PERCOBAAN IV
TITRASI SPEKTROFOTOMETRI BISMUT TEMBAGA
DENGAN EDTA
DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
KELAS :C
KELOMPOK : III
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
LEMBAR KOREKSI
PERCOBAAN IV
TITRASI SPEKTROFOTOMETRI BISMUT TEMBAGA DENGAN EDTA
NAMA : IRA SEPRIYANI
KELOMPOK: III
I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan
dasar analisis titrasi fotometri dan aplikasinya pada titrasi bismut dan tembaga.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2-
diaminoetanatetraasetat (asam etilena diamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen
penyumbang dalam molekul (Rivai, 1995).
A. Alat B. Bahan
Diketahui : ƛ = 745 nm
V EDTA = 8 mL
Ditanyakan :
A. Perhitungan Absorbansi
V EDTA = 0 mL
%T = 81 A = - Log T
81
T = 100 = - Log 81 x 10-2
= 0,81 = 2 – log 81
= 81 x 10-2 = 2 – 1,9084 = 0,0916
V EDTA = 1 mL
%T = 68 A = - Log T
68
T = 100 = - Log 68 x 10-2
= 0,68 = 2 – log 68
= 68 x 10-2 = 2 – 1,8325 = 0,1675
V EDTA = 2 mL
%T = 57 A = - Log T
57
T = 100 = - Log 57 x 10-2
= 0,57 = 2 – log 57
= 57 x 10-2 = 2 – 1,7558 = 0,2442
V EDTA = 3 mL
%T = 81 A = - Log T
55
T = 100 = - Log 55 x 10-2
= 0,55 = 2 – log 55
= 55 x 10-2 = 2 – 1,7403 = 0,2597
V EDTA = 4 mL
%T = 49 A = - Log T
49
T = 100 = - Log 49 x 10-2
= 0,49 = 2 – log 49
= 49 x 10-2 = 2 – 1,6901 = 0,3099
V EDTA = 5 mL
%T = 48 A = - Log T
48
T = 100 = - Log 48 x 10-2
= 0,48 = 2 – log 48
= 48 x 10-2 = 2 – 1,6812 = 0,3188
V EDTA = 6 mL
%T = 47 A = - Log T
47
T = 100 = - Log 47 x 10-2
= 0,47 = 2 – log 47
= 47 x 10-2 = 2 – 1,6720 = 0,3280
V EDTA = 7 mL
%T = 45 A = - Log T
45
T = 100 = - Log 45 x 10-2
= 0,45 = 2 – log 45
= 45 x 10-2 = 2 – 1,6532 = 0,3468
V EDTA = 8 mL
%T = 43 A = - Log T
43
T= = - Log 43 x 10-2
100
= 0,43 = 2 – log 43
= 43 x 10-2 = 2 – 1,6334
= 0,3666
B. Mencari Volume Cu
Diketahui VEDTA = 8 ml
MEDTA = 0,1 M
MCuSO4 = 0,2 M
Ditanya = Volume Cu2+
Pada volume EDTA = 8 mL
MCu2+ . VCu2+ = MEDTA . VEDTA
𝑀EDTA .𝑉EDTA
VCu = 𝑀𝐶𝑢
0,1 𝑀 . 8 𝑚𝐿
VCu = 0,2 𝑀
VCu = 4 mL
V2 = 2 mL
Jadi, volume Cu2+ adalah 2 mL.
VII. GRAFIK
0.25
0.2 0.1675
0.15
0.0916
0.1
0.05
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Volume EDTA
VIII. PEMBAHASAN
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2-
diaminoetanatetraasetat (asam etilena diamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen
penyumbang dalam molekul (Rivai,1995)
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan
dasar analisis titrasi fotometri dan aplikasinya pada titrasi bismut dan tembaga
(Pembina Mata Kuliah, 2019).
Prinsip dasar dari percobaan ini adalah titrasi pada spektrofotometri sama
seperti titrasi pada umumnya, selalu ada hubungan linier konsentrasi data yang
didapatkan selama proses titrasi. Perbedaan yang mencolok antara titrasi
konvensional dengan titrasi secara spektrofotometri adalah penentuan titik
ekuivalen dan titik akhir titrasi. Pada titrasi secara spektrofotometri titik ekuivalen
langsung bisa dilihat dari plot absorbansi larutan terhadap volume titran yang
ditambahkan sehingga tidak diperlukan indikator lagi (Harjadi,1993).
Prinsip dasar dari spektronik – 20 yaitu alat ini akan mengukur absorbansi
dari larutan yang berwarna, yang mana sistem optik dari alat ini dapat
dikembangkan sebagai berikut : sumber cahaya berupa lampu tungsten akan
memancarkan sinar polikromatik. Setelah melewati pengatur panjang gelombang,
hanya sinar yang monokromatik dilewatkan ke larutan dan sinar yang melewati
larutan dideteksi oleh fotodetektor (Wiryawan, 2008).
Prinsip kerja dar spektronik – 20 adalah melewatkan cahaya dalam rentang
daerah ultraviolet dan sinar tampak ke sampel yang akan diuji. Sampel akan
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu dan meneruskan cahaya selain
panjang gelombang tersebut. Sampel yang mampu menyerap cahaya dalam daerah
tampak atau senyawa yang berwarna mempunyai elektron. Elektron tersebut pada
keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi terendah disebut
keadaan dasar (ground state). Energi yang dimiliki sinar tampak mampu membuat
elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang memiliki energi
yang lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi (Wiryawan, 2008).
Percobaan ini pertama- tama dilakukan dengan menyiapkan alat dan
bahan yang digunakan. Kemudian memasukkan EDTA 0,1 M kedalam buret.
Larutan EDTA berfungsi sebagai titran dan merupakan ligan dalam kompleks Cu-
EDTA, dimana titran disini adalah suatu larutan standar atau baku yang sudah
diketahui konsentrasinya dan ditempatkan didalam buret. Selanjtnya mengambil
larutan Cu2+ 0,2 M. Fungsi larutan Cu2+ adalah sebagai analat, yaitu larutan yang
akan ditentukan konsentrasinya. Setelah itu, memasukkan kedalam kuvet sampai
tanda batas. Lalu mengukur serapannya menggunakan spektronik 20 pada panjang
gelombang 745. Saat penambahan EDTA terjadi pembentukan senyawa ion
kompleks ditandai dengan larutan berubah menjadi warna biru muda. Digunakan
sinar dengan panjang gelombang 745 nm karena hanya kompleks Cu-EDTA yang
menyerap sinar dengan panjang gelombang tersebut sedangkan senyawa-senyawa
lain yang ada dalam larutan yang sama.: ion Bi3+, Cu2+, EDTA dan kompleks Bi-
EDTA tidak menyerap sinar. Warna komplementer dari panjang gelombang 745
nm adalah warna hijau, sedangkan warna yang diserap adalah warna merah. Lalu
mengeluarkan larutan Cu2+ 0,2 M dari kuvet dan memasukkannya kedalam
erlenmmeyer dan dititrasi dengan EDTA 0 ml. Fungsi titrasi adalah untuk
menentukan titik ekuivalen ketika dua larutan telah mencapai netralisasi. Langkah
selanjutnya memindahkan kembali larutan Cu2+ 0,2 M kedalam kuvet, lalu
mengukur kembali serapannya menggunakan alat spektronik 20. Dalam
percobaan ini menggunakan alat spektronik 20, karena aspek pengukuran
spektronik 20 salah satunya adalah warna, dimana warna adalah spektrum tertentu
yang terdapat di dalam cahaya sempurna (berwarna putih). Warna putih dianggap
sebagai representasi kehadiran seluruh gelombang warna dengan proporsi
seimbang, identitas suatu warna dapat ditentukan dari panjang gelombang cahaya
tersebut. Alat spektronik 20 ini hanya dapat digunakan untuk mengukur serapan
larutan yang berwarna, jika larutan tersebut tidak berwarna maka alat ini tidak
dapat digunakan untuk mengukur serapannya (Basset, 1994).
Percobaan titrasi ini dilakukan secara berturut – turut dari volume 0 – 8 ml
dan diperoleh hasil %T – Nya secara berturut – turut adalah 81, 68, 57, 55, 49, 48,
47, 45, 43. Dan diperoleh nilai dari volume Cu2+ adalah 2 mL. Dilakukannya
volume yang berbeda – beda karena dalam hal ini dapat menentukan titik
ekuivalen dari suatu larutan yang kita gunakan. Semakin besar volume yang kita
gunakan maka konsentrasi atau transmitan yang diperoleh semakin rendah dan
absorban yang diperoleh semakin besar, sehingga dapat mempermudah
penyerapan sinar monokromatis dalam analisis spektrofotometri. Hal ini dapat
dikaitkan dengan Hukum Lambert Beer, dimana hukum ini menyatakan bahwa
hubungan linear antara absorbansi dengan konsentrasi zat yang diserap (Pembina
Mata Kuliah, 2019).
Grafik yang diperoleh dari hasil percobaan berupa kurva yang naik seiring
dengan pertambahan volume titran kemudian terbentuk garis datar dengan nilai
absorbansi yang tidak jauh berbeda. Hal ini dapat terjadi karena pada kurva naik
karena spesi yang diamati bertambah dan belum terbentuk kompleks Cu – EDTA.
Sedangkan garis datar menunjukkan spesi yang sudah mencapai titik akhir dari
titrasi dan telah terbentuk kompleks Cu –EDTA. Pada grafik hasil percobaan titik
ekuivalen ditunjukkan oleh grafik yang mengalami kenaikan yang cukup drastis,
dimana pada percobaan ini yang mengalami titik ekuivalen terdapat pada volume
ke 4 mL dengan nilai absorbansi 0,3099 (Pembina Mata Kuliah, 2019).
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N yang bersifat basa mengikat ion H+ dari
ikatan karboksil yang bersifat asam. Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini
terjadi reaksi intra molekuler (maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus
senyawa tersebut disebut "zwitter ion". Terlihat dari strukturnya bahwa molekul
tersebut mengandung baik donor elektron dari atom oksigen maupun donor dari
atom nitrogen, sehingga dapat menghasilkan khelat bercincin sampai 6 secara
serempak. Zat pengompleks ligan adalah asam nitriliotriasetat N (CH2COOH)3
(Pembina Mata Kuliah, 2019).
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesetabilan pelarut adalah faktor
lingkungan seperti suhu (temperatur), radiasi, cahaya, udara (terutama oksigen,
karbondioksida, dan uap air) dan kelembapan dapat mempengaruhi stabilitas.
Faktor – faktor lainnya yang mempengaruhi yaitu antara lain panas, pH,
komposisi sistem pelarutan, kompatibilitas anion dan kation, kekuatan larutan
ionik, dll (Parrot, 1968).
IX. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini bahwa titrasi fotometri
adalah titrasi yang dilakukan untuk mengukur kandungan suatu zat dalam
campuran dengan mengukur absorbansinya.
Hasil pengamatan dari pengukuran %T menggunakan spektronik 20
dengan panjang gelombang 745 nm dan volume EDTA yang telah ditambahkan
secara berturut – turut dari 0 mL – 8 mL diperoleh %T secara berturut – turut
yaitu 81%, 68%, 57%, 55%, 49%, 48%, 47%, 45%, 43% dan diperoleh hasil
volume Cu adalah 2 mL.
DAFTAR PUSTAKA
Underwood. R.A. Day, JR. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 6, Jakarta:
Gramedia.
Wiryawan, A. (2008). Kimia Analitik. Jakarta: Erlangga.