini digunakan dalam pembentukan asam-asam amino
sebagai unsur-unsur protein yang berguna bagi tubuh. Kadar urea pada tubuh manusia
memiliki batas yang telah ditetapkan yaitu 1,8 – 4,0 mg/L pada darah(debbi,T.2016)
3.1 ALAT
1. Erlemenyer (3 buah)
6. Buret (1 buah)
3.2 BAHAN
2. kristal asam oksalat tadi dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan
aquades dimasukkan sampe tanda batas
3. larutan indicator fenoftalein sebanyak 2 tetes dimasukkan ke dalam
larutan asam oksalat
I. Data Pengamatan
I. PERHITUNGAN
1.1 Standarisasi Larutan NaOH dan HNO3
a. Konsentrasi Asam Oksalat
W = N x V x BE
W
N=
V x BE
1,26 gram
N=
0,1 L x 63 gr/mol
N = 0,2 N
Vb x Nb = Va x Na
4,067 mL x Nb = 10 mL x 0,2 N
2
Nb = N
4,067
Nb = 0,49 N
Vb x Nb = Va x Na
1,567 mL x 0,48 N = 10 mL x Na
0,75
Na = N
10
Na = 0,075 N
b. Mol NaOH = M x L
Mol NaOH = 0,5 mol/L x 0,04 L
Mol NaOH = 0,02 mol
M = 0,4 mol/L
1000
M NiCl2 = n x V
1000
M NiCl2 = 0,001 mol x
200 mL
M NiCl2 = 0,005 mol/L
1) [A-] = 0
10−5 10−14
[A-] = x {0,075 N + – 10-3}
10−3 10−3
[A-] = 10-2 x (0,075 N + 10-11 – 10-3)
[A-] = 10-2 x (0,074)
[A-] = 7,49 x 10-4
2) [A-] = 1
10−5 10−14
[A-] = x {0,075 N + – 10-4}
10−4 10−4
[A-] = 10-1 x (0,075 N + 10-10 – 10-4)
[A-] = 10-1 x (0,0749)
[A-] = 7,49 x 10-3
3) [A-] = 3
10−5 10−14
[A-] = x {0,075 N + – 10-5}
10−5 10−5
[A-] = (0,075 N + 10-9 – 10-5)
[A-] = (0,0749)
[A-] = 7,49 x 10-2
4) [A-] = 5
10−5 10−14
[A-] = x {0,075 N + – 10-6}
10−6 10−6
[A-] = 10 x (0,075 N + 10-8 – 10-6)
[A-] = 10 x (0,0749)
[A-] = 7,49 x 10-1
5) [A-] = 8
10−5 10−14
[A-] = x {0,075 N + – 10-7}
10−7 10−7
[A-] = 102 x (0,075 N + 10-7 – 10-7)
[A-] = 102 x (0,075)
[A-] = 7,5
6) [A-] = 10
10−5 10−14
[A-] = x {0,075 N + – 10-8}
10−8 10−8
[A-] = 103 x (0,075 N + 10-6 – 10-8)
[A-] = 103 x (0,075)
[A-] = 75
1) n = 0
10−5 10−14
n = 0,4 mol L-1 – {1 + −3
} x {0,075 N + } – 10-3} / 0,005 mol L-1
10 10−3
n = 0,4 mol L-1 – {1 + 10-2} x {0,074} / 0,005 mol L-1
n = 65,052
2) n = 1
10−5 10−14
n = 0,4 mol L-1 – {1 + −4
} x {0,075 N + } – 10-4} / 0,005 mol L-1
10 10−4
n = 0,4 mol L-1 – {1 + 10-1} x {0,0749} / 0,005 mol L-1
n = 63,52
3) n = 3
10−5 10−14
n = 0,4 mol L-1 – {1 + −5
} x {0,075 N + } – 10-5} / 0,005 mol L-1
10 10−5
n = 0,4 mol L-1 – {1 + 1} x {0,0749} / 0,005 mol L-1
n = 50
4) n = 5
10−5 10−14
n = 0,4 mol L-1 – {1 + −6
} x {0,075 N + } – 10-6} / 0,005 mol L-1
10 10−6
n = 0,4 mol L-1 – {1 + 101} x {0,0749} / 0,005 mol L-1
n = -84,99
|n| = 84,99
5) n = 8
10−5 10−14
n = 0,4 mol L-1 – {1 + −7
} x {0,075 N + } – 10-7} / 0,005 mol L-1
10 10−7
n = 0,4 mol L-1 – {1 + 102} x {0,075} / 0,005 mol L-1
n = -1.435
|n| = 1.435
6) n = 10
10−5 10−14
n = 0,4 mol L-1 – {1 + −8
} x {0,075 N + } – 10-8} / 0,005 mol L-1
10 10−8
n = 0,4 mol L-1 – {1 + 103} x {0,075} / 0,005 mol L-1
n = -14.935,19
|n| = 14.935,19
a. Nilai x
(2 − 65,052)(7,49 x 10−4 ) −0,047
X0 = = = 0,0007373
1 − 65,052 −64,052
(2 − 1.435)(7,5) −10.747,5
X8 = = = 7,4947
1 − 1.435 −1.434
(2 − 14.935,19)(75) −1.119.989,25
X10 = = = 74,9949
1 − 14.935,19 −14.934,19
b. Nilai y
65,052 65,052
Y0 = = = -1.355,95
(1 − 65,052)(7,49 x 10−4 ) (−0,04797)
63,52 63,52
Y1 = = = -136,2359
(1 − 63,52)(7,49 x 10−3 ) (−0,46625)
50 50
Y3 = = = -13,6236
(1 − 50)(7,49 x 10−2 ) (−3,6701)
84,99 84,99
Y5 = = = -1,351
(1 − 84,99)(7,49 x 10−1 ) (−62,90851)
1.435 1.435
Y8 = = = -0,1334
(1 − 1.435)(7,5) (−10.755)
14.935,19 14.935,19
Y10 = = = -0,013334
(1 − 14.935,19)(75) (−1.120.064,25)
(3−n)[A−] {n−(1−n)𝛽1[𝐴− ]
vs (2−n)[𝐴− ]2
2−n
(x) (y)
a. Nilai x
(3 − 65,052)(7,49 x 10−4 ) −0,046
X0 = = = 0,0007371
2 − 65,052 −63,052
(3 − 1.435)(7,5) −10.740
X8 = = = 7,4947
2 − 1.435 −1.433
(3 − 14.935,19)(75) −1.119.914,25
X10 = = = 74,9949
2 − 14.935,19 −14.933,19
b. Nilai y
65,052 − (1− 65,052)(−315,4)(7,49 x 10−4 ) 49,9207
Y0 = = = -1.411.385,35
(2 − 65,052)(7,49 x 10−4 ) 2 (−3,537 x 10−5 )
VII.REAKSI KIMIA
Ni(NH2CH2COO)(OH2)4+(aq) + NH2CH2COO-(aq) →
Ni(NH2CH2COO)2(OH2)4 + H2O(l)
Ni(NH2CH2COO)2(OH2)2(aq) + NH2CH2COO-(aq) →
Ni(NH2CH2COO)3(OH2)3-(aq) + H2O(l)
VIII TUGAS DAN PERTANYAAN
IX PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan standarisasi larutan NaOH dan HNO3 serta
menentukan konstanta stabilitas kompleks nikel glisinat. Metode yang digunakan dalam
percobaan ini yaitu metode analisa akurasi dan presisi yaitu dimana akurasi merupakan
ketepatan data yang kita dapatkan dan presisi merupakan suatu metode analisis untuk
menunjukkan kedekatan dari suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang
homogen.
Pada percobaan ini dilakukan dengan dua tahapan. Yang pertama diawali dengan
menstandarisasi larutan NaOH dan HNO3. Standarisasi larutan NaOH dilakukan
dengan mengencerkan natrium oksalat sebanyak 1,26 gram dengan akuades dalam labu
takar 100 mL, yang akan digunakan sebagai titrat yang merupakan larutan baku primer.
Kemudian ditambahkan 2 tetes indikator PP kedalam larutan yang berfungsi untuk
menentukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah
muda. Setelah itu di titrasi dengan NaOH yang merupakan larutan baku sekunder, yang
dijadikan sebagai titran dan yang akan ditentukan molaritasnya. Titrasi dilakukan
sebanyak 3 kali, supaya hasil yang didapatkan lebih akurat dengan mempertimbangkan
kira-kira dimana titik akhir akan terjadi. Kemudian dilakukan dengan cara yang serupa
untuk standarisasi larutan HNO3.
Yang kedua yaitu menentukan konstanta stabilitas kompleks Nikel Glisinat. Pada
percobaan ini ditentukan konstanta stabilitas kompleks Nikel Glisinat, digunakan
glisinat karena bias terbentuk 3 kompleks sehingga bias dibandingkan kestabilannya.
Ion glisinat (NH2CH2COO-) merupakan ligan bidentat yang dapat membentuk
senyawa kompleks dengan beberapa logam seperti nikel, kobalt, tembaga dan seng.
Dalam senyawa kompleks tersebut terjadi ikatan koordinasi antara logam Ni dengan
atom N pada NH2 dan atom O, dengan atom N dan O berfungsi sebagai donor pasangan
elektron.
X KESIMPULAN
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi ke-3. Erlangga:Jakarta.
https://www.youtube.com/watch?v=THqnlOoK4hs&feature=youtu.be
REFERENSI
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi ke-3. Erlangga:Jakarta