Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN KIMIA ANORGANIK FISIK

DISTORSI DAN TEORI ORBITAL MOLEKUL

NAMA NIM PRODI

: YOHANA NEONBENU : 0901060405 : PEND. KIMIA

SEMESTER : V

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2012

DISTORSI

Distorsi berupa elongasi tetragonal lebih sering terjadi dibandingkan kompresi tetragonal.

perpanjangan pada sumbu z

Gambar (c)

perpanjangan pada sumbu x dan y

Gambar (d)

Gambar (c)

Elongasi tetragonal yang terjadi pada suatu kompleks oktahedral. Elektronelektron pada orbital dz2 menimbulkan gaya tolak yang meneybabkan ligan pada sumbu z menjauh dari logam pusat

Gambar (d)

Kompresi tetragonal. Elektron-elektron pada orbital dx2-y2 menimbulkan gaya tolak yang cukup kuat sehingga ligan-ligan yang terikat pada sumbu x dan y menjauh dari logam pusat.

Dapat disimpulkan bahwa jika pengisian orbital dx2-y2 dan dz2 tidak sama, maka akan terjadi distorsi. Hal ini disebut sebagai Distorsi Jahn Taller. Teorema Jahn-Taller menyatakan bahwa : sistem molekuler yang tidak linear dalam suatu keadaan elektron yang terdegenerasi tidaklah stabil; dan akan mengalami distorsi untuk menurunkan simetrinya dan menghilangkan degenerasi yang terjadi. KOMPLEKS SEGI EMPAT PLANAR Jika logam pusat dalam kompleks memiliki konfigurasi d8, maka enam elektron akan mengisi orbital t2g dan dua elektron akan mengisi orbital eg. Penataan elektronnya ditunjukkan dalam Gambar (a). oktahedral terbentuk. eg E Orbital-orbital terisi oleh eletron secara simetris, dan suatu kompleks

t2g Gambar (e) elektron d8 Gambar (f) Pemecahan tingkat energi orbital eg, untuk mencapai kestabilan, kedua elektron mengisi orbital dz2 yang tingkat energinya lebih rendah Elektron yang berada pada orbital dx2-y2 mengalami tolakan dari empat ligan yang berada pada sumbu x dan y; sementara elektron yang ada pada orbital dz2 hanya mengalami tolakan dari dua ligan yang berada pada sumbu z. Jika medan ligan cukup kuat, maka perbedaan energi di antara dua orbital ini (orbital dx2-y2 dan dz2) menjadi lebih besar dibandingkan energi yang diperlukan untuk memasangkan elektron. Pemecahan orbital eg ini ditunjukkan pada Gambar(f). Dalam kondisi demikian, kompleks akan menjadi lebih stabil jika orbital dx2-y2 kosong dan kedua elektron yang seharusnya menempati orbital eg ditata secara berpasangan pada orbital dz2 . Dengan demikian, empat buah ligan dapat terikat dalam kompleks pada sumbu x dan y Gambar (f)

Gambar (e) Penataan elektron yang simetris di orbital t2g dan eg pada logam dengan konfigurasi

dengan lebih mudah karena tidak mengalami tolakan dari orbital dx2-y2 yang telah kosong. Sebaliknya ligan tidak dapat mendekati logam pusat melalui sumbu z, karena mengalami tolakan yang sangat kuat dari orbital dz2 yang terisi dua elektron. Oleh karena itu hanya terbentuk empat ikatan antara logam pusat dengan ligan, dan struktur geometris kompleks menjadi segiempat planar. Kompleks segiempat planar terbentuk pada ion logam dengan konfigurasi elektron d8 dan ligan yang memiliki medan yang sangat kuat, misalnya [Ni II(CN)4]2-. Semua kompleks Pt(II) dan Au(II) merupakan kompleks segi empat planar, meskipun dengan ligan medan lemah. Besarnya pemecahan energi orbital eg tergantung pada jenis ligan dan logam yang menjadi ion pusat. Pada kompleks segiempat planar dari CoII; NiII dan CuII, orbital dz2 memiliki tingkat energi yang hampir sama dengan orbital dxz dan dyz. Sedangkan dalam kompleks [PtCl4]2-, orbital dz2 memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan orbital dxz dan dyz. KOMPLEKS TETRAHEDRAL Orientasi ruang dari suatu kompleks dengan geometris tetrahedral dapat dihubungkan sebagai suatu kubus, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar (g).
Z

X
Y

Logam pusat

Ligan

Gambar g. Struktur kompleks tetrahedral sebagai suatu kubus Berdasarkan gambar tersebut, ligan berada di antara sumbu-sumbu x, y dan z. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, orbital-orbital t2g (dxy, dxz, dan dyz) berada di antara sumbu x, y dan z, sementara orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) berada dalam posisi yang berimpit dengan sumbu x, y dan z. Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron, ligan berada lebih dekat dengan orbital-orbital t2g, meskipun posisi ligan tidak tepat berimpit dengan orbitalorbital tersebut. Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron terjadi pemecahan energi yang berkebalikan dengan pemecahan energi pada kompleks oktahedron.

Pada kompleks tetrahedron, terjadi pemecahan tingkat energi dimana orbital t2g mengalami kenaikan tingkat energi (karena berada dalam posisi yang lebih berdekatan dengan ligan) sementara orbital eg mengalami penurunan tingkat energi. Pemecahan tingkat energi dalam kompleks tetrahedron ditunjukkan dalam Gambar (h). E (t)

(h) Gambar (h) Pemecahan tingkat energi yang terjadi dalam kompleks tetrahedron Untuk membedakannya dengan kompleks oktahedron, selisih energi antara orbital eg dan t2g dalam kompleks tetrahedron diberi notasi t Setiap elektron yang menempati orbital eg maupun t2g dalam kompleks tetrahedron memberikan kontribusi terhadap harga CFSE dari kompleks tetrahedron. Setiap elektron pada orbital eg akan menurunkan energi sebesar 0,6t, sementara setiap elektron yang menempati orbital t2g akan menaikkan energi sebesar 0,4 t. Secara sederhana, harga CFSE dari suatu kompleks tetrahedral dapat dirumuskan sebagai berikut : CFSE tetrahedron = -0,6t + 0,4t Besarnya CFSE dari suatu kompleks tetrahedron diramalkan lebih kecil dibandingkan CFSE kompleks oktahedron. Hal ini dikarenakan jumlah ligan yang terikat dalam kompleks tetrahedron juga lebih sedikit, hanya ada empat ligan, sementara pada kompleks oktahedron ada 6 ligan yang terikat pada logam pusat. Selain itu, berbeda dengan kompleks oktahedron dimana arah orbital tepat berimpit dengan arah datangnya ligan, ligan yang terikat pada kompleks tetrahedron tidak tepat berimpit dengan orbital. c. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) Teori Medan Kristal didasarkan atas asumsi bahwa interaksi yang terjadi antara ligan dan logam pusat murni merupakan interaksi elektrostatik. Teori ini dapat menjelsakan bentuk geometris; spektra; dan kemagnetan dari senyawa kompleks dengan memuaskan. Meskipun demikian, teori ini mengabaikan kemungkinan terbentuknya ikatan kovalen dalam kompleks, hal

ini ternyat bertentangan dengan fakta yang diperoleh sdari sejumlah eksperimen. Beberapa kelemahan dari Teori Medan Kristal adalah sebagai berikut : 1. Sejumlah senyawa dengan tingkat oksidasi nol (misalnya pada kompleks [Ni(CO)4] tidak mengalami gaya tarik-menarik elektrostatik antara logam dengan ligan, sehingga dapat dipastikan bahwa ikatan yang terbentuk dalam kompleks merupakan suatu ikatan kovalen 2. Urutan ligan dalam spektrokimia tidak dapat dijelaskan hanya dengan berdasarkan pada keadaan elektrostatik 3. Bukti dari spektrum resonansi magnetik inti dan resonansi spin elektron menunjukkan keberadaan densitas elektron tidak berpasangan pada ligan, hal ini mengindikasikan adanya pembagian elektron bersama, sehingga dapat diasumsikan terjadi kovalensi dalam kompleks Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan pembentukan ikatan kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan dalam kompleks terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital molekul merupakan orbital yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom yang dimiliki logam dengan orbital atom yang dimiliki oleh ligan. Oleh karena itu orbital molekul dapat dipelajari dengan menggunakan pendekatan Linear Combination Atomic Orbital (LCAO). Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan menghasilkan orbital bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital anti ikatan). Bagaimana orbital molekul ini terbentuk akan dibahas lebih terperinci dalam Ikatan Kimia. PEMBENTUKAN ORBITAL Pembentukan ikatan melalui orbital yang paling sederhana dapat dicontohkan dalam pembentukan ikatan antar atom hidrogen dalam molekul H2. orbital * (orbital molekul antibonding)

1s

1s

orbital (orbital molekul bonding)

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tiap atom H memiliki masing-masing satu buah elektron pada orbital 1s. kedua orbital atom H tersebut kemudian bergabung membentuk orbital molekul , sehingga terbentuk dua macam orbital, orbital yang merupakan orbital bonding, dan orbital * yang merupakan orbital antibonding. Sesuai dengan aturan Hund, maka mula-mula elektron dari salah satu atom H mengisi orbital molekul yang terbentuk, kemudian elektron dari atom H yang lain juga mengisi orbital tersebut. Dengan terbentuknya orbital molekul yang diisi oleh elektron dari kedua atom H, maka terbentuklah ikatan antar atom H tersebut menjadi molekul H2. Molekul H2 ini merupakan molekul yang stabil, karena elektronelektronnya berada pada orbital molekul yang tingkat energinya lebih rendah dibandingkan tingkat energi orbital atom pembentuknya. Pembentukan orbital molekul ini dapat digunakan untuk menjelaskan ketidakstabilan dari molekul He2. Perhatikan diagram berikut : orbital * (orbital molekul antibonding)

1s

1s

He He2

He

orbital (orbital molekul bonding)

Setiap atom Helium memiliki dua elektron pada setiap orbital 1s. saat orbital-orbital atom 1s dari kedua atom Helium tersebut membentuk orbital molekul, terbentuk 2 macam orbital molekul pula, orbital dan *. Elektron-elektron mula-mula mengisi orbital bonding yang tingkat energinya lebih rendah, kemudian mengisi orbital antibonding *. Karena baik orbital bonding maupun orbital antibonding sama-sama terisi elektron, maka keduanya akan saling meniadakan, sehingga molekul He2 menjadi sangat tidak stabil.

Kedua contoh diatas menunjukkan pembentukan orbital molekul untuk molekul diatomik yang heterogen, sehingga orbital atom yang digunakan dalam pembentukan orbital molekul memiliki tingkat energi yang sama. Pada molekul diatomik yang heterogen, atom yang lebih elektronegatif orbital atomnya memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi antar orbital atom dari dua atom berbeda yang saling berikatan merupakan ukuran dari sifat ionik ikatan yang terbentuk antara kedua atom tersebut. Sedangkan perbedaan tingkat energi antara orbital bonding molekul yang terbentuk dengan orbital atom (dari atom yang tingkat energinya lebih rendah) merupakan ukuran sifat kovalen ikatan yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi yang diberikan dalam diagram berikut : orbital *

a 1s A 1s B b

orbital AB Pada diagram tersebut, atom B memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan orbital atom A. Oleh karena itu, orbital molekul (OM) yang terbentuk memiliki karakteristik yang lebih mirip dengan orbital atom B. Selisih energi antara orbital atom A dan orbital atom B, dinotasikan dengan a, menunjukkan ukuran sifat ionik ikatan yang terbentuk antara A dan B. Sedangkan selisih energi antara OM dengan orbital atom B, dinotasikan dengan b, menunjukkan sifat kovalen ikatan AB.

PEMBENTUKAN ORBITAL MOLEKUL DALAM SENYAWA KOMPLEKS Pada senyawa kompleks, orbital molekul terbentuk sebagai gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan. Orbital atom logam dapat bergabung dengan orbital atom ligan jika orbital-orbital atom tersebut memiliki simetri yang sama. Untuk logam transisi pertama, orbital yang dapat membentuk orbital molekul adalah orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2), 4s, 4p, 4px, 4py dan 4pz. Orbital-orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) dari logam tidak dapat membentuk orbital karena orientasi arahnya yang berada di antara sumbu x, y dan z. Oleh karena itu ketiga orbital tersebut disebut sebagai orbital nonbonding. Meskipun tidak dapat membentuk oribtal , orbital-orbital t2g tersebut dapat membentuk orbital molekul dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital atom logam. Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika posisinya segaris dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung ion pusat dan ligan. Adapun orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan orbital atom dari logam adalah orbital s atau orbital hasil hibridisasi antara orbital s dan p. Karena jauh lebih banyak orbital dan elektron yang terlibat, maka diagram pembentukan orbital molekul dalam senyawa kompleks lebih rumit dibandingkan diagram pembentukan orbital molekul untuk molekul diatomik sederhana. Umumnya orbital atom dari ligan tingkat energinya lebih rendah dibandingkan orbital atom dari logam pusat, sehingga karakteristik dari orbital molekul yang terbentuk lebih mirip dengan karakteristik orbital atom ligan dibandingkan orbital atom logam. Pada kompleks [Co(NH3)6], orbital-orbital 4s, 4px, 4py, 4pz, 3dx2-y2, dan 3dz2 dari logam Co bergabung dengan keenam orbital px dari atom ligan NH3 membentuk orbital molekul. Orbital molekul yang terbentuk masing-masing diisi dengan sepasang elektron dari ligan NH3. Orbital 3dxy, 3dxz, dan 3dyz dari Co3+ tidak bergabung membentuk orbital molekul, ketiga orbital tersebut merupakan orbital nonbonding (non ikatan) dalam kompleks ini. Selisih antara tingkat energi nonbonding dengan orbital * (orbital antibonding) merupakan harga 0 dari kompleks tersebut. Dalam TOM, splitting/pemecahan tingkat energi yang terjadi merupakan akibat dari kovalensi. Makin besar kovalensi,makin besarpula harga 0. Dalam kompleks [Co(NH3)6]3+ tersebut, harga 0 cukup besar, sehingga semua elektron lebih memilih untuk mengisi orbital

nonbonding, kompleks merupakan kompleks low spin. Karena semua elektron dalam kompleks berpasangan, maka dapat diramalkan bahwa kompleks tersebut bersifat diamagnetik. Pada kompleks [CoF6]3-, selisih tingkat energi antara orbital nonbonding dengan orbital antibonding /orbital * yang terbentuk relatif cukup kecil, sehingga elektron dapat mengisi orbital * terlebih dahulu. Kompleks ini merupakan kompleks high spin. Diagram pembentukan orbital molekul pada kompleks [CoF6]3- dapat dilihat berikut ini : *s

*p
4p 4s 3d

*d

x -y z

xy xz

yz

orbital non bonding

d
6 orbital px dari 6 ligan F , masing-masing berisi 2 elektron
-

s Orbital-orbital 3dx2-y2; 3dz2; 4s; 4px; 4py; dan 4pz dari logam bergabung dengan 6 buah orbital px dari keenam ligan F- yang mengelilingi logam pusat tersebut. Orbital-orbital t2g dari logam membentuk orbital nonbonding atau non-ikatan. Selisih tingkat energi antara orbital nonbonding ini dengan orbital antibonding * yang terbentuk dinotasikan dengan 0. Pada kompleks [CoF6]3-, karena harga 0 relatif cukup kecil, maka sebelum mengisi orbital nonbonding secara berpasangan, elektron dari ligan mengisi orbital * terlebih dahulu. Akibatnya setiap orbital * yang merupakan orbital antibonding masing-masing terisi satu buah

elektron. Terisinya orbital antibonding ini mengakibatkan ikatan antara logam Co dengan ligan NH3 tersebut menjadi lebih lemah. Karena dalam kompleks terdapat sejumlah elektron yang tidak berpasangan, maka dapat diramalkan bahwa kompleks [CoF6]3- merupakan kompleks yang bersifat paramagnetik. PEMBENTUKAN ORBITAL Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, orbital dapat terbentuk antar orbital atom dengan simetri yang sama. Adapun orbital dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam. Salah satu contoh bagaimana orbital dapat terbentuk antara orbital atom dari logam dengan orbital atom yang dimiliki ligan ditunjukkan dalam gambar berikut :

+ + +

+ +

Gambar (i)

Gambar (i) Kombinasi orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz dari ligan Dari Gambar (i) di atas dapat dilihat bahwa orbital dxz berada sejajar dengan orbital py dan pz dari ligan, sehingga kombinasi dari orbital atom logam dan orbital atom ligan tersebut dapat menghasilkan orbital molekul .

Selain dari penggabungan orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz, orbital molekul juga dapat terbentuk dari penggabungan antara orbital pz dari logam dengan orbital pz dari ligan. Ilustrasi kedua orbital atom tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

+ + + +

(j)

Gambar (j) Posisi orbital atom pz dari logam dan orbital pz ligan berada dalam posisi yang sejajar, sehingga juga dapat bergabung dan menghasilkan orbital molekul . Jika pada pembentukan ikatan ligan berperan sebagai Basa Lewis yang menyumbangkan pasangan elektron, maka dalam pembentukan ikatan ini, ligan dapat bertindak sebagai asam Lewis yang menerima pasangan elektron yang didonorkan oleh logam. Adanya ikatan akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan, sehingga meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai pembentukan ikatan juga dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret Spektrokimia. Ligan dapat berperan sebagai akseptor atau donor , tergantung keterisian orbital yang dimiliki oleh ligan tersebut. (a) Ligan akseptor Sejumlah ligan seperti CO, CN- dan NO+ memiliki orbital kosong yang dapat bertumpang tindih dengan orbital t2g dari logam, membentuk ikatan . Interaksi semacam ini seringkali disebut sebagai pembentukan ikatan balik (backbonding). Tingkat energi dari orbital yang dimiliki ligan ini seringkali lebih tinggi dibandingkan tingkat energi

dari logam, sehingga dapat menaikkan harga 0. Ligan-ligan semacam ini merupakan ligan medan kuat dan pada Deret Spektrokimia berada di sebelah kanan. Ligan Donor Sejumlah ligan tertentu memiliki orbital yang telah terisi elektron dan mengalami overlap dengan orbital t2g dari logam, menghasilkan ikatan . Rapatan elektron akan ditransfer dari ligan menuju logam melalui ikatan ini. Selain dari ikatan yang terbentuk tadi, transfer elektron dari ligan ke logam juga terjadi melalui ikatan . Interaksi semacam ini lebih sering terjadi pada kompleks dari logam dengan bilangan oksidasi yang tinggi, sehingga logam tersebut kekurangan elektron. Orbital dari ligan biasanya memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan orbital t2g logam, sehingga delokalisasi elektron dari ligan melalui cara ini akan memperkecil harga 0. Ligan yang merupakan donor terletak di sebelah kiri dari Deret Spektrokimia.

(b)

Anda mungkin juga menyukai