Anda di halaman 1dari 26

Kekuatan Ligan Amonia dan Air pada Kompleks Ni (II) dan Cu (II)

KEKUATAN LIGAN AMONIA DAN AIR PADA


KOMPLEKS Ni(II) DAN Cu(II)
I. MAKSUD PERCOBAAN
Mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan antara ligan ammonia dan air.
II. DASAR TEORI
Jika kristal Ni(NO3)2 dilarutkan dalam air maka zat tersebut terionisasi
menghasilkan ion kompleks . Molekul air yang terkoordinasi (disebut ligan)
dalam kesetimbangan dinamik dengan molekul air yang tidak terkoordinasi
dapat diganti oleh ligan-ligan lain dalam larutan yang dapat terikat lebih
kuat. Sebagai contoh penukaran H2O oleh NH3.
Dengan adanya kelebihan dalam penukaran ini akan menghasilkan ion
kompleks . Perubahan warna larutan kompleks dari hijau ke biru
menunjukkan adanya perubahan kimia.
(Kimia Anorganik II, Tim. 2011)
Ion unsur transisi dapat mengikat ion-ion atau molekul netral yang memiliki
pasangan elektron bebas (ligan) dengan ikatan kovalen koordinasi yang
membentuk ion kompleks. Ion kompleks adalah gabungan ion (atom pusat)
dengan ion lain (ligan) membentuk ion baru atau gabungan ion dengan
molekul netral membentuk ion baru.
Berdasarkan ligan yang diikat oleh atom pusat dalam ion kompleks, maka
ada 2 macam ion kompleks :
1. Ion kompleks positif
Terbentuk apabila ion logam transisi (atom pusat) berikatan dengan aligan
yang merupakan molekul netral seperti atau sehingga ion kompleks yang
terbentuk bermuatan positif.
2. Ion kompleks negatif
Terbentuk apabila ion atom pusat berikatan dengan ligan yang merupakan
ion negatif.
(Sukarti. 1989)
Bila pada ion kompleks diberikan energi dalam bentuk cahaya, maka
elektron pada orbital yang lebih rendah energinya dapat tereksitasi ke orbital
yang lebih tinggi energinya. Dengan menyerap cahaya yang energinya sama
dengan harga . Makin kecil energi yang diperlukan pada eksitasi tersebut
seperti telah diketahui energi cahaya bergantung pada λnya. Yaitu makin
pendek λ makin tinggi energinya. Cahaya tampak terdiri dari cahaya radiasi
dengan λ yaitu 400-700 nm. Suatu larutan/zat padat memiliki warna tertentu
karena menyerap sebagian dari komponen sinar tampak. Makin kecil λ
cahaya yang diserap (makin besar energinya) makin besar harga atau
makin kuat ikatan antara ion pusat dan ligan.
(Vogel. 1990)
Ditinjau dari muatan ligannnya, maka ion logam dengan muatan yang lebih
besar akan menghasilkan harga yang lebih besar pula karena lebih mudah
mempolarisasikan elektron yang terdapat dalam ligan. Ukuran dari muatan
logamnya mempengaruhi harga misalnya harga untuk lebih besar daripada
harga untuk makin besar ukuran ion maka makin besar harga .
http://himamia.mipa.uns.ac.id/2012/04/26/kekuatan-ligan-amonia-dan-air/

KEKUATAN MEDAN LIGAN


I.TUJUAN
1.Memahami teori medan kristal.
2.Mampu membedakan kekuatan medan antara ligan ammonia dengan
air.

II.ABSTRAK
Dalam praktikum “Kekuatan Medan Ligan” mempunyai tujuan untuk
memahami teori medan kristal yang menjelaskan tentang interaksi
antara ligan dan ion logam ketika pembuatan senyawa kompleks dan
mampu membedakan kekuatan ligan ammonia dan air yang terjadi.
Kekuatan ligan dapat terlihat dengan menentukan nilai 10 Dq yang
terjadi melalui pengukuran panjang gelombang maksimum tiap sampel
larutan menggunakan spektrofotometer spektronik 20. Panjang
gelombang maksimum diperoleh ketika absorbansi maksimum terjadi
pada masing-masing larutan. Dibuat 4 sampel larutan ion kompleks
Cu2+ dengan komposisi tertentu yaitu larutan A dengan pelarut air,
larutan B dengan pelarut air dan ammonia (75:25), larutan C dengan
pelarut air dan ammonia (50:50) dan larutan terakhir D dengan
ammonia. Semakin banyak ammonia yang terdapat dalam larutan,
warna biru yang muncul semakin pekat sehingga semakin kecil nilai
panjang gelombang yang diperoleh tetapi sebaliknya semakin tinggi
nilai 10 Dq-nya. Nilai 10 Dq berurutan dari larutan A sampai D adalah
40,845 kkal/mol; 46,872 kkal/mol; 46,116 kkal/mol dan 46,116 kkal/mol.
Kekuatan ligan yang diperoleh dengan melihat nilai 10 Dq yaitu
semakin tinggi nilai 10 Dq maka semakin kuat ligan yang terkandung
dalam larutan tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan
medan ligan ammonia lebih besar dari pada medan ligan air.

III.DASAR TEORI
Teori Medan Ligan
Teori medan ligan adalah satu dari teori yang paling bermanfaat untuk
menjelaskan struktur elektronik kompleks. Awalnya teori ini adalah
aplikasi teori medan kristal pada sistem kompleks. Setiap ligan, entah
itu suatu molekul netral atau ion negatif, menyumbang sepasang
elektron untuk membentuk sebuah ikatan dengan ion atau atom pusat.
Gaya yang diadakan terhadap ion atau atom pusat oleh electron-
elektron ini, dan oleh muatan netto ligan-ligan, disebut medan ligan.
(Kleinfelter, 1999)
Teori Medan Kristal
Teori medan kristal ini dikembangkan oleh Bethe dan Van Vieck. Teori
ini mengasumsikan bahwa interaksi antara ion pusat dan ligan hanya
merupakan interaksi elektrostatik. Ion atau atom pusat dipandang
sebagai partikel bermuatan positif, sedangkan ligan sebagai partikel
bermuatan negatif, karena pada umumnya ligan bermuatan negatif
atau molekul polar. (Nuryono,1999)
Medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan akan mempengaruhi
elektron-elektron pada ion pusat dan medan listrik yang ditimbulkan
ion pusat juga mempengaruhi electron pada ligan-ligan yang
mengelilinginya. Electron-elektron pada ion pusat yang paling
dipengaruhi oleh medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan adalah
electron pada orbital d, karena electron d tersebut yang sangat
berperan dalam membentuk ion kompleks.(Nuraini S,1994)
Kedua orbital d yang terkonsentrasi sepanjang sumbu-sumbu
koordinat yaitu dx2 dan dx2-y2 dan mengarah langsung pada muatan
ligan, akan memiliki tenaga lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga
orbital d yang terkonsentrasi diantara sumbu-sumbu koordinat yaitu
dxy,dxz,dyz. Dengan perkataan lain, electron yang menduduki orbital
dγ akan mengalami tolakan kebih besar dari pada electron yang
menduduki orbital dε, karena yang disebut pertama mengarah
langsung pada muatan negatif, sedangkan yang disebut kemudian
mengarah pada ruangan diantara muatan-muatan ligan. Dari segi aras
tenaga dapat dikatakan bahwa degenerasi asli orbital d dalam ion atau
atom bebas medan menjadi lenyap dan terpecah menjadi dua bagian
untuk kasus senyawa yang mempunyai bentuk oktahedral.(M. Clyde
Day. 1993)
Kelompok dxy,dxz,dyz disebut kelompok t2g dan kelompok dx2 dan
dx2-y2 disebut kelompok eg. Pemisahan kelompok orbital t2g dan eg
dapat dilihat pada gambar 1. Perbedaan energi kelompok t2g dan eg
yang dinyatakan dalam lambang atau 10 Dq disebut energi pemisahan
medan kristal yang juga merupakan ukuran kekuatan medan Kristal.
Menurut mekanika kuantum,pemisahan kelima orbital d tersebut tidak
disertai perubahan energi, sehingga berkurangnya energi orbital pada
kelompok yang terdapat pada kelompok yang tingkat yang rendah
harus diimbangi dengan kelebihan energy pada kelompok yang
terdapat pada tingkat yang lebih tinggi. ( Nuraini S,1994)
eg

6 Dq 10 Dq
Orbital d yang tergeneras 4 Dq t2g

Orbital d dalam ion logam bebas


Gambar.1.
Untuk kasus senyawa yang mempunyai bentuk tetrahedral dan planar
segi 4, bila keempat ligan mendekati ion pusat maka arah pendekatan
ligan-ligan tersebut tidak searah baik dengan kelompok orbital t2g
maupun dengan orbital eg. Pemisahan orbital d dari ion logam pada
kompleks tetrahedral menjadi kebalikannya bila dibandingkan dengan
pemisahan orbital d pada kompleks oktahedral (orbital eg lebih rendah
energinya dari pada orbital t2g). Struktur ion kompleks planar segi
empat dapat diperoleh dari struktur octahedral dengan meniadakan
ligan yang terdapat di sepanjang sumbu z. Sehingga energi orbital dz2,
dxz, dan dyz berkurang karena memperoleh tolakan yang lebih kecil.
Serta bertambahnya energy orbital-orbital dx2-y2 dan dxy.( Nuraini S,
1994)
Ligan mempunyai efek medan yang dapat mengubah energi relatif dari
orbital d. Jika efek ini cukup kuat, ini akan memaksa electron d untuk
berpasangan, sewaktu mereka menempati orbital energi yang lebih
rendah. (Kleinfelter, 1999). Dalam pengisian electron aturan Hund
tetap berlaku. Elektron tetap tidak membentuk pasangan terlebih
dahulu apabila masih ada orbital lain yang tingkat energinya sama
belum terisi elektron. Dalam hal d4 ada dua kemungkinan konfigurasi,
electron keempat dapat memasuki orbital eg atau orbital t2g dengan
membentuk pasangan. Jika elektron menempati orbital eg maka pada
kondisi ini dinamakan medan lemah atau komplek spin tinggi. Kondisi
itu terjadi apabila harga 10 Dq sedemikian kecil hingga energi yang
diperlukan untuk membentuk pasangan electron dalam satu orbital
lebih besar daripada 10 Dq.(Nuryono, 1999). Maka electron d
mempertahankan konfigurasi spin maksimumnya.(Audrey,1991). Jika
pembelahan orbital d sedemikian besar sehingga melebihi energi untuk
pembentukan pasangan elektron, elektron keempat cenderung
menempati orbital t2g. kondisi semacam ini dinamakan medan kuat
dan kompleksnya disebut sebagai kompleks medan kuat atau kompleks
spin rendah. (Nuryono, 1999).
Ada dua faktor yang mempengaruhi harga 10 Dq. Pertama adalah
muatan ion logam. Makin banyak muatan ion, makin besar pula harga
10 Dq-nya. Kedua adalah sifat ligan. Seiring dengan meningkatnya
kekuatan ligan maka meningkat pula harga 10 Dq-nya. Meskipun tidak
dapat dibandingkan dengan membuat kompleks dengan satu jenis ion
logam, urutan kekuatan medan ligan dapat dinyatakan sebagai berikut
I- < Br- < S2- < SCN- < Cl- < NO3- < F- < OH- < C2O42- < H2O <
NCS- < CH3CN < NH3 < en < dpy < phen < NO2- < fos < CN-
Grafik Absorbansi Vs Panjang Gelombang

VI.PEMBAHASAN

Pada praktikum “Kekuatan Medan Ligan” ini bertujuan untuk


memahami teori medan kristal yang terjadi pada larutan kompleks
Cu2+ dengan ammonia dan air. Sehingga dalam praktikum ini dapat
diketahui kekuatan medan ligan ammonia dan air yang terjadi melalui
penentuan energi 10 Dq. Dalam penentuan energi 10 Dq terlebih
dahulu ditentukan panjang gelombang maksimum yang mempunyai
nilai absorbansi maksimum pula dengan menggunakan
spektrofotometer spektronik 20. Lalu dengan menggunakan persamaan
1 (lihat di dasar teori) nilai 10 Dq dapat diketahui.
4 sampel larutan kompleks Cu2+ 0,02M dibuat dalam pelarut air dan
ammonia dengan perbandingan tertentu. Larutan A merupakan
larutan kompleks Cu2+ dengan air. Larutan B merupakan larutan
kompleks Cu2+ dengan air dan ammonia yang mempunyai
perbandingan 75:25. Larutan C merupakan larutan kompleks Cu2+
dengan air dan ammonia yang mempunyai perbandingan 50:50. Dan
larutan D merupakan larutan kompleks Cu2+ dengan amonia. Reaksi
yang terjadi pada masing-masing larutan adalah sebagai berikut:
larutan A : (kompleks aquo tembaga(II))
larutan B :
larutan C :
larutan D : (kompleks tembaga(II) ammonia)
Fenomena yang teramati ketika masing-masing larutan tersebut dibuat
adalah terbentuknya larutan yang berwarna. Semakin banyak
ammonia yang terkandung dalam larutan kompleks Cu2+ maka
semakin tua warna biru yang terlihat. Hal ini karena perbedaan
tingkat energi orbital atom yang berikatan dalam masing-masing
larutan. Warna tersebut merupakan ciri khas dari senyawa kompleks
Cu2+. Dan warna tersebut adalah warna komplementer yang
merupakan gelombang cahaya yang tidak diserap oleh larutan. Karena
hanya gelombang-gelombang cahaya (dengan panjang gelombang)
tertentu saja yang dapat diserap. Ketika warna biru violet yang terlihat
maka warna yang diserap adalah hijau kekuningan, dan ketika warna
biru yang terlihat maka warna yang diserap adalah jingga.
Keempat larutan yang telah dibuat tersebut ditentukan absorbansinya
menggunakan spektrofotometer spektronik 20 pada panjang
gelombang yang telah ditentukan. Pajang gelombang yang digunakan
yaitu 510nm-700nm dengan interval 10 nm. Dipilihnya rentang panjang
gelombang tersebut karena kebanyakan ion-ion logam transisi
mengabsorb radiasi di daerah spektrum ultra violet atau cahaya
tampak yaitu sekitar 400nm-700nm.
Absorbansi maksimum menunjukkan panjang gelombang maksimum
yang diserap oleh larutan senyawa kompleks. Dari hasil percobaan
terlihat bahwa panjang gelombang maksimum tertinggi ada pada
larutan A (pelarut air) yaitu 700nm dan menurun menjadi 610nm pada
larutan B (pelarut air dan ammonia, 75:25) serta naik kembali menjadi
620 pada larutan C (pelarut air dan ammonia, 50:50) dan larutan D
(pelarut ammonia). Dan dengan menggunakan panjang gelombang
yang diperoleh maka ditentukan energi 10 Dq pada masing-masing
larutan. Nilai 10 Dq yang diperoleh masing-masing larutan adalah
sebagai berikut
larutan A : 40,845 kkal/mol
larutan B : 46,872 kkal/mol
larutan C : 46,116 kkal/mol
larutan D : 46,116 kkal/mol.
Nilai 10 Dq pada larutan yang mengandung ligan ammonia lebih besar
dibandingkan dengan larutan yang mengandung ligan air murni. Hal
ini menandakan bahwa ligan ammonia mempunyai kekuatan ligan
yang lebih kuat. Dan hasil ini sesuai urutan kekuatan ligan atau deret
spektrokimia. Tetapi ada fenomena yang terjadi yaitu nilai 10 Dq pada
larutan C dan D adalah sama akibat dari panjang gelombang
maksimum yang sama. Seharusnya semakin kuat medan ligan (yang
ditandai pula dengan makin banyaknya kandungan ammonia) maka
semakin kecil panjang gelombang maksimum yang diserap (Hk.
Lambert Beer) sehingga semakin besar nilai 10 Dq yang diperoleh,
mengingat pada larutan D hanya ada pelarut ammonia sebagai ligan.
Hal ini terjadi karena unsur-unsur transisi mempunyai pita absorbsi
yang melebar dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pelebaran pita
absorbsi terlihat pada landainya puncak (tidak mengerucut) yang
terbentuk pada grafik masing-masing larutan dapat dilihat pada grafik
penentuan panjang gelombang maksimum.
Puncak grafik yang terbentuk landai, tidak mengerucut. Hal ini
menandakan bahwa unsur-unsur transisi mempunyai pita absorpsi
yang melebar

Telah diketahui bersama, bahwa nilai 10 Dq ini merupakan energi yang


dibutuhkan untuk terjadinya spliiting atau pemisahan orbital d atau
elektron yang tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika
diberi energy cahaya yaitu dari orbital t2g ke orbital eg. Nilai 10 Dq
yang lebih tinggi terjadi pada larutan D karena energi pemisahan
orbital tersebut tinggi, sedangkan pada larutan A tidak begitu tinggi..
Perbedaan ini juga diakibatkan dari adanya pasangan elektron bebas
pada ligan ammonia dan air. Pada ligan ammonia terdapat 1 pasang
elektron bebas sedangkan pada ligan air terdapat 2 pasang elektron
bebas. Hal ini menyebabkan ikatan antara ligan ammonia dan ion
Cu2+ lebih besar sehingga mendapatkan nilai 10 Dq yang besar pula
atau dengan kata lain elektron lebih suka berpasangan terlebih dahulu
di orbital yang mempunyai energy rendah (t2g) baru menempatkan di
orbital eg yang mempunyai energy lebih tinggi. Berikut gambaran
tingkat energi yang terjadi pada masing-masing ion kompleks yang
terbentuk.

1.Kompleks pada larutan A


Konfigurasi elektron ion Cu2+ :

Cu:
3d 4s 4p 4d

Cu2+:
3d 4s 4p 4d
Kemudian ion Cu2+ berikatan dengan ligan H20 sehingga mengalami
hibridisasi

Diperkirakan hibridisasi yang terjadi adalah sp3d2 maka bentuk ion


kompleks ini adalah octahedral dengan energy eksitasi elektron dari
t2g ke eg sebesar 40,845 kkal/mol. Karena ligan H2O termasuk ligan
yang mempunyai kuat ligan sedang mendekati lemah maka tolakan
yang terjadi antara energi pada orbital t2g dengan eg tidak terlalu
besar. Oleh karenanya nilai perbedaan energy kedua orbital tersebut
tidak terlalu tinggi.
Gambaran pembelahan orbital d dengan tingkat energy kompleks
tersebut adalah:
2.Kompleks pada larutan B
Konfigurasi ion Cu2+ pada ion kompleks ini sama dengan yang terjadi
pada larutan A dengan perkiraan hibridisasi yang terjadi sama yaitu
sp3d2 tetapi karena disini terdapat ligan kuat maka perbedaan energi
orbital t2g dengan eg menjadi lebih besar yaitu 46,872 kkal/mol akibat
dari tolakan yang terjadi antara elektron pada orbital t2g dengan
eg. .Dengan energi sebesar itulah warna komplementer muncul yaitu
berwarna biru muda.
3.Kompleks pada larutan C
Konfigurasi ion Cu2+ pada ion kompleks ini sama dengan yang terjadi
pada larutan A dan B dengan perkiraan hibridisasi yang sama yaitu
sp3d2 tetapi karena disini terdapat ligan kuat maka perbedaan energy
orbital t2g dengan eg menjadi lebih besar walaupun perbandingannya
sama yaitu 46,116 kkal/mol. Energy sebesar inilah yang diserap oleh
larutan dan mengeluarkan warna komplementer biru keunguan.
4.Kompleks pada larutan D
Konfigurasi ion Cu2+ pada ion kompleks ini adalah sama dengan yang
terjadi pada larutan A, B dan C dengan perkiraan hibridisasi yang
sama. Karena dalam larutan ini hanya mengandung amonia saja
sebagai ligan maka ikatan antara ligan amonia dengan ion logam Cu2+
menjadi sangat besar mengingat ligan amonia adalah ligan kuat.
Sehingga energi perbedaan orbital pun besar yaitu sebesar 46,116
kkal/mol karena adanya tolakan yang terjadi antara elektron pada
orbital t2g dengan eg. . Energy sebesar itulah yang diserap oleh larutan
dan mengeluarkan warna komplementer biru keunguan.

VII.KESIMPULAN

1.Teori medan kristal menunjukkan interaksi antara ion logam Cu2+


dengan ligan ammonia dan air yang merupakan interaksi elektrostatik
2.Ligan amonia lebih kuat dari pada ligan air sehingga ikatan antara
ion Cu2+ dengan ligan amonia kuat dan kekuatan itu ditunjukkan
dengan semakin tingginya nilai 10 Dq yang diperoleh seiring dengan
banyaknya amonia yang terkandung dalam larutan. Nilai 10 Dq yang
diperoleh masing masing larutan adalah
larutan A : 40,845 kkal/mol
larutan B : 46,872 kkal/mol
larutan C : 46,116 kkal/mol
larutan D : 46,116 kkal/mol.

LAMPIRAN
PERHITUNGAN

Energi 10 Dq =1λ×1 kkal/mol349,75 cm-1


λ= Panjang gelombang maksimum (cm)

Larutan A
λ= 700 nm = 700 10-7 cm
Energi 10 dq= 1700 10-7 cm ×1 kkal/mol349,75 cm-1 =40,845 kkal/mol

Larutan B
λ= 610 nm = 610 10-7 cm
Energi 10 dq= 1610 10-7 cm ×1 kkal/mol349,75 cm-1 =46,872 kkal/mol

Larutan C
λ= 620 nm = 620 10-7 cm
Energi 10 dq= 1620 10-7 cm ×1 kkal/mol349,75 cm-1 =46,116 kkal/mol

Larutan D
λ= 620 nm = 620 10-7 cm
Energi 10 dq= 1620 10-7 cm ×1 kkal/mol349,75 cm-1 =46,116 kkal/mol
GAMBAR ALAT PERCOBAAN
SPEKTROFOTOMETER SPEKTRONIK 20

Keterangan Skema Alat:


1.Layar
2.Soft key 1.Tombol berbagai fungsi tergantung layar seperti escape,
back up dan clear.
3.Soft key 2. Tombol berbagai fungsi tergantung layar. Seperti enter,
accept dan continue.
4.Tombol atas-bawah, digunakan untuk mengatur angka yang
diinginkan.
5.Pengaturan panjang gelombang, menaikan atau menurunkan
panjang gelombang.
6.0 Abs/100%;T mensetting instrument untuk absorbansi 0.
7.A/T/C: tombol antara absorbansi,&percent, transmitasi dan
konsentrasi.
8.Utility (kegunaan): menset-up instrument, mendiagnosis dan lain-lain
9.Print: untuk mengirimkan sinyal ke printer tertentu dan menyetak
data yang telah terekam.

di 4:56 AM

http://hurulsilmi.blogspot.com/2011/05/kekuatan-medan-ligan.html

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II: KEKUATAN


MEDAN LIGAN

KEKUATAN MEDAN LIGAN

A. Tujuan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mempelajari


perbedaan kekuatan medan antara ligan ammonia dan air.

B. Landasan Teori

Teori medan kristal (Bahasa Inggris: Crystal Field Theory),


disingkat CFT, adalah sebuah model yang menjelaskan struktur elektronik
dari senyawa logam transisi yang semuanya dikategorikan sebagai
kompleks koordinasi. CFT berhasil menjelaskan beberapa sifat-sifat
magnetik, warna, entalpi hidrasi, dan struktur spinel senyawa kompleks dari
logam transisi, namun ia tidak ditujukan untuk menjelaskan ikatan kimia.
CFT dikembangkan oleh fisikawan yang bernama Hans Bethe dan John
Hasbrouck van Vleck pada tahun 1930-an. CFT pada akhirnya digabungkan
dengan teori orbital molekul, membentuk teori medan ligan yang lebih
akurat dan menjelaskan proses ikatan kimia pada senyawa kompleks logam
transisi (Utama, 2009).

Teori medan kristal dikembangkan oleh dua orang ahli fisika


H.Bethe (1929) dan J.H. Van Vlekck (1923) dan digunakan pertama kali
oleh mereka dan para pakar fisika lainnya untuk menjelaskan warna dan
sifat magnetik garam-garam logam transisi terhidrat. Khususnya yang
memiliki ion logam dengan orbital d yang belum terisi sepenuhnya. Teori
ini kurang dikenal oleh para pakar kimia anorganik sampai kira-kira tahun
1950 karena pada waktu itu mereka cukup puas dengan teori ikatan valensi.
Adanya tiga fakta di atas yang tidak dapat dijelaskan oleh teori ikatan
valensi menyebabkan para pakar kimia anorganik memanfaatkan teori
medan kristal dalam menjelaskan fakta-fakta yang ada tentang senyawa
koordinasi (Salila, 2010)

Bentuk koordinasi ikatan π yang lain adalah ikatan ligan ke logam.


Hal ini terjadi apabila orbital simetri- π p atau orbital π pada ligan terisi. Ia
bergabung dengan orbital dxy, dxz dan dyz logam, dan mendonasikan
elektron-elektronnya, sehingga menghasilkan ikatan simetri-π antara ligan
dengan logam. Ikatan logam-ligan menguat oleh interaksi ini, namun orbital
molekul anti-ikatan dari ikatan ligan ke logam tidak setinggi orbital molekul
anti-ikatan dari ikatan σ. Ia terisi dengan elektron yang berasal dari orbital d
logam dan menjadi Homo kompleks tersebut. Oleh karena itu, ΔOmenurun
ketika ikatan ligan ke logam terjadi (Admin, 2009).

Didalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate artinya


mempunyai energi yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu
memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Teori medan kristal terutama
membicarakan pengaruh dari ligand yang tersusun secara berbeda-beda
disekitar ion pusat terhadap energi dari orbital d. Pembagian orbital d
menjadi dua golongan yaitu orbital eg (dj) dan orbital t2g (de) mempunyai
arti penting dalam hal pengaruh ligand terhadap orbital-orbital tersebut
Ketika ligan mendekati ion logam, elektron dari ligan akan
berdekatan dengan beberapa orbital-d logam dan menjauhi yang lainnya,
menyebabkan hilangnya kedegeneratan (degeneracy). Elektron dari orbital-d
dan dari ligan akan saling tolak menolak. Oleh karena itu, elektron-d yang
berdekatan dengan ligan akan memiliki energi yang lebih besar dari pada
electron orbital d yang berjauhan dengan ligan, menyebabkan pemisahan
energi orbital-d. Hal ini menyebabkan, Orbital eg membentuk duplet
berenergi lebih tinggi dan orbital t2g membentuk triplet berenergi lebih
rendah. Perbedaan energi ini dinyatakan sebagai Δ. Pemisahan energy
orbital d tadi, dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

- Sifat-sifat ion logam: Keadaaan oksidasi logam. Keadaan oksidasi yang


lebih besar menyebabkan pemisahan yang lebih besar

- Susunan ligan disekitar ion logam: Sifat-sifat ligan yang mengelilingi ion
logam. Efek ligan yang lebih kuat akan menyebabkan perbedaan energi
yang lebih besar antara orbital 3d yang berenergi tinggi dengan yang
berenergi rendah. (Rian, S., 2008)

Teori medan ligan adalah satu dari teori yang paling bermanfaat
untuk menjelaskan struktur elektronik kompleks. Awalnya teori ini adalah
aplikasi teori medan kristal pada sistem kompleks.Pada kompleks
oktahedral berbilangan koordinasi enam, lima orbital d dalam kation logam
transisi terdegenerasi dan memiliki energi yang sama.
Medan listrik negatif yang sferik di sekitar kation logam akan
menghasilkan tingkat energi total yang lebih rendah dari tingkat energi
kation bebas sebab ada interaksi elektrostatik. Interaksi repulsif antara
elektron dalam orbital logam dan medan listrik mendestabilkan sistem dan
sedikit banyak mengkompensasi stabilisasinya (Saito, 2009).

Teori medan kristal ini hampir selama 20 tahun semenjak ditemukan


hanya digunakan dalam bidang fisika zat padat. Teori medan kristal
digunakan pada pakar fisika zat padat untuk menjelaskan warna dan sifat
magnetik garam-garam logam transisi terhidrat,khususnya yang memiliki
atom pusat ion logam transisi dengan orbital d yang belum sepenuhnya terisi
elektro seperti CuSO4.5H2O. Baru pada tahun 1950an. Pada awal tahun
1950an barulah pakar kimia koordinasi menerapkan teori medan Kristal
(Sukardjo, 1992).

Kebanyakan senyawaan CuI cukup mudah teroksidasi menjadi CuII,


namun oksidasi selanjutnya menjadi CuIII adalah sulit. Terdapat kimiawi
larutan Cu2+ yang dikenal baik, dan sejumlah besar garam berbagai anion
didapatkan, banyak diantaranya larut dalam air, menambah perbendaharaan
kompleks (Syabatini, 2009).
http://yaminanggri.blogspot.com/2013/04/laporan-praktikum-kimia-
anorganik-ii.html
Kekuatan Medan Ligan
Monday, May 7th 2012. | LP Kimia Anorganik

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami teori medan kristal;
2. Mampu membedakan kekuatan medan antara ligan ammonia dan air.

II. DASAR TEORI

Metode analisis spektrometri adalah metode analisis yang paling

banyak dipakai di dalam Kimia analisis, khususnya pada spektra

elektromagnetik daerah ultraviolet dan tampak. Aplikasinya meliputi bidang

Kimia Klinik, Kimia Lingkungan dan bidang-bidang lain. Keuntungan dari

metode analisis spektrometri adalah peralatannya yang mudah didapat dan

biasanya cukup mudah dioperasikan. Prinsip metode analisis spektrometri

adalah larutan sampel menyerap radiasi elektromagnetik dan jumlah

intensitas radiasi yang diserap oleh larutan sampel dihubungkan dengan

konsentrasi analit (zat/unsur yang akan dianalisis) dalam larutan sampel.

(Wahyuni, 2007)

Senyawa koordinasi merupakan senyawa yang tersusun atas atom pusat dan

ligan (sejumlah anion atau molekul netral yang mengelilingi atom atau

kelompok atom pusat tersebut) dimana keduanya diikat dengan ikatan

koordinasi. Ditinjau dari konsep asam-basa Lewis, atom pusat dalam

senyawa koordinasi berperan sebagai asam Lewis (akseptor penerima

pasangan elektron), sedangkan ligan sebagai basa Lewis (donor pasangan

elektron). (Nuryono,1999)
Kemagnetan senyawa kompleks misalnya, ditentukan dari banyaknya

elektron tak berapsangan pada orbital d atom pusat, akibat dari kekuatan

ligan yang mendesaknya, apakah ligan tersebut kuat atau lemah. Jika ligan

tsb kuat elektron cenderung untuk berpasangan (spin rendah), jika ligan tsb

lemah elekton lebih suka untuk tidak berpasangan (spin tinggi).

Senyawa kompleks dapat berupa non-ion, kation atau anion, bergantung

pada muatan penyusunnya. Muatan senyawa kompleks merupakan

penjumlahan muatan ion pusat dan ligannya. Jika senyawa kompleks

bermuatan disebut ion kompleks/spesies kompleks. Bilangan koordinasi

pada senyawa kompleks menyatakan banyaknya ligan yang mengelilingi

atom atau sekelompok atom pusat sehingga membentuk kompleks yang

stabil. (Vogel, 1990).

Bilangan koordinasi 6, berarti banyaknya ligan yang mengelilingi berjumlah

6. Bilangan koordinasi setiap atom pusat bersifat khas dan karateristik

bergantung pada sifat alamiah logam, keadaan oksidasi, dan ligan-ligan lain

dalam molekul.

Antara atom pusat dengan ligannya terhubung oleh ikatan koordinasi,

hanya salah satu pihak yaitu ligan yang menyumbangkan pasangan elektron

untuk digunakan bersama, perpindahan kerapatan elektron pun terjadi dari

ligan ke atom pusat. Namun, jika kerapatan elektron tersebar merata

diaantara keduanya, maka ikatan kovalen sejatipun akan terbentuk.

Reaksi pembentukan senyawa kompleks dapat dirumuskan sebagai berikut :

M + nL MLn

dimana,
M = ion logam

L = ligan yang mempunyai pasangan elektron bebas

n = bilangan koordinasi senyawa kompleks yang terbentuk (biasanya 2, 4,

dan 6).

Berdasarkan banyaknya pasangan elektron yang didonorkan, ligan dapat

dikelompokkan menjadi,

a. Ligan Monodentat yaitu ligan yang hanya mampu memberikan satu

pasang elektron kepada satu ion logam pusat dalam senyawa koordinasi.

Misalnya : ion halida, H2O dan NH3.

b. Ligan Bidentat yaitu ligan yang mempunyai dua atom donor sehingga

mampu memberikan dua pasang elektron. Dalam pembentukan ikatan

koordinasi, ligan bidentat akan menghasilkan struktur cincin dengan ion

logamnya (sering disebut cincin kelat). Ligan bidentat dapat berupa molekul

netral (seperti diamin, difosfin, disulfit) atau anion (C2O42-, SO42-, O22-).

c. Ligan Polidentat yaitu ligan-ligan yang memiliki lebih dari dua atom

donor. Ligan ini dapat disebut tri, tetra, penta, atau heksadentat, bergantung

pada jumlah atom donor yang ada. Ligan polidentat tidak selalu

menggunakan semua atom donornya untuk membentuk ikatan koordinasi.

Misalnya : EDTA sebagai heksadentat mungkin hanya menggunakan 4 atau

5 atom donornya bergantung pada ukuran dan stereokimia kompleks.


Berdasarkan jenis ikatan koordinasi yang terbentuk, ligan dapat

dikelompokkan sebagai berikut.

a. Ligan yang tidak mempunyai elektron sesuai untuk ikatan π dan

orbital kosong sehingga ikatan yang terbentuk hanya ikatan σ, seperti H-,

NH3, SO32-, atau RNH2.

b. Ligan yang mempunyai dua atau tiga pasang elektron bebas yang

selain membentuk ikatan σ, juga dapat membentuk ikatan π dengan ion

logam, seperti N3-, O2-, OH-, S2-, NH2-, R2S, R2O, NH2, dan ion benzena.

c. Ligan yang memiliki orbital π-antiikatan kosong dengan tingkatan

benzen rendah yang dapat menerima elektron yang orientasinya sesuai dari

logam, seperti CO, R3P, CN-, py, dan acac.

d. Ligan yang tidak ada pasangan elektron bebasnya, tetapi memiliki

elektron ikatan-π, seperti alkena, alkuna, benzena, dan anion

siklopentadienil.

e. Ligan yang membentuk dua ikatan σ dengan dua atom logam terpisah

dan kemudian membentuk jembatan. Sebagai contoh, OH-, O2-,

CO. (Nuryono, 2003)

VI. DAFTAR PUSTAKA


 Nuryono, 2003, Kimia Koordinasi, Lab Kimia Anorganik Jurusan Kimia
FMIPA UGM, Yogyakarta, 42-55;68-69;
 Wahyuni, Endang Tri, 2007, Handout Analisis Instrumental I,
“Spectrophotometer UV-Vis”.
 Vogel, 1990, Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Jilid
2, Cetakan ke 2, Kalman Media Pusaka, Jakarta,95-98;102-105;

http://info.fuadshifu.com/kekuatan-medan-ligan/

Kimia Anorganik
KEKUATAN MEDAN LIGAN
A. TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam percobaan ini yaitu untuk
mempelajari perbedaan kekuatan medan antara ligan amonia dan air.

B. LANDASAN TEORI
Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif
komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti
stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan di
dalam lingkup valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan
koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan
(monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu
atom pusat (Vogel, 1979).
Senyawa kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu
tahapan-tahapan reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion
logam serta ligan yang berbeda-beda. Ligan memiliki kemampuan sebagai
donor pasangan elektron sehingga dapat dibedakan atas ligan monodentat,
bidentat, tridentat dan polidentat. Dalam kimia koordinasi, NO atau NO2
dapat berperan sebagai ligan sehingga membentuk senyawa kompleks
dengan beberapa logam transisi. Beberapa ligan dapat dideretkan dalam
suatu deret spektrokimia berdasarkan kekuatan medannya, yang tersusun
sebagai berikut : I- < Br- < S2- < SCN- < Cl- < NO3- < F- < OH- < Ox2- <
H2O < NCS- < NH3 < en < bipi < fen < NO2- < CN- < CO, dengan Ox =
oksalat, en = etilendiamin, bipi = 2,2’-bipiridin dan fen = fenantrolin. Ligan
NO2 dalam deret spektrokimia lebih kuat dibandingkan ligan-ligan feroin
(fenantrolin, bipiridin dan etilendiamin) dan lebih lemah dari ligan CN
(Rilyanti et al, 2008).
Medan negatif dari ligan disebut dengan medan ligan. Teori medan ligan
adalah satu dari teori yang paling bermanfaat untuk menjelaskan struktur
elektronik kompleks. Awalnya teori ini adalah aplikasi teori medan kristal
pada sistem kompleks. Medan listrik negatif yang sferik di sekitar kation
logam akan menghasilkan tingkat energi total yang lebih rendah dari tingkat
energi kation bebas sebab ada interaksi elektrostatik. Interaksi repulsif
antara elektron dalam orbital logam dan medan listrik mendestabilkan
sistem dan sedikit banyak mengkompensasi stabilisasinya (Saito, 2009).
Teori medan kristal menjelaskan ikatan dalam ion kompleks semata-mata
dari gaya elektrostatik. Dalam ion kompleks, ada dua jenis interaksi
elektrostatik. Salah satunya ialah tarik-menarik antara ion logam positif dan
ligan yang bermuatan negatif atau ujung bermuatan negatif dari suatu ligan
polar. Inilah gaya yang mengikat ligan dengan logam. Jenis kedua ialah
interaksi tolak-menolak elektrostatik antara pasangan elektron bebas pada
ligan dan dalam elektron dalam orbital d dari logam itu (Chang, 2004).
0 (didefinisikan sebagai 10 Dq) menunjukkan perbedaan energi antara tiga
orbital setingkat dxy,dyz,dxz dengan dua orbital setingkat dx2-y2, dz2
(Susanto, 2008).Dalam teori medan kristal, ligan-ligan direduksi menjadi
titik yang bermuatan. Interaksi muatan-muatan titik ini dengan elektron
dalam orbital d ion logam akan menaikkan energi semua orbital d, tetapi
mereka tidak lagi memiliki energi yang sama. Elektron-elektron dalam
orbital dz2 dan dx2-y2 akan mengalami interaksi yang lebih besar dengan
muatan-muatan ligan yang mendekatinya daripada elektron-elektron dalam
orbital dxy,dxz,dyz. Pertimbangan simetri juga menghasilkan kesimpulan
yang sama terhadap orbital-orbital d lainnya. Bila pemisahan tersebut
berlaku untuk semua ion kompleks yang terkoordinasi secara oktahedral.
Ikatan ligan dengan makromolekul merupakan salah satu topik riset yang
menarik saat ini. Pengetahuan tentang ikatan ligan-makromolekul
diperlukan dalam mempelajari farmakodinamika zat-zat aktif dan pada
perancangan obat baru. Berbagai metoda, seperti dialisis, ultrafiltrasi,
spektroskopi, atau khromatografi gel telah digunakan untuk keperluan
tersebut. Tujuannya adalah menemukan bahan obat baru berbentuk ligan-
ligan pengganti yang dapat bertindak sebagai penguat atau penghambat
aktivitas biokimia dari makromolekul target di dalam tubuh (Nauli dan
Udin, 2008).
E. PEMBAHASAN
Medan ligan adalah suatu medan negatif pada sebuah ligan. Sedangkan,
teori medan ligan merupakan teori yang menjelaskan tentang struktur
elektronik kompleks pada senyawa kompleks koordinasi. Secara umum,
teori medan ligan merupakan aplikasi dari teori orbital molekul pada
kompleks logam transisi. Pada ion logam transisi, memiliki enam orbital
atom terhibridisasi dengan energi yang sama dalam berikatan pada suatu
ligannya. Pada teorinya, medan ligan bergantung pada geometri kompleks.
Namun, seringkali analisis terpusat pada kompleks oktahedral yang
mempunyai enam ligan berkoordinasi dengan logam.
Pada teori medan kristal menjelaskan tentang ikatan dalam suatu ion
kompleks yang ditinjau dari gaya elektrostatik yang berperan. Adanya
interaksi antara logam transisi dan ligan, disebabkan oleh adanya tarikan
antara kation logam dan elektron. Kemudian teori ini dikembangkan dengan
melihat perubahan energi dari lima degenerat orbital-d pada saat dikelilingi
oleh ligan. Menurut teori medan kristal, ligan akan tereduksi menjadi suatu
titik yang bermuatan. Dalam interaksi muatan titik tersebur dengan elektron
dalam orbital d, ion logam akan meningkatkan energinya pada orbital d,
namun setelahnya, mereka tidak lagi memiliki energi yang sama. Sedangkan
elektron dalam orbital dz2 dan dx2-y2 mengalami interaksi yang lebih besar
dengan muatan ligan yang mendekatinya daripada elektron-elektron dalam
orbital dxy,dxz,dan dyz. Akibatnya, ligan yang berbeda akan menghasilkan
medan kristal yang energinya berbeda pula, sehingga kita dapat melihat
warna yang bervariasi pada suatu senyawa kompleks.
Dalam sebuah ion logam, medan ligan yang memiliki energi yang lebih
lemah akan membentuk kompleks yang Δ-nya bernilai rendah pula,
sehingga ligan tersebut akan menyerap cahaya dengan panjang gelombang
yang lebih panjang serta merendahkan frekuensinya (ν). Sebaliknya, medan
ligan yang memiliki energi lebih kuat akan menghasilkan Δ yang lebih
besar, dan menyerap gelombang yang lebih pendek, serta meningkatkan ν-
nya. Hal ini karena energi yang diserap berbanding terbalik dengan panjang
gelombang, namun berbanding lurus dengan frekuensinya. Pada keadaan
umumnya, energi foton yang terserap belum tentu akan sama persis dengan
perbedaan energi Δ, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti tolakan elektron dan efek Jahn-Teller yang dapat mempengaruhi
perbedaan energi pada suatu keadaan dasar dengan keadaan yang tereksitasi.
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan kekuatan
medan ligan antara ligan amonia dan air. Secara teori, Ligan air memiliki
energi 40,85 kkal/mol yang lebih rendah daripada amonia, yaitu 46,87
kkal/mol. Hal ini disebabkan oleh ligan H2O yang bersifat sebagai ligan
lemah. Ligan lemah dalam kompleks menyebabkan elektron memiliki spin
tinggi (high spin) pada tingkat energi eg, karena pada ion Cu(II) elektron di
orbital d lebih mudah ditempatkan pada arah energi orbital yang lebih tinggi
sebagai elektron sunyi (tidak berpasangan) daripada ditempatkan pada
kamar orbital yang sama, namun sebagai elektron berpasangan. Sebab pada
kamar yang sama akan terjadi gaya tolak menolak antara dua elektron jika
akan berpasangan. Oleh karena energi untuk tolak menolak (P) lebih besar
daripada harga 10 Dq, justru ada interaksi tingkat energi atas dengan energi
bawah menyebabkan jarak t2g dan eg menjadi lebih pendek sehingga energi
10 Dq menjadi lebih kecil. Demikianlah dapat dipahami bahwa ligan air
merupakan ligan lemah dengan energi yang kecil. Sebaliknya, amonia
memiliki energi 10 Dq yang lebih tinggi daripada air menjelaskan sifatnya
sebagai ligan kuat. Amonia dalam kompleks menyebabkan elektron
memiliki spin rendah (low spin) karena elektron dapat ditempatkan pada
arah energi orbital t2g sebagai elektron berpasangan. Untuk menghindari
adanya gaya tolak menolak antara dua elektron dalam satu kamar maka
diperlukan energi 10 Dq yang lebih besar. Tidak ada interaksi dengan
tingkat energi ¬eg sehingga jarak kedua energi tersebut lebih menjauh.
Maka energi yang dimiliki seutuhnya berada pada tingkat energi t2g sebagai
energi 10 Dq. Dengan demikian, ligan amonia dipahami lebih kuat daripada
ligan air, sebanding dengan energi 10 Dq yang dimilikinya, berbanding
terbalik dengan panjang gelombang maksimum yang terabsorb. Sesuai
dengan deret spektrokimia yang pada deretnya, ligan H2O berada pada
posisi lebih rendah daripada NH3 atau dengan kata lain ligan amonia lebih
kuat daripada ligan air. Fenomena diatas dapat dijelaskan berdasarkan
interaksi elektron pada ion pusat dengan ligan, sesuai dengan prinsip teori
medan kristal.
Berdasarkan data pada percobaan, larutan I terlihat bahwa nilai absorbansi
tertinggi berada pada panjang gelombang terbesar yaitu 700 nm dengan nilai
absorbansi sebesar 0,158. Pada larutan II nilai absorbansi tertinggi berada
pada panjang gelombang 685 nm dengan nilai absorbansi sebesar 0,054.
Sedangkan pada larutan III, nilai absorbansi tertinggi juga berada pada
panjang gelombang 700 nm dengan nilai absorbansi sebesar 0,080, dan pada
larutan IV pada panjang gelombang 595 dengan absorbansi sebesar 0,424.
Sesuai dengan teori bahwa semakin kecil panjang gelombang maka akan
semakin besar energi suatu ligan, dapat dilihat pada larutan I yang hanya
mengandung air memiliki panjang gelombang yang lebih besar
dibandingkan dengan larutan 4 yang hanya mengandung amoniak memiliki
panjang gelombang terkecil, sehingga dengan kata lain larutan IV yang
mengandung amoniak saja memiliki energi yang paling besar daripada
larutan I yang hanya mengandung air saja. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kekuatan medan ligan pada air lebih lemah daripada kekuatan medan ligan
pada amoniak.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ligan amonia lebih kuat dibandingkan dengan ligan air
sehingga ligan air bersifat sebagai ligan lemah, hal ini dapat dilihat pada
data yang ada bahwa larutan I yang hanya mengandung air memiliki
panjang gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan larutan 4 yang
hanya mengandung amoniak memiliki panjang gelombang terkecil,
sehingga dengan kata lain larutan 4 yang mengandung amoniak memiliki
energi yang paling besar daripada larutan I yang hanya mengandung air
saja. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekuatan medan ligan pada air lebih
lemah daripada kekuatan medan ligan pada amoniak.

Kimia Fun

1.
NOV
28

STRUKTUR ASAM NUKLEAT


awalnya, banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang mau saya tenyakan
pada pembahasan asam nukleat. krn materi ini dulu saya anggap agak
ribet...apalagi tentang DNA, bgmna bisa jadi dobel helix lah,,knp namanya
ada kata asam,,apa prbdan antara DNA dan RNA,,dan msh bnyak yang saya
bingungkan... Tapi, setelah konsul sama dosen plus om gugel,,baru tau
deh...ternyata gampang gan!..:) pertama, dinamakan asam nukleat, kata
"asam" karena gugus fosfat pada struktur asam nukleat menyumbangkan
sifat asam yang pada keadaan netral akan mudah melepaskan proton
(H+)nya sehingga sering disebut anion asam kuat (pada keadaan tertentu,
fosfat akan bermuatan 4-). sedangkan kata Nukleatnya, karena kebanyakan
asam nukleat berada pada inti sel (nukleus)... Komponen asam nukleat
adalah 1. Gula ribosa

Gula dalam asam nukleat adalah jenis gula aldopentosa yakni Ribosa,,bisa
dilihat struktur pada gambar. struktur Hawort (siklik)nya menunjukkan
posisi beta-Furanosa (beta untuk posisi OH yang diatas, Furanosa untuk
siklik dari 5 atom karbon)...PERHATIKAN untuk C2 nya, disitulah letak
perbedaan dari tiap jenis asam nukleat (DNA & RNA). untuk RNA sama
seperti gambar tadi, namun untuk DNA agak sedikit berbeda, dimana pada
atom C2 nya kehilangan atom O nya sehingga yang ada hanya subtituen H
nya saja, itulah dinamakan gula DEOKSIribosa.
2. Basa Nitrogen Nah, ini yang agak ribet dikit... Basa nitrogen seperti yang
kita tau adalah Purin dan Pirimidin.

basa Purin misalnya. berasan dari senyawa heterosiklik yang terdiri dari 2
gabungan siklik (namanya bisiklik). sedangkan Pirimidin juga termasuk
dalam snyawa heterosiklik, namun pirimidin ini berasal dari turunan Piridin
yang ditambahkan 1 atom N (kalo piridin hanya 1 atom N nya). Purin punya
turunan lagi, yakni Adenin dan guanin yang berbeda dari strukurnya, begitu
juga pirimidin yang terdiri dari timin, uracil, dan sitosi.

masing2 ba

http://rachmakimhunter.blogspot.com/p/kimia-anorganik.html

Anda mungkin juga menyukai