Anda di halaman 1dari 10

Cyntia Melawati (3315092260) Pendidikan Kimia Reguler 2009 Tugas Kimia Anorganik II

SENYAWA KOORDINASI
Senyawa Koordinasi atau umumnya disebut senyawa kompleks adalah

senyawa yang mengandung logam pusat dan ligan dimana keduanya terikat secara kovalen koordinasi. Senyawa komplek dapat berupa senyawa ionik maupun netral. Logam pusat umumnya merupakan logam transisi sedangkan ligan dapat berupa kation (NH4+), anion (Cl-, C2O4 2-, molekul kecil (H2O, NH3) atau makro molekul (protein). Ligan adalah molekul atau ion yang terikat pada kation logam transisi. Interaksi antara kation logam transisi dengan ligan merupakan reaksi asam-basa Lewis. Beberapa contoh molekul yang dapat berperan sebagai ligan adalah H2O, NH3, CO, dan ion Cl-. Bilangan transisi. koordinasi adalah jumlah ligan yang terikat ion pada kation logam Sebagai contoh, bilangan koordinasi Ag+ pada [Ag(NH3)2]+ adalah

dua, bilangan koordinasi Cu2+ pada ion [Cu(NH3)4]2+ adalah empat, dan bilangan koordinasi Fe3+ pada ion [Fe(CN)6]3- adalah enam. Bilangan koordinasi yang sering dijumpai adalah 4 dan 6. Berdasarkan jumlah atom donor yang memiliki pasangan elektron bebas (PEB) pada ligan, ligan dapat dibedakan menjadi monodentat, bidentat, dan polidentat. H2O dan NH3 merupakan ligan Etilendiamin monodentat (mendonorkan sering satu pasang dengan elektron). istilah en) Sedangkan (H2N-CH2-CH2-NH2, disebut

merupakan contohligan bidentat (mendonorkan dua pasang elektron). Ligan bidentat dan polidentat sering disebut sebagai agen chelat (mampu mencengkram kation logam transisi dengan kuat). Muatan ion kompleks adalah penjumlahan dari muatan kation logam transisi dengan ligan yang mengelilinginya. Sebagai contoh, pada ion [PtCl6]2-, bilangan oksidasi masing-masing ligan (ion Cl-) adalah -1. Dengan demikian, bilangan oksidasi Pt (kation logam transisi) adalah +4. Contoh lain, pada ion [Cu(NH3)4]2+, bilangan oksidasi masing-masing ligan (molekul NH3) adalah 0 (nol). Dengan demikian, bilangan oksidasi Cu (kation logam transisi) adalah +2.

A. Ikatan dalam senyawa koordinasi Teori mengenai ikatan dalam senyawa kompleks mulai berkembang hingga sampai saat ini ada 3 teori yang cukup menonjol. yaitu: 1. Teori Ikatan Valensi (Valence Bond Theory) Ikatan antara ion pusat dengan ligan merupakan ikatan kovelen Pasangan elektron bebas yang disumbangkan oleh ligan. Logam pusat koordinasi menyediakan orbital-orbital kosong yang telah mengalami hibridisasi untuk ditempati oleh PEB dari ligan. bentuk geometris senyawa kompleks yang terbentuk ditentukan oleh Geometris Trigonal planar Tetrahedral Oktahedral Bujur sangkar/ Contoh [HgI3][Zn(NH3)4]2+ [Fe(CN)6]3segi empat hibridisasi yang terjadi pada ion pusatnya. Hibridisasi sp2 sp3 ad2sp3 dsp2

[Ni(CN)4]2planar dsp3 Bipiramida trigonal [Fe(CO)5]2+ sp3d2 Oktahedral [FeF6]3Pembentukan ikatan dari senyawa koordinasi melibatkan beberapa tahapan, antara lain, promosi elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas. Contoh: [Fe(CN)6]3- , memiliki bentuk geometris oktahedral Fe26 Fe3+ : [Ar] 3d6 4s2 : [Ar] 3d5 4s0 : [ Ar] 3d5 4s1 4p0

Dua buah elektron pada orbital d yang semula tidak berpasangan dipasangkan dengan elektron lain yang ada pada orbital d tersebut, sehingga 2 orbital d yang

semula ditempati oleh kedua elektron tersebut kosong dan dapat digunakan untuk membentuk orbital hibridal d2sp3 Fe3+ : [Ar]
hibridisasi d2sp3

Karena orbital d yang digunakan dalam hibridisasi ini berasal dari orbital d yang berada disebelah dalam orbital s dan p, maka kompleks dengan orbital hibrida semacam ini disebut sebagai kompleks orbital dalam (inner orbital complex) [Fe(CN)6]3: [Ar] 3d6 d2sp3

Orbital hibrida d2sp3 yang terbentuk diisi oleh pasangan elektron bebas dari ligan CN-. Dalam kompleks terdapat satu elektron yang tidak berpasangan, sehingga kompleks bersifat paramagnetik. 2. Teori Medan Kristal Dalam Teori Medan Kristal (TMK), interaksi yang terjadi antara logam dengan ligan adalah murni interaksi elektrostatik. Logam yang menjadi pusat dari kompleks dianggap sebagai suatu ion positif yang muatannya sama dengan tingkat oksidasi dari logam tersebut. Logam pusat ini dikelilingi oleh ligan-ligan bermuatan negatif atau ligan netral yang memiliki pasangan elektron bebas (PEB). Jika ligan merupakan suatau spesi netral/tidak bermuatan, maka sisi dipol negatif dari ligan terarah pada logam pusat. Medan listrik pada logam akan saling mempengaruhi dengan medan listrik ligan. Dalam Teori Medan Kristal, berlaku beberapa anggapan berikut : a. ligan dianggap sebagai suatu titik muatan b. tidak ada interaksi antara orbital logam dengan orbital ligan c. orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki energi yang sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks, maka akan terjadi pemecahan tingkat energi orbital d tersebut akibat adanya tolakan dari elektron pada ligan, pemecahan tingkat energi orbital d ini tergantung orientasi arah orbital logam dengan arah datangnya ligan Pengaruh ligan terhadap tingkat energi orbital d

Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang terdapat pada sumbu atom, yaitu dx2-y2 dan dz2 disebut orbital eg ; dan orbital yang berada di antara sumbu atom, yaitu dxy, dxz dan dyz disebut orbital t2g. Dalam struktur oktahedral, 6 ligan menempati titik-titik sudut bangun oktahedral yang terdapat pada sumbu atom. Secara keseluruhan 5 orbital pada subkulit d mengalami tolakan oleh ligan-ligan sehingga tingkat energinya naik. Orbital eg karena jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g, sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g). Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut o (10 Dq), yang besar kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka o besar, sedang jika medan ligan lemah o kecil. Jika o besar, maka orbital eg tidak terisi elektron sebelum orbital t2g terisi penuh, keadaan ini disebut spin rendah. Jika o kecil, maka tingkat energi eg dan t2g dianggap sama elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron, keadaan ini disebut spin tinggi.

3. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan pembentukan ikatan kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan dalam kompleks terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital molekul merupakan orbital yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom yang dimiliki logam dengan orbital atom yang dimiliki oleh ligan. Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan menghasilkan orbital bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital anti ikatan). yaitu: Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu penembahan dan pengurangan orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic Orbital, LCAO). 2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan orbital molekul, yaitu 1 orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah dan 1 orbital anti ikatan yang tingkat energinya lebih tinggi. Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang antara dua inti atom yang berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom tersebut, sedang untuk Dalam Teori Orbital Molekul terdapat beberapa hal penting,

orbital anti ikatan, awan elektron terdapat di sebelah kanan dan kiri molekul yang terbentuk sehingga hanya ditarik oleh salah satu atom. Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang orbital anti ikatan menentang terjadinya ikatan. Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu antar inti dihasilkan ikatan , sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan . Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi jumlah pasangan elektron pada orbital anti ikatan disebut orde ikatan. Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0. Unsur-unsur gas mulia tidak stabil sebagai molekul diatomik karena orde ikatannya 0. B. TATA NAMA SENYAWA KOORDINASI 1. Tatanama Ligan a. Tatanama Ligan netral Tatanama ligan netral adalah seperti nama senyawanya kecuali untuk beberapa ligan seperti yang tertera pada Tabel. Ligan MeCN En Py AsPh3 H2O NH3 H2S CO NO Nama senyawa Nama ligan Asetonitril Asetonitril Etilenadiamina atau 1,2-Etilenadiamina diaminoetana Piridina trifenillarsina Perkecualian Air Amonia Hidrogen sulfida Karbon monooksida Nitrogen monooksida Piridina trifenillarsina Aqua Amina atau azana Sulfan Karbonil Nitrosil

b. Tatanama Ligan bermuatan negatif Ligan negatif dapat berupa: Ion sisa asam. Ion sisa asam namanya dapat berakhiran da, -it atau at, Ion bukan sisa asam. Ion bukan sisa asam namanya biasanya berakhiran misalnya klorida (Cl), nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). da, misalnya nitrida (N3) dan ozonida.

Jika berlaku sebagai ligan baik ion sisa asam maupun ion bukan sisa asam yang berakhiran da, diganti dengan akhiran do, kecuali untuk beberapa ligan yang tertera pada Tabel. Rumus kimia NH2 NH2 N3 S2 Amida Imida Azida Sulfida Perkecualian F Fluorida Fluoro Cl Klorida Kloro I Iodida Iodo 2 O Oksida Okso atau oksido Sedangkan untuk ion sisa asam yang berakhiran -it atau -at jika sebagai ligan akhirannya ditambah dengan akhiran o, seperti yang tertera pada Tabel. Rumus kimia Nama ion ONO Nitrit NO2 Nitrit OSO22 Sulfit 2 OSO3 Sulfat SCN Tiosianat 2 CO3 Kabonat Ligan bermuatan positif sangat jarang adalah H2N-CH2-NH3+. Dalam menulis ligan pada senyawa koordinasi biasanya atom donor selalu ditulis didepan, kecuali H2O, H2S dan H2Te. Misalnya untuk ion nitrit (NO2), jika N sebagai atom donor maka penulisan ligannya adalah NO2 sedangkan apabila O yang bertindak sebagai atom donor maka penulisan ligannya adalah ONO. c. Urutan Penyebutan Ligan 1. Apabila di dalam senyawa kompleks terdapat lebih dari satu ligan maka urutan penyebutan ligan adalah secara alfabetis tanpa memperhatikan jumlah dan muatan ligan yang ada. Pada aturan lama ligan yang disebut terlebih dahulu adalah ligan yang bermuatan negatif secara alfabet kemudian diikuti dengan ligan netral yang disebut secara alfabet pula. Nama ligan Nitrito Nitro Sulfito Sulfato Tiosianato Karbonato dijumpai pada senyawa kompleks oleh Nama ion Amido Imido Azido Sulfido Nama ligan

sebab itu tidak dibahas pada bagian ini. Salah satu ligan yang bermuatan positif

2. Urutan penyebutan ligan adalah urutan berdasarkan alfabet pada nama ligan yang telah di Indonesiakan. Misalnya alfabet awal untuk Cl adalah kmeskipun dalam bahasa inggris nama chloro dengan alfabet awal c. Sebagai contoh nama untuk senyawa kompleks [Co(en)2Cl2]+ adalah Ion bis (etilenadiamina)diklorokobalt(III) (benar) Diklorobis (etilenadiamina)kobalt(III) (salah) 3. Jumlah ligan yang ada dapat dinayatakan dengan awalan di, tri. Tetra dan seterusnya. tetapi apabila awalan-awalan tersebut telah digunakan untuk menyebut jumlah substituen yang ada pada ligan maka jumlah ligan yang ada dinyatakan dengan awalan bis, tris, tetrakis dan seterusnya. misalnya di dalam suatu senyawa kompleks terdapat dua ligan PPh3 maka disebu dengan bis(trifenilfosfina) bukan di(trifenilfosfina). 4. Ligan-ligan yang terdiri dari dua atom atau lebih ditulis dalam tanda kurung. 2. Tatanama Senyawa Kompleks a. Tatanama Senyawa Kompleks Netral 1) Nama senyawa kompleks netral ditulis dalam satu kata. 2) Menulis atau menyebut nama dan jumlah ligan 3) Menulis atau menyebut nama atom pusat serta bilangan oksidasi dari atom pusatyang ditulis dengan angka Romawi. Dan bilangan oksidasi atom pusat yang harganya nol tidak perlu dituliskan. Contoh [Fe(CO)2(NO)2] [Co(CO)3(NO)] : dikarbonildinitrosilbesi : trikarbonilnitrosilkobalt

b. Senyawa Kompleks Ionik Senyawa kompleks ionik kation sebagai ion kopleks 1) Diawali dengan menulis atau menyebut kata ion 2) Menulis atau menyebut nama dan jumlah ligan yang dimiliki 3) Menulis atau menyebut nama atom pusat diikuti bilangan oksidasi yang ditulis dalam anggka Romawi. Contoh Kompleks [Co(NH3)4Cl2]+ Spesi yang ada Co3+, 4NH3, dan 2Cl Nama ion tetraaminadiklorokobalt(II) atau ion tetraaminadiklorokobalt(1+)

[Pt(NH3)4]2+

Pt2+, dan 4NH3

Ion

tetraaminaplatina(II)

atau

iontetraaminaplatina(2+) c. Senyawa kompleks ionik anion sebagai ion kompleks 1) Diawali dengan menulis atau menyebut kata ion 2) Menulis atau menyebut nama dan jumlah ligan yang dimiliki 3) Menulis atau menyebut nama atom pusat dalam bahasa latin dengan akhiran um atau ium diganti at kemudian diikuti bilangan oksidasi atom pusat yang ditulis dalam anggka Romawi. Contoh kompleks [Co(CN)6]3 [MgBr4]
2

Spesi yang ada Co3+ dan 6CN Mg2 dan 4Br


+

Nama Ion

heksasianokobaltat(III)

atau atau

ion Ion

heksasianokobaltat(3-) Ion tetrabromomagnesat(II) tetrabromomagnesat(2-)

d. Senyawa kompleks ionik kation dan anion sebagai ion kompleks Penamaannya adalah menulis atau menyebut nama dan jumlah kation terlebih dahulu kemudian nama anion diikuti bilangan oksidasi atom pusat yang ditulis dalam anggka Romawi atau menulis atau menyebut nama dan jumlah kation terlebih dahulu kemudian nama anion diikuti muatan ion kompleks yang ditulis dengan angka Arab. Contoh K4[Fe(CN)6] [CoN3(NH3)5]SO4 : Kalium heksasianoferat(II) atau kalium heksasianoferat(4-) : Pentaaminaazidokobalt(III) sulfat atau Pentaaminaazidokobalt(2+) sulfat

C. SIFAT KEMAGNETAN SENYAWA KOORDINASI Senyawa koordinasi memiliki sifat kemagnetan, yaitu: 1. Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet. medan magnet

2.
3.

magnet

Elektron-elektron yang ada pada orbital d ion pusat dapat berpasangkan dan dapat pula tidak berpasangan. Dalam hal ini berpasangan atau tidaknya elektronelektron tersebut tergantung pada fakta eksperimen yang ada. Apabila dari eksperimen diperoleh bahwa suatu senyawa atau ion kompleks bersifat diamagnetik maka atom atau ion pusat yang ada: 1. 2. Memiliki orbital d atau orbital lain telah terisi penuh atau Memiliki orbital d atau orbital lain yang belum terisi penuh tetapi semua

elektron yang ada dalam keadaan berpasangan. Pada kasus nomor 2 dalam menjelaskan pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ligan dengan atom atau ion pusat dilibatkan tahap eksitasi. Eksitasi ini cenderung terjadi apabila ligan yang ada merupakan ligan kuat seperti CN-, akan tetapi faktor yang mempengaruhi eksitasi tidak hanya jenis ligan. Banyak faktor lain yang berpengaruh diantaranya adalah jumlah ligan, jenis ion atau atom pusat dan geometri kompleks yang ada. Terjadinya peristiwa eksitasi tidak selalu menghasilkan kompleks yang bersifat diamagnetik. Apabila jumlah elektron pada orbital d atom atau ion pusat yang ada adalah 3, 4, 5 atau 7, maka meskipun terjadi eksitasi kompleks yang terbentuk tetap bersifat paramagnetik seperti. Contoh : a. [CoF6]3-
27 27

eksperimen : oktahedral, paramagnetik

Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0 Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0

Karena [CoF6]3- paramagnetik, maka harus ada elektron tak berpasangan dalam hal ini pada sub kulit 3d. Enam orbital kosong yaitu 4s, 4px, 4py, 4pz, 4dx2-y2, dan 4dz2 mengalami hibridisasi sp3d2 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari F-. Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d), maka disebut komplek orbital luar. hibridisasi sp3d2 b. [Co(NH3)6]3+
27 27

Eksperimen : oktahedral, diamagnetik

Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0 Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0

Karena [Co(NH3)6]3+ diamagnetik, maka semua elektron (pada sub kulit 3d) berpasangan, sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d yaitu orbital 3dx2-

y2

dan 3dz2. Enam orbital kosong yaitu 3dx2-y2, 3dz2, 4s, 4px, 4py, 4pz, mengalami d2sp3 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing

hibridisasi

menerima pasangan elektron bebas dari NH3. Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d), maka disebut komplek orbital dalam. hibridisasi d2sp3.

Anda mungkin juga menyukai