Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN LENGKAP

PERCOBAAN IV
TITRASI SPEKTROFOTOMETRI BISMUT TEMBAGA
DENGAN EDTA

DISUSUN OLEH :

DISUSUN OLEH :

NAMA : IRA SEPRIYANI

STAMBUK : A 251 17 005

KELAS :C

KELOMPOK : III

ASISTEN : ANNISAA KUSUMANINGRUM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2019
LEMBAR KOREKSI

PERCOBAAN IV
TITRASI SPEKTROFOTOMETRI BISMUT TEMBAGA DENGAN EDTA
NAMA : IRA SEPRIYANI

STAMBUK : A 251 17 005

KELOMPOK: III

ASISTEN : ANNISAA KUSUMANINGRUM

Hari / Tanggal Keterangan Paraf


Selasa, 6 DesemberPerbaiki !!! ACC-
2019 Perhitungan
Persamaan reaksi
Pembahasan
+ prinsip dasar dan kerja spektronik 20
+ penggunaan panjang gelombang kaitkan
dengan warna komplementer
+ Kaitkan dengan hukum Lambert-Beer
+faktor-faktor yang mempengaruhi
kestabilan pelarut
PERCOBAAN IV
TITRASI SPEKTROFOTOMETRI BISMUT TEMBAGA DENGAN EDTA

I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan
dasar analisis titrasi fotometri dan aplikasinya pada titrasi bismut dan tembaga.

II. DASAR TEORI

EDTA adalah reagnesia yang sangat selektif karena ia berkompleks


dengan banyak sekali kation di-, tri-, dan tetra-. Bila suatu larutan yang
mengandung dua kation yang berkompleks dengan EDTA, dititrasi tanpa
penambahan indikator pembentuk kompleks, dan jika diperbolehkan sesatan
titrasi sebesar 0,1 %, maka angka banding antara tetapan-tetapan kestabilan dari
kompleks-kompleks EDTA dari dua logam M dan N harus serupa
(Khopkar,1990).

Titrasi dengan cara spektrofotometri pada larutan yang akan dititrasi


ditambahkan zat penitrasi itu sedikit demi sedikit. Setiap kali setelah dilakukan
penambahan zat penitrasi itu , larutan dikocok (diaduk), kemudian adsorbansi (A)
larutan diukur pada panjang gelombang tertentu. Adanya perbedaan antara nilai –
nilai adsorbtivitas molar sebagai zat yang ada pada larutan diukur pada panjang
gelombang yang dipilih digunakan disini. Timbulnya atau lenyapnya zat – zat
penyerap (sebagai akibat reaksi selama titrasi) akan menghasilkan suatu
perubahan absorbansi (A) yang linear (lurus) sebagai fungsi dari konsentrasi.
Berubahnya A dengan konsentrasi bila dilarutkan (diplot) pada kertas grafik akan
menghasilkan dua garis lurus (linear) yang akan saling berpotongan tepat pada
titik ekivalensi. Kurva titrasi fotometri bentuknya menyerupai kurva titrasi
konduktometri atau kurva titrasi amperometri dimana daya hantar larutan dan arus
difusi masing – masing berubah secara linear dengan konsentrasi
(Underwood,2002).
Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang
dibutuhkan untuk bereaksisempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya.
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian
adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi kompleks biasa seperti di atas,
dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan,
dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :

M(H2O)n + L = M (H2O)(n-1) L +H2O

Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2-
diaminoetanatetraasetat (asam etilena diamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen
penyumbang dalam molekul (Rivai, 1995).

Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan


sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif.
Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa
pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-.
Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi
dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut (Harjadi, 1993).
III. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu:

A. Alat B. Bahan

1. Spektronik 20 1. Larutan EDTA 0,1 M


2. Statif dan Klem 2. Larutan Cu2+ 0,2 M
3. Buret 50 mL 3. Aquades
4. Kuvet
5. Erlenmeyer 100 mL
6. Rak tabung reaksi
7. Tissue
IV. PROSEDUR KERJA
Prosedur kerja pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini
2. Memasukkan EDTA 0,1 M kedalam buret
3. Mengambil larutan Cu2+ 0,2 M, memasukkan kedalam kuvet sampai tanda
batas
4. Mengukur serapannya menggunakan spektronik 20 pada panjang gelombang
745
5. Mengeluarkan larutan Cu2+ 0,2 M dari kuvet dan memasukkannya kedalam
erlenmmeyer dan dititrasi dengan EDTA 1 ml
6. Memindahkan kembali kedalam kuvet
7. Mengukur serapannya menggunakan spektronik 20
8. Mengulangi perlakuan pada point 5 – 7
9. Mencatat hasil pengamatan ke dalam tabel hasil pengamatan.
V. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan yang diperleh pada percobaan ini, yaitu :
A. Absorbansi deret standar Fe3+ pada panjang gelombang 490 nm

No. Volume Penambahan EDTA %T A


1. 0 mL 81 0,0916
2. 1 mL 68 0,1675
3. 2 mL 57 0,2442
4. 3 mL 55 0,2597
5. 4 mL 49 0,3099
6. 5 mL 48 0,3188
7. 6 mL 47 0,3280
8. 7 mL 45 0,3468
9. 8 mL 43 0,3666
VI. PERHITUNGAN

Diketahui : ƛ = 745 nm

V EDTA = 8 mL

%T = 81, 68, 57, 55, 49, 48, 47, 45, 43.

Ditanyakan :

A. Perhitungan Absorbansi
 V EDTA = 0 mL
%T = 81 A = - Log T
81
T = 100 = - Log 81 x 10-2

= 0,81 = 2 – log 81
= 81 x 10-2 = 2 – 1,9084 = 0,0916
 V EDTA = 1 mL
%T = 68 A = - Log T
68
T = 100 = - Log 68 x 10-2

= 0,68 = 2 – log 68
= 68 x 10-2 = 2 – 1,8325 = 0,1675
 V EDTA = 2 mL
%T = 57 A = - Log T
57
T = 100 = - Log 57 x 10-2

= 0,57 = 2 – log 57
= 57 x 10-2 = 2 – 1,7558 = 0,2442
 V EDTA = 3 mL
%T = 81 A = - Log T
55
T = 100 = - Log 55 x 10-2

= 0,55 = 2 – log 55
= 55 x 10-2 = 2 – 1,7403 = 0,2597
 V EDTA = 4 mL
%T = 49 A = - Log T
49
T = 100 = - Log 49 x 10-2

= 0,49 = 2 – log 49
= 49 x 10-2 = 2 – 1,6901 = 0,3099
 V EDTA = 5 mL
%T = 48 A = - Log T
48
T = 100 = - Log 48 x 10-2

= 0,48 = 2 – log 48
= 48 x 10-2 = 2 – 1,6812 = 0,3188
 V EDTA = 6 mL
%T = 47 A = - Log T
47
T = 100 = - Log 47 x 10-2

= 0,47 = 2 – log 47
= 47 x 10-2 = 2 – 1,6720 = 0,3280
 V EDTA = 7 mL
%T = 45 A = - Log T
45
T = 100 = - Log 45 x 10-2

= 0,45 = 2 – log 45
= 45 x 10-2 = 2 – 1,6532 = 0,3468
 V EDTA = 8 mL
%T = 43 A = - Log T
43
T= = - Log 43 x 10-2
100

= 0,43 = 2 – log 43
= 43 x 10-2 = 2 – 1,6334
= 0,3666
B. Mencari Volume Cu

Diketahui VEDTA = 8 ml
MEDTA = 0,1 M
MCuSO4 = 0,2 M
Ditanya = Volume Cu2+
 Pada volume EDTA = 8 mL
MCu2+ . VCu2+ = MEDTA . VEDTA
𝑀EDTA .𝑉EDTA
VCu = 𝑀𝐶𝑢
0,1 𝑀 . 8 𝑚𝐿
VCu = 0,2 𝑀

VCu = 4 mL

Titik ekivalen terletak pada volume EDTA 4 ml dengan adsorban 0,3099.


Sehingga volume Cu2+ adalah sebagai berikut :
V1.M1 = V2.M2
4 mL . 0,1 M = V2 . 0,2 M
4 𝑚𝐿 .0,1 𝑀
V2 = 0,2 𝑀
0,4 𝑚𝐿
V2 = 0,2

V2 = 2 mL
Jadi, volume Cu2+ adalah 2 mL.
VII. GRAFIK

Hubungan antara Volume EDTA dan Absorbansi


Titik Ekuivalen
0.4 0.3666
0.3468
0.35 0.3188 0.328
0.3099
0.3
0.2597
0.2442
Absorbansi

0.25

0.2 0.1675

0.15
0.0916
0.1

0.05
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Volume EDTA
VIII. PEMBAHASAN
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2-
diaminoetanatetraasetat (asam etilena diamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen
penyumbang dalam molekul (Rivai,1995)
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan
dasar analisis titrasi fotometri dan aplikasinya pada titrasi bismut dan tembaga
(Pembina Mata Kuliah, 2019).
Prinsip dasar dari percobaan ini adalah titrasi pada spektrofotometri sama
seperti titrasi pada umumnya, selalu ada hubungan linier konsentrasi data yang
didapatkan selama proses titrasi. Perbedaan yang mencolok antara titrasi
konvensional dengan titrasi secara spektrofotometri adalah penentuan titik
ekuivalen dan titik akhir titrasi. Pada titrasi secara spektrofotometri titik ekuivalen
langsung bisa dilihat dari plot absorbansi larutan terhadap volume titran yang
ditambahkan sehingga tidak diperlukan indikator lagi (Harjadi,1993).
Prinsip dasar dari spektronik – 20 yaitu alat ini akan mengukur absorbansi
dari larutan yang berwarna, yang mana sistem optik dari alat ini dapat
dikembangkan sebagai berikut : sumber cahaya berupa lampu tungsten akan
memancarkan sinar polikromatik. Setelah melewati pengatur panjang gelombang,
hanya sinar yang monokromatik dilewatkan ke larutan dan sinar yang melewati
larutan dideteksi oleh fotodetektor (Wiryawan, 2008).
Prinsip kerja dar spektronik – 20 adalah melewatkan cahaya dalam rentang
daerah ultraviolet dan sinar tampak ke sampel yang akan diuji. Sampel akan
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu dan meneruskan cahaya selain
panjang gelombang tersebut. Sampel yang mampu menyerap cahaya dalam daerah
tampak atau senyawa yang berwarna mempunyai elektron. Elektron tersebut pada
keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi terendah disebut
keadaan dasar (ground state). Energi yang dimiliki sinar tampak mampu membuat
elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang memiliki energi
yang lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi (Wiryawan, 2008).
Percobaan ini pertama- tama dilakukan dengan menyiapkan alat dan
bahan yang digunakan. Kemudian memasukkan EDTA 0,1 M kedalam buret.
Larutan EDTA berfungsi sebagai titran dan merupakan ligan dalam kompleks Cu-
EDTA, dimana titran disini adalah suatu larutan standar atau baku yang sudah
diketahui konsentrasinya dan ditempatkan didalam buret. Selanjtnya mengambil
larutan Cu2+ 0,2 M. Fungsi larutan Cu2+ adalah sebagai analat, yaitu larutan yang
akan ditentukan konsentrasinya. Setelah itu, memasukkan kedalam kuvet sampai
tanda batas. Lalu mengukur serapannya menggunakan spektronik 20 pada panjang
gelombang 745. Saat penambahan EDTA terjadi pembentukan senyawa ion
kompleks ditandai dengan larutan berubah menjadi warna biru muda. Digunakan
sinar dengan panjang gelombang 745 nm karena hanya kompleks Cu-EDTA yang
menyerap sinar dengan panjang gelombang tersebut sedangkan senyawa-senyawa
lain yang ada dalam larutan yang sama.: ion Bi3+, Cu2+, EDTA dan kompleks Bi-
EDTA tidak menyerap sinar. Warna komplementer dari panjang gelombang 745
nm adalah warna hijau, sedangkan warna yang diserap adalah warna merah. Lalu
mengeluarkan larutan Cu2+ 0,2 M dari kuvet dan memasukkannya kedalam
erlenmmeyer dan dititrasi dengan EDTA 0 ml. Fungsi titrasi adalah untuk
menentukan titik ekuivalen ketika dua larutan telah mencapai netralisasi. Langkah
selanjutnya memindahkan kembali larutan Cu2+ 0,2 M kedalam kuvet, lalu
mengukur kembali serapannya menggunakan alat spektronik 20. Dalam
percobaan ini menggunakan alat spektronik 20, karena aspek pengukuran
spektronik 20 salah satunya adalah warna, dimana warna adalah spektrum tertentu
yang terdapat di dalam cahaya sempurna (berwarna putih). Warna putih dianggap
sebagai representasi kehadiran seluruh gelombang warna dengan proporsi
seimbang, identitas suatu warna dapat ditentukan dari panjang gelombang cahaya
tersebut. Alat spektronik 20 ini hanya dapat digunakan untuk mengukur serapan
larutan yang berwarna, jika larutan tersebut tidak berwarna maka alat ini tidak
dapat digunakan untuk mengukur serapannya (Basset, 1994).
Percobaan titrasi ini dilakukan secara berturut – turut dari volume 0 – 8 ml
dan diperoleh hasil %T – Nya secara berturut – turut adalah 81, 68, 57, 55, 49, 48,
47, 45, 43. Dan diperoleh nilai dari volume Cu2+ adalah 2 mL. Dilakukannya
volume yang berbeda – beda karena dalam hal ini dapat menentukan titik
ekuivalen dari suatu larutan yang kita gunakan. Semakin besar volume yang kita
gunakan maka konsentrasi atau transmitan yang diperoleh semakin rendah dan
absorban yang diperoleh semakin besar, sehingga dapat mempermudah
penyerapan sinar monokromatis dalam analisis spektrofotometri. Hal ini dapat
dikaitkan dengan Hukum Lambert Beer, dimana hukum ini menyatakan bahwa
hubungan linear antara absorbansi dengan konsentrasi zat yang diserap (Pembina
Mata Kuliah, 2019).
Grafik yang diperoleh dari hasil percobaan berupa kurva yang naik seiring
dengan pertambahan volume titran kemudian terbentuk garis datar dengan nilai
absorbansi yang tidak jauh berbeda. Hal ini dapat terjadi karena pada kurva naik
karena spesi yang diamati bertambah dan belum terbentuk kompleks Cu – EDTA.
Sedangkan garis datar menunjukkan spesi yang sudah mencapai titik akhir dari
titrasi dan telah terbentuk kompleks Cu –EDTA. Pada grafik hasil percobaan titik
ekuivalen ditunjukkan oleh grafik yang mengalami kenaikan yang cukup drastis,
dimana pada percobaan ini yang mengalami titik ekuivalen terdapat pada volume
ke 4 mL dengan nilai absorbansi 0,3099 (Pembina Mata Kuliah, 2019).
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N yang bersifat basa mengikat ion H+ dari
ikatan karboksil yang bersifat asam. Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini
terjadi reaksi intra molekuler (maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus
senyawa tersebut disebut "zwitter ion". Terlihat dari strukturnya bahwa molekul
tersebut mengandung baik donor elektron dari atom oksigen maupun donor dari
atom nitrogen, sehingga dapat menghasilkan khelat bercincin sampai 6 secara
serempak. Zat pengompleks ligan adalah asam nitriliotriasetat N (CH2COOH)3
(Pembina Mata Kuliah, 2019).
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesetabilan pelarut adalah faktor
lingkungan seperti suhu (temperatur), radiasi, cahaya, udara (terutama oksigen,
karbondioksida, dan uap air) dan kelembapan dapat mempengaruhi stabilitas.
Faktor – faktor lainnya yang mempengaruhi yaitu antara lain panas, pH,
komposisi sistem pelarutan, kompatibilitas anion dan kation, kekuatan larutan
ionik, dll (Parrot, 1968).

IX. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini bahwa titrasi fotometri
adalah titrasi yang dilakukan untuk mengukur kandungan suatu zat dalam
campuran dengan mengukur absorbansinya.
Hasil pengamatan dari pengukuran %T menggunakan spektronik 20
dengan panjang gelombang 745 nm dan volume EDTA yang telah ditambahkan
secara berturut – turut dari 0 mL – 8 mL diperoleh %T secara berturut – turut
yaitu 81%, 68%, 57%, 55%, 49%, 48%, 47%, 45%, 43% dan diperoleh hasil
volume Cu adalah 2 mL.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. (1994). Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC. Penerbit Buku


Kedokteran.

Harjadi, W. (1993). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Erlangga.

Khopkar S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Parrot, E.L (1968). Pharmaceutical Technology. Lowa: Burgess Publishing


Company.

Pembina Mata Kuliah. (2019). Penuntun Praktikum Kimia Analisis Instrumen.


Palu: Universitas Tadulako

Rivai, Harrizul. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.

Underwood. R.A. Day, JR. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 6, Jakarta:
Gramedia.
Wiryawan, A. (2008). Kimia Analitik. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai