Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANORGANIK I
PERCOBAAN IV
STOIKHIOMETRI KOMPLEKS AMMIN TEMBAGA(II)

OLEH :

NAMA : RAHMIDA ULFAH


NIM : J1B111028
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : SUSI WAHYUNI

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA


FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2012
PERCOBAAN IV

STOIKHIOMETRI KOMPLEKS AMMIN TEMBAGA(II)

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dilakukannyapercobaan adalah untuk menentukan rumus molekul


kompleks ammin tembaga(II).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitustoicheion yang artinya


unsur dan metria yang artinyailmu pengukuran. Jadi yang dimaksud dengan
stoikhiometri adalah suatu rumus molekul yang menyatakan banyaknya atom
yang sebenarnya dalam suatu molekul atau satuan terkecil suatu senyawa.
Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif
komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti
stoikiometri yang sangat tertentu. (Keenan, 1992).
Tembaga (Cu) merupakan logam yang ringan dan yang paling aktif. Cu+
mengalami disproporsionasi secara spontan pada keadaan standar (baku).
Tembaga merupakan salah satu logam yang terdapat cukup banyak dalam
keadaan bebas. Melalui ekstraksi tembaga dari bijihnya (biasanya sebagai
sulfida) lebih rumit. Kekompleksan ini meningkat sebab adanya besi sulfida
pada bijih tembaga (Petrucci, 1987).
Tembaga adalah logam merah muda, lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia
melebur pada 1038°C. Karena potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V
untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat
encer, namun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Ada dua deret
senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari tembaga(I)
oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-
senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air,
perilakunya mirip senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasi menjadi
senyawa tembaga(II), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida,
CuOberwarna yang hitam. Garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna
biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Garam-garam
tembaga(II) anhidrat, seperti tembaga(II) sulfat anhidrat CuSO4, berwarna
putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks
tetraakuo (Svehla, 1990).
Tembaga memiliki elektron s tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Ini
agak kurang umum dalam golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam
tingkat oksidasi +1. kulit d yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas
mulia dalam melindungi elektron s dari muatan inti, sehingga potensial
pengionan pertama Cu lebih tinggi daripada golongan alkali. Faktor-faktor ini
bertanggung jawab bagi sifat lebih mulia tembaga (Cotton dan Wilkinson,
1989).
Tembaga (II) dengan struktur d9, mempunyai stereokimia berbeda-beda,
biasanya segiempat planar atau oktahedral yang mengalami distorsi, namun
demikian dijumpai kompleks dengan bilangan koordinasi 5. Struktur
oktahedral dan tetrahedral yang reguler tidak dijumpai pada kompleks Cu (II)
yang ada (Sukardjo, 1992).
Garam tembaga dalam larutan berwarna biru pucat, karena membentuk
ion Cu(H2O)42+. Jika larutan ini ditambah amonia akan menghasilkan
Cu(NH3)42+ yang berwarna biru pekat. Senyawa CuCl2, CuBr2, dan CuI2 sukar
larut dalam air dengan Ksp masing-masing 1,9.10-7, 5.10-9, dan 1.10-12.
Senyawa Cu2O dan Cu2S dapat langsung dibuat dari unsurnya pada suhu
tinggi. Kedua senyawa ini cenderung nonstoikiometrik karena dapat pula
sebagian membentuk CuO dan CuS (Syukri, 1999).
Reaksi dimana kompleks terbentuk dapat dianggap sebagai suatu reaksi
asam basa Lewis dengan ligan yang bertindak sebagai basa, dengan
menyumbangkan sepasang elektronnya kepada kation yang merupakan
asamnya. Ikatan yang terbentuk antara atom logam pusat dan ligan sering
bersifat kovalen, namun dalam beberapa kasus antaraksi itu dapat berupa tarik
menarik Coulomb. Beberapa kompleks mengalami reaksi substitusi dengan
sangat cepat dan kompleks itu dikatakan labil, contohnya :
[Cu(H2O)4]2++4NH3 [Cu(NH3)4]2+ + 4H2O
biru muda biru tua
Ion-ion dan molekul-molekul sederhana anorganik seperti NH 3, CN¯,
H2O membentuk ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati
salah satu ruang yang tersedia sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi
tetapi ligan bidentat seperti ion dipiridin, tridentat dan juga tetradentat dikenal
orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut sepit
(chelat).Menurut Lewis, pembentukkan kompleks terjadi karena penyumbang-
an suatu pasangan elektron seluruhnya oleh satu atom ligan kepada atom
pusat. Apa yang disebut ikatan datif ini terkadang dinyatakan dengan sebuah
anak panah yang menunjukkan arah penyumbang elektron. Dalam rumus
bangun ion tetraaminokuprat (II):
2+
NH3

NH3Cu NH3

NH3

Anak panah menunjukkan bahwa sepasang elektron disumbangkan oleh setiap


ion nitrogen kepada ion tembaga (Svehla, 1990).
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak-dapat
campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat pelarut dalam
kedua fase pada kesetimbangan. Nernst pertama kalinya memberi pernyataan
yang jelas mengenai hukum ditribusi ketika ia menunjukkan bahwa suatu zat
terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak-dapat campur
sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan
adalah konstanta pada suatu temperatur tertentu :
[A]1/[A]2 = tetapan
Bila suatu situasi ektraksi pelarut mengambil bagian-bagian dalam
kesetimbangan-kesetimbangan lain dalam salah satu (atau kedua) fase itu,
suatu angka banding D dapat bermanfaat dalam mana konsentrasi dijumlahkan
untuk semua spesies yang relevan dalam kedua fase itu. Ion Cu (II) termasuk
sistem d9, distorsi disini sangat besar, sehingga [Cu(NH3)4]2+ berbentuk planar
segi empat. Sebenarnya ada dua molekul air dalam kompleks tersebut, tetapi
jaraknya terhadap ion pusat terlalu jauh dibanding NH3 (Underwood, 1999).
Penentuan kadar tembaga dalam senyawa kompleks dapat diukur dengan
spektrometer serapan atom pada panjang gelombang 324,7 nm. Larutan
standar yang digunakan dalam pengukuran ini adalah larutan CuCl 2.2H2O
dengan konsentrasi tembaga(II) dibuat dari 1 ppm hingga 8 ppm. Larutan
sampel senyawa kompleks dibuat pada konsntrasi tembaga(II) yang
diperkirakan tidak kurang dari 1 ppm dan tidak lebih dari 8 ppm (Rahardjo,
2003).
Kompleks yang telahdisintesisditentukanformula
ataurumusmolekulnyamelalui 2
metodepengukuran.Pengukuranpertamadiakukanpenentuankadartembagayang
memberikaninformasitentangkomposisitembagadalamkompleks.
Pengukurankeduaadalahpengukurandayabantarlistrikyang
memberikaninformasiperbandinganmuatankationdan anion (Rahardjo, 2003).
Kompleks yang telahdisintesisditentukanformula
ataurumusmolekulnyamelalui 2
metodepengukuran.Pengukuranpertamadiakukanpenentuankadartembaga yang
memberikaninformasitentangkomposisitembagadalamkompleks.
Pengukurankeduaadalahpengukurandayabantarlistrikyang
memberikaninformasiperbandinganmuatankationdananion (Rahardjo, 2003).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah buret 50 ml, buret
mikro 5 ml, erlenmeyer, gelas beaker, corong pemisah 25 ml, pipet gondok
10 ml, dan alat-alat gelas lain.

B. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan standar
H2C2O4 0,1 M, larutan ammonia 1 M, larutan ion Cu2+ 0,1 M, larutan HCl
0,055 M, larutan NaOH 0,1M, kloroform, indikator fenolphthalein,
danindikator metil orange.
IV. PROSEDUR KERJA
1). Standarisasi Larutan
A. Larutan NaOH
larutan NaOH
- Disiapkan buret 50
ml dan diisi
5 ml larutan standar H2C2O4
- Diisi dalam 2 buah
erlenmayer
2 tetes indikator pp
- Ditambahkan
- Dititrasi
larutan NaOH
- Dilakukan Duplo
Hasil
.
B. Larutan HCl
larutan HCl 0,055 M
- Disiapkan buret 50
ml dan diisi
5 ml larutan NaOH
- Diisi dalam 2 buah
erlenmayer
2 tetes indikator pp
- Ditambahkan
- Dititrasi
larutan HCl
- Dilakukan Duplo
Hasil

2). Penentuan Koefisien Distribusi Ammonia antara Air dan Kloroform


10 ml larutan NH3 1 M
(hasilstandarisasi) dan 10 ml air
- Dimasukkan ke
corong pisah 250
mL
- Dikocok

25 ml kloroform
- Ditambahkan
- Dikocok
- Didiamkan sampai
ada terbentuk
lapisan
10 ml larutankloroform
- Diambil
2 tetes Indikator Metil Orange
- Ditambahkan
- Dititrasi
Larutan standarHCl 0,055 M
- Dilakukan duplo
Hasil

3). Penentuan Rumus kompleks Cu-ammin


10 ml larutan NH3 1 M
(hasilstandarisasi) dan 10 ml larutan
Cu2+
- Dimasukkan ke
corong pisah 250
mL
- Dikocok
25 ml kloroform
- Ditambahkan
- Dikocok
- Didiamkan sampai
ada terbentuk
lapisan
10 ml larutankloroform
- Diambil
2 tetes Indikator Metil Orange
- Ditambahkan
- Dititrasi

Larutan standarHCl 0,055 M


- Dilakukan duplo
Hasil

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

No Langkah Percobaan Hasil Pengamatan


.
1. Standarisasi Larutan
a. Larutan NaOH
- 10 ml H2C2O4 + 2 tetes PP Warna : bening → merah muda
- dititrasi dengan NaOH 22+ 22
VNaOH rata-rata = = 22 ml
2
b. Larutan HCl
- 10 ml NaOH (a) + 2 tetes PP
Warna : merah muda → bening
- dititrasi dengan HCl
2,1+ 2,2
VHCl rata-rata = = 2,15 ml
2
2. Penentuan Koefisien Distribusi
Ammonia Antara Air dan
Kloroform
a. 10 mL NH3 1 M + 10 mL air,
Terbentuk 2 lapisan, air dan NH3 di
dikocok + 20 ml kloroform,
atas dan kloroform di bawah, lapisan
dikocok 5 – 10 menit dalam
agak berminyak
corong pemisah
b. 10 mL klorofom + 10 mL air +
Warna : orange → merah muda
2 tetes MO, dititrasi dengan HCl
0,5+0,5
0,055 M V rata-rata = = 0,5 ml
2

3. Penentuan Rumus Kompleks


Cu-amin
a. 10 ml NH3 1 M + 10 ml larutan
ion Cu2+ 0,1 M, mengocok + 20 Terdapat 2 lapisan, biru di bagian atas
ml kloroform, dikocok 5-10 dan bening di bagian bawah.
menit dalam corong pemisah.
b. 10 mL larutan kloroform + 10
ml air + 3 tetes MO, dititrasi Warna: orange→ pink (ada
dengan HCl 0,055 M gelembung)
0,4+0,5
V rata-rata = = 0,45 ml
2

B. Perhitungan
Dari data pengamatan yang diperoleh maka dapat dilakukan
perhitungan sebagai berikut :
1. Standarisasi Beberapa Larutan
a. Larutan NaOH
Diketahui : N H2C2O4 = 0,1 M = 0,2 N
V H2C2O4 = 10 ml
V NaOH rata-rata hasil titrasi = 22 ml
Ditanya : N NaOH ?
Jawab :
(V x N) NaOH = (V x N) H2C2O4

(V x N ) H 2 C2 O 4
=
N NaOH V NaOH

0,2 X 10
N NaOH =
22
N NaOH = 0,0909 N

b. LarutanHCl
Diketahui : N NaOH = 0,0909 N
V NaOH = 10 ml
V HCl rata-rata titrasi = 2,15 ml
Ditanya : N HCl= ?
Jawab :
(V x N) HCl = (V x N) NaOH

(V x N ) NaOH
=
N HCl V HCl
10 x 0,0909
N HCl = 2,15

= 0,4227 N

2. Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Antara Air Dan kloroform


Diketahui : N HCl = 0,4227 N
V HCl = 0,5 ml
V NH3 = 10 ml
N NH3 = 0,1 N

Vtot CHCl3 = 25 ml
V CHCl3= 10 ml
Vtot H2O = 10 ml
Ditanya : Kd ?
Jawab :
N [NH3] dalam CHCl3 = N HCl yaitu :
(VxN) CHCl3 = (VxN) HCl
(VxN )HCl
N CHCl3 =
V CHCl 3
0,5 x 0,4227
=
10
= 0,0211 N
mmol [NH3]CHCl3 = N CHCl3. Vtot CHCl3
= 0,0211 N x 25 ml
= 0,5275 mmol
mmol [NH3] total = N NH3 . V NH3
= 0,1N x 10 ml

= 1 mmol

mmol [NH3] air = mmol [NH3] total - mmol [NH3] CHCl3


= 1 mmol – 0,5275 mmol
= 0,4725 mmol
Maka dapat diketahui bahwa :
mmol [ NH 3 ] air
[NH3] air = V tot air

0,4725 mmol
= 10 ml
= 0,0472 M
Sehingga nilai koefisien distribusi dapat diperoleh yaitu :
[ NH3 ] CHCl 3

Kd = [ NH 3 ] air

0,0211
= 0,0472
= 0,447
3. Penentuan Rumus Kompleks Cu-amin

Diketahui : N HCl = 0,4227 N


V HCl = 0,45 ml
V NH3 = 10 ml
N NH3 = 0,1 N
Vtot CHCl3 = 25 ml

V CHCl3 = 10 ml
Vtot Larutan Cu2+ = 20 ml
Ditanya : Rumus molekul Cu amin ?
Jawab :
Normalitas [NH3] dalam CHCl3 = N HCl yaitu :
(VxN) CHCl3 = (VxN) HCl
( VxN ) HCl
N CHCl3 =
V CHCl 3
0,45 x 0,4227
N CHCl3 =
10
N CHCl3 = 0,0190 N
mmol [NH3]CHCl3 = N CHCl3. Vtot CHCl3
= 0,0190 N x 25 ml
= 0,475mmol
[ NH 3] CHCl 3
=
[NH3] Air = Kd

0,0190
= 0,447
= 0,0425 N
mmol [NH3] total = N NH3 x V NH3
= 0,1 x 10 ml
= 1 mmol
mmol [NH3] air=mmol [NH3] total - mmol [NH3] kloroform
= 1 mmol - 0,475 mmol
= 0,525 mmol
Sehinggadiperoleh :
mmol [NH3] terkompleks = mmol [NH3] total - mmol [NH3] air -
mmol [NH3] CHCl3
= (1-0,525-0,475) mmol
= 0mmol
y = Cu2+ + xNH3 → Cu2+ + (NH3)
= 0,1 N x 10 ml
= 1 mmol
Cu2+ + xNH3 → [Cu2+ + (NH3)]
Cu2+ + NH3 → [Cu(NH3)]2+

B. Pembahasan
Percobaaninimempelajaribagaimanamenentukanrumusmolekulkom
pleksammintembaga (II).Apabilasuatu ammonia berlebih di
tambahkankedalamlarutan Cu (II) yang diketahuijumlahnya,
makaakanterbentuksuatukompleksammintembaga (II). Jika ammonia
bebasdalamlarutankompleksdiekstraksimenggunakanpelarutkloroform,
dankemudianditentukankonsentrasinyamakajumlah ammonia
bebasdalamlarutandapatditentukanjugadenganmengetahuikoefisiendistribu
sidalampelaruttersebut.
1. Standarisasi Beberapa Larutan

Standarisasi beberapa larutan pada percobaan ini bertujuan untuk


menentukan konsentrasi larutan yang akan digunakan untuk menentukan
rumus molekul senyawa yang diketahui dari volume hasil titrasi.
Standarisasi dilakukan karena konsentrasi suatu larutan dapat berubah-
ubah tergantung kondisi penyimpanan, meskipun larutan standar tersebut
telah distandarisasi sebelumnya. Standarisasi yang pertama adalah
standarisasi larutan NaOH. Dimana larutan ini distandarisasi dengan
menggunakan larutan standar primer yaitu H2C2O40,1 M yang telah
diketahui dengan jelas konsentrasinya. Sebelum dititrasi larutan asam
oksalat ditambahkan indikator fenolphthalein 2 tetes dan warnanya bening.
Indikator fenolphthalein akan berwarna bening dalam suasana asam dan
berwarna merah muda dalam suasana basa. Sifat inilah yang digunakan
untuk mengetahui titik akhir titrasi dimana asam oksalat dalam erlenmeyer
telah habis dinetralisasi oleh NaOH. Indikator fenolphthalein bekerja pada
keadaan basa yaitu pada trayek pH 8,0 – 9,0.Asam oksalat (H 2C2O4) adalah
asam diprotik (melepaskan 2 ion H+) sehingga diperlukan 2 mol NaOH
setiap netralisasi 1 mol asam oksalat.
Reaksi :

H2C2O4 + 2NaOH ⃗ Na2C2O4 + 2H2O


Berdasarkan pengamatan diketahui volume NaOH yang digunakan
untuk titrasi sebanyak 22 ml dan dari perhitungan didapatkan normalitas
NaOH sebesar 0,09 N. Ini sesuai dengan teori titrasi asam basa bahwa
diperlukan 2 mol NaOH untuk netralisasi 1 mol H2C2O4 (0,999975:0,5 ≈
2:1).
Untuk standarisasi larutan HCl digunakan larutan standar NaOH
hasil standarisasi diatas. HCl yang ingin diketahui konsentrasinya
dimasukkan ke dalam buret sedangkan 10 ml NaOH dimasukkan ke
erlenmeyer dan ditambah 2 tetes indikator pp, warna larutan merah muda
(basa+pp merah muda). Pada titik akhir titrasi warna larutan menjadi
bening, hal ini terjadi karena kelebihan HCl bereaksi dengan indikator pp
dan merubah warnanya menjadi bening.
Reaksi :
NaOH + HCl ⃗ NaCl + H2O
Standarisasi ini dihasilkan garam dan air. Dari hasil titrasi diketahui
volum HCl yang digunakan sebanyak 2,15 ml dan dari hasil perhitungan
diperoleh normalitas HCl sebesar 0,418
N.PerbandinganmolHCldanNaOHadalah1 : 1, karenakeduanyasama-
samamonoprotik.
Standarisasi larutan
NH3tidakdilakukandalampercobaankarenaNormalitas NH3
telahdiketahuiyaitusebesar 0,1 N.
1. Penentuan Koefisien Distribusi Ammonia Antara Air dan Kloroform
(CHCl3)

Koefisiendistribusiammoniamerupakanperbandingankonsentrasiam
monia (NH3) yang adadalam air dan yang beradadalam CHCl3Penentuan
koefisien distribusi ammonia antara air dan CHCl 3 ini dilakukan dengan
penambahan 10 ml larutan NH3 hasil standarisasi dan 10 ml larutan air ke
dalam corong pemisah dan dikocok agar larutan menjadi homogen, setelah
itu ditambahkan dengan 25 ml CHCl3 dan mengocoknya. Setelah
mengalami pengocokan ini akan nampak jelas suatu batas antara larutan
ammonia dan CHCl3. Batas yang nampak antara larutan ammonia dengan
CHCl3 tersebut menandakan bahwa dua pelarut tersebut tidak bercampur.
Lapisan air dan ammonia terdapat diatas larutan sedangkan CHCl3 berada
dibagian bawah dan lapisan agak berminyak

Terbentuknya dua lapisan di dalam larutan yang membedakan


keduanya ini karena senyawa CHCl3 yang bersifat tidak polar tidak dapat
bercampur dengan larutan ammonia yang bersifat polar dan ini
menunjukkan bahwa senyawa CHCl3memiliki berat jenis yang lebih besar
dibanding larutan ammonia. Hal ini juga terjadi karena kedua larutan
memiliki fase yang berbeda dalam kesetimbangan. Ammonia memiliki
fase air sedangkan CHCl3 merupakan fase organik. Adapun pengocokan
larutan pada corong pisah dilakukan sambil dibuang gas yang terdapat
didalamnya. Pembuangan gas ini berfungsi agar tekanan dalam corong
pemisah samadengantekananatmosfer sehingga tidak terjadi tekananyang
cukupuntukmemecahkancorongpisah..
Dua lapisan yang terbentuk tersebut kemudian dipisahkan, untuk
CHCl3 diambil untuk dititrasi dengan mencampurkannya dengan 10 ml
akuades dan memberi 2 tetes indikator metil orange (larutan berubah
warna menjadi kuning), penambahan indikator ini dimaksudkan untuk
memperlihatkan perubahan warna sehingga diketahui titik akhir titrasinya.
Titrasi dilakukan dengan larutan standar HCl 0,055 N sebagai larutan
sekundernya, setelah titrasi larutan berubah warna menjadi merah muda,
yang menandakan bahwa larutan menjadi asam dan pH larutan semakin
menurun.
Perlakuan ini akan ditentukan koefisien distribusi ammonia,
dimana koefisien distribusi ini merupakan perbandingan konsentrasi
ammonia (NH3) yang ada dalam air dan yang berada dalam CHCl3.
Sebelumnya dari percobaan ini akan diperoleh konsentrasi NH3 dalam air
dan konsentrasi NH3 dalam CHCl3 dengan cara menghitungnya terlebih
dahulu. Berdasarkan data hasil pengamatan diperoleh besarnya volume
HCl yang digunakan untuk titrasi sebesar 23,4 ml sehingga diperoleh
konsentrasi NH3 dalam air adalah 0,42941 N maka kemudian dapat
ditentukan besarnya koefisien distribusi ammonia (Kd). Berdasarkan hasil
percobaan diperoleh besarnya Kd ammonia antara pelarut CHCl3 dan air
sebesar 10,94
Reaksi yang terjadi :
[Cu(H2O)4]2++4NH3[Cu(NH3)4]2+ + 4H2O
biru muda biru tua

3. Penentuan Rumus Kompleks Cu-Ammin


Penentuan rumus kompleks Cu-ammin artinya menentukan
banyaknya ammonia yang terikat pada atom pusat Cu2+. Larutan Cu2+
digunakan untuk menggantikan air akan bereaksi dengan NH3 dalam
pelarut CHCl3. Pada percobaan ini langkah-langkah yang dilakukan sama
dengan langkah penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan
CHCl3, yaitu setelah terbentuk 2 lapisan maka lapisan tersebut dipisahkan,
hasil pemisahan tersebut kemudian dititrasi dengan HCl sehingga
diperoleh konsentrasi NH3, pada penitrasian ini diperoleh titik ekivalen
pada volume HCl 0,45 ml yaitu pada saat terjadinya perubahan warna
menjadi merah muda.
Melalui percobaan ini untuk mendapatkan nilai mmol NH3, CHCl3
yang terkomplekskan agar nantinya kita dapat mengetahui kompleks yang
terjadi maka sebelumnya harus diketahui mmol NH3 total, mmol NH3
dalam CHCl3, dan mmol NH3 dalam air. Berdasarkan dari data percobaan
bahwa volume titrasiHCl yang digunakan dalam 0,45 ml sehingga
diperoleh besarnya mol NH3yang terkomplekskan sebesar 0,439
mmoldan perbandingan dengan mol Cu2+kurang lebih 1:1 sehingga
diperoleh rumus molekul kompleks tembaga (II) ammin yaitu:
[Cu(NH3)]2+.
Pada percobaan ini nilai perbandingan mmol kompleks Cu-ammin
adalah 1:1Dari hasil perbandingan tersebut diketahui bahwa ion
Cu2+ dalam kompleks tersebut mengikat 1 buah ligan ammino (NH3),
dengan Cu2+ berfungsi sebagai atom pusat sedangkan NH3 sebagai
ligannya. Jadi, rumus molekul Cu-ammin dapat dituliskan sebagai berikut:
Cu2+ + NH3 → [Cu(NH3)]2+

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil percobaan adalah sebagai


berikut:
1. Apabila ammonia berlebih ditambahkan ke dalam larutan Cu (II)
yang telah diketahui jumlahnya maka akan terbentuk suatu senyawa
kompleks ammin tembaga (II).
2. Koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform (CHCl3)
diperoleh sebesar 10,49
3. Jumlah ligan yang terikat pada atom pusat Cu adalah sebanyak 1
buah.
4. Perbandingan antara ion Cu2+ dengan NH3 yang
terkomplekskan yaitu 1 : 0,439 mmol Atau 1 : 1, sehingga diperoleh
rumus kompleks tembaga ammin (II) adalah [Cu(NH3)]2+.

DAFTAR PUSTAKA

Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI Press. Jakarta.

Keenan, C. W. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Erlangga. Jakarta.


Petrucci, R. H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 3
(Terjemah oleh Suminar Ahmadi). Erlangga. Jakarta.

Rahardjo, S. B., S. Wahyuningsih dan Kusumastuti. 2003. Sintesis dan


Karakterisasi Kompleks Tetrasulfametoksazol Tembaga(II) Sulfat.
Volume 2: 36-42.
Diakses pada tanggal 14 November2012.

Sukardjo. 1992. Kimia Koordinasi. Bhineka Cipta. Jakarta.

Svehla, G. 1990. Vogel:


BukuTeksAnalisisAnorganikKualitatifMakrodanSemimikroBagian I. PT
KalmanMedia Pusaka. Jakarta.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar3. Penerbit ITB. Bandung

Underwood, A.L., dan Day R. A. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga.


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai