KIMIA KOMPUTASI
Oleh :
Suyanti
1213023069
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
BAB I
DASAR TEORI
Dalam kimia komputasi terdapat 2 teori yaitu teori partubasi dan teori variasi.
A. Teori pertubasi
Dari persamaan ini adalah bagian yang tidak diganggu dan merupakan
bagian yang telah diketahu dari penyelesaian persamaan Schrodinger
secara eksak. Sedangkan adalah bagian yang diganggu. Metode
pertubasi umumnyamemperhitungkan korelasi elektron
Energi terganggu
1
B. Teori variasi
Selanjutnya :
trial akan lebih besar daripada energi keadaan dasar E0 . maka energi
sistem yang dihitung dengan fungsi trial memiliki nilai eigen lebih besar
daripada energi pada keadaan dasar E0. Sehingga untuk memperoleh nilai
yang mendekati energi keadaan dasar atau energi ground-state dapat
dilakukan dengan cara memvariasikan fungsi trial supaya hasilnya
mendekati nilai keadaan transisi
lalu
2. Basis Fungsi
Terdapat dua tipe fungsi basis yang umum digunakan dalam perhitungan
struktur elektronik yaitu: orbital tipe slater(STO) dan orbital tipe Gaussian
(GTO).
Basis fungsi :
1. fungsi matematika yang dirancang untuk memberikan fleksibilitas
maksimum untuk orbital molekul
2. harus memiliki makna fisik
3. koefisiennya bervariasi
Atom selain atom berelektron tunggal tidak memiliki orbital eksak, sehingga
kita butuh “trial” orbital yang dikenal dengan STO dan GTO atau fungsi basis.
STO dan GTO diperoleh dari proses Fitting atau pencocokan dengan orbital
atom hydrogen agar berbentuk serupa dengan orbital atom hydrogen.
2
A. STO (Slater Type Orbital)
Orbital tipe Slater ditemukan oleh John Slater. STO utamanya digunakan
untuk system atom dan diatom yang membutuhkan akurasi yang tinggi dan
metode semiempirik yang integral tiga Orbital tipe Slater berbentuk :
i ( , n, l , m; r , , ) Nr n 1e rYlm ( , )
3
Karena fungsinya dapat divariasi,
maka menutupi kelemahan STO
Kurva STO lebih landai dari pada kurva GTO (GTO lebih curam)
Terhadap jarak STO tidak signifikan,sedangkan GTO signifikan
Jika GTO divariasi maka hasilnya dapat mendekati GTO
STO=∑GTO (STO=∑GTO dikenal dengan basis set)
3. Basis Set
Basis set :
contoh
Atom hidrogen memiliki orbital 1s, jika dihitung dengan basis set STO-3G
berarti satu fungsi STO digantikan oleh 3 fungsi Gaussian (GTO).
4
Untuk perhitungan molekul , maka : OM ( H2 ) = LCAO
1STO 3G
N1c1e1 r N2c 2e2 r N3c3e3 r
2 2 2
3 i r 2 exponent βi coefficient ci Ni
(r ) N ci Ni e
i 1
3.425250 0.276934
0.623913 0.267839
Ekplisit :
1s (r ) 1 0.276934e 3.425250r 0.267839e 0.623913r 0.083474e 0.168856r
2 2 2
Ini adalah produk dari satu elektron orbital dari atom hidrogen. Kemudian,
untuk menghitung molekul H2 , orbital molekul diperoleh dari LCAO.
Molekul metana terdiri dari 4 orbital '1s' - satu per atom hidrogen, dan set '1s',
'2s' dan '2p' untuk karbon. Total basis set terdiri dari 9 basis fungsi.
Orbital valensi diwakili oleh lebih dari satu basis fungsi, (masing-masing
yang pada gilirannya dapat terdiri dari kombinasi linear tetap fungsi
Gaussian primitif). Split hanya digunakan untuk orbital valensi, sedangkan
5
orbital core atau orbital inti tidak, karena orbital valensi yang berpengaruh
terhadap reaksi kimia.
Core orbital orbital valensi (orbital selain orbital 1s, yang berperan
dalam pembentukan ikatan).
6
Orbital p terpolarisasi dengan mencampur dalam
tipe orbital d
6-31G (d) → satu set dari 6 fungsi Gaussian untuk orbital d digunakan
sebagai fungsi polarisasi pada atom berat.
6-31G (d, p) → satu set dari 6 fungsi Gaussian untuk orbital d digunakan
sebagai fungsi polarisasi pada atom berat dan satu dari
set 3 fungsi Gaussian untuk orbital d orbital p digunakan
sebagai fungsi polarisasi pada atom hidrogen.
7
.
Jumlah primitif dan basis fungsi untuk 1,2 - Benzosemiquinone radikal bebas
dengan 6-31 + G ( d ) basis set
primitif :
atom C : nr.primitives = 32 x nr . atom = 6 → 192
atom H : nr.primitives = 4 x nr . atom = 4 → 16
atom O : nr.primitives = 32 x nr . atom = 2 → 64
TOTAL : 272 primitif GTO
Fungsi dasar :
8
atom C : nr . BF = 19 x nr.atoms = 6 → 114
atom H : nr . BF = 2 x = 4 nr.atoms → 8
atom O : nr . BF = 19 x nr.atoms = 2 → 38
TOTAL : 160BF
A. Metode ab initio
Metode ab initio merupakan metode yang perhitungannya murni
menggunakan persamaan Schrodinger, tidak menggunakan data eksperimen,
kecuali data eksperimen umum misalnya e-, konstanta-konstanta. Metode ab
initio digunakan pendekatan untuk menyelesaikan perhitungannya.
Persamaan Schrodinger untuk perhitungan energi suatu fungsi gelombang :
Keterangan :
Hel : Hamiltonian elektronik
ѱel : Fungsi gelombang elektronik yang bergantung pada koordinat
elektron (r) dan koordinat inti (R)
Eeff : Energi elektronik efektif yang hanya bergantung pada koordinat
inti (R)
9
Multiconfigurational SCF (MCSCF), Multi-reference Configuration
Interaction (MRCI), Møller-Plesset perturbation theory, dan Coupled
Cluster methods.
ƒi = Hi + ∑𝑁/2
𝐽−1(2𝐽 − 𝐾)
Keterangan :
Hi : operator kinetik + operator potensial inti
J : operator potensial elektron
K : operator exchange
10
Fock memperbaiki fungsi gelombang orbital molekul berdasarkan teori
orbital molekul, fungsi gelombang orbital molekul merupakan kombinasi
linear orbital atom (LCAO). Dengan dasar ini maka
ѱH2 = ϕ1(1) ϕ2(2) ± ϕ1(2) ϕ2(1)
Selanjutnya untuk memenuhi prinsip larangan pauli, maka
ѱH2 = ϕ1(1) ϕ2(2) - ϕ1(2) ϕ2(1)
Keterangan :
ϕ : Fungsi gelombang orbital molekul
c : Koefisien ekspansi
χ : Fungsi gelombang orbital atom
11
dan penyelesaian persamaan yang digunakan untuk memperoleh orbital
baru; kemudian orbital yang terhitung digunakan untuk menentukan
operator Fock baru; Prosedur ini diulang sampai suatu kriteria
konvergensi dicapai yang mana kriteria konvergensi didasarkan pada
perubahan energi dari suatu orbital. Prosedur ini dikenal dengan metode
medan konsistensi-diri (SCF) karena prosedur berulang terus-menerus
dilakukan sampai medan elektrostatik efektif tidak mengalami perubahan.
Diagram perhitungan SCF ditunjukkan sebagai berikut.
Mulai
Orbital awal
Perhitungan
potensial efektif
Pembentukan
operator Fock
Penyelesaian
persamaan orbital
tidak
Konvergen?
ya
Hasil
Selesai
12
metode interaksi konfigurasi ini dengan prinsip variasi. Dalam metode ini
Determinan Slater diperoleh dengan eksitasi single, double, triple, dan
lain-lain dari optimasi Determinan Slater HF. Konsep dari CI adalah
penyusunan kembali determinan Slater yang melibatkan “virtual” tidak
terisi dari perhitungan Hartree-Fock.
13
besar sehingga perlu pemangkasan ekspansi CI. Terdapat beberapa
pemangkasan ekspansi CI, yang hanya melibatkan satu kali konfigurasi
tereksitasi atau Configuration Interaction, single (CIS), atau dua kali
konfigurasi tereksitasi atau Configuration Interaction, double (CID), atau
gabungan keduanya atau Configuration Interaction, single and double
(CISD).
14
5. Møller-Plesset perturbation theory
Ide dasar dari metode ini adalah perbedaan dari Hamiltonian eksak dan
Hamiltonian referensi pada HF.
H = H0 + λH’
Keterangan :
H : Hamiltonian eksak
H0 : Hamiltonian referensi (operator Fock)
H’ : Hamiltonian pertubasi.
λ : besarnya pertubasi
Dimana Ei(1) adalah koreksi energi order pertama, Ei(1) adalah koreksi
energi order kedua dan seterusnya. Metode ini konvergensinya cepat
(secepat SCF) dan bersifat taat-ukuran. Kelemahannya adalah tidak
bersifat variasional sehingga estimasi energi korelasi bisa terlalu besar.
Oleh karena itu, harus diterapkan menggunakan himpunan basis yang
cukup memadai/besar.
15
1 1
eT = 1 + T + 2 T2 + 6 T3 + …
Keterangan :
ϕ0 : fungsi gelombang HF
T : ekspansi Taylor
Pada metode ini juga terdapat pemangkasan seperti halnya pada metode
MP namun . Adapun pemangkasan dari teori ini yaitu CCD (Coupled
Cluster, double), CCSD (Coupled Cluster, single and double), CCSDT
(Coupled Cluster, single, double and triple).
T = T2 CCD
T = T1 + T2 CCSD
T = T1 + T2 + T3 CCSDT atau CCSD(T)
B. Metode semiempiris
16
memberikan beberapa kesalahan, khususnya jika harus menjelaskan
permasalahan pada kimia anorganik, terutama jika kita bekerja dengan
melibatkan unsur-unsur transisi.
17
mereka saling tolak menolak, tolakanya semakin tinggi jika jaraknya semakin
dekat. Ini dapat dijelaskan oleh kurva energi potensial V(R) seperti yang
ditunjukkan oleh argon pada gambar dibawah ini.
Kurva energi potensial V(R) untuk sepasang atom helium (kurva kiri) dan
sepasang atom argon (kurva kanan). Jika V menurun dengan naiknya R,
maka atom semakin menolak; jika V meningkat dengan meningkatnya R
kedua atom saling menarik.
Rumus sederhana yang sering digunakan untuk model interaksi diantara
atom-atom ini adalah potensial Lennard-Jones:
Dengan ɛ adalah kedalaman dan s jarak V(R) melewati nol. Potensial ini
mempunyai bagian tarikan, yang berbanding lurus terhadap R-6, dan
bagian tolakan, yang berbanding lurus terhadap R-12.
18
BAB II
19
Pada percobaan ini untuk menghitung energi ikatan dan panjang ikatan
digunakan program Gauss View dengan 11 metode, yaitu semiempirik AM1;
semiempirik PM3; semiempirik CNDO; HF 6-31G; HF 6-31G(d,p); DFT
B3LYP 6-31G(d,p); DFT B3LYP cc-pVDZ; DFT B3LYP LanL2DZ; MP2 6-
31G(d,p); CCSD 6-31G(d,p); dan CASSCF 6-31G(d,p). dengan panduan
LKM yang telah diberikan dosen.
H = H0 + λH/
20
Perhitungan dengan metode semiempirik (MNDO, AM1, PM3) dapat
dijalankan lebih cepat karena tidak semua persamaan diselesaikan secara
eksak dan elektron yang diperhitungkan hanyalah elektron valensi saja,
sedangkan Ab initio menyelesaikan semua persamaan secara eksak dan semua
elektron yang ada diperhitungkan, sehingga memerluka waktu perhitungan
yang lama. Hasil perhitunga Ab initio lebih akurat dibandingkan dengan
perhitungan semiempirik, walaupun dalam pengerjaannya Ab initio
memerlukan waktu yang lebih lama.
F + F → F2
Berdasarkan reaksi diatas maka dapat dihitung perubahan energi yang terjadi
dengan cara :
ΔE = E produk – E reaktan
= EF−F − EF − EF
= EF−F − 2EF
21
untuk menyelesaikan persamaannnya. Keuntungan utama dari metode semi-
empiris adalah perhitungannya dapat dilakukan lebih cepat karena tidak
semua persamaan diselesaikan secara eksak dan elektron yang diperhitungkan
hanyalah elektron valensi saja, electron dalam (core) dihitung sebagai fungsi
tolakan core-core dan mampu melakukan perhitungan pada molekul yang
lebih besar atau dapat diterapkan pada sistem yang besar dan menghasilkan
fungsi gelombang elektronik yang baik sehingga sifat-sifat elektronnya dapat
diprediksi.
Basis set merupakan kumpulan fungsi basis atau deskripsi matematis dari
orbital dalam sistem yang digunakan untuk melakukan perhitungan mekanika
kuantum. Semakin besar basis set maka akan lebih akurat dalam
22
mendeskripsikan orbital karena elektron lebih leluasa bergerak atau tidak
terbatas pada suatu ruang tertentu.
6-31G (d,p) merupakan himpunan basis set ganda yang ditambah dengan
fungsi polarisasi dan disporsi. Dimana 6 menyatakan orbital core atau orbital
inti yang diperlakukan dengan 6 fungsi gaussian, 31G yaitu suatu angka yang
menyatakan orbital valensi yang berarti bahwa orbital valensi tersebut displit
menjadi 3 fungsi gaussian dan 1 fungsi Gaussian, dan (d,p) merupakan orbital
d yang digunakan sebagai fungsi polarisasi pada atom berat dan seperangkat
orbital p yang digunakan sebagai fungsi polarisasi pada atom hidrogen
23
2,6 -90,8935891146
2,4 -150,9399468989
2,2 -204,1076532086
2,0 -225,0408141889
1,9 -208,7918858457
1,6 110,1447500182
1,3 1928,8965210176
1,0 7827,2494493230
750
Energi interaksi (kJ/mol)
550
350
150
-50
1.0 1.3 1.6 1.9 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.5 3.7
-250
-450
Jarak (Å)
24
dikarenakan adanya interaksi tolak-menolak yang kuat antara dua atom Cl
sehingga energi potensialnya sangat besar. sedangkan pada jarak ≥3 Å energi
potensial bernilai positif tetapi perubahannya tidak besar (kurva landai), hal
tersebut dikarenakan pada jarak ≥3 Å interaksi antara dua atom Cl lemah,
sehingga energi potensialnya kecil.
Pada kurva tersebut dapat dijelaskan jika kedua atom semakin menjauh maka
seharusnya antara kedua atom tersebut tidak ada interaksi dan umumnya,
menghasilkan energi potensial mendekati nol. Namun faktanya pada jarak 4Å
masih memiliki energi interaksi sebesar 144,9047371774 kJ/mol yang berarti
bahwa pada jarak 4Å masih terdapat interaksi walaupun interaksinya sangat
lemah.
Apabila dua atom yang terisolasi saling mendekat maka pada jarak tertentu
akan terbentuk ikatan, dimana pada percobaan ini ikatan Cl-Cl yang paling
stabil terbentuk pada jarak 2Å dengan energi potensial yang paling kecil,
yaitu -225,0408142 kJ/mol. Semakin kecil jarak antara kedua atom maka
gaya tolakannya semakin besar dan energinya semakin tinggi, sehingga ikatan
yang terbentuk tidak stabil, namun bila jarak antar kedua atom sangat jauh
maka interaksi antar atom sangat lemah sehingga ikatan yang terbentuk
kurang stabil dengan energi yang cukup tinggi. Ikatan Cl-Cl yang stabil akan
terbentuk dengan jarak tertentu dimana interaksi antar atom kuat namun gaya
tolakannya tidak besar dan memiliki energi terendah. Namun ketika jarak
antar kedua atom sudah sangat berjauhan maka tidak aka nada interaksi.
25
suku coloumb untuk menggambarkan interaksi antar molekul pada jarak
panjang dan interaksi muatan-muatan.
Berikut ini data hasil perhitungan jarak antar 2 atom Haksial atas dan Haksial atas
serta energi molekul sikloheksana pada berbagai konformasi :
2 Setengah kursi
26
3 Perahu terpilin
4 Perahu
-21556.00000
perahu
perahu terpilin perahu terpilin
-21558.00000
27
setengah kursi mempunyai energy tertinggi (-21553.31055), semakin kecil
energy maka molekul tersebut semakin stabil. Jika ditinjau dari jarak antar
atom Haksial atas , konformasi kursi memiliki jarak antar atom Haksial atas yang
jauh/besar, serta struktur hydrogennya berbentuk goyang (anti) dimana atom-
atom hydrogen atau gugus-gugus terpisah sejauh mungkin satu dari yang lain,
hal tersebut mengakibatkan tolak menolak antara atom-atom hydrogen, tolak
menolak antar elektron, dan interaksi antar ikatannya semakin kecil sehingga
energinya rendah. Sedangkan pada konformasi setengah kursi jarak antar
atom Haksial atas dekat/kecil, serta struktur hydrogennya berbentuk eklips
dimana atom-atom hydrogen atau gugus-gugusnya saling berdekatan,
menyebabkan tolak menolak antara atom-atom hydrogen, tolak menolak antar
elektron, dan interaksi antar ikatannya semakin besar sehingga energinya
tinggi.
Adapun perbedaan antara basis fungsi dan basis set adalah sebagai berikut :
STO-3G merupakan suatu basis set yang berarti 1 fungsi STO akan diganti
dengan 3 fungsi GTO. Jumlah fungsi Gaussian yang digunakan untuk
perhitungan molekul air H2O jika menggunakan basis set STO-3G adalah
28
= 1s 2s 2px 2py 2pz → terdapat 5 orbital
Total H2O memiliki 7 orbital, kemudian 7 fungsi STO x 3GTO = 21 fungsi
Gaussian (GTO)
2 150 o -13687.30469
3 120 o -13686.29688
29
4 90 o -13685.79297
5 60 o -13686.27441
6 45 o -13686.66504
7 30 o -13686.92090
8 15 o -13686.98828
9 0o -13686.98145
30
Energi Minimum Berbagai Konformer
1,3-Butadiena
-13685
180 150 120 90 60 45 30 15 0
-13685.5
-13686
Energi (kkal/mol)
-13686.5
-13687 Ea
-13687.5 ∆HReaksi
-13688
Sudut dihedral (◦)
Berdasarkan kurva diatas dapat teramati bahwa agar konformasi trans dengan
sudut dihedral 180o dan energi terendah dapat berubah menjadi konformasi cis
dengan sudut dihedral 0o harus melewati konformasi intermediet (zat antara)
dengan sudut dihedral 90o yang memiliki energi tertinggi.
Jadi, agar konformasi s-trans dapat berubah menjadi konformasi s-cis maka
konformasi s-trans harus memiliki energi minimal senilai dengan energi yang
dimiliki oleh konformasi intermediet yaitu -13685.79297 kkal/mol. Energi
minimum yang diperlukan Untuk mengubah s-trans menjadi s-cis itulah yang
disebut dengan energi aktivasi (Ea). Energi aktivasi (Ea) dapat ditunjukkan
seperti pada gambar kurva di atas. Adapun pengertian dari energi aktivasi
31
adalah energi minimum yang diperlukan partikel-partikel agar suatu reaksi
dapat terjadi membentuk produk baru. Jika dihitung berdasarkan perhitungan
energi yang telah dilakukan, maka energi aktivasinya adalah (-13685.79297 -
(-13687.75488 )) kkal/mol = 1.96191 kkal/mol.
32
DAFTAR PUSTAKA
Pranowo, Harno Dwi dan Abdul Kadir R.H. 2011. Pengantar Kimia Komputasi.
Bandung : Lubuk Agung
33