Anda di halaman 1dari 26

I.

Judul Percobaan : Kekuatan Medan Ligan


II. Waktu Percobaan : Senin, 18 November 2019 (13.00 WIB)
III. Selesai Percobaan : Senin, 18 November 2019 (15.30 WIB)
IV. Tujuan Percobaan :
1. Mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan antara ligan ammonium dan air
2. Mengenal cara mencari panjang gelombang pada absorbansi maksimum
3. Mengenal variabel yang mempengaruhi panjang gelombang maksimum
V. Dasar Teori
1. Senyawa Koordinasi
Senyawa koordinasi merupakan senyawa yang tersusun atas atom pusat dan
ligan (sejumlah anion atau molekul netral yang mengelilingi atom atau kelompok
atom pusat tersebut), dimana keduanya diikat dengan ikatan koordinasi. Ditinjau dari
konsep asam-basa Lewis, atom pusat dalam senyawa dalam senyawa koordinasi
berperan sebagai asam lewis (akseptor/penerima pasangan elektron), sedangkan ligan
sebagai basa lewis (donor/pemberi pasangan elektron) (Nuryono, 1999).
Senyawa kompleks adalah senyawa yang mengandung paling tidak satu ion
kompleks. Ion kompleks terdiri dari satu atom pusat(central metal cation) berupa
logam transisi ataupun logam pada golongan utama, yang mengikat anion atau
molekul netral yang disebut ligan (ligands). Agar senyawa kompleks dapat
bermuatan netral, maka ion kompleks dari senyawa tersebut, akan bergabung dengan
ion lain yang disebut counter ion. Jika ion kompleks bermuatan positif, maka counter
ion pasti akan bermuatan negative dan sebaliknya (Himawan, 2012).
Ion unsur transisi dapat mengikat molekul-molekul atau ion-ion yang memiliki
pasangan elektron tak berikatan (ligan) dengan ikatan kovalen koordinasi yang
membentuk ion kompleks. Ion kompleks adalah gabungan ion (atom pusat) dengan
ion atau molekul lain (ligan) membentuk ion baru. Berdasarkan ligan yang diikat
oleh atom pusat dalam ion kompleks, maka ada dua macam ion kompleks (Effendy,
2007):
a. Ion kompleks positif : terbentuk apabila ion logam transisi (atom pusat) berikatan
dengan ligan yang merupakan molekul netral, sehingga ion kompleks yang
terbentuk bermuatan positif.
b. Ion kompleks negatif : terbentuk apabila ion logam transisi (atom pusat) berikatan
dengan ligan yang merupakan ion negatif.
Suatu ion kompleks terdiri dari satu atom pusat dan sejumlah ligan yang terikat
erat dengan atom pusat. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks
yang stabil nampak megikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun tak dapat
ditafsirkan di dalam lingkup kompleks yang klasik. Atom pusat ditandai oleh
bilangan koordinasi, suatu angka bulat yang menunjukan jumlah ligan yang dapat
membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat. Pada kebanyakan kasus,
bilangan koordinasi adalah seperti Fe2+, Zn2+, Cr3+, Ni2+, Cd2+. Bilangan koordinasi
menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat yang disebut
sebagai bulatan koordinasi, yang masing-masing dapat ditempati oleh suatu ligan
(Svehla, 1985).
2. Teori Medan Kristal
Teori medan kristal menjelaskan ikatan dalam ion kompleks semata-mata dari
gaya elektrostatik. Dalam ion kompleks ada dua jenis interaksi elektrostatik. Salah
satunya ialah tarik-menarik antara ion logam positif dengan ligan yang bermuatan
negatif atau ujung bermuatan negatif dari suatu ligan polar. Inilah gaya yang
mengikat ligan dengan logam. Jenis kedua ialah interaksi tolak-menolak elektrostatik
antara pasangan elektron bebas pada ligan dengan elektron dalam orbital d dari
logam itu (Chang, 2004). Medan ligan menyebabkan penguraian tingkatan energi
orbital d atom pusat, lalu menghasilkan energi untuk menstabilkan kompleks itu, jika
molekul netral yang terlibat sebagai ligan dalam pembentukan kompleks, muatan
pada ion kompleks tetap sama seperti muatan pada atom pusatnya. Kompleks dengan
ligan-ligan campuran bisa mempunyai muatan yang berbeda-beda (Svehla, 1985).

Gambar 1 Lima Jenis Orbital d


Jika ligan (yang diasumsikan bermuatan negatif) mendekat, maka akan terjadi
kenaikan tingkat energi orbital d ion logam akibat tolakan antara medan negatif ligan
dan elektron orbital d, tetapi tingkat energi kelima orbital d masih degenerate.
Karena orientasi ligan terhadap logam berbeda beda (seperti orientasi ke arah
oktahedral, tetrahedral), maka gaya yang dialami oleh tiap orbital tidak selalu sama.
Hal inilah yang menyebabkan pola pembelahan tingkat energi orbital d yang
berbeda-beda untuk tiap bentuk geometri.
a. Oktahedral
Pada oktahedral, orbital d z dan d x − y berhadapan langsung dengan ligan,
2 2 2

sedangkan orbital d xy, d yz , d xz tidak berhadapan langsung. Akibatnya energi


potensial d z dan d x − y akan naik akibat tolakan dengan ligan dan energi d xy, d yz ,
2 2 2

d xz akan berkurang karena kurang tolakan dengan ligan. Orbital d z dan d x − y yang
2 2 2

berada pada tingkat yang lebih tinggi dinamakan orbital eg sedangkan orbital d xy,
d yz , d xz yang memiliki energi yang lebih rendah dinamakan orbital t2g.

(a) (b)
Gambar 2 (a) orientasi orbital d dan ligan pada kompleks oktahedral;
(b) pola pembelahan pada oktahedral (Kunarti,2007)
b. Tetrahedral
Pada tetrahedral, orbital d xy,d yz ,d xz lebih berinteraksi langsung dibandingkan
dengan d z dan d x − y sehingga energi orbital d xy,d yz ,d xz akan naik sedangkan
2 2 2

energi d z dan d x − y akan turun.


2 2 2

(a) (b)
Gambar 3 orientasi orbital d dan ligan pada kompleks tetrahedral; (b)
pola pembelahan pada tetrahedral (Kunarti, 2007)
Teori medan kristal dalam bahasa inggris Crystal Field Theory disingkat CFT,
adalah sebuah model yang menjelaskan struktur elektronik dari senyawa logam
transisi yang semuanya dikategorikan sebagai kompleks koordinasi. CFT berhasil
menjelaskan beberapa sifat-sifat magnetik, warna, entalpi hidrasi, dan struktur
spinel senyawa kompleks dari logam transisi, namun ia tidak ditujukan untuk
menjelaskan ikatan kimia. CFT dikembangkan oleh fisikawan yang bernama Hans
Bethe dan John Hasbrouck Van Vleck pada tahun 1930. CFT pada akhirnya
digabungkan dengan teori orbital molekul, membentuk teori medan ligan yang
lebih akurat dan menjelaskan proses ikatan kimia pada senyawa kompleks logam
transisi (Himawan, 2012).

Gambar 4 Pemisahan Orbital d


Diagram energi dari orbital menunjukkan bahwa semua orbital d memiliki
energy yang lebih tinggi dalam bentuk kompleks dibandingkan dalam bentuk
keadaan bebas. Ini disebabkan gaya tolak menolak dari ligan yang saling
berdekatan. Tetapi, akan terjadi pemisahan energy orbital, antara 2 orbital d yang
memiliki energy yang lebih tinggi dengan dengan 3 orbital lainnya. Orbital yang
lebih tinggi dinamakan orbital eg, dan orbital yang lebih rendah dinamakan orbital
t2g. Pemisahan energi dalam orbital ini disebut efek medan Kristal, dan perbedaan
energy antara eg dan t2g disebut energi pemisahan. Energi pemisahan ini
dipengaruhi oleh ligan. Semakin kuat ligan, maka energy pemisahan semakin
besar dan sebaliknya. Besarnya energi pemisahan ini yang nantinya akan
mempengaruhi warna dan sifat magnetic dari kompleks (Himawan, 2012).
Pemisahan energy orbital d, dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
 Sifat-sifat ion logam: Keadaaan oksidasi logam. Keadaan oksidasi yang
lebih besar menyebabkan pemisahan yang lebih besar
 Susunan ligan disekitar ion logam: Sifat-sifat ligan yang mengelilingi ion
logam. Efek ligan yang lebih kuat akan menyebabkan perbedaan energi
yang lebih besar antara orbital 3d yang berenergi tinggi dengan yang
berenergi rendah.
Dalam teori medan kristal ligan-ligan direduksi menjadi titik yang bermuatan.
Interaksi muatan-muatan titik ini dengan elektron dalam orbital d ion logam akan
menaikkan energi semua orbital d, tetapi mereka tidak lagi memiliki energi yang
sama. Elektron-elektron dalam orbital d z 2 dan d x − y akan mengalami interaksi
2 2

yang lebih besar dengan muatan-muatan ligan yang mendekatinya daripada


elektron-elektron dalam orbital d xy, d yz , d xz. Pertimbangan simetri juga
menghasilkan kesimpulan yang sama terhadap orbital-orbital d lainnya. Pola
pemisahan tersebut berlaku untuk semua ion kompleks yang terkoordinasi secara
oktahedral Δo (didefinisikan sebagai 10 Dq) menunjukkan perbedaan energi
antara tiga orbital setingkat d xy, d yz , d xz dengan dua orbital setingkat d z dan d x − y
2 2 2

(Saputro, 2015).
3. Pengukuran Harga 10 Dq
Teori medan kristal tentang kompleks mengusulkan bahwa interaksi yang terjadi
antar ion logam (ion pusat) dengan ligan dalam pembentukan kompleks merupakan
interaksi elektrostatik (ionik). Misalkan ada enam ligan yang berasal dari arah titik
oktahedral berinteraksi dengan ion pusat maka lima orbital d ion pusat akan
mengalami interaksi dengan ion pusat maka lima orbital d ion pusat akan mengalami
interaksi yang berbeda. Tentu saja orbital yang berhadapan langsung dengan ligan
akan terpengaruh medan ligan lebih besar daripada orbital lain. Akibatnya orbital
pertama akan meningkat tingkat energinya. Atau dengan kata lain lima orbital d akan
terbelah menjadi dua tingkat energi. Dua orbital dengan tingkat energi lebih tinggi
dikenal dengan orbital eg dan tiga orbital lainnya disebut t2g (Tim Anorganik, 2018).

Gambar 5 Pemisahan orbital akibat pengaruh ligan pada kompleks oktahedral


Perbedaan tingkat energi itu dapat besar atau kecil bergantung beberapa faktor,
tetapi semua itu didefinisikan sebagai 10 Dq. Adanya perbedaan tingkat ini dapat
dipahami bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna
kompleks (Tim Anorganik, 2018).
Pengukuran harga 10 Dq suatu kompleks adalah cukup rumit, terutama bila
orbital d terisi lebih dari satu elektron. Pengukuran yang paling mudah adalah bila
orbital d hanya terisi sebuat elektron seperti yang terdapat pada ion kompleks
[Ti(H2O)6]3+. Satu elektron dalam orbital d ion Ti3+ akan menempati tingkat energi
yang lebih rendah (t2g). Apabila kompleks menerima sejumlah energi (energi cahaya)
yang energinya sama dengan harga 10 Dq maka energi tersebut akan diserap untuk
mengeksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi (eg). Hampir semua
kompleks besarnya harga 10 Dq sama dengan energi yang frekuensinya terletak pada
spektra daerah tampak. Karena ada kaitan antara warna dengan frekuensi maka
warna suatu kompleks bergantung pada frekuensi yang diserap. Warna kompleks
adalah komplemen warna cahaya yang diserap. Kompleks [Ti(H 2O)6]3+ sebagai
contoh, mempunyai warna violet, berarti kompleks itu menyerap warna
komplemennya, yaitu hijau kekuningan. Secara umum kombinasi warna cahaya dan
komplemennya adalah biru ↔ kuning, merah ↔ hijau kebiruan, dan hijau ↔ ungu
(Tim Anorganik, 2018).
Cara terbaik untuk mengukur pembelahan medan kristal ialah menggunakan
spektroskopi untuk menentukan panjang gelombang dimana cahaya diserap (Chang,
2004). Pengamatan terhadap serapan kompleks dapat digunakan sebagai alat untuk
menentukan harga 10 Dq. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa serapan
maksimum terletak pada frekuensi 20,300 cm-1. Besarnya enegri 10 Dq adalah :

Gambar 6 Spektra terapan daerah tampak larutan [Ti(H2O)6]3+


1 1 kkal/mol
10 Dq = ×
λ 349,75 cm−1
Ligan yang berbeda berinteraksi secara berbeda dengan orbital-orbital d ion
logam pusat. Δo , merupakan ukuran interaksi yang dapat membedakan komplek-
komplek yang berbeda dari ion logam. Sebagai contoh, telah diteliti bahwa Δo
umumnya bertambah menurut urutan Cl- < H2O < NH3 < CN- , ini merupakan
ukuran spektrokimia sejumlah ligan. Jika Δo bertambah, absorpsi maksimum akan
memiliki panjang gelombang yang lebih pendek. sesuai dengan bertambahnya energi
orbital dxy, dyz atau dxz untuk menaikkannya ke orbital dx2-y2 atau dz2. Makin
pendek absorpsi maksimum panjang gelombang, makin besar perbedaan energi
antara tingkat energi awal dan akhir (Nuryono, 1999).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga 10 Dq
a. Muatan ion logam
Makin banyak muatan ion,makin besar pula harga 10 Dq nya,karena makin
banyak muatan ion logam maka makin besar pula untuk menarik ligan lebih
dekat. Akibatnya  pengaruh ligan makin kuat sehingga pembelahan orbital makin
besar.
b. Jenis Ion pusat
Logam logam yang terletak pada satu periode, harga 10 Dq nya tidak terlalu
berbeda. Untuk satu golongan, Semakin kebawah, harganya akan semakin besar.
Mn2+< Ni2+< Co2+< Fe2+< V2+< Fe3+< Co3+< Mn3+< Co3+< Rh3+< Ru3+< Pd4+< Ir3+<
Pt4+.
c. Ligan
Berikut adalah deret spektrokimia. I-< Br-< SCN-~ Cl-< F-< OH-~ NO-< C2O42-<
H2O<CS-< EDTA4-< NH3~ pyr~ en< phen < CN- ~ CO. Semakin kuat ligannya,
maka 10 Dq juga akan semakin besar. Jika 10 Dq kecil, maka ligannya adalah
ligan lemah. Ligan yang kuat dapat menggantikan ligan yang lebih lemah.   
(Saputro, 2015)
5. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya
oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar
ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200400 nm, dan sinar
tampak (visible) mempunyai panjanng gelombang 400750 nm. Spektrofotometri
digunakan untuk mengukur besarnya energi yang diabsorbsi atau diteruskan. Sinar
radiasi monokromatik akan melewati larutan yang mengandung zat yang dapat
menyerap sinar radiasi tersebut (Harmita, 2006). Pengukuran spektofotometri
menggunkan alat spektofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup
besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektofotometer UV-Vis lebih banyak
dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat
berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan
bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007). Hukum Lambert-Beer
dinyatakan dalam :
A = a.b.c
Keterangan :
A = Absorbansi
a = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan (Rohman, 2007)
yaitu :
a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
b. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang
sama
c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang
lain dalam larutan tersebut
d. Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
e. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan
Tabel 1 Spektrum Cahaya Tampak Dan Warna-Warna Komplementer
Panjang gelombang (nm) Warna Warna Komplementer
400-435 Violet Kuning-hijau
435-480 Biru Kuning
480-490 Hijau-biru Oranye
490-500 Biru-hijau Merah
500-560 Hijau Ungu
560-580 Kuning-hijau Violet
580-595 Kuning Biru
595-610 Oranye Hijau-Biru
610-800 Merah Biru-Hijau
(Day, 2002)
Salah satu syarat senyawa dianalisis dengan spektofotometri adalah karena
senyawa tersebut mengandung gugus kromofor. Kromofor adalah gugus fungsional
yang mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan tampak, jika diikat oleh gugus auksokrom.
Hampir semua kromofor mempunyai ikatan rangkap berkonjugai (diena (C=C-
C=C), dienon C=C-C=O, bnzen dan lain-lain. Auksokrom adalah gugus fungsional
yang mempunyai elektron bebas, seperti –OH, NH2 , NO2 , –X (Harmita, 2006).
Kompleks [Cu(H2O)6]2+ yang menyerap cahaya di wilayah jingga dari
spektrum sehingga larutan CuSO4 tampak berwarna biru. Dibantu data spektroskopi
dari sejumlah kompleks, kimiawan menghitung pembelahan kristal untuk setiap ligan
dan menetapkan deret spektrokimia, yaitu daftar ligan yang diurutkan dari ligan
dengan kemampuan membelah tingkat energi orbital d kecil ke besar (Chang, 2004).
I- < Br- < Cl- < OH- < F- < H2O < NH3 < en < CN- < CO
VI. Alat dan Bahan
Alat :
1. Labu ukur 10 mL 3 buah
2. Tabung reaksi 3 buah
3. Rak tabung reaksi 1 buah
4. Pipet volume 5 mL 2 buah
5. Pipet gondok 2 buah
6. Spektrofotometer UV-Vis 1 set
7. Gelas kimia 100 mL 3 buah
8. Pipet tetes 3 buah
9. Gelas ukur 10 mL 1 buah

Bahan :
1. Larutan CuSO4 0,1 M 6 mL
2. Larutan NH4OH 1 M 7,5 mL
3. Aquades secukupnya
VII. Alur Percobaan
1. Labu I
20 mL larutan Cu2+ 0,1 M
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
Ditambahkan aquades sampai tanda batas
Diamati serapannya menggunakan
spektrofotometri UV-Vis pada λ 700-800 nm

Nilai Absorbansi
Dilakukan pengenceran jika A > 1

Nilai Absorbansi 1
Diamati grafiknya dan ditentukan λ pada
absorbansi maksimum

λ pada A max

Cu2+(aq) + 6H2O(l) → [Cu(H2O)6]2+(aq)


2. Labu II
20 mL larutan Cu2+ 0,1 M
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
Ditambahkan larutan amonium 1M 5 mL
Ditambahkan aquades sampai tanda batas
Diamati serapannya menggunakan
spektrofotometri UV-Vis pada λ 350-700 nm

Nilai Absorbansi
Dilakukan pengenceran jika A > 1

Nilai Absorbansi 1
Diamati grafiknya dan ditentukan λ pada
absorbansi maksimum

λ pada A max

Cu2+(aq) + 6H2O(l) → [Cu(H2O)6]2+(aq)


[Cu(H2O)6]2+ + 2NH3 → [Cu(H2O)3 (NH3)3]2+(aq) + H2O (l)
3. Labu III
20 mL larutan Cu2+ 0,1 M
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
Ditambahkan larutan amonium 1M 2,5 mL
Ditambahkan aquades sampai tanda batas
Diamati serapannya menggunakan
spektrofotometri UV-Vis pada λ 350-700 nm

Nilai Absorbansi
Dilakukan pengenceran jika A > 1

Nilai Absorbansi 1
Diamati grafiknya dan ditentukan λ pada
absorbansi maksimum

λ pada A max

Cu2+(aq) + 6H2O(l) → [Cu(H2O)6]2+(aq)


[Cu(H2O)6]2+ + 2NH3 → [Cu(H2O)4 (NH3)2]2+(aq) + H2O (l)
4. Blanko
Aquades
Diamati serapan menggunakan UV-Vis pada λ 400-
600 nm
Dicatat Absorbansinya

Absorbansi blanko
VIII. Hasil Pengamatan
No. Hasil Pengamatan
Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Perc. Sebelum Sesudah
1. Labu ukur 1 - Larutan Cu2+ : - Larutan Cu2+ + Cu2+ + 6H2O  Berdasarkan hasil percobaan
Larutan Cu2+ 0,1 M sebanyak 2 mL larutan aquades : larutan [Cu(H2O)6]3+(aq) yang telah dilakukan dapat
dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, berwarna biru berwarna biru muda disimpulkan bahwa pada
kemudian ditambahkan aquades sampai muda + - Absorbansi : 0,2440 tabung 1 dengan larutan
tanda batas. Kemudian diamati serapan - Aquades : - λ: 811,00 nm Cu2+ + aquades dihasilkan
menggunakan spektofotometri UV Vis cairan tidak - Dq = 35,2547
10 absorbansi = 0,2440 pada λ:
pada panjang gelombang 100-800 nm. berwarna kkal/mol 811,00 nm, sehingga
Setelah diperoleh nilai absorbansimaksimal diperoleh 10Dq sebesar
dan panjang gelombang maksimal. 35,2547 kkal/mol
2. Labu ukur 2 - Larutan Cu2+ : - Larutan Cu2+ + Cu2+(aq) + 6H2O(l) Berdasarkan hasil percobaan
Larutan Cu2+ 0,1 M sebanyak 2 mL larutan larutan ammonium:  [Cu(H2O)6]2+ yang telah dilakukan dapat
dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, berwarna biru larutan berwarna (aq) disimpulkan bahwa pada
kemudian ditambahkan larutan NH4OH - Larutan biru (++) [Cu(H2O)6]2+(aq) + tabung 2 dengan larutan
sebanyak 5 mL. Kemudian ditambahkan ammonium : - Ditambah aquades : 2NH3 (aq)  Cu2+ + aquades dihasilkan
aquades sampai tanda batas. Selanjutnya larutan tidak larutan berwarna [Cu(H2O)4 absorbansi = 0,456 pada λ:
diambil larutan campuran sebanyak 5mL berwarna biru tua (NH3)2]2+(aq) 609,50 nm, sehingga
kemudian ditambahkan aquades sebanyak - Aquades : - Absorbansi= 0,456 diperoleh 10Dq sebesar
5mL. Kemudian larutan diamati serapan cairan tidak - λ: 609,50 nm 46,94 kkal/mol
menggunakan spektofotometri UV Vis
pada panjang gelombang 350-700 nm. berwarna - Dq = 46,94
10

Setelah diperoleh nilai absorbansi kkal/mol


maksimal dan panjang gelombang
maksimal.
3. Labu ukur 3 - Larutan Cu2+ : - Larutan Cu2+ + Cu2+(aq) + 6H2O(l) Berdasarkan hasil percobaan
Larutan Cu2+ 0,1 M sebanyak 2 mL larutan larutan ammonium:  [Cu(H2O)6]2+ yang telah dilakukan dapat
dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, berwarna biru larutan berwarna (aq) disimpulkan bahwa Pada
kemudian ditambahkan larutan NH4OH - Larutan biru tua(+) dan [Cu(H2O)6]2+(aq) + tabung 2 dengan larutan
sebanyak 2,5 mL. Kemudian ditambahkan ammonium : terbentuk endapan 2NH3 (aq)  Cu2+ + aquades dihasilkan
aquades sampai tanda batas. Selanjutnya larutan tidak putih [Cu(H2O)4 absorbansi = 0,339 pada λ:
diambil larutan campuran sebanyak 5mL berwarna - Ditambah aquades : (NH3)2]2+(aq) + 609,50 nm, sehingga
kemudian ditambahkan aquades sebanyak - Aquades : larutan berwarna H2O (l) diperoleh 10Dq sebesar
5mL. Kemudian larutan diamati serapan cairan tidak biru tua dan 46,94 kkal/mol
menggunakan spektofotometri UV Vis berwarna endapan putih (+)
pada panjang gelombang 350-700 nm. - Absorbansi = 0,339
Setelah diperoleh nilai absorbansi - λ: 609,50
maksimal dan panjang gelombang - Dq = 46,94
10

maksimal. kkal/mol
IX. Analisis dan Pembahasan
Praktikum yang dilakukan pada hari Senin tanggal 18 November 2019 di
Laboratorium Kimia Anorganik Unesa, berjudul “Kekuatan Medan Ligan”. Tujuan dari
praktikum ini yaitu untuk mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan antara ligan
ammonium dan air, mengenal cara mencari panjang gelombang pada absorbansi
maksimum dan mengenal variabel yang mempengaruhi panjang gelombang maksimum.
Pengukuran absorbansi untuk menentukan panjang gelombang maksimum dalam
percobaan ini menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer UV-Vis
memiliki 2 sinar yakni sinar ultraviolet dan sinar tampak. Pada sinar ultraviolet
memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm. Sedangkan pada sinar tampak berkisar
antara 400-800 nm (Day, 2002). Sebelum melakukan praktikum, alat dan bahan yang
akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Setelah itu, alat-alat tersebut dicuci dan
dibersihkan agar tidak ada kontaminan yang dapat mempengaruhi hasil praktikum.
Praktikum ini terdiri dari 3 sub-judul antara lain :
1. Labu ukur I (larutan Cu2+ dan aquades)
Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu mengambil 2 mL
larutan CuSO4 0,1 M (berupa larutan berwarna biru muda +) menggunakan pipet
gondok atau pipet volum agar volume yang digunakan lebih akurat. Lalu dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan dengan aquades (berupa cairan tak
berwarna) sampai tanda batas menghasilkan larutan berwarna biru pudar. Aquades
berfungsi sebagai penyedia ligan H2O, dimana volume akuades yang digunakan
dalam proses pengenceran berkaitan dengan banyaknya ligan yang akan disubtitusi
oleh logam Cu. Larutan yang terbentuk adalah senyawa kompleks [Cu(H2O)6]2+ atau

heksaquotembaga(II) dimana atom pusatnya adalah ion Cu2+ dan ligannya adalah
H2O, sesuai persamaan reaksi berikut:
Cu2+(aq) + 6H2O(aq) → [Cu(H2O)6]2+ (aq)
Konfigurasi elektron atom Cu yaitu :
10 1
29Cu : [Ar] 3d 4S
Dalam hal ini Cu berada dalam bentuk ionnya yakni Cu2+ sehingga konfigurasinya :
2+ 9 0
29Cu : [ Ar] 3d 4S
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑
3d9 4s0
Logam Cu bertindak sebagai atom pusat dan air sebagai ligan. Hibridisasi jenis
ini adalah oktahedral dan hibridisasi senyawa kompleks tersebut menurut VBT
(Valence Bond Theory) dengan 6 ligan H2O adalah sp3d2.
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ H2O H2O H2O H2O H2O H2O
3d9 2s 2p 4d
↑↓ ↑
eg
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ 10 Dq
3d9
↑↓ ↑↓ ↑↓
t2g
Setelah itu larutan tersebut dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis
dengan rentan panjang gelombang 500-900 nm. Ketika absorbansi lebih dari 1 maka
larutan tersebut harus diencerkan sampai menghasilkan absorbansi maksimum 1.
Namun pada percobaan ini tidak dilakukan pengenceran dikarenakan absorbansinya
tidak lebih dari 1. Didapatkan absorbansi sebesar 0,2440 dan panjang gelombang
maksimum sebesar 811,00 nm. Hasilnya sesuai dengan teori dimana komplemen warna
biru-hijau memiliki rentang panjang gelombang 610-800 nm. Setelah itu hasil analisis
tersebut digunakan untuk mencari nilai energinya (10Dq) menggunakan rumus
berikut :
1 1 kkal/mol
10 Dq = ×
λ 349,75 cm−1
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai 10 Dq sebesar 35,2547 kkal/mol. Dalam
deret spektrokimia H2O merupakan ligan yang lebih lemah dibanding NH 3. Ligan
lemah akan mengisi orbital t2g dan eg walaupun tidak terisi penuh. Adanya elektron
yang mengisi orbital t2g dan eg menyebabkan kedua orbital mengalami interaksi
sehingga jarak 10 Dq menjadi lebih rendah. Dapat disimpulkan bahwa hubungan
antara 10 Dq dengan kekuatan medan ligan berbending lurus. Jika ligannya lemah
maka gaya tarik antara inti atom pusat dengan ligan semakin lemah, sehingga 10 Dq
semakin rendah. 10 Dq juga berbanding lurus dengan absorbansi, jika absorbansinya
rendah maka 10 Dq yang dihasilkan juga rendah, sedangkan panjang gelombang
yang dihasilkan tinggi. Hal ini sesuai dengan rumus untuk menghitung nilai 10 Dq.
Teori medan kristal menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara 10 Dq dengan
muatan ion kompleks. Dalam ion kompleks ada dua jenis interaksi elektrostatik,
salah satunya ialah tarik menarik antara ion logam positif dengan ligan yang
bermuatan negatif. Tetapi dalam praktikum ini muatan ion kompleks hanya
dipengaruhi oleh atom pusat karena ligan yang diikat merupakan ligan netral atau
tidak bermuatan. Hubungan 10 Dq dengan muatan ion kompleks yaitu semakin besar
10 Dq maka muatan ion kompleks juga semakin besar karena gaya tarik ion pusat
terhadap ligan-ligan yang ada disekitarnya menjadi semakin besar.
2. Labu Ukur II (Cu2+ + ammonium 5 mL + aquades)
Langkah pertama yang dilakukan yakni mengambil 2 mL larutan CuSO4 0,1 M
(berupa larutan berwarna biru muda (+)) menggunakan pipet gondok atau pipet
volum agar volume yang digunakan lebih akurat. Setelah itu dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 5 mL larutan amonium 1M (berupa larutan tak
berwarna) menghasilkan larutan berwarna biru tua (++). Selanjutnya ditambahkan
aquades sampai tanda batas, hasilnya berupa larutan berwarna biru tua. Aquades
berfungsi sebagai penyedia ligan H2O, dimana volume akuades yang digunakan
dalam proses pengenceran berkaitan dengan banyaknya ligan yang akan disubtitusi
oleh logam Cu. Larutan yang terbentuk adalah senyawa kompleks
tetraamindiaquotembaga(II) atau [Cu(H2O)2(NH3)4]2+. Dimana Cu bertindak sebagai
atom pusat sedangkan NH3 dan H2O bertindak sebagai ligan, persamaan reaksinya:
Cu2+(aq) + 6H2O(aq)→[Cu(H2O)6]2+(aq)
[Cu(H2O)6]2+(aq)+ 4NH3(aq)→[Cu(H2O)2(NH3)4]2+(aq) + 4H2O(l)

Logam Cu bertindak sebagai atom pusat sedangkan NH3 dan H2O sebagai ligan.
Hibridisasi jenis ini adalah oktahedral dan hibridisasi senyawa kompleks tersebut
menurut VBT (Valence Bond Theory) dengan 2 ligan H2O dan 4 ligan NH3 adalah
sp3d2.

↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ H2O H2O NH3 NH3 NH3 NH3


3d 2s 2p 4d
↑↓ ↑
eg
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ 10 Dq
3d9
↑↓ ↑↓ ↑↓
t2g
Setelah itu larutan diambil 5 mL lalu diencerkan menggunakan aquades dalam
labu ukur 10 mL agar nilai absorbansinya tidak lebih dari 1. Setelah pengenceran
larutan tersebut diuji menggunakan spektrofotometri UV-VIS didapatkan nilai
absorbansi sebesar 0,456 dan λ sebesar 609,50 nm. Hasilnya sesuai dengan teori
dimana komplemen warna biru-hijau memiliki rentang panjang gelombang 610-800
nm. Setelah itu hasil analisis tersebut digunakan untuk mencari nilai 10Dq
menggunakan rumus berikut :
1 1 kkal/mol
10 Dq = ×
λ 349,75 cm−1
Sehingga diperoleh nilai 10 Dq yaitu sebesar 46,94 kkal/mol. Harga 10 Dq yang
didapatkan lebih besar dibandingkan larutan pertama karena adanya penambahan
NH3. NH3 adalah ligan yang lebih kuat dibandingkan H2O sehingga ia mampu
menggantikan H2O. Ligan kuat akan mengisi orbital t2g sampai penuh, sebelum
mengisi orbital eg karena eletron sudah habis mengisi penuh orbital t 2g, menyebabkan
orbital eg tidak terisi elektron. Tidak adanya elektron pada orbital eg menyebabkan
kedua orbital tidak mengalami interaksi sehingga jarak 10 Dq menjadi semakin jauh.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara 10 Dq dengan kekuatan medan ligan
berbending lurus. Jika ligannya kuat maka gaya tarik antara inti atom pusat dengan
ligan semakin besar, sehingga 10 Dq menjadi semakin besar. 10 Dq juga berbanding
lurus dengan absorbansi, jika absorbansinya besar maka 10 Dq yang dihasilkan juga
besar, sedangkan panjang gelombang yang dihasilkan rendah. Hal ini sesuai dengan
rumus untuk menghitung nilai 10 Dq. Oleh karena itu pada labu ukur kedua ini, nilai
absorbansinya besar sedangkan panjang gelombangnya kecil, hal ini berkaitan
dengan adanya ligan NH3 yang merupakan ligan kuat.
Teori medan kristal menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara 10 Dq dengan
muatan ion kompleks. Dalam ion kompleks ada dua jenis interaksi elektrostatik,
salah satunya ialah tarik menarik antara ion logam positif dengan ligan yang
bermuatan negatif. Tetapi dalam praktikum ini muatan ion kompleks hanya
dipengaruhi oleh atom pusat karena ligan yang diikat merupakan ligan netral atau
tidak bermuatan. Hubungan 10 Dq dengan muatan ion kompleks yaitu semakin besar
10 Dq maka muatan ion kompleks juga semakin besar karena gaya tarik ion pusat
terhadap ligan-ligan yang ada disekitarnya menjadi semakin besar.
3. Labu Ukur III (Cu2+ + ammonium 2,5 mL + aquades)
Langkah pertama yang dilakukan yakni mengambil 2 mL larutan CuSO4 0,1 M
(berupa larutan berwarna biru muda (+)) menggunakan pipet gondok atau pipet
volum agar volume yang digunakan lebih akurat. Setelah itu dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 2,5 mL larutan amonium 1M (berupa larutan tak
berwarna) menghasilkan larutan berwarna biru tua (+) dan terbentuk endapan putih.
Setelah itu ditambahkan aquades sampai tanda batas, menghasilkan larutan bewarna
biru tua dan endapan putih (+) semakin banyak. Seharusnya tidak ada endapan yang
terbentuk, tetapi dalam praktikum ini ada endapan. Hal ini dapat disebabkan karena
larutan induk CuSO4 1 M yang digunakan telah terkontaminasi. Selain itu juga
karena alat telah digunakan bergiliran sehingga menyebabkan larutan lebih cepat
jenuh dan membentuk endapan. Terbentuknya endapan juga dapat dijelaskan secara
reaksi, dimana dalam percobaan ini perbandingan larutan CuSO4 dan NH4OH yakni
75:25. Ligan NH3 sebanyak 25% akan bereaksi dengan 25% atom pusat Cu2+.
Sedangkan 50% ion Cu2+ yang berlebih akan berikatan dengan ligan H2O yang
tersisa, reaksi ini akan menghasilkan endapan berupa Cu(OH)2.
Perbandingan volume aquades sebagai penyedia ligan H2O berkaitan dengan
banyaknya ligan yang akan disubtitusi oleh logam Cu. Larutan yang terbentuk adalah
senyawa kompleks diamintetraaquotembaga(II) atau [Cu(H2O)4(NH3)2]2+. Dimana
Cu bertindak sebagai atom pusat sedangkan NH3 dan H2O bertindak sebagai ligan,
persamaan reaksinya:
Cu2+(aq) + 6H2O(aq)→[Cu(H2O)6]2+(aq)
[Cu(H2O)6]2+(aq)+ 2NH3(aq)→[Cu(H2O)4(NH3)2]2+(aq) + 2H2O(l)

Logam Cu bertindak sebagai atom pusat sedangkan NH3 dan H2O sebagai ligan.
Hibridisasi jenis ini adalah oktahedral dan hibridisasi senyawa kompleks tersebut
menurut VBT (Valence Bond Theory) dengan 4 ligan H2O dan 2 ligan NH3 adalah
sp3d2.

↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ H2O H2O H2O H2O NH3 NH3


3d 2s 2p 4d
↑↓ ↑
eg
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ 10 Dq
3d9
↑↓ ↑↓ ↑↓
t2g
Setelah itu larutan diambil 5 mL lalu diencerkan menggunakan aquades dalam
labu ukur 10 mL agar nilai absorbansinya tidak lebih dari 1. Setelah pengenceran
larutan tersebut diuji menggunakan spektrofotometri UV-VIS pada rentang panjang
gelombang 500-900 nm. Warna biru pada larutan akan menyerap warna
komplementernya yakni merah dengan panjang gelombang 600-800 nm. Hasil uji
larutan sampel 3 didapatkan nilai absorbansi sebesar 0,339 dan λ sebesar 609,50 nm.
Hasilnya sesuai dengan teori dimana komplemen warna biru-hijau memiliki rentang
panjang gelombang 610-800 nm. Setelah itu hasil analisis tersebut digunakan untuk
mencari nilai 10Dq menggunakan rumus berikut :
1 1 kkal/mol
10 Dq = ×
λ 349,75 cm−1
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai 10 Dq sebesar 46,94 kkal/mol.
Seharusnya nilai 10 Dq pada sampel C lebih rendah dari sampel B, karena jumlah
NH4OH sebagai penyedia ligan kuat (NH3) hanya sebanyak 2,5 mL sedangkan pada
sampel B sebanyak 5 mL. Tetapi data yang diperoleh pada sampel B dan sampel C
memiliki nilai yang sama, hal ini dapat disebabkan karena kesalahan praktikan saat
menganalisis dengan alat spektrofotometri.
Ligan NH3 lebih kuat dibandingkan ligan H2O sehingga ia mampu
menggantikan H2O. Ligan kuat akan mengisi orbital t2g sampai penuh, sebelum
mengisi orbital eg karena eletron sudah habis mengisi penuh orbital t 2g, menyebabkan
orbital eg tidak terisi elektron. Tidak adanya elektron pada orbital eg menyebabkan
kedua orbital tidak mengalami interaksi sehingga jarak 10 Dq menjadi semakin jauh.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara 10 Dq dengan kekuatan medan ligan
berbending lurus. Jika ligannya kuat maka gaya tarik antara inti atom pusat dengan
ligan semakin besar, sehingga 10 Dq menjadi semakin besar. 10 Dq juga berbanding
lurus dengan absorbansi, jika absorbansinya besar maka 10 Dq yang dihasilkan juga
besar, sedangkan panjang gelombang yang dihasilkan rendah. Hal ini sesuai dengan
rumus untuk menghitung nilai 10 Dq. Oleh karena itu pada labu ukur kedua ini, nilai
absorbansinya besar sedangkan panjang gelombangnya kecil, hal ini berkaitan
dengan adanya ligan NH3 yang merupakan ligan kuat.
Teori medan kristal menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara 10 Dq dengan
muatan ion kompleks. Dalam ion kompleks ada dua jenis interaksi elektrostatik,
salah satunya ialah tarik menarik antara ion logam positif dengan ligan yang
bermuatan negatif. Tetapi dalam praktikum ini muatan ion kompleks hanya
dipengaruhi oleh atom pusat karena ligan yang diikat merupakan ligan netral atau
tidak bermuatan. Hubungan 10 Dq dengan muatan ion kompleks yaitu semakin besar
10 Dq maka muatan ion kompleks juga semakin besar karena gaya tarik ion pusat
terhadap ligan-ligan yang ada disekitarnya menjadi semakin besar.
4. Larutan Blanko
Larutan yang digunakan sebagai blanko adalah aquades karena larutan sampel
menggunakan pelarut aquades sehingga blanko yang digunakan juga aquades.
Aquades dimasukkan ke dalam kuvet untuk dianalisis menggunakan
spektrofotometri UV-VIS dengan rentang panjang gelombang 400-600 nm. Sehingga
menghasilkan absorbansi 0 dengan panjang gelombang maksimum 600,00 nm.
Larutan blanko memiliki transmitansi 100% dan digunakan sebagai standar untuk
mengukur absorbansi kompleks.
Berdasarkan data hasil percobaan dari ketiga larutan tersebut, diperoleh grafik
sebagai berikut :
Tabel 2 Panjang Gelombang, 10 Dq dan Absorbansi
Sampel Panjang Gelombang 10 Dq Abs
A 811 35.25 0,244
B 609.5 46.94 0,456
C 609.5 46.94 0,339

Panjang Gelombang vs Absorbansi


0.5
0.45
0.4
0.35 f(x) = − 0.000761786600496278 x + 0.861808933002481
R² = 0.696510390493364
0.3
Absorbansi

0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
550 600 650 700 750 800 850
Panjang Gelombang (nm)

Grafik 1 Hubungan Antara Panjang Gelombang Dan Absorbansi


Berdasarkan grafik 1 diketahui bahwa larutan sampel A memiliki panjang
gelombang paling besar yaitu 811 nm sedangkan absorbansinya paling kecil yakni
0,244. Larutan sampel B memiliki absorbansi paling besar yakni 0,456, sedangkan
panjang gelombangnya kecil yakni 609,5 nm. Sedangkan larutan sampel C memiliki
absorbansi 0,339. Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa nilai absorbansi
berbanding tebalik dengan panjang gelombang. Jika panjang gelombang rendah, maka
absorbansinya tinggi dan sebaliknya, jika panjang gelombang tinggi maka
absorbansinya rendah. Semakin pekat konsentrasi larutan maka warna larutan sampel
juga semakin biru, menyebabkan cahaya yang diserap lebih banyak dan nilai
absorbansinya lebih besar, semakin besar nilai absorbansi maka panjang gelombang
semakin kecil.
10Dq Vs Absorbansi
500000
f(x) = 57700.5 x + 314338.666666667
400000 R² = 0.745015426577683

Absorbansi
300000
200000
100000
0
35.25 46.94 46.94
10Dq (kkal/mol)

Grafik 2 Hubungan Antara Absorbansi dan 10 Dq


Berdasarkan grafik 2 diketahui bahwa larutan sampel A memiliki nilai 10 Dq paling
kecil yaitu 35,25 kkal/mol dan absorbansinya juga paling kecil yakni 0,2444.
Sedangkan sampel B memiliki 10 Dq lebih besar yakni 46,94 dan absorbansinya 0,456.
Serta sampel C memiliki nilai 10 Dq yang sama dengan sampel B yakni 46,94
seharusnya nilai 10 Dq sampel C lebih kecil dibandingkan sampel B dan lebih besar dari
sampel A. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa absorbansi berbanding lurus
dengan 10 Dq. 10 Dq adalah jarak eg dan t2g. Jika larutan uji merupakan larutan pekat
dan mengikat ligan kuat maka splitting antara orbital t2g dan eg akan semakin besar,
sehingga 10 Dq juga besar.

10 Dq Vs Panjang Gelombang
900
800
panjang gelombang (nm)

f(x) = − 17.2369546621044 x + 1418.60265183918


700 R² = 1
600
500
400
300
200
100
0
34 36 38 40 42 44 46 48
10 Dq (kkal/mol)

Grafik 3 Hubungan Antara Panjang Gelombang dan 10 Dq


Berdasarkan grafik 3 diketahui bahwa larutan sampel A memiliki panjang
gelombang yang paling besar yakni 811 nm tetapi 10 Dq paling kecil yakni 35,25.
Sedangkan sampel B memiliki panjang gelombang lebih kecil yakni 609,5 nm tetapi
10Dq lebih besar yaitu 46,94. Serta sampel C memiliki nilai 10 Dq yang sama dengan
sampel B yakni 46,94 seharusnya nilai 10 Dq sampel C lebih kecil dibandingkan sampel
B dan lebih besar dari sampel A. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa panjang
gelombang berbanding terbalik dengan nilai 10 Dq.
X. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Perbedaan kekuatan medan ligan anatara ligan amonium dan air dapat diketahui dari
nilai 10 Dq berdasarkan data panjang gelombang, dimana ligan amonium lebih kuat
dibandingkan ligan air.
2. Panjang gelombang maksimum pada absorbansi yang diperoleh dari ketiga sampel
yaitu :
a. Sampel A memiliki absorbansi maksimum 0,244 dan panjang gelombang
maksimum 811 nm.
b. Sampel B memiliki absorbansi maksimum 0,456 dan panjang gelombang
maksimum 609,5 nm.
c. Sampel C memiliki absorbansi maksimum 0,339 dan panjang gelombang
maksimum 609,5 nm.
3. Variabel yang dapat mempengaruhi panjang gelombang adalah konsntrasi larutan
dan jenis ligan yang berikatan.
XI. Daftar Pustaka
Chang, Raymond. 2002. Kimia Dasar: Konsep Dasar Inti Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A & Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid 1. Malang: Bayumedia
Publishing.
Harmita. 2006. Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Jakarta.
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
Himawan, Ahmad A. 2012. Senyawa Kompleks. Semarang: Teknik Kimia UNDIP.
Kunarti, Eko Sri. 2007. Handout Kimia Koordinasi “Week 5b Crystal Field Theory”.
Nuryono. 1999. Kimia Koordinasi. Yogyakarta: FMIPA UGM.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saputro, Agung N.C. 2015. Konsep Dasar Kimia Koordinasi. Yogyakarta: Deepublish.
Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT.
Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Anorganik. 2018. Petunjuk Praktikum Kimia Anorganik. Surabaya: Kimia
Unesa.
XII. Jawaban Pertanyaan
1. Jelaskan perbedaan kekuatan medan ligan antara ligan amonium dan air!
Jawab :
H2O merupakan ligan yang bersifat sebagai ligan lemah, karena memiliki energi
40,85 kkal/mol yang lebih rendah daripada amonia, yaitu 46,87 kkal/mol. Ligan lemah
dalam kompleks menyebabkan elektron memiliki spin tinggi (high spin) pada tingkat
energi eg, karena pada ion Cu(II) elektron di orbital d lebih mudah ditempatkan pada arah
energi orbital yang lebih tinggi sebagai elektron sunyi (tidak berpasangan) dari pada
ditempatkan pada kamar orbital yang sama, namun sebagai elektron berpasangan. Sebab
pada kamar yang sama akan terjadi gaya tolak menolak antara dua elekron jika akan
berpasangan. Oleh karena energi untuk tolak menolak (P) lebih besar daripada harga 10
Dq, justru ada interaksi tingkat energi atas dengan energi bawah menyebabkan jarak t2g
dan eg menjadi lebih pendek sehingga energi 10Dq menjadi lebih kecil.

2. Tuliskan reaksi yang terjadi dalam percobaan tersebut!


Jawab :
 Labu I
Cu2+(aq) + 6H2O(l) → [Cu(H2O)6]2+(aq)
 Labu II
Cu2+(aq) + 6H2O(l) → [Cu(H2O)6]2+(aq)
[Cu(H2O)6]2+(aq) + 4NH3(aq) → [Cu(H2O)3(NH3)3]2+(aq) + 4H2O(l)
 Labu III
Cu2+(aq) + 6H2O(l) → [Cu(H2O)6]2+(aq)
[Cu(H2O)6]2+ (aq) + 2NH3 (aq)→ [Cu(H2O)2(NH3)2] (aq) + 2NH4+ (aq)

3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi warna ion kompleks logam transisi?


Jawab :
Warna-warna komplementer yang terlihat pada kebanyakan senyawa koordinasi
dapat dijelaskan dengan teori medan Kristal. Perbedaan warna pada logam transisi
menjadikan salah satu ciri khusus dari logam-logam ini. Jika orbital-d dari sebuah
kompleks berpisah menjadi dua kelompok seperti yang dijelaskan di atas, maka ketika
molekul tersebut menyerap foton dari cahaya tampak, satu atau lebih elektron yang berada
dalam orbital tersebut akan meloncat dari orbital-d yang berenergi lebih rendah ke orbital-d
yang berenergi lebih tinggi, menghasilkan keadaam atom yang tereksitasi. Perbedaan
energi antara atom yang berada dalam keadaan dasar dengan yang berada dalam keadaan
tereksitasi sama dengan energi foton yang diserap dan berbanding terbalik dengan
gelombang cahaya. Karena hanya gelombang-gelombang cahaya (λ) tertentu saja yang
dapat diserap (gelombang yang memiliki energi sama dengan energi eksitasi), senyawa-
senyawa tersebut akan memperlihatkan warna komplementer (gelombang cahaya yang
tidak terserap). Seperti yang dijelaskan di atas, ligan-ligan yang berbeda akan
menghasilkan medan kristal yang energinya berbeda-beda pula, sehingga kita bisa melihat
warna-warna yang bervariasi. Untuk sebuah ion logam, medan ligan yang lebih lemah akan
membentuk kompleks yang Δ-nya bernilai rendah, sehingga akan menyerap cahaya dengan
λ yang lebih panjang dan merendahkan frekuensi ν. Sebaliknya medan ligan yang lebih
kuat akan menghasilkan Δ yang lebih besar, menyerap λ yang lebih pendek, dan
meningkatkan ν

4. Gambarlah grafik panjang gelombang terhadap absorbansi dari masing-masing


pengamatan anda!
Jawab :

Panjang Gelombang vs Absorbansi


0.5
0.45
0.4
f(x) = − 0.000761786600496278 x + 0.861808933002481
0.35 R² = 0.696510390493364
0.3
Absorbansi

0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
550 600 650 700 750 800 850
Panjang Gelombang (nm)

5. Hitunglah besar energi 10 Dq ketiga larutan tersebut (gunakan persamaan 1, lihat contoh
perhitungan energi kompleks Ti)!
Jawab :
Diketahui :

max larutan II = 609,5 nm

max larutan III = 609,5 nm


Ditanya : harga 10 Dq??

max larutan I = 811 nm

Dijawab :

1 kkal /mol 1 1 kkal/mol


10Dq = ϑ x = x
349,75Cm
−1 ❑max 349,75 Cm−1

Larutan uji I

1 1 kkal/mol
10Dq = ❑ x
max 349,75 Cm−1

1 1 kkal/mol
10Dq = −7
x −1
811 x 10 Cm 349,75 Cm

10 Dq = 35,25 kkal/mol

Larutan uji II

1 1 kkal/mol
10Dq = ❑ x −1
max 349,75 Cm

1 1 kkal/mol
10Dq = x
609,5 x 10 Cm 349,75 Cm−1
−7

10 Dq = 46,94 kkal/mol

Larutan uji II

1 1 kkal/mol
10Dq = ❑ x
max 349,75 Cm−1

1 1 kkal/mol
10Dq = x
609,5 x 10 Cm 349,75 Cm−1
−7

10 Dq = 46,94 kkal/mol

6. Dari hasil percobaan, apa yang dapat anda simpulkan?


Jawab :
NH3 merupakan ligan kuat, sedangkan H2O merupakan ligan lemah. Jika dilihat dari
segi komposisinya, semakin banyak komposisi ligan kuat yang ditambahkan, maka
semakin banyak ia melakukan substitusi ligan, sehingga semakin besar energi splitting
yang dibutuhkan, hal ini menyebabkan 10Dq nya semakin besar. Semakin besar 10Dq
semakin kecil panjang gelombang, maka semakin besar absorbansinya.

Anda mungkin juga menyukai