PERCOBAAN 4
DISUSUN OLEH :
KELAS :C
KELOMPOK : 1
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
I. TUJUAN
Memahami dan medeskripsikan dasar analisis titrasi fotometri dan
aplikasinya pada titrasi bismuth dan tembaga.
II. DASAR TEORI
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat yang seringkali digunakan
sebagai titran dalam titrasi kompleksometri. EDTA sebenarnya adalah ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-
diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai
dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul. Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif.
Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa
pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-.
Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi
dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut (Nurhasnawati, dkk. 2016).
Pada titrasi dengan cara spektrofotometri, pada larutan yang akan dititrasi
ditambahkan zat penitrasi itu sedikit demi sedikit. Setiap kali setelah dilakukan
penambahan zat penitrasi itu , larutan dikocok (diaduk), kemudian adsorbansi (A)
larutan diukur pada panjang gelombang tertentu. Adanya perbedaan antara nilai –
nilai adsorbtivitas molar sebagai zat yang ada pada larutan diukur pada panjang
gelombang yang dipilih digunakan disini. Timbulnya atau lenyapnya zat – zat
penyerap (sebagai akibat reaksi selama titrasi) akan menghasilkan suatu
perubahan absorbansi (A) yang linear (lurus) sebagai fungsi dari konsentrasi.
Berubahnya A dengan konsentrasi bila dilarutkan (diplot) pada kertas grafik akan
menghasilkan dua garis lurus (linear) yang akan saling berpotongan tepat pada
titik ekivalensi. Komponen zat yang diukur A-nya harus menaati hukum Lambert-
beer (Situmorang, 2010).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat :
1. Spektronik-20
2. Magneetik stirrer
3. Pipet volume 10 mL
4. Buret 50 mL
5. Buret 10 mL
6. Pipet tetes
7. Kaca arloji
8. Spatula
9. Gelas ukur
10. Neraca analitik
B. Bahan :
1. EDTA 0,1 M
2. Cu2+ (CuSO4)
3. Bi3+ (BiNO3)
4. NaOH 5 M
5. HNO3 pekat
6. Aquades
7. Tissue
IV. PROSEDUR KERJA
Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini yaitu sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Memasukkan larutan Cu 0,2 M kedalam labu ukur 100 mL.
3. Menambahkan 5 mL larutan buffer pH 2.
4. Menambahkan aquades sampai tanda batas.
5. Mengambil larutan Cu 0,05 M yang dihasilkan dari prosedur 1-5 dan
dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
6. Mengukur absorbansi awal sebelum titrasi.
7. Memasukkan larutan EDTA 0,1 M kedalam buret.
8. Mentitrasi larutan Cu 0,05 m secara bertahap dengan penambahan EDTA 1 mL
hingga melampaui titik ekivalen.
V. HASIL PENGAMATAN
5.1 Tabel Pengamatan
Volume
Absorbansi
EDTA
0 0,32
1 0,452
2 0,56
3 0,674
4 0,781
5 0,872
6 0,956
7 1,008
8 1,002
9 0,972
10 0,945
10,5 0,935
11 0,925
11,5 0,908
12 0,902
12,5 0,892
13 0,891
14 0,898
15 0,953
5.2 Grafik
5.3 Perhitungan
1. konsentrasi Cu2+ saat titik ekuivalen
Dik: M1 = 0,1 M
V1 = 7 mL
V2 = 25 mL
Dit: M2 = …. ?
Penyelesaian :
M1 x V1 = M2 . V2
0,1 M x 7 mL = M2 x 25 mL
0 ,1 M x 7 mL
M2 =
25 mL
M2 = 0,028 M
5.4 Reaksi
Titrasi pada spektrofotometri sama seperti titrasi pada umumnya, selalu ada
hubungan linier konsentrasi data yang didapatkan selama proses titrasi. Perbedaan
adalah penentuan titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Pada titrasi secara
spektrofotometri titik ekuivalen langsung bias dilihat dari plot absorbansi larutan
terhadap volume titran yang ditambahkan sehingga tidak diperlukan indicator lagi
(Situmorang, 2010).
Pada percobaan ini digunakan larutan buffer, hal ini bertujuan untuk
menjaga pH larutan tetap 2. Karena titrasi campuran Bi 3+ dan Cu2+ dengan EDTA
harus dilakukan pada saat pH = 2. Ini karena jika pH kurang dari 2 maka titik
ekuivalen yang dihasilkan tidak akan terlihat jelas, sedangkan jika pH lebih dari 2
maka aka nada kemungkinan Bi3+ mengendap sebagai garam basa atau hidroksida,
oleh karena itu digunakan larutan buffer agar menjaga pH=2 (Sudarmin, dkk.
2016).
Dari grafik yang diperoleh pada percobaan ini menunjukkan bahwa titik
ekuivalen pada percobaan ini adalah saat penambahan ke 7 mL larutan EDTA, hal
ini ditandai dengan kenaikan absorbansi yang terjadi ketika saat penambahan
EDTA 7 mL. Hal ini dapat terjadi karena EDTA tidak dapat menyerap panjang
kandungan suatu zat dalam campuran dengan mengukur absorbansinya. Dan pada
percobaan konsentrasi Cu2+ saat titik ekuivalen diperoleh dengan hasil 0,028 M.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhasnawati, H., Jubaidah, S., & Elfia, N. (2016). Penentuan Kadar Residu
Tetrasiklin HCl pada Ikan Air Tawar yang Beredar di Pasar Segiri
Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultra Violet. Jurnal Ilmiah
Manuntung, 2(2), 173-178.
Mengetahui