Teori medan kristal adalah satu teori yang paling bermanfaat untuk menjelaskan
struktur elekktronik kompleks.
Kompleks oktahedral berbilangan koordinasi enam
Lima orbital d dalam kation logam transisi terdegenerasi dan memiliki energi yang
sama.
Medan listrik negatif yang sferik di sekitar kation logam akan menghasilkan tingkat
energi total yang lebih rendah dari tingkat energi kation bebas sebab ada interaksi
elektrostatik. Interaksi repulsif antara elektron dalam orbital logam dan medan listrik
mendestabilkan sistem dan sedikit banyak mengkompensasi stabilisasinya (Gambar
6.4).
Gambar 6.5 Posisi ligan dalam koordinat Catesius dengan atom logam di pusat
koordinat.
Kini ion tidak berada dalam medan negatif yang uniform, tetapi dalam medan yang
dihasilkan oleh enam ligan yang terkoordinasi secara oktahedral pada atom logam.
Medan negatif dari ligan disebut dengan medan ligan. Muatan negatif, dalam kasus
ligannya anionik, atau ujung negatif (pasangan elektron bebas) dalam kasus ligan
netral, memberikan gaya tolakan pada orbital d logam yang anisotropik bergantung
pada arah orbital. Positisi kation logam dianggap pusat koordinat Cartesius (Gambar
6.5). Maka, orbital dx2-y2 dan dz2 berada searah dengan sumbu dan orbital dxy,
dyz, dan dxz berada di antara sumbu. Bila ligand ditempatkan di sumbu, interaksi
repulsifnya lebih besar untuk orbital eg (dx2-y2, dz2) daripada untuk orbital t2g (dxy,
dyz, dxz), dan orbital eg didestabilkan dan orbital t2g distabilkan dengan penstabilan
yang sama. Dalam diskusi berikut ini, hanya perbedaan energi antara orbital t2g dan
eg sangat penting dan energi rata-rata orbital-orbital ini dianggap sebagai skala nol.
Bila perbedaan energi dua orbital eg dan tiga orbital t2g dianggap Δo,
tingkat energi eg adalah +3/5Δo dan tingkat energi orbital t2g adalah -2/5Δo
(Gambar 6.6). (Δo
biasanya juga diungkapkan dengan 10 Dq. Dalam hal ini energi eg menjadi 6 Dq dan
energi t2g -4 Dq).
Gambar 6.6 Pembelahan medan ligan dalam medan oktahedral dan tetrahedral.
Ion logam transisi memiliki 0 sampai 10 elektron d dan bila orbital d yang terbelah
diisi dari tingkat energi rendah, konfigurasi elektron t2g xeg y yang berkaitan dengan
masing-masing ion didapatkan. Bila tingkat energi nol ditentukan sebagai tingkat
energi rata-rata, energi konfigurasi elektron relatif terhadap energi nol adalah LFSE
= (-0.4x+0.6y)Δ0
Nilai ini disebut energi penstabilan medan ligan (ligand field stabilization energy =
LFSE). Konfigurasi elektron dengan nilai LFSE lebih kecil (dengan memperhitungkan
tanda minusnya) lebih stabil. LFSE adalah parameter penting untuk menjelaskan
kompleks logam transisi. Syarat lain selain tingkat energi yang diperlukan untuk
menjelaskan pengisian elektron dalam orbital t2g dan eg adalah energi
pemasangan. Bila elektron dapat menempati orbital dengan spin antiparalel, namun
akan ada tolakan elektrostatik antar elektron dalam orbital yang sama. Tolakan ini
disebut energi pemasangan (pairing energy = P).
Bila jumlah elektron d kurang dari tiga, energi pemasangan diminimasi dengan
menempatkan
elektron dalam orbital t2g dengan spin paralel. Dengan demikian konfigurasi elektron
yang
dihasilkan adalah t2g1, t2g2, atau t2g3.
Dua kemungkinan yang mungkin muncul bila ada elektron ke-empat. Orbital yang
energinya
lebih rendah t2g lebih disukai tetapi pengisian orbital ini akan memerlukan energi
pemasangan, P.Energi totalnya menjadi
-0.4Δo × 4 + p = -1.6Δo + P
Bila elektron mengisi orbital yang energinya lebih tinggi eg, energi totalnya menjadi
-0.4Δo × 3 + 0.6Δo = -0.6Δo
Konfigurasi elektron yang akan dipilih bergantung pada mana dari keduanya yang
nilainya lebih besar. Oleh karena itu bila Δo > P, t2g 4 lebih disukai dan konfigurasi
ini disebut medan kuat atau konfigurasi elektron spin rendah. bila Δo < P, t2g3
eg1 lebih disukai dan konfigurasi ini disebut medan lemah atau konfigurasi
elektron spin tinggi. Pilihan yang sama akan terjadi untuk kompleks oktahedral d5,
d6, dan d7 dan dalam medan kuat akan didapat t2g5, t2g6, t2g6 eg1 sementara
dalam medan lemah akan lebih stabil bila konfigurasinya t2g
3 eg2 , t2g4 eg2 , t2g5eg2. Parameter pemisahanmedan ligan Δo ditentukan oleh
ligan dan logam, sementara energi pemasangan, P, hampirkonstan dan
menunjukkan sedikit ketergantungan pada identitas logam.
2. Sifat kemagnetan
Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh
medan magnet
Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan
magnet
Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet.
µ = √[n(n+2)] BM
sp → linier
sp3 → tetrahedral
sp3d2 → oktahedral
Contoh :
Enam orbital kosong yaitu 4s, 4px, 4py, 4pz, 4dx2-y2, dan 4dz2 mengalami
hibridisasi sp3d2 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing
menerima pasangan elektron bebas dari F-
Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d), maka disebut komplek
orbital luar.
hibridisasi sp3d2
Karena [Co(NH3)6]3+ diamagnetik, maka semua elektron (pada sub kulit 3d)
berpasangan, sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d yaitu orbital 3dx2-y2
dan 3dz2.
Enam orbital kosong yaitu 3dx2-y2, 3dz2, 4s, 4px, 4py, 4pz, mengalami hibridisasi
d2sp3 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima
pasangan elektron bebas dari NH3.
Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d), maka disebut komplek
orbital dalam.
hibridisasi d2sp3
ü Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang terdapat pada sumbu atom,
yaitu dx2-y2 dan dz2 disebut orbital eg ; dan orbital yang berada di antara sumbu
atom, yaitu dxy, dxz dan dyz disebut orbital t2g.
ü Orbital eg karena jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh
ligan) dibanding orbital t2g, sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d
menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang
lebih tinggi dibanding t2g).
ü Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut ∆o (10 Dq), yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka ∆o
besar, sedang jika medan ligan lemah ∆o kecil.
ü Jika ∆o besar, maka orbital eg tidak terisi elektron sebelum orbital t2g terisi penuh,
keadaan ini disebut spin rendah.
ü Jika ∆o kecil, maka tingkat energi eg dan t2g dianggap sama elektron tidak
berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron, keadaan ini disebut
spin tinggi.
Contoh :
[CoF6]3- → eksperimen : oktahedral, paramagnetik
F- merupakan ligan lemah (∆o kecil), maka 6 elektron tidak berpasangan sebelum
masing-masing orbital terisi satu elektron. Dengan demikian dapat dijelaskan
mengapa [CoF6]3- bersifat paramagnetik.
[Co(NH3)6]3+ → Eksperimen : oktahedral, diamagnetik
NH3 merupakan ligan kuat (∆o besar), maka keenam elektron memenuhi orbital t2g
(semuanya berpasangan). Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa
[Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik.
Deret spektrokimia :
CO, CN- > phen > NO2- > en > NH3 > NCS- > H2O > F- > RCOO- > OH- > Cl- > Br-
> I-
Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan)
dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan
orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat
energi yang lebih tinggi dibanding t2g).
Kompleks Tetragonal
Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim dari kompleks
oktahedral, dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik semakin jauh dari ion
pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2, dxz dan dyz
tingkat energinya semakin turun, sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur
x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya semakin naik.
Kompleks tetrahedral
Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik sudut tetrahedral yang
berada di antara sumbu atom. Akibatnya Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami
tolakan yang lebih lemah (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz),
sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda
tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibanding t2g).
Pola pembelahan orbital d pada keempat struktur kompleks tersebut disajikan pada
Gambar berikut :
Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu penembahan dan pengurangan
orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic Orbital, LCAO).
2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan orbital molekul, yaitu 1
orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah dan 1 orbital anti ikatan yang
tingkat energinya lebih tinggi.
Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang antara dua inti atom yang
berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom tersebut, sedang untuk orbital anti
ikatan, awan elektron terdapat di sebelah kanan dan kiri molekul yang terbentuk
sehingga hanya ditarik oleh salah satu atom.
Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang orbital anti ikatan
menentang terjadinya ikatan.
Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu antar inti dihasilkan
ikatan σ, sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan π.
Kombinasi linier antara 2 orbital s dan antara 2 orbital p disajikan pada diagram
berikut:
Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi jumlah pasangan elektron
pada orbital anti ikatan disebut orde ikatan.
Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0. Unsur-unsur gas mulia tidak
stabil sebagai molekul diatomik karena orde ikatannya 0.
Perbedaan tingkat energi antara orbital anti ikatan dengan orbital ikatan tergantung
pada seberapa banyak overlapping orbital terjadi.
Diagram orbital molekul untuk H2 dab He2+ disajikan pada gambar berikut:
Untuk ikatan antara atom yang berbeda (heteronuklir), unsur yang lebih
elektronegatif memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Besarnya perbedaan tingkat
energi antara kedua atom sebanding dengan karakter ionik ikatan yang tebentuk,
sedang besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital
molekul sebanding dengan karakter kovalennya. Besarnya perbedaan tingkat energi
antara orbital atom dengan orbital molekul juga mencerminkan sebarapa besar
overlapping yang terjadi antara kedua atom.
Diagram tingkat energi orbital molekul pada [CoF6]3- dan [Co(NH3)6]3+ disajikan
pada gambar berikut. Orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami overlapping
dengan ligan (membentuk orbital ikatan dan anti ikatan) karena posisinya dekat
dengan ligan, sedang orbital-orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) tidak mengalami
overlapping (orbital tan-ikatan) karena posisinya yang jauh dari ligan. Overlapping
antara orbital 4s dengan ligan lebih sempurna sehingga tingkat energi σs paling
rendah kemudian diikuti σp dan σd.
Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital σd* dengan orbital t2g disebut ∆o.
Jika ∆o kecil (misal pada [CoF6]3-) maka pengisian elektron mengikuti aturan Hund,
tetapi jika ∆o besar (misal pada [Co(NH3)6]3+) maka orbital t2g harus terisi penuh
terlebih dulu sebelum pengisian orbital σd*. Berbeda dengan teori medan kristal
yang menyatakan bahwa splitting orbital d disebabkan oleh interaksi ionik antara
orbital d dengan ligan, dalam teori orbital molekul splitting disebabkan oleh interaksi
kovalen (overlapping) antara orbital eg dengan ligan. Semakin sempurna
overlapping tersebut tingkat energi orbital σd* semakin besar yang berarti juga se
makin besarnya ∆o.
Geometri molekul oktahedral
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kelompok titik Oh
Bilangan sterik 6
Bilangan koordinasi 6
μ (Polaritas) 0
Struktur belerang heksafluorida, contoh molekul dengan geometri koordinasi oktahedral.
Dalam kimia, geometri molekul oktahedral menggambarkan bentuk senyawa dengan enam
atom atau kelompok atom atau ligan yang tersusun secara simetris di sekitar atom pusat, yang
menentukan simpul simpul oktahedron. Oktahedron memiliki delapan muka, maka
diberi awalan oktayang berarti delapan. Oktahedron adalah salah satu padatan Platonis,
walaupun molekul oktahedral biasanya memiliki atom di pusatnya dan tidak ada ikatan antara
atom-atom ligan. Suatu oktahedron sempurna termasuk dalam kelompok titik Oh. Contoh
senyawa oktahedral adalah belerang heksafluorida SF6 dan molibdenum
heksakarbonil Mo(CO)6. Istilah "oktahedral" digunakan agak longgar oleh kimiawan, dengan
fokus pada geometri ikatan ke atom pusat dan tidak mempertimbangkan perbedaan di antara
ligan sendiri. Misalnya, [Co(NH3)6]3+, yang tidak oktahedral dalam pengertian matematis karena
orientasi ikatan N-H, tetap disebut sebagai oktahedral.[1]
Konsep geometri koordinasi oktahedral dikembangkan oleh Alfred Werner untuk menjelaskan
stoikiometri dan isomerisme pada senyawa koordinasi. Pandangannya memungkinkan kimiawan
untuk merasionalisasi jumlah isomer dalam senyawa koordinasi. Kompleks logam transisi
oktahedral yang mengandung amina dan anion sederhana sering disebut sebagai kompleks tipe
Werner.
Bila dua atau lebih jenis ligan (La, Lb, ...) berikatan koordinasi ke pusat logam oktahedral (M),
maka kompleksnya dapat berbentuk sebagai isomer. Sistem penamaan isomer ini bergantung
pada jumlah dan susunan ligan yang berbeda.
cis dan trans[sunting | sunting sumber]
Terdapat dua isomer untuk MLa4Lb2. Isomer MLa4Lb2 ini berorientasi cis, jika ligan Lb saling
berdekatan, dan trans, jika gugus Lb berada 180° satu sama lain. Analisis kompleks semacam ini
membawa Alfred Werner memenangkan Anugerah Nobel pada tahun 1913 dengan postulat
kompleks oktahedralnya.
cis-[CoCl2(NH3)4]+
trans-[CoCl2(NH3)4]+
fac-[CoCl3(NH3)3]
mer-[CoCl3(NH3)3]
Kekhiralan
Senyawa kompleks yang lebih rumit, dengan beberapa ligan yang berbeda-beda atau dengan
ligan bidentat dapat membentuk khiral, dengan pasangan isomer yang tidak dapat ditumpangkan
di atas masing-masing bayangan cermin atau enensiomernya.
Δ-[Fe(ox)3]3−
Λ-[Fe(ox)3]3−
Δ-cis-[CoCl2(en)2]+
Λ-cis-[CoCl2(en)2]+
Lain-lain[sunting | sunting sumber]
Terdapat total enam isomer yang mungkin untuk MLa2Lb2Lc2.[2]
1. Satu isomer di mana seluruh tiga pasang ligan yang identik berada pada posisi trans
2. Tiga isomer berbeda di mana sepasang ligan identik (La atau Lb atau Lc) berada pada
posisi trans, sementara dua lainnya cis.
3. Dua ismoer khiral enansiomer di mana seluruh tiga pasang ligan yang identik pada
posisi cis.
Jumlah probabilitas isomer dapat mencapai 30 untuk kompleks oktahedral dengan 6 ligan yang
berbeda (sebaliknya, hanya dua stereoisomer yang mungkin untuk kompleks tetrahedral dengan
empat ligan yang berbeda). Tabel berikut menyajikan seluruh kemungkinan kombinasi untuk
ligan monodentat:
ML6 1 0
MLa5Lb 1 0
MLa4Lb2 2 0
MLa4LbLc 2 0
MLa3Lb3 2 0
MLa3Lb2Lc 3 0
MLa3LbLcLd 5 1
MLa2Lb2Lc2 6 1
MLa2Lb2LcLd 8 2
MLa2LbLcLdLe 15 6
MLaLbLcLdLeLf 30 15
Jadi, semua 15 diastereomer MLaLbLcLdLeLf adalah khiral, sementara untuk MLa2LbLcLdLe, enam
diastereomer khiral dan tiga tidak (dengan La adalah trans). Dapat dilihat bahwa koordinasi
oktahedral memungkinkan kompleksitas yang jauh lebih besar daripada tetrahedron yang
mendominasi kimia organik. MLaLbLcLd tetrahedron berada sebagai pasangan enansiomer
tunggal. Agar menghasilkan dua diastereomer dalam senyawa organik, dibutuhkan sekurang-
kurangnya dua pusat karbon.
Model bola dan tongkat zirkonium tetraklorida, suatu polimer anorganik berbasis oktahedra berbagi
tepi.
Model bola dan tongkat molibdenum(III) bromida, suatu polimer anorganik berbasis oktahedra
berbagi muka.
Tampilan agak di bawah rantai titanium(III) iodidayang menyoroti ligan berbentuk bulan sabit di
sekitar oktahedra berbagi muka.
Untuk ion bebas, misalnya gas Ni2+ atau Mo0, energi orbital-d adalah sama, yaitu mereka
"merosot". Dalam kompleks oktahedral, kemerosotan ini terangkat. Energi dz2 dan dx2−y2, yang
disebut perangkat eg, yang menyasar langung pada ligan menjadi tidak stabil. Sebaliknya, energi
orbital dxz, dxy, dan dyz, yang disebut perangkat t2g, terstabilkan. Label t2g and eg merujuk
pada perwakilan taktereduksi (irreducible representation), yang menjelaskan sifat simetri orbital
ini. Perbedaan energi yang memisahkan kedua himpunan ini adalah dasar dari teori medan
kristal dan teori medan ligan. Hilangnya degenerasi pada pembentukan kompleks oktahedral dari
ion bebas disebut pembelahan medan kristal atau pembelahan medan ligan. Perbedaan energi,
yang diberi label Δo, bervariasi sesuai dengan jumlah dan sifat ligan. Jika simetri kompleks lebih
rendah daripada oktahedral, tingkat eg dan t2g dapat terbelah lebih lanjut. Sebagai contoh, eg dan
t2gdan misalnya mengalami pembelahan lanjutan pada trans-MLa4Lb2.
Kekuatan ligan mengikuti urutan donor elektron sebagai berikut:
lemah: iodium < brom < fluor < asetat < oksalat < air < piridin < sianida :kuat
Jadi, ligan medan lemah memberikan kenaikan Δo yang kecil dan menyerap cahaya
pada panjang gelombang yang lebih panjang.
Br, I), Ni(CO)4, dsb. adalah contoh-contoh komplkes berbilangan oksidasi 4 (Gambar 6.5). Bila suatu
logam ditempatkan di titik nol sumbu Cartesian, seperti dalam kompleks oktahedral, orbital e(dx2-y2, dz2)
terletak jauh dari ligan dan orbital t2 (dxy, dyz, dxz) lebih dekat ke ligan. Akibatnya, tolakan elektronik lebih
besar untuk orbital t2, yang didestabilkan relatif terhadap orbital e. Medan ligan yang dihasilkan oleh
empat ligan membelah orbital d yang terdegenerasi menjadi dua set orbital yang terdegenarsi rangkap
dua eg dan yang terdegenarsi rangkap tiga tg (Fig. 6.6). Set t2 memiliki energi +2/5 ∆t dan set e memiliki
enegi -3/5 ∆t dengan pembelahan ligan dinyatakan sebagai ∆t. Karena jumlah ligannya hanya 4/6 = 2/3
dibandingkan jumlah ligan dalam kompleks oktahedral, dan tumpangtindih ligannya menjadi lebih kecil
maka pembelahan ligan ∆t sekitar separuh ∆o. Akibatnya, hanya konfigurasi elektron spin tinggi yang
dikenal dalam kompleks tetrahedral. Energi pembelahan ligan dihitung dengan metoda di atas sebagaimana
diperlihatkan dalam Tabel 6.2.
Efek Jahn-Teller
Bila orbital molekul poliatomik nonlinear terdegenerasi, degenerasinya akan dihilangkan dengan
mendistorsikan molekulnya membentuk simetri yang lebih rendah dan akhirnya energinya lebih rendah.
Inilah yang dikenal dengan efek Jahn-Teller dan contoh khasnya adalah distorsi tetragonal dari kompleks
oktahedral kompleks Cu2+ heksakoordinat.
Ion Cu2+ memiliki konfigurasi d9 dan orbital eg dalam struktur oktahedral diisi oleh tiga elektron. Bila
orbital eg membelah dan dua elektron menempati orbital yang lebih rendah dan satu elektron di orbital
yang lebih atas, sistemnya akan mendapatkan energi sebesar separuh perbedaan energi, δ, dari pembelahan
orbital. Oleh karena itu distorsi tetragonal dalam sumbu z disukai.
Pengukuran harga iod
Bilangan iodium dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100 gram minyak atau
lemak. Penentuan Bilangan iodium dapat dilakukan dengan cara Hanus atau cara Kaufmaun dan cara
Von Hubl atau cara Wijs (Sudarmadji dkk, 1997). Pada cara Hanus, larutan iod standarnya dibuat
dalam asam asetat pekat (glasial) yang berisi bukan saja iod tetapi juga iodium bromida. Adanya
iodium bromida dapat mempercepat reaksi. Sedang cara Wijs menggunakan larutan iod dalam asam
asetat pekat, tetapi mengandung iodium klorida sebagai pemicu reaksi (Winarno, 1997).
V2− V1 x N x 12,69
Bilangan Iod =
W
Keterangan :
V1 adalah volume titrasi contoh uji, dinyatakan dalam mililiter.
V2 adalah volume titrasi blangko, dinyatakan dalam mililiter.
N adalah normalitas Na2S2O3.
W adalah berat contoh uji, dinyatakan dalam gram.
12,69 adalah bobot setara dari bilangan iod.
126,9 adalah berat atom bilangan iod.