Anda di halaman 1dari 20

PERCOBAAN II

PROTEIN DAN ASAM AMINO


I. Tujuan
Tujuan di lakukannya percobaan ini adalah untuk menguji sifat sifat asam amino
II.

dan protein.
Dasar Teori
Protein ialah polimer alami yang terdiri dari sejumlah unit asam amino (amino acid)
yang berikatan satu dengan lainnya lewat ikatan amina (atau peptida). Jaring laba-laba, bulu
hewan dan otot, putih telur, dan hemoglobin(molekul yang mengangkut oksigen dalam
tubuh ke tempat yanag memerlukan ) ialah protein. Peptida ialah oligomer dari asam amino
yang memainkan peran penting dalam banyak proses biologis. Contohnya, peptide hormone
insulin mengatur kadar gula darah, bradikinin mengatur tekanan darah, dan oksitosin
meregulasi kontraksi uterus dan laktasi. Jadi, protein, pepetida, dan asam amino merupakan
bahan yang penting bagi struktur, fungsi, dan reproduksi makhluk hidup (Poedjiadi, 2006).
Protein adalah salah satu makrobiomolekular yang berfungsi sebagai pembentuk
struktur sel daripada makhluk hidup termasuk manusia. Protein adalah polimer dari asamasam amino yang tersambung melalu ikatan peptida, oleh karenanya dapat juga disebut
sebagai polipeptida. Hal yang menarik bahwa protein pada semua bentuk kehidupan
(organisme) mengandung hanya 20 jenis asam amino, namun interkoneksinya menghasilkan
ragam makhluk hidupyang tak terhingga banyaknya. Glisin merupakan asam amino paling
sederhana dan pertama didisolasi dari hidrolosis protein. Sebagai contoh, hampir setengah
molekul asam amino yang diperoleh bila sutra diisolasi adalah glisin. Treonin adalah asam
amino pembentuk protein yang paling akhir dapat diisolasi yaitu dari hidrolisis fibrin (Silvia,
2013).
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan
dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan
sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem
kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam
transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam
amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).

Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat
satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat) (Silvia,
2013).
1. Struktur

primer

protein merupakan

urutan asam

aminopenyusun

protein

yang

dihubungkan melalui ikatan peptida (amida).


2. Struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam
amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Struktur sekunder bisa
ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular dichroism (CD) dan Fourier
Transform Infra Red (FTIR). Spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua
absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan satu puncak
negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari protein bisa
dikalkulasi dari spektrum CD.
3. Struktur tersier yang merupakan gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder.
Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi
secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer,
trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener.
4. Struktur kuartener, contoh dari struktur ini yang terkenal adalah enzim Rubisco dan
insulin
(Rosidi, 2010).
Struktur protein lainnya yang juga dikenal adalah domain. Struktur ini terdiri dari 40350 asam amino. Protein sederhana umumnya hanya memiliki satu domain. Pada protein
yang lebih kompleks, ada beberapa domain yang terlibat di dalamnya. Hubungan rantai
polipeptida yang berperan di dalamnya akan menimbulkan sebuah fungsi baru berbeda
dengan komponen penyusunnya. Bila struktur domain pada struktur kompleks ini
berpisah, maka fungsi biologis masing-masing komponen domain penyusunnya tidak
hilang. Inilah yang membedakan strukturdomain dengan struktur kuartener. Pada struktur
kuartener, setelah struktur kompleksnya berpisah, protein tersebut tidak fungsional
(Rosidi, 2010).
Asam amino yang merupakan monomer (satuan pembentuk) protein adalah suatu
senyawa yang mempunyai dua gugus fungsi yaitu gugus amino dan gugus
karboksil. Dalambiokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu
atom karbon (C) yang sama Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina
memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik yaitu
cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini

terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan
senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting
dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein (Lehninger, 1982)
Secara garis besar asam amino di kelompokan menjadi 3, macam, yaitu:
1. Asam amino esensial
Asam amino esensial terdiri dari 8 macam yaitu triptofan, treonin, metionin, lisin,
leusin, isoleusin, fenilalanin, valin.
2. Asam amino non esensial
Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat di produksi oleh tubuh. Asam
amino esensial ada 10 jenis yaitu tirosin, sistein, serin, prolin, glisin dan asam glutamat,
aspartat, alanin, glutamin, asparagin.
3. Asam amino setengah esensial
Asam amino setengah esensial adalah asam amino yang dapat di produksi oleh tubuh
setelah memenuhi syarat-syarat tertentu. Artinya asam amino tersebut tidak dapat di
produksi oleh tubuh jika syaratnya tidak terpenuhi. Yang termasuk asam amino setengah
esensial adalah histidina dan arginina. Histidin dan arginin disebut sebagai setengah
esensial karena tubuh manusia dewasa sehat mampu memenuhi kebutuhannya
(Lehninger, 1982).
Asam amino untuk membentuk suatu protein dihubungkan dengan ikatan peptida.
Dua molekul asam amino dapat diiikat secara kovalen melalui suatu ikatan amida subtitusi
yang disebut ikatan peptida menghasilkan suatu dipeptida. Ikatan seperti ini dibentuk
dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil satu asam amino dan gugus -amino dari
molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. 3 asam amino dapat disatukan oleh dua
ikatan peptida dengan cara yang sama untuk membentuk suatu tripeptida : tetrapeptida dan
pentapeptida. Jika terdapat banyak asam amino yang tergabung dengan cara demikian
struktur yang demikian dinamakan polipeptida. Unit asam amino didalam peptida biasanya
disebut residu (rantai ini bukan lagi merupakan asam amino karena telah kehilangan atom
hidrogen dari gugus amino dan sebagian gugus karboksilnya) (Poedjiadi, 2006).
III.

Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
a. Sifat mengion asam amino
- Alat
- Bahan
1. Gelas kimia 100 mL
1. Padatan glisin
2. Gelas ukur 25 mL
2. LarutanH2SO4 0,2 N
3. pH meter
3. Larutan NaOH 10 %

IV.

4. Pipet tetes
4. Aquades
5. Batang pengaduk
5. Padatan L-tirosin
6. Neraca digital
7. Spatula
8. Tissue
b. Titik isoelektrik
- Alat
- Bahan
1. Tabung reaksi
1. Larutan CH3COOH 0,01 N
2. Rak tabung reaksi
2. Larutan CH3COOH 0,1 N
3. Gelas ukur 10 mL
3. Larutan CH3COOH 1 N
4. Pipet tetes
4. Larutan kasein Na-asetat
5. Spatula
5. Aquades
6. Stopwatch
c. Penggaraman
- Alat
- Bahan
1. Gelas kimia 100 mL
1. Albumin telur ayam kampung
2. Batang pengaduk
2. Albumin telur bebek
3. Spatula
3. Albumin telur ayam ras
4. Corong
4. Albumin telur puyuh
5. Kertas saring
5. Albumin telur itik
6. Erlenmeyer
6. Padatan aluminium ammonium
7. Pipet tetes
sulfat
8. Gelas aqua
7. Etanol absolut
9. Tissue
8. Pereaksi biuret
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
A. Sifat Mengion Asam Amino
1 Menimbang dengan teliti 0,5 gr asam amino (L-tirosin dan glisin) kemudian
2

melarutkannya dengan 20 mL aquades di dalam sebuah gelas kimia.


Menuangkan 20 mL aquades ke dalam gelas kimia lainnya (sebagai penetral pH

meter).
Menambahkan larutan H2SO4 10% kedalam larutan L-tirosin dan glisin kemudian
menentukan pH-nya dengan pH meter yang diukur dengan aturan sebagai berikut :
Mengukur pH tiap penambahan 1 tetes untuk 10 tetes pertama.
Mengukur pH tiap penambahan 2 tetes untuk10 tetes kedua.
Mengukur pH tiap penambahan 4 tetes untuk tetes selanjutnya, hingga tercapai

pH 12. (mengkalibrasi pH-meter dengan aquades setiap 1x pengukuran pH).


Mengulangi perlakuan 1-3 dengan menggunakan larutan H2SO4 tetapi penambahan
larutan H2SO4 dihentikan pada saat pH mencapai 2,0.

B. Titik isoelektrik dan kelarutan Casein.


1 Menyiapkan 9 buah tabung reaksi

Memasukkan aquades kedalam masing-masing tabung dengan volume berturut-turut

8,38 mL, 7,75 mL, 8,75 mL, 8,5 mL, 8 mL, 7 mL, 5 mL, 1 mL dan 7,4 mL
Menambahkan larutan asam asetat (CH3COOH) 0,01 N pada tabung I dan II dengan

volume berturut-turut 0,62 mL, dan 1,25 mL,


Manambahkan larutan asetat (CH3COOH) 0,1 N pada tabung 3 8 dengan volume

berturut-turut 0,25 mL, 0,5 mL, 1 mL, 2 mL, 4 mL dan 8 mL


Manambahkan larutan asetat (CH3COOH) 0,1 N pada tabung 9 dengan volume 1,6

6
7
8

mL
Menambahkan 1 mL larutan kesein-Na-asetat kedalam 9 tabung reaksi tersebut
Melihat kekeruhan yang terjadi
Mengocoknya 10 menit dan membandingan kekeruhan pada 9 tabung tersebut.

C. Penggaraman Protein (Salting-out)


a Garam aluminium amonium sulfat
1 Memasukkan 5 mL larutan protein (putih telur) ke dalam gelas kimia dan
2
3

menambahkan sebanyak 0.5gram kristal aluminium ammonium sulfat.


Mengaduk larutan sampai jenuh
Menyaring dan menguji filtrat dengan uji biuret dan melakukan hal yang sama
terhadap endapan pada kertas saring.

Alkohol absolut
1 Memasukkan 5 mL larutan protein (putih telur) ke dalam gelas kimia dan
2
3
4

menambahkan 20 mL alkohol absolute


Menusuk-nusuk putih telur dengan batang pengaduk
Menyaring campuran dengan menggunakan kertas saring
Menambahkan 5 tetes biuret kedalam filtrat dan residu yang dihasilkan

V.

Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
a Sifat mengion asam amino
1. Glisin
No.
1.

Perlakuan
Larutan glisin + NaOH 10 %
a. Untuk penambahan 10 tetes pertama
- 1 tetes pertama
- 1 tetes kedua
- 1 tetes ke tiga
- 1 tetes ke empat
- 1 tetes ke lima
- 1 tetes ke enam
- 1 tetes ke tujuh
- 1 tetes ke delapan
- 1 tetes ke sembilan
- 1 tetes ke sepuluh
b. Untuk penambahan 10 tetes kedua
- 2 tetes pertama
- 2 tetes ke dua
- 2 tetes ke tiga
- 2 tetes ke empat
- 2 tetes ke lima
c. Untuk tetesan selanjutnya
- 4 tetes pertama
- 8 tetes ke dua
- 12 tetes ke tiga
- 16 tetes ke empat
- 20 tetes kelima
- 24 tetes ke enam
- 28 tetes ke tujuh
- 32 tetes ke delapan
- 36 tetes ke sembilan
- 40 tetes ke sepuluh

pH
8
8,9
9
9,3
9,4
9,4
9,4
9,6
9,5
9,5
9,5
9,8
9,7
9,7
9,9
9,9
9,9
9,9
10,0
10,1
10,2
10,3
10,3
10,4
10,5

2.

- 44 tetes ke sebelas
- 48 tetes ke dua belas
- 52 tetes ke tiga belas
- 56 tetes ke empat belas
- 60 tetes ke lima belas
- 64 tetes ke enam belas
- 68 tetes ke tujuh belas
- 72 tetes ke delapan belas
Untuk 0,5 gram serbuk glisin + 20 mL
aquades + larutan H2SO4 2 N
a. Untuk penambahan 10 tetes pertama
- 1 tetes pertama
- 1 tetes kedua
- 1 tetes ke tiga
- 1 tetes ke empat
- 1 tetes ke lima
- 1 tetes ke enam
- 1 tetes ke tujuh
- 1 tetes ke delapan
- 1 tetes ke sembilan
- 1 tetes ke sepuluh
b. Untuk penambahan 10 tetes kedua
- 2 tetes pertama
- 2 tetes ke dua
- 2 tetes ke tiga
- 2 tetes ke empat
- 2 tetes ke lima
c. Untuk tetesan selanjutnya
- 4 tetes pertama
- 8 tetes ke dua
- 12 tetes ke tiga
- 16 tetes ke empat
- 20 tetes kelima
- 24 tetes ke enam
- 28 tetes ke tujuh
- 32 tetes ke delapan
- 36 tetes ke sembilan
- 40 tetes ke sepuluh
- 44 tetes ke sebelas
- 48 tetes ke dua belas
- 52 tetes ke tiga belas
- 56 tetes ke empat belas
- 60 tetes ke lima belas
- 64 tetes ke enam belas
- 68 tetes ke tujuh belas
- 72 tetes ke delapan belas

10,5
10,6
10,7
10,7
10,8
10,9
11,8
12,0

5,8
5,4
5,3
5,1
5,0
4,9
4,9
4,8
4,7
4,7
4,6
4,6
4,5
4,4
4,3
4,2
4,1
4,0
3,9
3,8
3,7
3,7
3,6
3,5
3,4
3,4
3,3
3,2
3,1
3,0
2,9
2,9
2,8

76 tetes ke Sembilan belas


80 tetes ke dua puluh
84 tetes ke dua puluh satu
88 tetes ke dua puluh dua
92 tetes ke dua puluh tiga
96 tetes ke dua puluh empat
100 tetes ke dua puluh
104 tetes ke dua puluh
108 tetes ke dua puluh
112 tetes ke dua puluh
116 tetes ke dua puluh
120 tetes ke dua puluh
124 tetes ke dua puluh
128 tetes ke dua puluh
132 tetes ke dua puluh
136 tetes ke dua puluh
140 tetes ke dua puluh
144 tetes ke dua puluh
148 tetes ke dua puluh
152 tetes ke dua puluh
156 tetes ke dua puluh
160 tetes ke dua puluh

2,7
2,7
2,6
2,6
2,6
2,5
2,5
2,4
2,4
2,3
2,3
2,2
2,2
2,1
2,1
2,1
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0

2. L-tirosin
No.
1.

Perlakuan
Larutan glisin + NaOH 10 %
a. Untuk penambahan 10 tetes pertama
- 1 tetes pertama
- 1 tetes kedua
- 1 tetes ke tiga
- 1 tetes ke empat
- 1 tetes ke lima
- 1 tetes ke enam
- 1 tetes ke tujuh
- 1 tetes ke delapan
- 1 tetes ke sembilan
- 1 tetes ke sepuluh
b. Untuk penambahan 10 tetes kedua
- 2 tetes pertama
- 2 tetes ke dua
- 2 tetes ke tiga
- 2 tetes ke empat
- 2 tetes ke lima
c. Untuk tetesan selanjutnya
- 4 tetes pertama

pH
4,2
3,9
3,2
3,6
3,5
3,4
3,3
3,3
3,3
3,2
3,2
3,1
3,1
3,0
3,0
2,9

2.

- 8 tetes ke dua
- 12 tetes ke tiga
- 16 tetes ke empat
- 20 tetes kelima
- 24 tetes ke enam
- 28 tetes ke tujuh
- 32 tetes ke delapan
- 36 tetes ke sembilan
- 40 tetes ke sepuluh
- 44 tetes ke sebelas
L-tirosin + 20 mL aquades + NaOH 10 %
a. Untuk penambahan 10 tetes pertama
- 1 tetes pertama
- 1 tetes kedua
- 1 tetes ke tiga
- 1 tetes ke empat
- 1 tetes ke lima
- 1 tetes ke enam
- 1 tetes ke tujuh
- 1 tetes ke delapan
- 1 tetes ke sembilan
- 1 tetes ke sepuluh
b. Untuk penambahan 10 tetes kedua
- 2 tetes pertama
- 2 tetes ke dua
- 2 tetes ke tiga
- 2 tetes ke empat
- 2 tetes ke lima
c. Untuk tetesan selanjutnya
- 4 tetes pertama
- 8 tetes ke dua
- 12 tetes ke tiga
- 16 tetes ke empat
- 20 tetes kelima
- 24 tetes ke enam
- 28 tetes ke tujuh
- 32 tetes ke delapan
- 36 tetes ke sembilan
- 40 tetes ke sepuluh
- 44 tetes ke sebelas
- 48 tetes ke dua belas
- 52 tetes ke tiga belas
- 56 tetes ke empat belas
- 60 tetes ke lima belas
- 64 tetes ke enam belas
- 68 tetes ke tujuh belas

2,9
2,8
2,8
2,7
2,7
2,7
2,6
2,6
2,6
2,6
9,3
10,0
10,1
10,2
10,0
10,0
10,0
10,0
10,0
10,1
10,2
10,3
10,3
10,4
10,5
10,5
10,5
10,6
10,6
10,6
10,6
10,6
10,6
10,7
10,7
10,7
10,8
10,9
11,3
11,6
11,7
11,7

72 tetes ke delapan belas

Titik isoelektrik dan kelarutan kasein


No. Tabung
mL air suling
mL asam asetat

1
8,38
0,62

2
7,75
1,25

3
8,75
-

4
8,5
-

5
8
-

6
7
-

7
5
-

8
1
-

9
7,4
-

0,01 N
mL asam asetat

0,25

0,5

0,1 N
mL asam asetat

1,6

1,0 N
pH larutan
Kekeruhan segera
Kekeruhan

5,9
(-)
(-)

5,6
(-)
(-)

5,3
(-)
(-)

5,0
(-)
(-)

4,7
(+)
(+)

4,4
(+/-)
(+/-)

4,1
(+/-)
(+/-)

3,8
(+)
(++)

3,5
(++)
(+++)

setelah 10 menit
Keterangan :
(-)
(+/-)
(+)
(++)
(+++)
c

12,0

= tidak terjadi kekeruhan sama sekali


= kekeruhan tipis sekali
= kekeruhan sedikit
= kekeruhan lebih banyak
= kekeruhan paling banyak

Penggaraman protein
1. Garam aluminium ammonium sulfat
No.
1.

Perlakuan
Albumin telur itik
a. 5 mL putih telur itik + 0,5 gram
aluminium ammonium sulfat
b. Perlakuan (a) diaduk lalu disaring
c. Filtrat + 5 tetes biuret
d. Residu + 5 tetes biuret

Hasil Pengamata
Garam mengapung
-

Tidak terbentuk endapan dan

berbusa
Filtrat dan residu

Ungu (+)
Ungu (+)

2.

Albumin telur bebek


a. 5 mL putih telur bebek + 0,5 gram
aluminium ammonium sulfat
b. Perlakuan (a) diaduk lalu disaring

Garam mengapung
-

Tidak terbentuk endapan dan

berbusa
Filtrat dan residu

c. Filtrat + 5 tetes biuret


d. Residu + 5 tetes biuret
3.

Albumin telur ayam kampung


a. 5 mL putih ayam kampung + 0,5
gram aluminium ammonium sulfat
b. Perlakuan (a) diaduk lalu disaring

Ungu (+++++)
Ungu (+++++)
Garam mengapung
-

Tidak terbentuk endapan dan

berbusa
Filtrat dan residu

Ungu (++)
4.

c. Filtrat + 5 tetes biuret


d. Residu + 5 tetes biuret
Albumin ayam ras
a. 5 mL putih telur ayam ras + 0,5
gram aluminium ammonium sulfat
b. Perlakuan (a) diaduk lalu disaring

Ungu (++)
Garam mengapung
-

Tidak terbentuk endapan dan

berbusa
Filtrat dan residu

Ungu (++++)
5.

c. Filtrat + 5 tetes biuret


d. Residu + 5 tetes biuret
Albumin telur puyuh
a. 5 mL putih telur puyuh + 0,5
gram aluminium ammonium
sulfat
b. Perlakuan (a) diaduk lalu disaring

Ungu (++++)
Garam mengapung
-

Tidak terbentuk endapan dan

berbusa
Filtrat dan residu

Ungu (+++)
Ungu (+++)
c. Filtrat + 5 tetes biuret
d. Residu + 5 tetes biuret

2. Etanol absolut
No.
1.

Perlakuan
Albumin telur itik
a. 5 mL putih telur itik + 20 mL etanol

Hasil Pengamata
-

Etanol absolut berada di lapisan

atas
Putih telur berada di lapisan

bawah
Terdapat endapan putih

absolut

b. Perlakuan (a) ditusuk lalu disaring


c. Filtrat + 5 tetes biuret
d. Residu + 5 tetes biuret
2.

Albumin telur bebek


a. 5 mL putih telur bebek + 20 mL

c. Filtrat + 5 tetes biuret


d. Residu + 5 tetes biuret
3.

Albumin telur ayam kampung


a. 5 mL putih ayam kampung + 20 mL

Etanol absolut berada di lapisan

atas
Putih telur berada di lapisan

bawah
Terdapat endapan putih
Alkohol absolut turun ke lapisan

bawah
Filtrat dan residu (11 gram)

Larutan berwarna Ungu (+++)


Endapan berwarna ungu
-

Etanol absolut berada di lapisan

atas
Putih telur berada di lapisan

bawah
Terdapat endapan putih
Alkohol absolut turun ke lapisan

bawah
Filtrat dan residu (12,435 gram)

etanol absolut

b. Perlakuan (a) ditusuk lalu disaring

c. Filtrat + 5 tetes biuret


d. Residu + 5 tetes biuret
4.

Albumin ayam ras


a. 5 mL putih telur ayam ras + 20 mL

Larutan berwarna ungu (+)


Endapan berwarna ungu
-

Etanol absolut berada di lapisan

atas
Putih telur berada di lapisan

bawah
Terdapat endapan putih
Alkohol absolut turun ke lapisan

bawah
Filtrat dan residu (11,090 gram)

etanol absolut

b. Perlakuan (a) diaduk lalu disaring

c. Filtrat + 5 tetes biuret


d. Residu + 5 tetes biuret

bawah
Filtrat dan residu (8,320 gram)
Ungu (++++)
Endapan berwarna ungu

etanol absolut

b. Perlakuan (a) ditusuk lalu disaring

Alcohol absolut turun ke lapisan

Larutan berwarna putih keruh


Endapan berwarna ungu

5.

Albumin telur puyuh


a. 5 mL putih telur puyuh + 20 mL

Etanol absolut berada di lapisan

atas
Putih telur berada di lapisan

bawah
Terdapat endapan putih
Alkohol absolut turun ke lapisan

bawah
Filtrat dan residu (8,315 gram)

etanol absolut

b. Perlakuan (a) diaduk lalu disaring

Larutan berwarna ungu (++)


c. Filtrat + 5 tetes biuret
d. Residu + 5 tetes biuret

VI.

Endapan berwarna ungu

Pembahasan
Protein ialah polimer alami yang terdiri dari sejumlah unit asam amino (amino acid)
yang berikatan satu dengan lainnya lewat ikatan amina (atau peptida). Jaring laba-laba, bulu
hewan dan otot, putih telur, dan hemoglobin(molekul yang mengangkut oksigen dalam
tubuh ke tempat yanag memerlukan ) ialah protein. Peptida ialah oligomer dari asam amino
yang memainkan peran penting dalam banyak proses biologis (Poedjiadi, 2006).

Asam amino yang merupakan monomer (satuan pembentuk) protein adalah suatu
senyawa yang mempunyai dua gugus fungsi yaitu gugus amino dan gugus
karboksil. Dalambiokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu
atom karbon (C) yang sama Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina
memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik yaitu
cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam (Lehninger,
1982).
Pada percobaan ini dilakukan sesuai dengan tujuan yaitu untuk menguji sifat sifat
asam amino dan protein. Pada percobaan ini dilakukan 3 kali pengujian yaitu sifat mengion
asam amino, titik isoelektrik dan kelarutan kasein serta penggaraman protein (Salting-Out)
(Tim Pengajar, 2014).
A Sifat mengion asam amino
Pada percobaan ini, asam amino yang akan di amati sifat mengionnya yaitu glisin dan
L-tirosin. Dimana pertama tama yag dilakukan yaitu menimbang masing-masing 0,4
gram serbuk glisin dan L-tirosin di dalam gelas kimia. Selanjutnya menambahkan 20 ml
aquades ke dalam gelas kimia tersebut, kemudian melarutkan larutan glisin dan L-tirosin.
Pada percobaan ini glisin dan L-tirosin dilarutkan dalam aquades agar asam amino dapat
membentuk zwitter ion, karena jika dalam bentuk padatannya, maka tidak dapat di uji
lebih lanjut dalam hal ini yaitu penambahan asam dan basa. Larutan asam yang digunakan
adalah larutan H2SO4 0,2 N. Sementara larutan basanya adalah larutan NaOH 10%.
kemudian mengukur pH masing-masing larutan tersebut dengan menggunakan pH meter.
pH-meter berfungsi untuk menentukan pH sampel. Selanjutnya masing-masing sampel
tersebut, ditambahkan dengan larutan asam atau basa, untuk melihat zat mana yang paling
terpengaruh dengan keadaan asam atau basa ini. Untuk penambahan asam, penambahan
dilakukan kepada kedua sampel, dengan melihat sampel mana yang lebih dulu mencapai
pH 12. Sehingga diperoleh hasil yaitu larutan L-tirosin yang lebih dulu mencapai pH 12
dengan hanya membutuhkan 44 tetes larutan H2SO4 2 N sedangkan untuk larutan glisin
membutuhkan 160 tetes larutan H2SO4 0,2 N untuk mencapai pH 12. Begitu pula pada
penambahan basa pada kedua sampel tersebut. Maka ketika dibandingkan dapat dilihat
hasilnya yaitu pada kedua larutan ini tidak terdapat perbedaan dimana tetes yang
digunakan sama yaitu pada tetes ke 72 mencapai pH 12. Dari data yang diperoleh bahwa

L-tirosin pada larutan asam lebih cepat mencapai pH 12 dibndingka dengan glisin yang di
tambahkan dengan H2SO4 10 % (Rosidi, 2010).
Sebelum menguji sifat mengion asam amino, terlebih dahulu dilakukan pengujian
aquades jika ditambahkan dengan larutan asam dan larutan basa. Ketika aquades
ditambahkan dengan larutan asam, maka konsentrasi ion H + dalam air akan bertambah
yang menyebabkan air bersifat asam, sedangkan ketika aquades ditambahkan dengan
larutan basa, maka konsentrasi ion OH- dalam air akan bertambah yang menyebabkan air
bersifat basa. Berdasarkan literatur, perubahan pH terjadi secara drastis, sesuai dengan
penambahan asam dan basa (Lehninger, 1982).
Prinsip dari pengujian ini yaitu semua asam amino bersifat amfolit, karena
setidak-tidaknya mengandung satu gugus karboksil (asam) dan satu gugus amino ( amino, basa). Selain itu, banyak asam amino mengandung gugus lain yang mudah
mengion. Karena itu, enambahan gugus-gugus tersebut dan adanya gugus amin terminal
dan gugus karboksil pada asam amino akan mempengaruhi sifat ion asam amino (Tim
Pengajar, 2014).
B Titik Isoelektrik dan Kelarutan Kasein
Pada pengujian ini, pertama-tama yang dilakukan yaitu menyediakan 9 buah
tabung reaksi. Kemudian masing-masing tabung tersebut dimasukkan aquades dengan
volume secara berturut-turut yaitu 8,38, 7,75, 8,75, 8,5, 8, 7, 5, 1 dan 7,4. Kemudian
menambahkan dengan larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda-beda.
Kesembilan tabung reaksi tersebut ditambahkan dengan kasein. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, pada tabung 1, 2, 3, dan 4 tidak mengalami kekeruhan, pada tabung 5
kekeruhannya sedikit, dan pada tabung 6 dan 7 kekeruhan yang terbentuk sedkit sekali.
Pada tabung ke 8 kekeruhan lebih bayak dan pada tabung 9 kekeruhannya paling banyak
setelah didiamkan selama 10 menit untuk mengetahui titik isoelektriknya. Pendiaman
selama 10 menit dilakukan karena pengendapan kasein Na-asetat oleh asam asetat terjadi
sangat lambat. Pertama-tama akan terjadi presipitasi yaitu pembentukan presipitat atau
partikel kecil yang melayang-layang dalam larutan dan dapat mengendap dalam waktu
lama. Presipitat tersebut akan saling tergabung membentuk agregat (partikel yang lebih
besar dari presipitat tapi belum mengendap. Jika jumlah agregat terus bertambah maka
akan saling membentuk endapan yang kemudian turun menempel pada dasar tabung
reaksi (Poedjiadi, 2006).

Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa titik isoelektrik terletak pada
tabung reaksi 9 yaitu ditandai dengan kekeruhan paling banyak. Daya reaksi berbagai
jenis protein terhadap asam dan basa tidaklah sama tergantung dari jumlah dan letak
gugus amino dan karboksil dalam molekul. Di dalam larutan yang bersifat asam (pH
rendah) gugus amino dari protein akan mengadakan reaksi dengan H + sehingga protein
bermuatan positif dan akan bergerak ke arah katoda. Sedangkan pada larutan yang bersifat
alkali, gugus hidroksil pada protein akan bereaksi dengan OH - dan menjadi bermuatan
negatif sehingga akan bergerak ke arah anoda. pH yang disebut pH isoelektris (pI),
muatan gugus-gugus ini saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Tiap jenis
protein mempunyai titik isoelektris yang berbeda. Pengendapan paling cepat terjadi dalam
titik ini dan prinsip ini digunakan dalam proses-proses pemisahan dan pemurnian protein.
(Rosidi, 2010)
Kasein memiliki titik isoelektrik pada pH 4,6 4,7 artinya apabila kasein memiliki
pH di atas atau di bawah pH tersebut maka kasein terlarut. Sedangkan apabila kasein
berada pada range pH tersebut maka kasein akan mengendap/tidak larut. Berdasarkan
literatur, dikatakan bahwa asam amino cenderung paling kurang larut pada titik
isoelektriknya, karena muatan bersihnya nol (Lehninger, 1982).
Pada Zwitter ion asam amino yang rantai sampingnya tak bermuatan, maka
muatan positif dan negatif saling meniadakan, sehingga tak ada muatan bersih pada
molekul. Setiap asam amino yang muatan positif dan negatifnya berimbang dikatakan
berada pada titik isoelektrik. pH pada saat perimbangan ini terjadi disebut pH isoelektrik.
Titik isoelektrik asam amino dengan rantai samping tak bermuatan terjadi di sekitar pH
7,0 pada larutan berair. Asam amino cenderung paling kurang larut pada titik
isoelektriknya, karena muatan bersihnya nol. Penambahan asam terhadap n membuat ion
H+ dari asam tertarik ke terminal N pada kasein, dan kasien membuat NH2 menjadi
bermuatan dan mulai bersifat basa (Lehninger, 1982).
C Penggaraman Protein (Salting-Out)
Pada pengujian ini dilakukan untuk mengendapkan protein

atas dasar sifat-

sifatnya seperti koloid. Kebanyakan protein (terutama protein Globular) di dalam air akan
membentuk

koloid

hidrofil.

Pengendapan

larutan

garam

sampai

jenuh

akan

mengendapkan albumin atau gelatin karena terjadi penetralan partikel protein sekaligus
dehidrasi. Bentuk dan sifat protein dalam pengendapan ini umumnya tetap dipertahankan
(utuh) ( Tim Pengajar, 2014).

Penggaraman atau salting out adalah proses pengendapan protein dengan cara
menambahkan garam tertentu. Protein dapat diendapkan atas dasar sifat-sifatnya seperti
koloid. Kebanyakan protein (terutama protein Globular) di dalam air akan membentuk
koloid hidrofil. Karena itu, faktor pengendapan koloid berlaku pula pada protein
(Poedjiadi, 2006).
Pada percobaan ini yang pertama-tama dilakukan yaitu memasukkan 5 mL
albumin telur itik. Kemudian menambahkan 0,5 gram Kristal aluminium ammonium
sulfat lalu mengocoknya hingga jenuh. Sehingga akan terbentuk endapan. Hal ini sesuai
dengan literatur yang ada, bahwa penambahan garam terhadap protein hingga jenuh akan
mengendapkan karena terjadi proses penetralan partikel protein sekaligus dehidrasi.
Pengendapan ini terjadi karena garam ammonium sulfat lebih kuat mengikat air dari
protein. Penambahan amonium sulfat ini bertujuan untuk mengendapkan albumin yang
disebabkan karena terjadinya penetralan partikel protein sekaligus dehidrasi. Selanjutnya,
menyaring campuran hingga dipeoleh filtrat dan residu. Residu diuji dengan
menggunakan uji biuret. Uji biuret bertujuan untuk mengetahui adanya ikatan peptida
dalam suatu protein dengan hasil positif uji biuret tersebut adalah terbentuknya larutan
berwarna ungu. Kemudian pada filtrate digunakan juga uji biuret, hingga larutan berwarna
ungu. pada sampel albumin telur bebek, telur ayam kampung, telur ayam ras, dan telur
puyuh. Dilakukan perlakuan yang sama dan diperoleh hasil yang sama pada filtrate dan
residunya. Yaitu larutan berwarna ungu, hanya saja tingkat kepekatan warna yang dimiliki
masing masing sampel berbeda dimana pada sampel telur itik warna ungu yang
diperoleh pada filtrate dan residunya yaitu ungu (+), pada telur bebek warna ungu yag
diperoleh yaitu (+++++), pada telur ayam kampong ungu (++), pada telur ayam ras ungu
(++++), dan untuk telur puyuh ungu (+++)Pada perlakuan ini yang memiliki warna ungu
yang paling pekat adalah pada telur bebek. (Lehninger, 1982).
Pada perlakuan selanjutnya yaitu dengan penambahan etanol absolute. Dimana hal
yag pertama dilakukan yaitu memisahkan antara putih telur atau albumin telur, kemudian
mengukur masing-masing sebanyak 5 mL dan memasukkannya ke dalam gelas kimia.
Setelah itu, albumin telur itik ditambahkan sebanyak 20 mL etanol absolut secara
perlahan-lahan. Tujuan penambahan etanol absolut yaitu untuk menghilangkan molekulmolekul air yang terdapat pada albumin, dimana diketahui bahwa sifat dari etanol absolut
sangat kuat dalam menarik air atau dengan kata lain bersifat higroskopis. Adapun hasil

diperoleh, setelah penambahan etanol absolut, maka terbentuk endapan putih yang cukup
banyak pada albumin telur. Endapan ini terbentuk disebabkan karena penambahan etanol
absolut pada larutan protein yang menyebabkan molekul air yang berinteraksi dengan
molekul protein melalui ikatan hidrogen ditarik oleh etanol ebsolut, akibatnya molekulmolekul protein beragregasi satu sama lainnya sehingga mengendap. Dan Bila agregat
partikel protein tersebut dibiarkan bersentuhan dengan etanol untuk waktu yang lama
endapan yang terbentuk tidak dapat dilarutkan lagi sehingga denaturasi yang terjadi
irreversible (Akbar, 2013).
Pada perlakuan selanjutnya yaitu menusuk lalu melakukan penyaringan pada
sampel, untuk memisahkan filtrat dan residu, kemudian menguji keduanya \dengan
metode uji biuret. Dimana pengujuian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan
peptida serta jumlah ikatan peptida dari protein yang akan dipisahkan. Uji positifnya yaitu
larutan berwarna ungu untuk tripeptida. Hasil yang diperoleh baik filtrat maupun residu
menunjukkan hasil positif yang ditandai terbentuknya warna ungu pada sampel, adapun
intensitas warna yang terbentuk lebih terlihat jelas pada endapan atau residu dibanding
filtratnya. Warna ungu yang terbentuk merupakan kompleks Cu dengan albumin yang
dihubungkan dengan ikatan koordinasi dan Cu bertindak sebagai atom pusat dan albumin
sebagai ligan. Berdasarkan literatur, seharusnya filtrat tidak memberikan warna ungu
sebagaimana yang terbentuk pada residu, sebab semua protein seharusnya sudah
terendapkan atau terdenaturasi oleh pelarut etanol absolut. Hal ini kemungkinan terjadi
karena protein (albumin) belum terendapkan secara menyeluruh karena waktu pendiaman
yang kurang lama (akbar, 2013).
Pada percobaan ini hasil yang diperoleh yaitu pada telur itik filtrate dan residu
yang diperoleh yaitu sebesar 8,320 gram, pada telur bebek yaitu 11 gram, telur ayam
kampong 12,435 gram, telur ayam ras 11,090 gram dan telur puyuh yaitu 8,315 gram.
Hasil yang diperoleh sedikit berbeda dengan yang terlihat pada literatur, yaitu dalam 100
gram telur, kandungan protein (albumin) pada telur puyuh yaitu 13,05 gram, telur bebek
12,81 gram, telur ayam kampung 12,58 dan telur ayam ras 12,4 gram. Hal ini mungkin
dikarenakan pengukuran volume sampel yang akan dianalisis kurang tepat sehingga
mempengaruhi terhadap hasil yang diperoleh (Tim Pengajar, 2014).

VII.

Kesimpulan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Asam amino mampu mengalami perubahan pH, karena adanya ion karboksilat dan
amina serta gugus R yang berlainan. Sehingga dengan penambahan beberapa asam
ataupun basa akan merubah pH asam asam amino terlarut.
2. Titik isoelektrik asam amino adalah titik dimana jumlah standar negatif dinetralkan oleh
muatan positif sehingga menjadi netral
3. Penambahan sejumlah garam tertentu kedalam asam amino akan mengendapkan asam
amino tersebut karena terjadi penetralan protein sekaligus dehidrasi.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar.(2013). Pemisahan Protein Dengan Etanol Absolut.
http://akbarcules46.blogspot.com/2013/08/laporan-biokimia-lanjut-pemisahan.html.
desember 2014).

(10

Lehninger, A.L. (1982). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga


Poedjiadi, A. (2006). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta :UI-Press.
Silvia. (2013). Protein dan Asam Amino.
http://calmjy.wordpress.com/2013/06/22/protein-dan-asam-amino.html.
desember 2014)

(Diakses

Tim Pengajar. (2014). Penuntun Praktikum Biokimia Dasar. Palu : FKIP-UNTAD

Rosidi. (2010). Laporan Protein dan Asam Amino.


http://oshinleeminho.blogspot.com/2010/11/laporan-protein-dan-asam-aminonyaosin.html. (Diakses : 10 desember 2014)

Anda mungkin juga menyukai