Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum

Kimia Farmasi

Titrasi Kompleksometri : Penentuan Kadar Ca Glukonat dan MgSO4

Tanggal Praktikum : 12 April 2023

Disusun oleh :
Kelompok R8
Syahda Umilatifah - 10721057
Amelia - 10721059
Muhammad Athallah A. - 10721064
Rahma Tri A. - 10721075
Vika Zahra Fauziyyah - 10721081
Pricilia Octavia Elizabeth S - 10721086

Nama Asisten : William

LABORATORIUM FISIKA FARMASI SEKOLAH FARMASI


PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2023
Titrasi Kompleksometri
Penentuan Kadar Ca Glukonat dan MgSO4

I. TUJUAN
1.1. Menentukan konsentrasi dinatrium edetat melalui pembakuan
1.2. Menentukan kadar Ca-glukonat dalam suatu sampel menggunakan titrasi
kompleksometri dengan Dinatrium Edetat
1.3. Menentukan kadar MgSO4 dalam suatu sampel menggunakan titrasi
kompleksometri dengan Dinatrium Edetat

II. PRINSIP
Kompleksasi adalah pelibatan dua atau lebih spesi kimia yang memiliki
mampu mentransfer satu atau lebih pasangan elektron. Meskipun jenis reaksi kimia
ini bisa digolongkan sebagai reaksi asam basa Lewis, ini umumnya disebut reaksi
kompleksasi. Definisi reaksi kompleksasi sebagai analisis kimia berkaitan dengan
pengikatan pada ion logam pusat, mampu menerima pasangan elektron bebas dengan
ligan yang dapat mendonorkan pasangan elektron bebas.
Dalam reaksi kompleksasi, dihasilkan produk disebut kompleks. Spesi ini
yang mendonorkan pasangan elektron berperilaku sebagai basa Lewis disebut agen
pengompleks atau ligan dan ion yang menerima elektron yang didonorkan, asam
Lewis, disebut atom atau ion pusat. Ion pusat umumnya kation logam, sedangkan
ligan bisa molekul netral seperti air atau amonia atau ion seperti klorida, sianida, atau
hidroksida. Kompleks bisa memiliki muatan positif atau negatif, atau bisa netral.
Ligan digolongkan berdasarkan jumlah pasangan elektron yang bisa transfer
dengan ion atau atom logam pusat. Ligan yang mentransfer elektron bebas tunggal
(seperti air, amonia, halida, dan lain-lain) adalah ligan monodentat atau unidentat.
Ligan yang mentransfer lebih dari satu pasangan elektron, disebut ligan multidentat,
ligan yang mentransfer dua pasangan elektron bebas, seperti etilendiamin, disebut
bidentat, ligan yang mentransfer tiga pasangan elektron bebas disebut tridentat, dan
seterusnya.
Ion logam pusat dapat membentuk ikatan tunggal dengan ligan yang mampu
mendonorkan pasangan elektron dari salah satu atom. Namun, ligan multidentat (atau
polidentat) bisa membentuk ikatan lebih dari satu lokasi untuk membentuk struktur
cincin. Umumnya, pembentukan cincin meningkatkan kestabilan dalam kompleks.
Spesi yang terikat ke dua atau lebih situs ligan secara simultan disebut kelat dan
proses pembentukannya disebut kelasi. Kelat terbentuk jika dua atau lebih atom donor
terkoordinasi dengan penggunaan dua atau lebih elektron bebas pada atom logam
sama secara simultan.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang melibatkan pembentukan
kompleks. Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan ion logam melalui
reaksi pembentukan kompleks. Walaupun banyak agen pengompleks (sianida,
tiosianat, fluorida, 1,2-diaminoetana, dan lain-lain) bisa digunakan untuk tujuan ini,
dalam praktik titran merupakan senyawa yang hampir selalu memiliki gugus fungsi
asam iminodiasetat, Agen pengompleks yang paling banyak digunakan adalah asam
etilenadiaminatetraasetat, H4Y dan garam natrium dihidrat, Na2H2Y·2H2O (larut lebih
baik dalam air).
Asam etilenadiaminatetraasetat, atau EDTA, adalah asam aminokarboksilat.

Gambar 2.1. Struktur EDTA


EDTA, yang merupakan asam Lewis, memiliki enam situs ikatan (empat pada
gugus asam karboksilat dan dua pada gugus amin), memperoleh enam pasangan
elektron. Kompleks logam-ligan yang dihasilkan, yang EDTA membentuk struktur
seperti cincin mengelilingi ion logam, sangat stabil. Jumlah situs koordinasi
sebenarnya tergantung pada ukuran ion logam. Namun, semua kompleks
logam-EDTA memiliki perbandingan mol 1:1.

Gambar 2.2. Struktur Kompleks Enam Koordinasi Logam-EDTA


Sebagian besar indikator untuk titrasi kompleksometri adalah pewarna organik
yang membentuk kompleks stabil dengan ion logam. Pewarna disebut sebagai
indikator metalokromik. Untuk berfungsi sebagai indikator untuk titrasi EDTA,
kompleks logam-indikator harus memiliki warna berbeda dari indikator yang belum
terkompleks. Lalu, konstanta pembentukan untuk kompleks logam-indikator harus
lebih kurang baik dari pada kompleks logam-EDTA.
Indikator, Inm-, ditambahkan ke larutan analit, membentuk kompleks
logam-indikator berwarna, MInn-m. Saat EDTA ditambahkan, EDTA bereaksi pertama
dengan analit bebas, lalu memindahkan analit dari kompleks logam-indikator,
mempengaruhi perubahan warna larutan. Akurasi titik akhir tergantung pada kekuatan
kompleks logam-indikator relatif terhadap kompleks logam-EDTA. Jika kompleks
logam-indikator terlalu kuat, perubahan warna terjadi setelah titik ekivalen. Namun,
jika kompleks logam-indikator terlalu lemah, perubahan warna terjadi sebelum
sampai titik ekivalen.

III. PROSEDUR
3.1. Titrasi Kompleksometri Ca-glukonat

3.2. Titrasi Blanko Ca-glukonat

3.3. Titrasi Kompleksometri MgSO4


3.4. Titrasi Blanko MgSO4

3.5. Pembuatan HCl 3 N

3.6. Pembuatan Na2EDTA 0,05 M


3.7. Pembakuan Na2EDTA 0,05 M

3.8. Titrasi blanko pembakuan Na2EDTA 0,05 M

3.9. Pembuatan larutan dapar NH4OH-NH4Cl


3.10. Pembuatan air bebas CO2

3.11. Pembuatan NaOH 1 N

3.12. Pembuatan indikator hitam eriokrom


IV. DATA DAN HASIL KALKULASI
4.1 Penentuan Konsentrasi Na2-EDTA
Pembakuan Na2-EDTA

Titran Na2-EDTA

Indikator Hidroksi Naftol Biru

Massa Kalsium Karbonat 50 mg 50 mg

Volume Titran yang


Digunakan untuk Ttrasi 10,2 mL 9,3 mL
Analit

Volume Titran untuk 0 mL


Blanko

Volume Rata-Rata Titran 10,2 𝑚𝐿 + 9,3 𝑚𝐿


= 9, 75 𝑚𝐿
2

Kesimpulan Konsentrasi Na2-EDTA


50
𝑀 = 100,09 × 9,75 𝑚𝐿 = 0, 0512 𝑀

4.2 Penentuan Kadar Ca-glukonat


Titrasi Sampel Ca-Glukonat

Titran EDTA 0,0512 M


Indikator Hidroksi biru naftol

Sampel Kalsium Glukonat

Volume titran 2,6 mL tidak ada perubahan warna

Volume titran pada titrasi


0 mL
blanko

Volume Rata-Rata Titran 2, 6 mL

Kalkulasi 𝑀1 × 𝑉1 = 𝑀2 × 𝑉2
0, 05 𝑀 × 𝑉1 = 0, 0512𝑀 × 2, 6 mL
𝑉1 = 2, 6624 𝑚𝐿
Maka diperoleh pada sampel aliquot setara dengan 2, 6624 mL EDTA
0,05 M. Maka jumlah mg Ca-Glukonat pada aliquot:
21,52 𝑚𝑔
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 2, 6624 𝑚𝐿 𝐸𝐷𝑇𝐴 × 1 𝑚𝐿 𝐸𝐷𝑇𝐴
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 57, 294848 𝑚𝑔 Ca-Glukonat

Total larutan sampel = 50 mL


Aliquot = 10 mL
Total sampel :
50 𝑚𝐿
57, 294848 𝑚𝑔 × 10 𝑚𝐿 = 286, 47424 𝑚𝑔

Kesimpulan Massa sampel Ca-Glukonat = 286, 47424 𝑚𝑔

Bobot aktual 407, 7 mg

Kadar 𝑚 𝐶𝑎− 𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑛𝑎𝑡𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛


Kadar = 𝑚 𝐶𝑎− 𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑛𝑎𝑡 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
× 100%
286, 47424𝑚𝑔
Kadar = 407, 7 𝑚𝑔
× 100% = 70,26594064 %

%Galat %𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 =
|𝑃𝑚 𝐶𝑎−𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑛𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 − 𝑚 𝐶𝑎−𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑛𝑎𝑡𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎|
𝑥 100%
𝑚 𝐶𝑎−𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑛𝑎𝑡 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
| 286, 47424 𝑚𝑔− 407,7 𝑚𝑔|
%𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = 407, 7 𝑚𝑔
𝑥 100%
%𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = 29, 73405936 %

Berdasarkan hasil perhitungan data dari titrasi kompleksometri Ca-Glukonat,


didapatkan massa dari Ca-Glukonat hasil titrasi sebanyak 286,47424 mg sedangkan
sampel nyata dari Ca-Glukonat sebanyak 407,7 mg, sehingga didapatkan hasil error atau
galat sebesar 29,73405936%. Didapatkan hasil error lebih dari 10% karena terdapat
beberapa kesalahan dalam preparasi reagen dan juga titrasi yang dilakukan berlebih
volume titrannya sehingga data yang didapatkan tidak sesuai dengan kadar asli dari
sampel.
4.3 Penentuan Kadar MgSO4

Titrasi Sampel MgSO4

Titran Na2EDTA 0,0512 M

Indikator Hitam Eriokrom

Sampel Magnesium sulfat

Volume titran 3,8 mL 3,75 mL

Volume titran pada titrasi


0 mL
blanko

Volume Rata-Rata Titran 3,775 mL

Kalkulasi 𝑀1 × 𝑉1 = 𝑀2 × 𝑉2
0, 05 𝑀 × 𝑉1 = 0, 0512 𝑀 × 3, 775 mL
𝑉1 = 3, 84512 𝑚𝐿
Maka diperoleh pada sampel aliquot setara dengan mL 3,84512
mL Na2EDTA 0,05 M. Maka jumlah mg MgSO4 pada aliquot:
6,018 𝑚𝑔 𝑀𝑔𝑆𝑂4
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 3, 84512 𝑚𝐿 𝑁𝑎2𝐸𝐷𝑇𝐴 × 1 𝑚𝐿 𝑁𝑎2𝐸𝐷𝑇𝐴
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 23, 1399 𝑚𝑔 Ca-Glukonat

Total larutan sampel = 100 mL + 0,35 mL NaOH (untuk penetralan)


= 100,35 mL
Aliquot = 20 mL
Total sampel MgSO4:
100,35 𝑚𝐿
23, 1399 𝑚𝑔 × 20 𝑚𝐿 = 116, 1044 𝑚𝑔

Kesimpulan Massa sampel MgSO4 = 116, 1044 𝑚𝑔

Bobot aktual 253,8 mg

Kadar 𝑚 𝑀𝑔𝑆𝑂4 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 116,1044 𝑚𝑔


Kadar = 𝑚 𝑀𝑔𝑆𝑂4
× 100% = 253,8 𝑚𝑔
× 100%
𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎

Kadar = 45,7464%

%Galat |𝑚 𝑀𝑔𝑆𝑂4 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 − 𝑚 𝑀𝑔𝑆𝑂4 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎|


%𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑚 𝑀𝑔𝑆𝑂4
𝑥 100%
𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
| 116,1044 𝑚𝑔− 253,8 𝑚𝑔|
%𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = 253,8 𝑚𝑔
𝑥 100%
%𝐺𝑎𝑙𝑎𝑡 = 54,2536%
Berdasarkan hasil perhitungan data dari titrasi kompleksometri magnesium sulfat
dengan dinatrium EDTA sebagai titrannya, didapatkan massa dari MgSO4 hasil titrasi
sebanyak 116,1044 mg sedangkan sampel nyata dari MgSO4 sebanyak 253,8 mg,
sehingga didapatkan hasil error atau galat sebesar 54,2536%. Didapatkan hasil error
lebih dari 10% karena terdapat beberapa kesalahan dalam preparasi reagen karena
kurangnya ketelitian dalam melarutkan sampel ataupun membuat reagen, serta mungkin
karena titrasi yang dilakukan berlebih volume titrannya sehingga data yang didapatkan
tidak sesuai dengan kadar asli dari sampel.
V. DISKUSI
Titrasi adalah suatu metode analisis kimia kuantitatif volumetri yang
dilakukan dengan cara mereaksikan larutan yang telah diketahui konsentrasinya
(larutan standar) secara kuantitatif dengan larutan yang ingin diketahui kadar atau
konsentrasinya (larutan uji/sampel). Larutan yang sudah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai titran/peniter, sedangkan larutan yang akan ditentukan konsentrasinya
disebut sebagai titrat/analit. Titrat adalah larutan yang akan dititrasi oleh titran. Titran
biasanya diletakkan di dalam buret dan titrat biasanya diletakkan di dalam erlenmeyer.
Titran bisa juga disebut sebagai titer.
Titrasi bisa dibagi menjadi beberapa jenis, tergantung titrat dan titran yang
digunakan serta hasil akhir yang didapat pada akhir titrasi. Jenis titrasi tersebut
diantaranya: titrasi kompleksometri, titrasi asam-basa, titrasi reduksi-oksidasi, titrasi
nitrimetri, dan titrasi argentometri/pengendapan. Titrasi kompleksometri merupakan
salah satu metode titrasi yang berprinsip pada pembentukan kompleks larut air.
senyawa kompleks terdiri dari akseptor elektron dan donor elektron. Pada titrasi
kompleksometri yang berperan sebagai akseptor elektron adalah ion logam,
sedangkan yang berperan sebagai donor elektron adalah ion non-logam. Senyawa
yang berperan sebagai donor elektron disebut sebagai ligan. Pada praktikum ini titrasi
kompleksometri dilakukan dengan titrat ion logam berupa kalsium (kalsium glukonat)
dan magnesium (magnesium sulfat) dengan titran senyawa pembentuk kompleks
berupa EDTA.
Terdapat beberapa metode titrasi kompleksometri, yakni titrasi langsung,
titrasi kembali, titrasi substitusi, dan titrasi tidak langsung. Dalam titrasi langsung,
larutan yang mengandung ion logam yang akan ditentukan dibuat menjadi larutan
buffer dengan pH yang diinginkan dan dititrasi langsung dengan larutan EDTA
standar. Titrasi langsung dapat dilakukan pada setidaknya 25 kation menggunakan
indikator logam. Agar endapan hidroksida logam tidak terbentuk, pereaksi
pembentukan kompleks seperti sitrat dan tartrat dapat ditambahkan. Untuk logam
yang membentuk kompleks dengan amoniak umumnya digunakan buffer
𝑁𝐻3 − 𝑁𝐻4𝐶𝑙 dengan pH 9-10. Titrasi kembali digunakan untuk menentukan ion
logam yang tidak dapat dititrasi langsung dengan EDTA, misalnya larutan alkalin
2+ 3+
(seperti 𝑀𝑛 dan 𝐴𝑙 ) karena terjadinya endapan hidroksida. Dalam titrasi balik,
jumlah berlebih dari larutan EDTA standar yang diketahui ditambahkan ke larutan
analit. Campuran larutan yang dihasilkan kemudian dibuffer pada pH yang
diinginkan, dan EDTA yang berlebihan dititrasi dengan larutan standar ion logam
kedua. Contoh ion logam yang sering digunakan sebagai ion logam kedua antara lain:
𝑍𝑛𝐶𝑙2, 𝑍𝑛𝑆𝑂4, 𝑀𝑔𝐶𝑙2, atau 𝑀𝑔𝑆𝑂4. Titik akhir titrasi dideteksi dengan bantuan
indikator logam yang sesuai yang merespons ion logam kedua. Titrasi balik perlu
dilakukan jika analitnya mengendap tanpa adanya EDTA, bereaksi terlalu lambat
dengan EDTA, dan memblok indikator. Titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion
logam yang tidak bereaksi (atau bereaksi tidak memuaskan) dengan indikator logam
2+ 2+ 2+ 3+
(seperti 𝐶𝑎 , 𝑃𝑏 , 𝐻𝑔 , 𝐹𝑒 ), atau untuk ion logam yang membentuk kompleks
EDTA yang lebih stabil dibandingkan logam lain seperti magnesium dan kalsium.
2+
Dalam titrasi substitusi, terjadi pergantian kuantitatif ion logam kedua (𝑀𝑔 atau
2+
𝑍𝑛 ) dari kompleks oleh ion logam analit. Biasanya, penentuan ion logam yang
membentuk kompleks lemah dengan indikator dan perubahan warnanya tidak jelas
dan samar. Titrasi tidak langsung digunakan untuk menentukan kadar anion yang
tidak bereaksi dengan pengkelat. Contohnya ialah barbiturat etidat yang bereaksi
dengan EDTA, tetapi secara kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam
keadaan basa sebagai ion kompleks. Setelah terbentuk endapan dengan merkuri
berlebih, kompleks dipindahkan dengan penyaringan dan dilarutkan kembali dengan
larutan baku EDTA yang berlebih.
Titrasi blanko dilakukan pada larutan blanko yang merupakan larutan tidak
berisi analit atau larutan tanpa sampel. Titrasi blanko dilakukan untuk tujuan kalibrasi
atau sebagai larutan pembanding. Titrasi blanko juga bertujuan untuk memastikan
bahwa tidak terdapat pengganggu di dalam titrat dan menghindari titran bereaksi
dengan zat lain selain zat yang akan ditentukan kadarnya. Apabila tidak terdapat
pengganggu, ketika satu tetes peniter ditambahkan akan langsung terjadi perubahan
warna. Hal ini menandakan peniter langsung bereaksi dengan pelarut.
Titik ekuivalen adalah titik saat titran dan titrat tepat habis bereaksi secara
teoritis. Dengan kata lain, pada titik ekuivalen jumlah mol titran sama dengan jumlah
mol titrat. Sementara, titik akhir titrasi adalah titik ketika terjadi perubahan drastis
yang bisa diamati, yakni perubahan warna. Pada praktikum ini digunakan biru
hidroksi naftol dan hitam eriokrom sebagai indikator. Ketika titik akhir titrasi tercapai,
kedua indikator tersebut akan tepat berubah warna menjadi biru. Titik akhir titrasi
dapat diamati secara visual, sementara titik ekuivalen tidak dan hanya dapat dihitung
secara teoritis.
Reaksi kompleks dapat dimanfaatkan dalam penetapan kadar suatu zat secara
volumetrik dengan beberapa syarat, yaitu diantaranya, (a) Setiap ada penambahan
titran, reaksi mencapai ekuilibrium dengan cepat; (b) Tidak ada situasi pengganggu
atau reaksi lain seperti pembentukan kompleks yang bertahap; (c) Indikator
kompleksometri mampu mendeteksi titik ekivalen dengan akurat; (d) Kompleks yang
terbentuk stabil; (e) Reaksi yang terjadi harus kuantitatif, sehingga volume yang
didapatkan akurat dan dapat dihitung; (f) Kompleks yang terbentuk tidak berwarna
dan larut dalam air.
Pada reaksi kompleksometri, pH akan dijaga agar tetap konstan menggunakan
larutan buffer karena pH merupakan komponen penting yang mempengaruhi
keberjalanan dari reaksi kompleksometri. Dalam proses kelat (chelation) pH memiliki
peranan penting karena berfungsi sebagian besar ligan bersifat basa dan berikatan
dengan ion H+ pada kisaran pH yang luas. Beberapa ion H+ ini sering tergeser dari
ligan (zat pengkelat) oleh logam selama pembentukan kelat. Hal ini ditunjukkan
melalui persamaan reaksi berikut
2+ +
𝐻2𝐸𝐷𝑇𝐴 + 𝑀 → 𝑀 − 𝐸𝐷𝑇𝐴 + 2𝐻
Dengan demikian, semakin tinggi pH dari larutan (ion H+ banyak), maka
stabilitas kompleks akan semakin rendah karena lebih banyak ion H+ yang bersaing
dengan logam untuk membentuk ligan. Sedangkan, pada pH tinggi, jumlah ion H+
dalam larutan sedikit, sehingga kompleks yang terbentuk lebih stabil. Akan tetapi,
kompleks logam yang lebih kuat ikatannya dapat dititrasi menggunakan larutan
dengan pH yang tinggi.
Dalam titrasi kompleksometri, terdapat beberapa titik kritis yang harus
diperhatikan, diantaranya yaitu dalam pembuatan reagen, perhitungan harus benar dan
pembuatan reagen dilakukan secara kuantitatif, artinya alat yang digunakan harus
volumetrik atau memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Kemudian, dalam proses
penimbangan saat membuat reagen, senyawa yang akan ditimbang harus
dipertimbangkan media untuk menimbangnya, contohnya jika ingin menimbang
senyawa yang higroskopis, dilakukan menggunakan kaca arloji. Selain proses
pembuatan reagen, dalam proses titrasi juga terdapat beberapa titik kritis, contohnya
yaitu titik akhir titrasi yang dalam hal ini menunjukkan perubahan warna, harus
betul-betul dilihat perubahannya agar titrasi yang dihasilkan tidak berlebih dan
volume yang didapatkan akurat. Pembacaan volume titran dalam buret juga harus
diperhatikan, karena skala pada buret bisa jadi berbeda-beda dan pembacaan volume
harus dilihat dari miniskus bawah pada buret.
Praktikum titrasi kompleksometri ini terdiri atas beberapa komponen, yakni
pembakuan dinatrium edetat, titrasi kalsium glukonat, dan titrasi magnesium sulfat.
Dinatrium edetat harus dibakukan terlebih dahulu dengan kalsium karbonat karena
terdapat sejumlah yang tidak tertentu di air. Pada pembakuan dinatrium edetat
dilakukan penambahan HCl dan NaOH. Penambahan NaOH bertujuan untuk
memperoleh pH dengan rentang 9-10. Titrasi kompleksometri harus berlangsung pada
pH tertentu karena berpengaruh pada pembentukan dan stabilitas kompleks logam
EDTA. Secara umum, pada titrasi kalsium glukonat, pada sampel dilakukan
penambahan HCl 3N dan akuades kemudian dialiquot. Hasil aliquot ditambahkan
NaOH dan indikator biru hidroksi naftol kemudian titrasi dengan dinatrium edetat
hingga larutan berubah warna menjadi biru. Hidroksi naftol biru dipilih sebagai
indikator karena merupakan indikator logam dan memiliki warna yang berbeda ketika
dalam bentuk berkompleks dengan logam Ca dan dalam bentuk bebas. Dalam bentuk
2+
berkompleks dengan ion 𝐶𝑎 , hidroksi naftol biru berwarna pink kemerahan. Ketika
dititrasi dengan dinatrium edetat, dinatrium edetat akan menggantikan indikator untuk
2+ 2+
berkompleks dengan ion 𝐶𝑎 . Ketika semua ion 𝐶𝑎 sudah terkompleks dengan
dinatrium edetat, indikator biru hidroksi naftol akan berada dalam bentuk bebasnya di
larutan dan berubah warna menjadi biru.
2+ − − +
𝐶𝑎 + 𝐻𝐼𝑛 ↔ 𝐶𝑎𝐼𝑛 + 𝐻
tidak berwarna biru logam kompleks (pink kemerahan)
− 2− 5 −
𝐶𝑎𝐼𝑛 + 𝐻2𝑌 ↔ 𝐶𝑎𝑌 + 𝐻2𝐼𝑛
pink kemerahan tidak berwarna tidak berwarna biru

Pada titrasi magnesium sulfat, pada sampel dilakukan penambahan HCl 3N dan
penambahan akuades. Larutan tersebut dinetralkan dengan NaOH 1N. Setelah itu,
dilakukan uji pH dengan kertas indikator pH hingga diperoleh pH 7. Kemudian
larutan tersebut ditambahkan amonia klorida dan hitam eriokrom. Larutan kemudian
dititrasi dengan dinatrium edetat hingga larutan berubah warna menjadi biru. Ketika
dalam bentuk berkompleks dengan ion logam, hitam eriokrom berwarna merah.
Ketika dalam bentuk bebas hitam eriokrom berwarna biru. Dinatrium edetat
merupakan agen pengkompleks yang lebih kuat dari indikator dan menggantikan
indikator untuk berkompleks dengan ion logam.

Gambar 5.1 Perubahan Warna Ketika Titrasi 𝑀𝑔𝑆𝑂4

Ada pun dalam praktikum ini diperoleh galat dalam penentuan kadar kalsium
glukonat dan MgSO4. Beberapa faktor kesalahan yang dapat menyebabkan hal
tersebut, yaitu kesalahan pembacaan titik akhir, kesalahan dalam penggunaan
peralatan, atau kesalahan dalam mempersiapkan sampel. Pertama, kesalahan
membaca titik akhir dapat terjadi karena salah mengamati perubahan warna dekat titik
akhir, hal ini karena perubahan warna yang kurang stabil sehingga perlu dipastikan
warna yang dihasilkan benar-benar stabil selama beberapa waktu. Selain itu, tidak
semua praktikan memiliki ketelitian dalam mengamati perubahan warna titik akhir
titrasi dengan tepat. Kedua, kesalahan dalam penggunaan peralatan dapat
menyebabkan perbedaan hasil yang diperoleh dengan teori. Dalam praktikum kali ini,
digunakan beberapa peralatan yang tidak volumetrik dalam melakukan pengukuran.
Peralatan non volumetrik dapat menyebabkan error sebesar kurang lebih 5% dalam
pengambilan volume larutan atau pengukuran. Ketiga, kesalahan dalam persiapan
sampel. Penting dalam titrasi kompleksometri untuk memeriksa pH larutan sampel
dengan kertas pH indikator. Larutan sampel tidak boleh dilakukan pada suasana
lingkungan yang terlalu asam atau basa. EDTA adalah agen pengompleks yang sangat
sensitif terhadap pH karena dapat mengalami protonasi pada berbagai pH. Pada pH
rendah, EDTA akan terprotonasi sehingga mengurangi bentuk Y4- yang dapat
membentuk kompleks dengan logam, lalu bisa menyebabkan pergeseran titik akhir
titrasi. Pada pH yang terlalu tinggi, logam yang terdapat dalam sampel dapat
membentuk endapan sehingga menyebabkan kesalahan dalam titik akhir titrasi.
Dalam titrasi kompleksometri banyak digunakan EDTA sebagai agen
pengompleks. EDTA memiliki kemampuan untuk meng-chelat dengan berbagai jenis
logam dengan mudah dan stabilitasnya bergantung pada pH larutan sehingga titrasi
dapat dilakukan pada berbagai kondisi untuk meningkatkan selektivitas titrasi dengan
logam. Kompleks yang terbentuk antara logam dengan EDTA memiliki nilai Kstab
yang relatif tinggi, sehingga kompleks yang terbentuk akan stabil dan reaksi akan
cenderung mengarah ke pembentukan kompleks.
Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan secara kuantitatif
konsentrasi logam dalam obat. Selain itu juga digunakan dalam menentukan kadar
cemaran logam berat dalam produk sediaan farmasi. Titrasi kompleksometri
digunakan dalam penentuan kadar titanium dioksida yang digunakan dalam banyak
produk kosmetik. Penerapan dalam bidang medisnya, yaitu digunakan dalam
penetapan kadar kalsium dalam urin. Secara umum, titrasi kompleksometri dapat
digunakan sebagai suatu metode dalam farmasi untuk evaluasi keamanan, kualitas,
dan efikasi sediaan obat dan kosmetik.

VI. KESIMPULAN
6.1 Berdasarkan pembakuan, konsentrasi dinatrium edetat yang digunakan adalah
0,0512 M.
6.2 Berdasarkan hasil perhitungan dari titrasi kompleksometri yang telah dilakukan,
kadar kalsium glukonat yang terdapat dalam sampel adalah 70,26594064 % dengan
galat sebesar 29, 73405936 %
6.3 Berdasarkan hasil perhitungan dari titrasi kompleksometri yang telah dilakukan,
kadar magnesium sulfat yang terdapat dalam sampel adalah 45,7464% dengan galat
sebesar 54,2536% .

VII. DAFTAR PUSTAKA


Harvey, David. (2000). Modern Analytical Chemistry. United States of America:
McGraw-Hill.
Hasri. Titrasi Kompleksometri. https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/6436
79/mod_resource/content/2/E-Modul%20TiItrasi%20Kompleksometri.pdf.
Diakses pada 16 April 2023
Kozak, J., Townshend, A. (2019). Titrimetry. Encyclopedia of Analytical Science
(Third Edition), 111-120. 10.1016/B978-0-12-409547-2.14419-1
Kozak, J., & Townshend, A. (2018). Titrimetry │ Overview. Reference Module in
Chemistry, Molecular Sciences and Chemical Engineering.
doi:10.1016/b978-0-12-409547-2.14419-1
Shiundu, Paul. 2020. Complex Ion Equilibria and Complexometric Titrations.
https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Analytical_Chemistry/Supplemental_
Module\s_(Analytical_Chemistry)/Quantifying_Nature/Volumetric_Chemical
_Analysis_(Shiundu)/14.4%3A_Complex_ion_Equilibria_and_Complexometr
ic_Titrations. Diakses pada 16 April 2023
DAFTAR KONTRIBUSI

Nama NIM Kontribusi

Syahda Umilatifah 10721057 Penafsiran hasil perhitungan,


Diskusi poin syarat reaksi
kompleksometri, syarat
indikator logam yang dipakai,
fungsi pengaturan pH, titik
kritis titrasi kompleksometri

Amelia 10721059 Perhitungan EDTA, Diskusi


poin faktor kesalahan, alasan
EDTA banyak digunakan pada
titrasi kompleksometri,
penggunaan titrasi
kompleksometri di bidang
farmasi

Muhammad Athallah A. 10721064 Tujuan, Prinsip

Rahma Tri A. 10721075 Perhitungan Ca glukonat,


Diskusi poin pengertian titrasi,
titrat, titran, dan titrasi
kompleksometri; perbedaan
titran, titer, dan titrat

Vika Zahra Fauziyyah 10721081 Prosedur, Perhitungan MgSO4

Pricilia Octavia Elizabeth S. 10721086 Diskusi poin komponen dalam


praktikum, jenis-jenis titrasi
yang dapat dilakukan pada
titrasi kompleksometri, tujuan
titrasi blanko, perbedaan titik
akhir dan titik ekuivalen titrasi,
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai