Anda di halaman 1dari 22

LEMBAR ASISTENSI

Nama : Fulgensia Genefefa T


Judul Percoaan : Isoterm Adsorpsi
Asisten : Fadlian
Hari/Tanggal Catatan Paraf
PERCOBAAN II
ISOTERM ADSORPSI

I. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan isoterm
adsorpsi menurut Frendlich bagi proses adsorpsi asam klorida pada arang.

II. Dasar Teori


Arang adalah padatan berpori hasil pembakaran bahan yang mengandung
karbon. Arang tersusun dari atom-atom karbon yang berikatan secara kovalen
membentuk struktur heksagonal datar dengan sebuah atom C pada setiap
sudutnya. Susunan kisi-kisi heksagonal datar ini tampak seolah-olah seperti
pelat-pelat datar yang saling bertumpuk dengan sela-sela di antaranya
(Hermana, 2010)
Karbon aktif adalah bentuk umum dari berbagai macam produk yang
mengandung karbon yang telah diaktifkan untuk meningkatkan luas
permukaannya. Karbon aktif berbentuk kristal mikro karbon grafit yang pori-
porinya telah mengalami pengembangan kemampuan untuk mengadsorpsi gas
dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak larut atau yang terdispersi
dalam cairan . Luas permukaan, dimensi, dan distribusi karbon aktif
bergantung pada bahan baku, pengarangan, dan proses aktivasi. Berdasarkan
ukuran porinya, ukuran pori karbon aktif diklasifikasikan menjadi 3, yaitu
mikropori (diameter <2 nm), mesopori (diameter 2–50 nm), dan makropori
(diameter >50 nm) (Kustanto, 2000). Penggunaan karbon aktif di Indonesia
mulai berkembang dengan pesat, yang dimulai dari pemanfaatannya sebagai
adsorben untuk pemurnian pulp, air, minyak, gas, dan katalis
Aktivasi adalah perubahan fisik berupa peningkatan luas permukaan
karbon aktif dengan penghilangan hidrokarbon. Ada dua macam aktifasi, yaitu
aktivasi fisika dan kimia. Aktivasi kimia dilakukan dengan merendam karbon
dalam H3PO4, ZnCl2, NH4Cl, dan AlCl3 sedangkan aktivasi fisika
menggunakan gas pengoksidasi seperti udara, uap air atau CO2 (Hermana,
2010).
Adsorbsi adalah gejala pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada
permukaan zat lain, sebagai akibat dari ketidakjenuhan gaya-gaya pada
permukaaan zat tersebut. Adsorbsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ;
a. Adsorbsi fisik, yaitu berhubungan dengan gaya Van der Waals dan
merupakan suatu proses bolak – balik apabila daya tarik menarik antara zat
terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut
dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorbsi pada permukaan
adsorben.
b. Adsorbsi kimia, yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut
yang teradsorbsi.(Dogra:1990)
Menurut M.T. Sembiring dkk, 2003 bahwa karbon aktif yang baik
mempunyai persyaratan seperti yang tercantum pada SII No.0258 -79. Sifat
karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :
1. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing
senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya
ukuran molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret
homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus
fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.
2. Temperatur/ suhu.
Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk menyelidiki suhu
pada saat berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang
bisa diberikan mengenai suhu yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang
mempengaruhi suhu proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas
thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat
senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna mau dekomposisi, maka
perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi
dilakukan pada suhu kamar atau bila memungkinkan pada suhu yang lebih
kecil.
3. pH (Derajat Keasaman).
Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH
diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan
karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik
tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan
menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya
garam.
4. Waktu Singgung
Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu
untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding
terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih ditentukan oleh
dosis karbon aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung.
Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel
karbon aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan
yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih
lama (Neneng, 2012)
Bagi suatu sistem adsorbsi tertentu, hubungan antara banyaknya zat
yang teradsorpsi persatuan luas atau persatuan berat adsorben dengan
konsentrasi yang teradsorpsi pada temperatur tertentu disebut dengan isoterm
adsorbsi ini dinyatakan sebagai:
x/m = k. Cn...........................................................................(1)
dalam hal ini :
x = jumlah zat teradsorbsi (gram)
m = jumlah adsorben (gram)
C = onsentrasi zat terlarut dalam larutan, setelah tercapai
kesetimbangan adsorpsi
k dan n = tetapan, maka persamaan (1) menjadi :
log x/m = log k + n log c..............................................................(2)
Persamaan ini mengungkapkan bahwa bila suatu proses adsorbsi
menuruti isoterm Freundlich, maka aluran log x/m terhadap log C akan
merupakan garis lurus. Dari garis dapat dievaluasi tetapan k dan Isoterm
adsorbsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fase
teradsorbsi pada permukaan adsorben dengan fase ruah kesetimbangan pada
temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya
digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorbsi (Castellan,1983), yaitu :
1. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa :
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanyadapat
mengadsorbsi satu molekul untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak
ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap
b. Semua proses adsorbsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorbsi maksimum.
Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal
berikut : selalu ada ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul
teradsorbsi tidak inert dan mekanisme adsorbsi pada molekul pertama
asangat berbeda dengan mekanisme pada molekul terakhir yang
teradsorpsi.
Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi
adalah sebagai berikut : A(g) + S ↔ AS, dimana A adalah molekul gas
dan s adalah permukaan adsorpsi (Castellan,1983).
2. Isoterm Branauer, Emmet and Teller (BET)
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai nilai
permukaan yang homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir
adalah BET berasumsi bahwa molekul-molekul adsorbat bisa membentuk
lebih dari satu lapisan adsorbat dipermukaannya. Pada isoterm ini,
mekanisme adsopsi untuk setiap proses adsorpsi berbeda-beda.
Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adalah :
Isoterm Langmuir biasanya lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi
kimia, sedangkan isoterm BET akan lebih baik daripada isoterm
Langmuir bila diterapkan untuk adsorpsi fisik (Castellan,1983)
3. Isoterm Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair,
isoterm adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang
dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa
adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul
mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini
merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat ini.
Persamaannya adalah :
x/m = k C 1/n
dimana:
x = banyaknya zat terlarut yng teradsorpsi (mg)
m = massa adsorben (mg)
C = konsentrasi adsorben yang sama
k,n = konstanta adsorben
Dari persamaan tersebut, jika konsentrasi larutan dalam
kesetimbangan diplot sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam
adsorben sebagai absis pada koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien
n dan intersept. Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam
menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan
dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisisensi dari suatu
adsorben (Castellan,1983).
III. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu:
A. Alat
1. Pipet tetes
2. Cawan penguap
3. Ccorong
4. Neraca digital
5. Penangas listrik
6. Buret 25 mL
7. Erlenmeyer
8. Statif dan klem
9. Gelas ukur 25 mL
10. Spatula
11. Lumpang dan alu

B. Bahan
1. Larutan HCl 0,500 M; 0,250 M; 0,125 M; 0,0625 M; 0,0313 M dan
0,0156 M
2. Larutan standar NaOH 0,1 M
3. Arang aktif
4. Indikator PP
5. Aquades
6. Kertas saring
7. Aluminium foil
IV. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja ang dilakukan pada percobaan ini, yaitu:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Mengaktifkan arang dengan cara memanaskannya di atas penangas
listrik.
3. Menghaluskan arang akif dengan menggunakan lumpang dan alu hingga
menjadi serbuk halus.
4. Menimbang serbuk arang aktif sebanyak 0,5 gram dan memasukkannya
masing-masing ke dalam 6 erlenmeyer yang berbeda.
5. Menambahkan larutan HCl ke dalam erlenmeyer tersebut dengan
ketentuan:
a. Erlenmeyer 1 : larutan HCl 0,500 M sebanyak 5 mL
b. Erlenmeyer 2 : larutan HCl 0,2500 M sebanyak 5 mL
c. Erlenmeyer 3 : larutan HCl 0,1250 M sebanyak 12,5 mL
d. Erlenmeyer 4 : larutan HCl 0,0625 M sebanyak 12,5 mL
e. Erlenmeyer 5 : larutan HCl 0,0313 M sebanyak 25mL
f. Erlenmeyer 6 : larutan HCl 0,0156 M sebanyak 25 mL
6. Menutup bagian atas masing-masing erlenmeyer dengan menggunakan
aluminium foil.
7. Melakukan pengocokan dan pendiaman selama 30 menit (pengocokan
larutan selama 1 menit dan pendiaman selama 10 detik secara teratur).
8. Setelah proses pengocokan dan pendiaman selesai, menyaring masing-
masing larutan dalam erlenmeyer.
9. Menambahkan 2 tetes indikator ke dalam erlenmeyer yang berisi filtrat.
10. Melakukan titrasi terhadap filtrat larutan dengan menggunakan larutan
standar NaOH 0,1M dan mencatat volume NaOH yang diperlukan.
11. Menentukan konsentrasi akhir larutan HCl, massa HCl, nilai x/m, log
x/m dan log C.
V. Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini, yaitu:
Massa Konsentrasi HCl
N arang (M) X Log
x/m Log C
o. aktif (gram) x/m
Awal Akhir
(g)
1. 0,5 0,500 0,1460 0,646 1,292 0,1100 -0,835
2. 0,5 0,250 0,6600 0,0336 0,0672 -1,172 -1,180
3. 0,5 0,125 0,0608 0,0091 0,0182 -1,738 -1,216
4. 0,5 0,0625 0,0248 0,0017 0,0034 -2,463 -1,605
5. 0,5 0,0313 0,0148 0,0150 0,0301 -1,520 -1,029
6. 0,5 0,0156 0,0088 0,0062 0,0124 -1,900 -2,050
VI. Perhitungan
1. Konsentrasi akhir HCl setelah dititrasi dengan NaOH 0,1 M
VNaOH .[ NaOH ]
a.[ HCl ] 
VHCl
7,3mL.0,1M

5mL
 0,1460 M
V .[ NaOH ]
b.[ HCl ]  NaOH
VHCl
3,3mL.0,1M

5mL
 0, 0660 M
V .[ NaOH ]
c.[ HCl ]  NaOH
VHCl
7, 6mL.0,1M

5mL
 0, 0608M
V .[ NaOH ]
d .[HCl]  NaOH
VHCl
3,1mL.0,1M

12,5mL
 0, 0248M
V .[ NaOH ]
e.[HCl]  NaOH
VHCl
3, 7 mL.0,1M

25mL
 0, 0148M
V .[ NaOH ]
f .[HCl]  NaOH
VHCl
2, 2mL.0,1M

25mL
 0, 0088M

2. Konsentrasi HCl yang terserap


a.[ HCl ] yang terserap  [HCl]awal  [ HCl ]akhir
 0,500M  0,146M
 0,354M
b.[ HCl ] yang terserap  [HCl]awal  [ HCl ]akhir
 0, 250 M  0, 066 M
 0,184 M
c.[ HCl ] yang terserap  [HCl]awal  [ HCl ]akhir
 0,125M  0, 0608M
 0, 0642 M
d .[ HCl ] yang terserap  [HCl]awal  [ HCl ]akhir
 0, 0625M  0, 0248M
 0, 0377 M
e.[ HCl ] yang terserap  [HCl]awal  [ HCl ]akhir
 0, 0313M  0, 0148M
 0, 00165M
f .[ HCl ] yang terserap  [HCl]awal  [ HCl ]akhir
 0, 0156 M  0, 0088M
 0, 0068M

3. Mol HCl yang terserap pada saat pengocokan


a. n HCl  [HCl] yang terserap x VHCl
 0,3540M .0, 005L
 0, 0177mol
b. n HCl  [HCl] yang terserap x VHCl
 0,1840 M .0, 005 L
 0, 0009mol
c. n HCl  [HCl] yang terserap x VHCl
 0, 0642 M .0, 0125 L
 0, 0002mol
d . n HCl  [HCl] yang terserap x VHCl
 0, 0377 M .0, 0125L
 0, 00005mol
e. n HCl  [HCl] yang terserap x VHCl
 0, 0165M .0, 025 L
 0, 0004mol
f . n HCl  [HCl] yang terserap x VHCl
 0, 0068M .0, 025 L
 0, 0002mol

4. Massa HCl yang terserap saat pengocokan


a. X HCl  molHCl xMr
 0, 0177 mol.36,5 g mol
 0, 6460 gram
b. X HCl  molHCl xMr
 0, 00092mol.36,5 g mol
 0, 0336 gram
c. X HCl  molHCl xMr
 0, 00025mol.36,5 g mol
 0, 0091 gram
d . X HCl  molHCl xMr
 0, 00047 mol.36,5 g mol
 0, 00172 gram
e. X HCl  molHCl xMr
 0, 0004125mol.36,5 g mol
 0, 01505 gram
f . X HCl  molHCl xMr
 0, 00017 mol.36,5 g mol
 0, 0062 gram

5. Perhitungan x/m
X HCl1 0, 6460 gram
a.   1, 292
m 0,5 gram
X HCl2 0, 0336 gram
b.   0, 0672
m 0,5 gram
X HCl2 0, 0091gram
c.   0, 0182
m 0,5 gram
X HCl2 0, 0017 gram
d.   0, 0034
m 0,5 gram
X HCl2 0, 0150 gram
e.   0, 0301
m 0,5 gram
X HCl2 0, 0062 gram
f.   0, 0124
m 0,5 gram

6. Perhitungan log x/m


X HCl1
a.log  log1, 2920  0,11
m
X HCl2
b.log  log 0, 0671  1,1720
m
X HCl3
c.log  log 0, 0182  1, 7380
m
X HCl4
d .log  log 0, 0034  2, 463
m
X HCl5
e.log  log 0, 0301  1,5200
m
X HCl6
f .log  log 0, 0124  1,900
m

7. Log HCl
a.log C1  log 0,1460  0,8350
b.log C2  log 0, 0660  1,1800
c.log C3  log 0, 0608  1, 2160
d .log C4  log 0, 0248  1, 6050
e.log C5  log 0, 0148  1,8290
f .log C6  log 0, 0088  2, 0500
VII. Grafik
1. Hubungan x/m dengan [HCl]akhir

1.4

1.2

0.8
x/m

0.6

0.4

0.2

0
0.146 0.66 0.0608 0.0248 0.0148 0.0088
[HCl] M

2. Hubungan x/m dengan log C

1.4

1.2

0.8
X/m

0.6

0.4

0.2

0
-0.835 -1.18 -1.216 -1.605 -1.029 -2.05
[HCl] M
VIII. Pembahasan
Adsorpsi adalah gejala pengumpulan molekul – molekul suatu zat
pada permukan zat sebagai akibat dari pada ketidakjenuhan gaya – gaya
pada permukaan tersebut. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi dimana
sesuai dengan definisinya, Adsorpsi di definisikan sebagai penyerapan
partikel di permukaan suatu zat, sedangkan Absorpsi di definisikan
sebagai penyerapan partikel sampai ke bawah permukaan suatu zat.
Adsorpsi merupakan salah satu sifat sistem koloid. Penyerapan partikel
dengan cara adsorpsi akan menyebabkan koloid bermuatan listrik.
Absorpsi adalah proses di mana fluida dilarutkan oleh cairan atau padatan
yang berfungsi sebagai penyerap. Sedangkan Adsorpsi adalah proses di
mana atom, ion atau molekul dari suatu zat (bisa gas, cair atau padat
terlarut) mematuhi permukaan adsorben. Absorpsi terjadi ketika atom
melewati atau masuk keddalam suatu benda. Selama penyerapan, molekul
seluruhnya dilarutkan atau disebarkan dalam penyerap sehingga terbentuk
solusi. Setelah terlarut, molekul tidak dapat dipisahkan dengan mudah dari
penyerap. Adsorpsi pada umumnya terjadi karena gaya tarik-menarik
elektrostatik. Sehingga dengan mudah perlarut dan terlarut dapat di
pisahkan (Nurlela, 2014).
Isoterm adsorpsi adalah adsorpsi yang menggambarkan hubungan
antara zat yang teradsorpsi oleh adsorben dengan tekanan atau konsentrasi
pada keadaan kesetimbangan dan temperatur konstan. Persamaan yang
sering digunakan untuk menggambarkan data percobaan isoterm telah
dikembangkan oleh 1) Freundlich, 2) Langmuir, dan 3) Brunauer, Emmett,
dan Teller (Isoterm BET). Dalam percobaan ini akan diselidiki mengenai
isoterm adsorpsi menurut Freunlich. Dimana Freundlich beranggapan
bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul
mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini
merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat ini ( Muna,
2011)
Adapun faktor-faktor yang mempengarui efektivitas adsorpsi, yaitu:
a. Jenis adsorbent
Tiap adsorbent mempunyai karakteristik sendiri. Adsorbent yang
baik untuk mengadsorpsi zat yang satu belum tentu baik untuk zat
yang lain. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang
bersifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen
yang kurang polar.
b. Jenis zat yang diadsorpsi (adsorbate)
Zat yang bersifat asam akan lebih mudah diadsorpsi dengan
adsorpsi basa, begitu pula sebaliknya, karena asam dan basa akan
saling tarik-menarik.
c. Konsentrasi zat adsorbate
Semakin tinggi konsentrasi adsorbate, maka semakin besar solute
yang teradsorpsi.
d. Luas permukaan adsorbent
Semakin luas permukaan adsorbent, maka semakin besar
kemampuannya untuk menarik solute (adsorbate)
e. Temperatur
Tingkat adsorbsi naik diikuti dengan kenaikan temperatur dan
turun diikuti dengan penurunan temperatur
(Hermana, 2010)
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan isoterm adsorpsi
menurut Freunlich bagi proses adsrpsi asam klorida pada arang (Staf
Pengajar Kimia Fisik II, 2014)
Pada percobaan ini menggunakan arang aktif sebagai adsorben dan
asam klorida sebagai adsorbatnya. Asam klorida yang digunakan memiliki
konsentrasi yang berbeda-beda yakni 0,500 M; 0,250 M; 0,1250 M; 0,0625
M; 0,0313 M dan 0,0156 M. Adapun tujuan penggunaan konsentrasi yang
berbeda-beda yaitu untuk mengetahui kemampuan arang untuk
mengabsorpi larutan asam klorida dalam berbagai konsentrasi pada suhu
konstan (isoterm). Adapun mekanisme kerjanya dapat dijelaskan sebagai
berikut: mula-mula menyiapkan 6 erlenmeyer. Kemudian mengaktifkan
arang dengan cara memanaskannya di atas penangas listrik untuk
membuka pori-pori pada arang. Selanjutnya menghaluskan karbon aktif
dengan menggunakan lumpang dan alu. Dimana hal ini bertujuan untuk
memperbesar luas permukaan karbon aktif sehingga dapat memperbesar
kekuatannya dalam menyerap adsorbat. Kemudian menimbang serbuk
karbon aktif 0,5 gram dengan menggunakan neraca digital sebanyak 6 kali
dan memasukkannya ke dalam masing-masing erlenmeyer yang telah
dipersiapkan. Setelah itu, menambahkan larutan HCl ke dalam masing-
masing erlenmeyer dengan ketentuan: erlenmeyer 1 ditambahkan larutan
HCl 0,500 M sebanyak 5 mL; erlenmeyer 2 ditambahkan larutan HCl
0,250 M sebanyak 5 mL; erlenmeyer 3 ditambahkan larutan HCl 0,1250 M
sebanyak 12,5 mL; erlenmeyer 4 ditambahkan larutan HCl 0,0625 M
sebanyak 12,5 mL; erlenmeyer 5 ditambahkan larutan HCl 0,0313 M
sebanyak 25 mL dan erlenmeyer 6 ditambahkan larutan HCl 0,0156 M
sebanyak 25 mL. Selanjutnya melakukan penggocokan dan pendiaman
selama 30 menit dengan cara pengocokan selama 1 menit lalu pendiaman
selama 10 detik secara teratur hingga 30 menit. Adapun tujuan dari
pengocokan yaitu untuk meningkatkan frekuensi antara absorben (arang)
dan absorbat (HCl) sehingga jumlah arang yang menempel pada larutan
dapat maksimal, mempercepat proses kesetimbangan adsorpsi sehingga
jumlah zat teradsorpsi dapat ditentukan dan mempercepat proses
penghomogenan adsorbat. Sedangkan fungsi dari pendiaman yaitu agar
proses adsorpsi yang terjadi pada permukaan zat bisa berlangsung
sempurna ( Muna, 2011)
Setelah 30 menit maka larutan dalam erlenmeyer disaring dengan
menggunakan kertas saring. Adapun tujuan dari penyaringan yaitu untuk
memisahkan antara filtrat dan residunya. Dimana pada perlakuan ini yang
akan digunakan yaitu filtratnya yang tidak lain merupakan larutan HCl
yang telah teradsorpsi oleh arang aktif. Selanjutnya, filtrat yang terdapat
dalam erlenmeyer ditambahkan dengan 2 tetes indikator PP. Penambahan
indikator PP ini bertujuan untuk membantu penyelidikan terhadap
tercapainya titik ekivalen pada saat titrasi yang ditandai dengan terjadinya
perubahan warna larutan menjadi merah muda. Selanjutnya melakukan
proses titrasi dengan menggunakan larutan standar NaOH 0,1 M. Adapun
tujuan dari proses titrasi yaitu untuk mengetahui konsentrasi akhir dari
larutan HCl setelah teradsorpsi pada arang aktif. Kemudian mencatat
volume larutan NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen bagi
masing-masing larutan dalam erlenmeyer.
Dari hasil perhitungan maka diperoleh konsentrasi akhir HCl untuk
masing-masing erlenmeyer secara berurutan, yaitu: 0,1460 M; 0,660 M;
0,0608 M; 0,0248 M; 0,0148 M dan 0,0088 M. Data tersebut selanjutnya
digunakan untuk menentukan massa adsorbat yang terserap pada karbon
aktif. Dari hasil yang diperoleh maka diketahui bahwa massa masing-
masing adsorbat yag terserap pada karbon aktif secara berurutan, yaitu:
0,646 g; 0,0336 g; 0,0091 g; 0,00172 g; 0,01505 g dan 0,0062 g. Dengan
menggunakan persamaan isoterm adsorpsi menurut Freundlich maka
diperoleh nilai x/m untuk masing-masing erlenmeyer, yaitu: 1,292; 0,0672;
0,0182; 0,00344; 0,0301 dan 0,0124.
Data yang diperoleh kemudian digunakan untuk membuat grafik
hubungan x/m dengan C (konsentrasi HCl akhir) dan grafik hubungan x/m
dengan log C. Dimana x/m sebagai ordinat dan C atau log C sebagai absis.
Berdasarkan literatur dikatakan bahwa proses adsorpsi membuat
konsentrasi HCl mengalami penurunan yang dapat ditinjau dari X (jumlah
adsorbat yang terserap). Semakin besar konsentrasi adsorbat maka
semakin besar pula adsorbat yang terserap. Sehingga seharusnya pada
grafik menunjukkan semakin besar konsentrasi akhir maka semakin besar
pula nilai x/m. Akan tetapi dari hasil percobaan terlihat grafik yang tidak
stabil. Adapun hal ini dikarenakan adanya kesalahan dalam melakukan
percobaan terutama saat menentukan volume NaOH pada proses titrasi
saat tercapai titik ekivalen sehingga berdampak pada penentuan
konsentrasi HCl akhir. Selain itu, adanya perbedaan dari data yang
diperoleh dengan literatur yaitu disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Sifat serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorbsi oleh karbon aktif tetapi
kemampuannya untuk mengadsorbsi berbeda untuk masing- masing
senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya
ukuran molekul serapan dari struktur yang sama seperti dalam deret
homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus
fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.
2. Temperatur/suhu.
Dalam pemakaian karbon aktif harus menngetahui suhu pada saat
berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi suhu proses adsorbsi
adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan
tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi
perubahan warna maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk
senyawa volatil adsorbsi dilakukan pada suhu kamar atau bila
memungkinkan pada suhu yang lebih kecil.
3. pH (derajat keasaman)
Untuk asam-asam organik adsorbsi akan meningkat bila pH
diturunkan yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan
karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam
organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu
dengan menambahkan alkali adsorbsi akan berkurang sebagai akibat
terbentuknya garam.
4. Waktu Singgung.
Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan dibutuhkan
waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan
berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selisih
ditentukan oleh dosis karbon aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu
singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada
partikel karbon aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk
larutan yang mempunyai viskositas tinggi dibutuhkan waktu singgung
yang lebih lama ( Neneng, 2012).
IX. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh pada percobaan ini, yaitu:
1. Isoterm adsorpsi adalah hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi
persatuan luas atau persatuan berat dengan konsentrasi zat terlarut pada
temperatur tertentu.
2. Untuk menentukan isoterm adsorpsi menurut Freundlich digunakan
persamaan:
1
x
 kc n
m
Dimana,
x = jumlah zat teradsorpsi
m = jumlah adsorben
c = konsentrasi zat terlarut dalam larutan setelah tercapai
kesetimbangan adsorpsi
k dan n = tetapan
3.
[HCl]awal [HCl]akhir
0,500 M 0,1460 M
0,250 M 0,660 M
0,125 M 0,0608 M
0,0625 M 0,0048 M
0,0313 M 0,0148 M
0,0156 M 0,0088 M
DAFTAR PUSTAKA

Castellan, G.W. 1983. Physical Chemistry. New York : Addison- Wesley


Publising Company.

Dogra, S.K. dan Dogra, S. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia

Hermana, Joni. (2010). Adsorpsi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh


November.

Muna. (2011). Isoterm Adsorpsi.


(http://sitimunawaroh4ict.wordpress.com/mata-kuliah/praktikum-kimia-
fisika/isoterm-adsorpsi/) Diakses, 29 Mei 2014

Neneng, Suartini. (2012). Isoterm Adsorpsi.


(http://chemistryofdrizzle.blogspot.com/2012/12/laporan-praktikum-kimia-
fisik-ii_26.html) Diakses, 29 Mei 2014

Nurlela. (2014). Perbedaan Adsorpsi dan Absorpsi.


(http://www.jeplax.com/2014/02/apa-perbedaan-adsorpsi-dan-absorpsi.html)
Diakses, 13 Mei 2014

Staff Pengajar Kimia Fisik II. (2014). Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Palu:
UNTAD.

Anda mungkin juga menyukai