A. PEMBAHASAN
Aluminium ialah logam paling berlimpah dengan nomor atom 13. Aluminium bukan
merupakan jenis logam berat, namun merupakan elemen yang berjumlah sekitar 8% dari
permukaan bumi dan paling berlimpah ketiga. Aluminium merupakan konduktor listrik yang
baik, ringan, dan kuat. Dan juga merupakan konduktor yang baik dalam menghantarkan
panas.(Sugiyarto, 2003 : 123) percobaan ini memili tujuan yaitu empelajari sifat-sifat logam
aluminium dan persenyawaannya dari tujuan tersebut maka dilakukan empat kali pengujian,
yaitu:
1. Sifat Aluminium Hidroksida
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat aluminium dan senyawanya.
Tahap pertama yaitu mempelajari sifat aluminium hidroksida. Percobaan ini dilakukan tiga
perlakuan yang berbeda. Perlakuan pertama, pada larutan AlCl3 ditambahkan dengan
ammonia dan menghasilkan larutan tidak berwarna. Hasil ini telah sesuai dengan teori
(Svehla, 1985: 266), bahwa jika garam aluminium direaksikan dengan ammonia maka akan
membentuk endapan Al(OH)3 yang jika ditambahkan sedikit berlebih akan menghasilkan
larutan bening yang menandakan bahwa endapan aluminium hidroksida larut dalam ammonia
berlebih. Adapun persamaan reaksi sebagai berikut:
AlCl3 + 3NH4OH Al(OH)3↓+ 3NH4Cl
Al(OH)3↓+ NH4OH [Al(OH)4]-+ NH44+
Perlakukan kedua, dimana aluminium klorida ditambahkan dengan NaOH dimana
menghasilkan keruh dan terbentuk endapan putih. Lalu larutan tersebut dibagi dua untuk diuji
kembali dengan larutan NaOH untuk endapan pertama dan HCl untuk endapan ke dua. Pada
bagian pertama, larutan ditmbahkan dengan NaOH secara berlebih dimana tetap
menghasilkan larutan keruh dan berwarna ungu. Pada bagian kedua, edapan ditambahkan
dengan HCl sehingga menghasilkan larutan yang bening. Fungsi HCl dalam percobaan ini
yaitu memberikan suasana asam pada larutan. Dimana hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menytakan bahwa jika garam aluminium ditambahkan dengan basa atau alkil hidroksida yang
akan membentuk endapan Al(OH)3 (Sugiyarto, 2001: 163). Hasil yang tidak sesuai teori
dikarenakan alat yang digunakan belum bersih sehingga senyawa tidakbereaksi dengan
semestinya. Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
AlCl3(aq) + 3NaOH(aq) Al(OH)3(aq) + 3NaCl(aq)
Al(OH)3(aq) + NaOH(aq) Na[Al(OH)4]-
Al(OH)3(aq) + 3HCl(aq) AlCl3 + 3H2O
Perlakuan yang dilakukan selanjutnya bertujuan untuk mengetahui sifat dari suatu
senyawa aluminium yang membentuk endapan berwarna. Dimana larutan AlCl3 direaksikan
dengan NaOH menghasilkan endapan putih. Lalu larutan tersebut disaring yang bertujuan
untuk memisahkan larutan dari pelarutnya, kemudian dicuci dengan air dingin yang
berfungsi untuk mengikat sisa-sisa garam yang tidak bereaksi dan kelebihan basa serta dapat
menyempurnakan pembentukan endapan. Kemudian ditambahkan metil violet menghasilkan
warna ungu pada endapan. Tujuan ditambahkannya metil violet yaitu untuk memperjelas
warna endapan yang terbentuk. Dimana percobaan yang telah dilakukan telah sesuai dengan
teori yang menyatakan metil ungu mempunyai trayek pH sekitar 0,5-1,5. Jika pH < 0,5 akan
menunjukkan perubahan menjadi kuning sedangkan jika pH > 1,5 maka akan menunjukkan
perubahan menjadi ungu yang artinya larutan bersifat basa (Svehla, 1985: 55). Adapun reaksi
yang terjadi yaitu:
AlCl3(aq) + 3NaOH(aq) Al(OH)3(s) + 3NaCl(aq)
Membandingkan aluminium klorida dan magnesium klorida
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan garam aluminium dan garam
magnesium yang dilihat dari titik leleh dan kelarutannya dalam air. Proses pemanasan
dilakukan, untuk serbuk AlCl3 tidak larut atau tidak meleleh dan nmenghasilkan serbuk putih.
Hal ini menandakan bahwa titik leleh aluminium sangat tinggi sehingga aluminium klorida
akan menyublim dan berkumpul pada bagian bawah tabung reaksi, dimana titik leleh AlCl3
adalah titik sebesar 660°C (Sugiyarto, 2003: 124). Sedangkan untuk pemanasan MgCl2,
mengasilkan serbuk MgCl2 membentuk larutan bergelembung.
Hal ini berbeda dengan teori, karena pada pemanasan MgCl 2 akan menghasilkan Cl2 dan
MgO. Dengan reaksi :
MgCl2 + 3/2 O2 MgO + Cl2
Dan untuk titik leleh MgCl2 sendiri adalah 648℃(Sugiyarto, 2003: 124).
Percobaan yang selanjutnya yaitu AlCl3 direaksikan dengan air menghasilkan larutan
bening dengan pH= 4. Dan MgCl2 direaksikan dengan air menghasilkan larutan bening, pH=5
dilihat dari pH nyamaka dapat dikatakan AlCl3 lebih bersifat asam dibanding MgCl2.
Berdasarkan teori, bahwa garam aluminium ketika dilarutkan bersifat asam karena hidrolisa,
adapun yang cepat melarut adalah AlCl3. Hal ini dikarenakan adanya efek induksi dari atom
Cl sehingga AlCl3 bersifat lebih asam daripada MgCl2 (Svehla, 1985: 267). Adapun reaksi
yang terjadi yaitu:
AlCl3(s) + 6 H2O(l) [Al(H2O)6]3+(aq) + 3 Cl-(aq)
Magnesium klorida direaksikan dengan air akan menghasilkan larutan heksakuamagnesium
dan klor. Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
MgCl2 (s) + 6H2O (ℓ) [Mg(H2O)6]2+ (aq) + 2Cl- (aq)
Percobaan diatas dapat dikatakan bahwa aluminium dalam bentuk kompleks tingkat
keasamannya lebih besar dibandingkan dengan magnesium dalam bentuk kompleks tingkat
keasamannya lebih besar dibandingkan dengan magnesium dalam bentuk kompleks, dan
AlCl3 mudah larut dalam air dibandingkan dengan MgCl2. Hal ini telah sesuai dengan teori
karena aluminium memiliki kelektronegatifan yang lebih besar daripada magnesium sehingga
sifat asam aluminium lebih besar daripada magnesium, dan sebaliknya magnesium memiliki
sifat basa lebih besar dari aluminium. Sifat basa adalah sifat yang berkaitan dengan sifat no
logam, sedangkan sifat basa adalah sifat yang berkaitan dengan sifat logam. Makin kekanan,
makin kuat menarik elektron sehingga keelektronegatifan unsur-unsur dari kiri kekanan
kemampuan atom untuk menarik elektron dari atom lain juga semakin bertambah (Sugiyarto,
2001). Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
Untuk AlCl3
AlCl3 (s) + 6H2O (ℓ) [Al(H2O)6]3+ (aq) + 3Cl- (aq)
[AL(H2O)6]3+(aq) + H2O (ℓ) [Al(H2O)5(OH)]2+(aq) + H3O+(l)
[Al(H2O)5(OH)]2+(aq) + H2O (ℓ) [Al(H2O)4(OH)]2+(aq) + H3O+(l)
Untuk MgCl2
MgCl2 (aq) + 6H2O (ℓ) [Mg(H2O)6]2+ (aq) + 2Cl- (aq)
2. Membandingkan sifat asam-basa Al2O3 dan MgO
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan sifat asam dan basa dari Aluminium
oksida (Al2O3) dan Magnesium oksida (MgO). Masing masing direaksikan dengan H 2O.
Al2O3 direaksikan dengan H2O menghasilkan endapan larutan tidak berwarna, dengan pH = 6
(berarti berada dalam suasana asam). Sedangkan pada MgO dengan H 2O diperoleh bahwa
MgO larutan keruh dengan pH = 9 (berada dalam suasana basa)
Adapun reaksinya yaitu :
Al2O3 + H2O
MgO + H2O Mg(OH)2
Hal ini sesuai dengan teori, yaitu bahwa larutan yang dihasilkan akan bersifat basa atau dalam
keadaan basa (Svehla, 1985). Perlakuan yang kedua yaitu reaksi Al2O3 dan MgO dengan
larutan HCl. Al2O3 ditambahkan HCl menghasilkan Al2O3 larutan tidak berwarna. Dengan p
H=1(Bersifatasam) Adapun reaksi yang terjadi sebenarnya :
Al2O3 + 6 HCl 2 AlCl3 + 3 H2O
sedangkan pada MgO yang ditambahkan HCl diperoleh larutan keruh dengan pH=9
(bersifat basa). Hal ini berarti MgO bereaksi dengan HCl encer untuk menghasilkan larutan
MgCl2. Dalam hal ini, aluminium oksida menunjukkan sisi basa dari sifat amfoternya
sedangkan pada MgO yang ditambahkan HCl diperoleh endapan putih MgCl2. Hal ini berarti
MgO bereaksi dengan HCl encer untuk menghasilkan larutan MgCl 2 yang bersifat basa
(Svehla, 1985) Adapun reaksinya:
MgO + 2 HCl MgCl2 + H2O
perlakuan yang ketiga dimana reaksi antara Al2O3dan MgO dengan NaOH
menghasilkan Al2O3 tidak berwarna dengan pH=12 terdapat Al2O3. haltersebut tidak sesuai
teori bahwa Aluminium tiosulfat (Al2O3) sukar larut (Chang, 2004: 254) dan sedangkan
antara MgO dengan NaOH menghasilkan larutan keruh dengan pH=13
3. Membandingkan sifat basa ion aluminium dan magnesium
Tujuan dari percobaan ini yaitu membandingkan sifat basa ion aluminium dan ion
magnesium. Pada percobaan ini masing-masing garam aluminium dan magnesium
direaksikan dengan NaOH sehingga diperoleh masing-masing larutan tak berwarna, dan
dicek pH larutanya.
Adapun hasil yang diperoleh yaitu pH larutan AlCl3 adalah 3, sedangkan pH larutan MgCl2
adalah 5. Dan pada saat penambahan masing-masing NaOH memiliki pH untuk AlCl 3 adalah
4, sedangkan untuk MgCl2 adalah 10 Reaksinya yaitu :
AlCl3 + 3NaOH Al(OH)3 + 3NaCl
Al(OH)3 + NaOH Al(OH)4]- + Na+
MgCl2 + NaOH Mg(OH)2 + 2NaCl
Mg(OH)2 + NaOH
Dari percobaan ini dapat dilihat bahwa ion dari Mg bersifat lebih basa dibandingkan dengan
ion Aluminium (Al).
B. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa: Al(OH) 3 bersifat (asam) yang
diperoleh dari reaksi antara AlCl3 dengan basa NaOH; MgCl2 lebih cepat meleleh
dibandingkan AlCl3. MgCl2 lebih mudah/cepat larut dalam air dibandingkan AlCl3. Untuk ion
dari Mg lebih bersifat asam dibanding ion dari Al.
UNIT 2 PEMBUATAN NATRIUM TIOSULFAT
A. ANALISIS DATA
Diketahui : Massa Na2SO3 = 10,008 gram
Massa S8 = 1,801 gram
Volume H2O = 20 mL = 20 gram
Massa praktek = 3,1 gram
Mr Na2SO3 = 126 gr/mol
Ar S8 = 32 gr/mol
Mr Na2S2O3.5H2O = 248 gr/mol
Ditanya : % Rendemen =….?
Penyelesaian :
m
n Na2SO3 =
Mr
10,008 gram
=
126 gr /mol
= 0,079 mol
m
nS =
Ar
1,801 gram
=
32 gr /mol
= 0,056 mol
m
n H2O =
Mr
20 gr
=
18 gr /mol
= 1,111 mol
Na2SO3 + S + 5H2O Na2S2O3.5H2O
Mula-mula : 0,079 mol 0,056 mol1,111 mol -
Reaksi : 0,056 mol 0,056 mol 0,28 mol 0,056 mol
Setimbang : 0, 23 mol - 0,831 mol 0,056 mol
Massa teori = (n x Mr) Na2S2O3.5H2O
= 0,056 mol x 248 gram/mol
= 13, 888 gram
massa praktek
% rendemen =
massa teori
x 100%
3,1 gram
= 13 ,888 gram x 100 %
= 22, 321 %
B. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan garam natrium tiosulfat dan
sifat-sifat kimianya. Natrium tiosulfat (Na2S2O3) merupakan padatan yang larut dalam air dan
tidak larut dalam etanol lazimnya dijumpai sebagai penta hidrat. Senyawa ini merupakan
hasil dari reaksi sulfur dioksida dengan suspensi sulfur dalam larutan natrium hidroksida
(Daintith, 1997: 404-405). Pada percobaan ini dilakukan beberapa aktivitas, dalam hal ini
untuk setiap aktivitas dilakukan beberapa pengamatan yaitu pembuatan natrium tiosulfat 5-
hidrat dan mempelajari sifat-sifat kimia natrium tiosulfat.
1. Pembuatan natrium tiosulfat 5-hidrat
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan garam Natrium tiosulfat
pentahidrat. Pada percobaan ini, Na2S2O3diperoleh dengan merekasikan natrium sulfit dengan
sulfur dalam bentuk S8. Pembuatan natrium tiosulfat pentahidrat dilakukan dengan
mereaksikan natrium sulfit (Na2SO3) dengan sulfur dalam bentuk S8, yang kemudian
dilarutkan dengan air hingga terbentuk suspensi supaya serbuk sulfur tidak mengapung di
dalam labu refluks. Reaksi pada pencampuran ini sangat ruimit sehingga pada
siklooktasulfur (S8) dilakukan pemutusan cincin dengan cara merefluks bahan (campuran)
sehingga diperoleh kristal yang lebih murni. Suspensi merupakan campuran yang
mengandung zat padat yang tidak larut dan terdispensi dalam fase cair. Sebelum direfluks,
harus ditambahkan batu didih agar menyerap panas dan mencegah letupan akibat
pendididhan yang tidak teratur pada saat refluks. Karena pada batu didih memiliki pori-pori
yang dapat menyerap panas atau meratakan panas.
Cincin (S8) tersebut terbentuk dari bentuk struktur rombik, dimana apabila dipanaskan
dibawah temperatur 96oC akan stabil dan apabila diatas temperatur 96 oC akan terbentuk
struktur monoklin. Campuran tersebut selanjutnya direfluks dengan tujuan memutuskan
cincin pada S8 sehingga dapat bereaksi dengan natrium sulfit membentuk natrium tiosulfat.
Prinsip dasar dari refluks adalah pelarut yang bersifat volatil dalam larutan akan menguap
pada suhu tinggi dalam proses pemanasan, melewati kondensor sehingga uap akan
mengembun dan akan menetes sebagai destilat hingga pelarut akan tetap ada selama reaksi
berlangsung. Adapun prinsip kerjanya adalah pemanasan, penguapan, pendinginan dan
pengembunan. Tujuan dari proses refluks itu sendiri yaitu untuk memutuskan struktur
molekul sulfur yang membentuk cincin dengan 8 atom sehingga dapat bereaksi dengan
natrium sulfit. Cincin yang dibentuk sulfur sebagai berikut:
16S = 1s22s2 2p6 3s2 3p4
Campuran yang direfluks ditambahkan batu didih terlebih dahulu, yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya letupan-letupan pada saat proses refluks, karena batu didih
memiliki pori-pori yang dapat menyerap panas pada saat proses refluks berlangsung.
Pembentukan garam tiosulfatberdasarkan reaksi yang terjadi antara belerang dan sulfit yaitu:
SO32- + S S2O32-
Hasil yang diperoleh dari proses refluks adalah larutan berwarna putih kekuningan.
Selanjutnya dilakukan penyaringan,yang berfungsi untuk memisahkan antara filtrat dan
residu maka dihasilkan filttrat yang berwarna bening. Filtrat yang diperoleh selanjutnya
diuapkan yang bertujuan untuk menguapkan hasil reaksi sampingan pada percobaan ini
berupa air sehingga dapat mempermudah proses pengkristalan. Kristalisasi adalah suatu
pembentukan partikel padatan didalam sebuah fasa homogen. Prinsip dasar kristalisasi adalah
pelepasan pelarut dari zat terlarutnya dalam sebuah campuran homogeny/larutan, sehingga
terbentuk Kristal dari zat terlarutnya karena suatu larutan dalam kondisi lewat jenuh dimana
pelarut sudah tidak mampu melarutkan zatterlarutnya (Fachary: 2008:10). Setelah diuapkan
kemudian didinginkan dengan cara direndam dalam wadah yang berisi es batu. Hal ini
bertujuan untuk mempercepat dan memaksimalkan proses pembentukan kristal. Air dingin
dapat mempercepat pembentukan kristal karena dapat menyebabkan energi atom pada
senyawa akan semakin rendah maka akan sulit bergerak dan mengatur kedudukan relatife
terhadap atom lain, mulai membentuk inti kristal pada tempat yang relatifee tinggi. Kristal
yang terbentuk kemudian dikeringkan untuk menguapkan molekul-molekul air yang masih
terikat pada kristal dan kertas saring.
Kristal yang terbentuk disaring untuk memisahkan filtrat dengan Kristal. Kristal yang
diperoleh dikeringkan, fungsi dari pengeringan adalah agar massa air yang masih terdapat
pada kristal. Kristal kering ditimbang dan diperoleh Kristal sebanyak 3,100gram
dengan rendemen 22,321%. Berat yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yaitu 13,888
gram, pada proses refluks sirkulasi yang kurang baik sehinggakristal sedikit
terbentuk.Adapun reaksi yang terjadi:
8Na2SO3 + S8 + 4H2O →8 Na2S2O3.5H2O
2. Mempelajari sifat-sifat kimia Natrium tiosulfat
a. Pengaruh panas
Pada pengujian ini bertujuan untuk melihat kestabilan termal antara
Na2S2O3.5H2O dan Na2S2O3.10H2O dengan memanaskan masing masing senyawa.
Berdasarkan percobaan dapat dilihat bahwa Na2S2O3.5H2O lebih cepat larut
dibandingkan Na2S2O3.10H2O. Hal ini dikarenakan Na2S2O3.5H2O lebih sedikit
mengandung air sehingga membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk larut,
sedangkan Na2S2O3.10H2O lebih lama. Dengan kata lain, proses pelepasan hidrat dari
Na2S2O3.5H2O dalam bentuk molekul air keudara lebih cepat dibandingkan
Na2S2O3.10H2O. percobaan ini telah sesuai dengan teori dimana semakin banyak
molekul air yang diikat maka semakin tinggi kelarutannya (Martin,1990: 534) Adapun
reaksi yang terjadi:
Na2S2O3.5H2O(s) Na2S2O3 (g) + 5H2O (l)
Na2S2O3 (g) 2Na++ S2O32-
b. Reaksi dengan iod
Percobaan ini bertujuan mendeteksi kristal Na2S2O3.5H2O yang dihasilkan
pada percobaan pertama. Percobaan ini dilakukan dengan melarutkan kristal yang
diperoleh dengan akuades. Fungsi penambahan akuades yaitu untuk mempermudah
reaksi berlangsung dan sebagai pelarut. Larutan kemudian ditambahkan larutan I 2
dalam KI menghasilkan larutan tak berwarna. Iod berfungsi mengoksidasi tiosulfat
menjadi tertratiosulfat. Hasil yang diperoleh telah sesuai teori, dihasilkan larutan yang
tidak berwarna Hal ini seusai dengan teori larutan iod direaksikan dengan natrium
tiosulfat, dihilangkan warnanya, dimana terbentuk larutan iod tetrationat tak berwarna
(Svehla,1985). Adapun reaksi yang terjadi
2Na2S2O3 (aq)+ I2 (aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6 (aq)
Oksidasi : 2 S2O3 S4O62- + 2e
Reduksi : I2 + 2e 2I-
2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-
Reaksi lengkap : 2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI
c. Reaksi dengan HCl encer
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asam encer pada natrium
tiosulfat. Percobaan ini dilakukan dengan melarutkan kristal natrium tiosulfat dengan
akuades kemudian direaksikan dengan asam encer (HCl). Hasil yang diperoleh yaitu
larutan tak berwarna dan berbau (berbau disulfur). Hal ini terjadi karena pada saat
natrium tiosulfat direaksikan dengan HCl, akan terbentuk gas SO 2 yang menyebabkan
larutan berbau sulfur. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori yaitu asam encer
direaksikan dengan natrium tiosulfat tak terjadi perubahan segera dalam keadaan
dingin, cairan yang diasamkan segera menjadi keruh karena pemisahan belerang dan
dalam larutan terdapat asam sulfit (Svehla,1985 :325). Adapun reaksi yang terjadi:
Na2S2O3 (aq) + 2HCl (aq) H2S2O3 (aq) + 2NaCl (aq)
H2S2O3 (aq) SO3 (s) + S(g) + H2O(l)
C. PENUTUP
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa garam natrium
tiosulfat dapat dibuat dengan cara mereaksikan natrium sulfit dengan serbuk belerang dan
akuades. Massa kristal yang diperoleh yaitu 3,100 gram dengan rendemen 22,321%. Sifat-
sifat natrium tiosulfatnya yaitu: Na2S2O3.5H2O dan Na2S2O3.10H2O memiliki stabilitas termal
dimana Na2S2O3.5H2O lebih cepat meleleh dibandingkan dengan Na2S2O3.10H2O. Kristal
Na2S2O3.5H2O apabila direaksikan dengan iod akan membentuk larutan tak berwarna karena
adanya iod yang mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat. Kristal Na 2S2O3 yang direaksikan
dengan HCl encer menghasilkan larutan keruh dan berbau tengik disebabkan karena
mengendapnya sulfur dan menguaonya SO2.
UNIT 3 FOTOKIMIA
A. PEMBAHASAN
Percobaan fotokimia reduksi ion besi (III) bertujuan untuk mempelajari reduksi ion
besi (III) secara fotokimia dan mempelajari pemanfaatannya untuk cetak biru. Prinsip dasar
dari percobaan ini adalah reduksi ion besi (III) untuk cetak biru. Adpun prinsip kerjanya yaitu
pencampuran, pencelupan, penyinaran, pencucian dan pembentukan cetak biru. Pada
percobaan ini bahan utama yang digunakan adalah larutan FeCl 3 yang berfungsi sebagai
penyedia ion besi (III) yang akan mengalami reduksi. Pertama-tama dibuat campuran dari
larutan FeCl3 dengan larutan (NH4)2HPO4 dalam gelas beker. Pencampuran dilakukan dalam
ruang gelap. Hal ini dilakukan untuk memperlambat reaksi reduksi Fe 3+ menjadi Fe2+ yang
berlangsung cepat oleh cahaya. Adapun fungsi penambahan (NH4)2HPO4 adalah untuk
memperlambat proses reduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ dengan membentuk ikatan yang stabil
dengan ion PO43- sehingga untuk mereduksi ion Fe3+ dibutuhkan energy yang lebih besar.
Selain itu (NH4)2HPO4 dapat memperlambat reaksi karena (NH4)2HPO4 bersifat basa,
sehingga semakin banyak larutan ditambahkan maka pH semakin baik sehingga reaksi redoks
antara besi (II) semakin sukar terjadi. Adapun persamaan reaksinya adalah:
FeCl3(aq) + (NH4)3PO4(aq) FePO4(aq) + 2NH4Cl(aq) + HCl(aq)
Besi (III) klorida Diamonium hidrofosfat Besi (III) Amonium Asam klorida
(kuning) (tak berwarna) fosfat klorida
Campuran larutan tersebut selanjutnya ditambah dengan asam oksalat. Penambahan
asam oksalat dilakukan dalam ruang gelap karena jika ada sinar akan mempengaruhi proses
reduksi besi (III) menjadi besi (II). Enenrgi yang berasal dari sinar matahari akan
menyebabkan tumbukan antar partikel lebih cepat sehingga reaksi akan berlangsung secara
cepat pula. Apabila reaksi reduksi ini berlangsung cepat, maka akan susah mengamati proses
reduksi yang terjadi pada saat penyinaran. Asam oksalat merupakan reduktor yang akan
mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+.
2FePO4 + 3H2C2O4 2FeC2O4 + 2H3PO4 + 2 CO2
Besi (III) fosfat Asam oksalat Besi (II) Asam Garam dioksida
oksalat fosfat
Kertas kalkir selanjutnya dicelup dalam campuran tersebut yang masih dilakukan
dalam ruang gelap. Sebagai perbandingan digunakan pula kertas saring untuk mengetahui
kertas jenis mana yang lebih baik dalam proses pembuatan cetak biru. Setelah dicelup, kertas
kemudian dikeringkan dengan cara diletakkan diantara dua kertas saring. Kertas saring
berfungsi untuk menyerap larutan yang menempel pada kertas tersebut dan mempercepat
proses pengeringan, karena kertas saring memiliki pori-pori yan lebih besar disbanding kertas
peka sehingga daya serap kertas saring juga semakin besar. Kertas saring dan kertas kalkir
inilah yang dijadikan sebagai kertas peka. Semakin kering kertas peka maka hasil cetakan
yang diperoleh akan semakin akan semakin bagus dan lebih jelas karena apabila kertas peka
tidak kering maka senyawa yang terikat pada kertas peka tersebut akan larut pada pencucian
nanti sehingga tidak akan terbentuk cetak biru pada kertas peka. Sambil menunggu kertas
peka kering disiapkan kertas kalkir yang dijadikan sebagai kertas objek . Pada kertas kalkir
tersebut dibuat ojek yang bertuliskan ‘B.2” dan “E.17”dengan menggunakan tinta cina,
gambar (a). Tinta cina digunakan karena mempunyai kerapatan yang tinggi, permukaan yang
lebih tebal dibanding tinta lain, kental dan berwarna hitam sehingga dapat menyerap cahaya
seluruhnya pada proses penyinaran. Sedangkan tidak digunakan warna lain karena apabila
penyinaran dilakukan maka warna tersebut akan menyerap cahaya dan meneruskannya
sehingga dapat menembus objek dan tidak akan terbentuk cetak biru.
Objek yang sudah dibuat kemudian dikeringkan agar tidak menyebar pada kertas
peka. Setelah kertas objek dan kertas peka kering, kertas objek kemudian diletakkan diatas
kertas peka dengan posisi kertas peka berhadapan dengan objek dan dijepit dengan dua buah
lempeng kaca yag tidak berwarna agar cahaya dapat menembus lempeng kaca
tersebut.adapun fungsi kertas objek dan kertas peka dijepit agar tidak ada celah diantara
kertas objek dan kertas peka tersebut. Penyinaran kemudian dilakukan dengan menggunakan
lampu sorot agar terjadi reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ secara fotokimia karena cahaya akan
mempercepat terjadinya reaksi. Tahap inilah yang disebut dengan fotokimia yaitu reaksi
kimia yang dapat berlangsung dengan bantuan cahaya.
Adapun reaksi yang terjadi adalah:
2 FePO4 + H2C2O4 → 2FeC2O4 + 3H3PO4 + 2CO2
Reduksi: Fe3+ + e- → Fe2+ x2
Oksidasi:C2O42- → 2CO2 + 2e- x1
2Fe3+ + 2e- → 2Fe2+
C2O42- → 2CO2 + 2e-
2Fe3+ + C2O42 → 2Fe2+ + 2CO2
Penyinaran tersebut menghasilkan tulisan pada kertas peka yang berwarna putih yang
menandakan bahwa telah terjadi reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ oleh pengaruh cahaya.
Tulisan yang berwarna kuning tersebut merupakan ion Fe3+ yang tidak tereduksi karena
terhalang oleh objek hitam, sedangkan kertas peka bagian lainnya yang berwarna putih
merupakan ion Fe2+ hail reduksi dari Fe3+ karena pengaruh penyinaran dengan cahaya.
Setelah disinari kemudian dicelup dalam larutan kalium heksasianoferrat (III) yang berfungsi
memperjelas tulisan yang ada pada kertas peka dengan membentuk kompleks Fe3[(CN)6]2
yang berwarna biru (Svehla, 1985: 262). Banyaknya ion besi (III) yang tereduksi menjadi
besi (II) dapa ditunjukkan oleh kepekatan warna biru pada kertas peka. Adapun reaksinya
adalah:
Fe2+(aq) + [Fe(CN)3]3- → Fe3+(aq) + [Fe(CN)64-](aq)
Dari ion-ion tersebut bereaksi kembali:
Fe3+(aq) + [Fe(CN)64-](aq) → Fe4[Fe(CN)6]3(aq)
Kertas peka tersebut kemudian dicelup dalam larutan K 2Cr2O7 yang berfungsi untuk
mengikat sisa reaksi berupa ion heksasianiferrat (III) dengan membentuk senyawa kompleks
K3[Fe(CN)6] dengan reaksi reduksi oksidasi. Adapun reaksinya adalah:
K2Cr2O7 + 2[Fe(CN)6]3- → K3[Fe(CN)6] + Cr2O72-
Selanjutnya dicuci kembali dengan larutan HCl encer. Larutan HCl berfungsi untuk mengikat
kelebihan K2Cr2O7, membersihkan sisa-sisa kotoran yang tidak terikat oleh K2Cr2O7. Adapun
persamaan reaksinya adalah:
2HCl + K2Cr2O7 → H2Cr2O7 + KCl
Setelah itu, dicuci dengan H2O yang berfungsi untuk menghilangkan sisa reaksi serta
kelebihan HCl. Hasil pencucian ini menghasilkan warna biru tua dan terdapat objek tulisan
yang jelas pada kertas peka yang terbuat dari kertas kalkir gambar (b). Hal ini sudah sesuai
dengan teori dimana terjadi proses reduksi Fe 3+ menjadi Fe2+ pada kertas peka menghasilkan
warna biru, sedangkan pada tulisan yang terhalang objek tidak terjadi reduksi Fe 3+ menjadi
Fe2+ sehingga terbentuk tulisan “B.2” sesuai objek yang berwarna putih. Sedangkan kertas
peka yang terbuat dari kertas saring luntur pada saat pencelupan dan tidak terdapat objek
gambar (c). Hal ini terjadi karena kertas peka dari kertas saring tidak kering sempurna
sehingga warna yang dihasilkan luntur. Adapun kertas yang baik digunakan dalam proses
cetak biru menurut teori adalah kertas kalkir karena lebih tebal sedangkan kertas saring
memiliki pori sehingga kurang baik digunakan sebagai cetak biru.
UNIT 4 PEMBUATAN GARAM RANGKAP DAN KOMPLEKS
F. ANALISIS DATA
1. Pembuatan garam rangkap kupri ammonium sulfat, CuSO4(NH4)2SO4.6H2O
Diketahui : m CuSO4.5H2O = 4,9990 gram
Mr CuSO4.5H2O = 249,55 g/mol
m CuSO4(NH4)2SO4.6H2O (praktik) = 6,457 gram
Mr CuSO4(NH4)2SO4.6H2O = 399,5 g/mol
Mr (NH4)2SO4 = 132 g/mol
m (NH4)2SO4 = 2,6401 gram
V H2O = 10 ml
ρ H2O = 1,00 g/ml
Mr H2O = 18 g/mol
Ditanya : % Rendemen = .... % ?
Penyelesaian :
mol CuSO4.5H2O = massa CuSO4.5H2O
Mr CuSO4.5H2O
= 4,9990 gram
249,55 g/mol
= 0,02 mol
n (NH4)2SO4 = massa (NH4)2SO4
Mr (NH4)2SO4
= 2,640 gram
132 g/mol
= 0,02 mol
massa H2O = V H2O x ρ H2O
= 10 ml x 1,00 g/ml
= 10 gram
n H2O = m H2O
Mr H2O
= 10 gram
18 g/mol
= 0,56 mol
Reaksi :
CuSO4.5H2O + (NH4)2SO4 + H2O CuSO4(NH4)2SO4.6H2O
Mula : 0,02 mol 0,02 mol 0,56 mol -
bereaksi: 0,02 mol 0,02 mol 0,02 mol 0,02 mol
sisa : - - 0,54 mol 0,02 mol
n H2O = m H2O
Mr H2O
= 5 gram
18 g/mol
= 0,27 mol
Reaksinya:
4 NH3 + CuSO4.5H2O + H2O Cu (NH3)4SO4.H2O + 5H2O
Mula : 0,12 mol 0,02 mol 0,27 mol - -
Bereaksi: 0,02 mol 0,02 mol 0,02 mol 0,02 mol 0,02 mol
Sisa: 0,10 mol - 0,25 mol 0,02 mol 0,02 mol
Massa teori Cu (NH3)4SO4.H2O = (n x Mr) Cu (NH3)4SO4.H2O
= 0,02 mol x 245,62 g/mol
= 4,912 gram
% rendemen = massa praktik Cu (NH3)4SO4.H2O
massa teori Cu (NH3)4SO4.H2O
= 1,669 gramx 100 %
4,912 gram
= 33,98 %
G. PEMBAHASAN
Garam merupakan senyawa yang umumnya merupakan hasil reaksi asam dan basa
yang dapat bersifat asam, basa, ataupun netral. Diantara jenis-jenis garam tersebut, ada juga
jenis garam berdasarkan pada keadaan ketika dilarutkan dengan sebuah pelarut. Garam jenis
tersebut disebut dengan garam kompleks dan garam rangkap. Dalam larutan, garam rangkap
merupakan suatu garam yang terbentuk dari kristalisasi larutan campuran sejumlah ekivalen
dua atau lebih garam tertentu. Berbeda dengan garam kompleks yang merupakan suatu garam
yang terbentuk dari suatu anion atau kation kompleks (Khunur, 2012: 8). Adapun tujuan dari
percobaan ini yaitu untuk mempelajari pembuatan dan sifat-sifat garam rangkap kupri
ammonium sulfat dan garam komleks tetramin tembga(II) sulfat monohidrat.
1. Pembuatan garam rangkap kupri ammonium sulfat (CuSO4(NH4)2SO4.6H2O)
Garam rangkap dibentuk apabila dua garam mengkristal bersama-sama dalam
perbandingan molekul tertentu. Garam rangkap dalam larutan akan terionisasi menjadi ion-
ion komponennya (biasanya terhidrat) (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2019: 17). Adapun
prinsip dasar dari percobaan ini yaitu kristalisasi, dimana beberapa garam dapat mengkristal
dari larutannya dengan mengikat sejumlah molekul air sebagai hidrat. Sedangkan prinsip
kerjanya yaitu penimbangan, pelarutan, pemanasan, pendinginan, penyaringan, pengeringan
dan penimbangan kembali.
Percobaan ini dilakukan dengan meraksikan kristal CuSO 4.5H2O yang berwarna biru
dengan (NH4)2SO4 berwarna putih. Kristal terlebih dahulu dilarutkan dengan sedikit aquades
agar kristal lebih cepat larut. Adapun aquades berfungsi untuk melarutkan kristal
CuSO4.5H2O serta untuk mengionkan garam ammonium sulfat menjadi ion-ionnya. Aquades
digunakan dalam percobaan ini karena mempunyai momen dipole yang besar sehingga dapat
ditarik baik ke kation maupun ke anion untuk membentuk ion terhidrat. Kristal CuSO 4.5H2O
berfungsi sebagai penyedia atom pusat (Cu) dalam proses pemebentukan garam rangkap,
sedangkan kristal (NH4)2SO4berfungsi sebagai penyedia ligan NH4 yang akan bereaksi
dengan atom pusat (Cu).
Proses pelarutan kristal pada percobaan ini dilakukan dengan bantuan pemanasan
yang bertujuan agar kristal dapat larut sempurna dan proses reaksi dapat dipercepat akibat
pemanasan. Larutan kemudian didiamkan pada suhu kamar untuk menurunkan suhu dari
larutan karena jika langsung didinginkan pada es batu dikhawatirkan kristal yang terbentuk
kurang maksimal. Larutan didinginkan dengan menggunakan es batu, yang bertujuan untuk
menurunkan suhu dari larutan dan untuk mempercepat terbentuknya kristal dengan bantuan
es batu. Kristal lebih cepat terbentuk pada suhu dingin karena pada suhu dingin, pergerakan
molekul pada larutan akan semakin lambat sehingga terjadi pembekuan yang membentuk
kristal. Jannah (2014: 74), mengatakan bahwa panas akan meningkatkan gerakan molekul
dari partikel pelarut. Kristal yang telah terbentuk kemudian disaring dengan corong biasa
yang telah dilapisi kertas saring biasa. Penyaringan dilakukan bertujuan untuk memisahkan
kristal yang diperoleh dari larutanya.Kristal yang telah disaring kemudian dikeringkan untuk
menguapkan kandungan air yang masih terdapat pada kristal, sehingga diperoleh kristal yang
murni. Adapun bentuk kristal pada pengujian dengan mikroskop yaitu berbentuk monoklin.
Adapun hasil yang diperoleh pada percobaan ini yaitu terbentuk kristal dari garam
rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O yang berwarna biru dengan berat sebesar 6,457 gram dan
persen rendemen sebesar 80,80%. Yang berarti bahwa jumlah produk garam rangkap
CuSO4(NH4)2SO4.6H2O hasil praktek adalah 80,80gram apabila terdapat 100 gram kristal
CuSO4(NH4)2SO4.6H2O. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat,
maupun dalam bentuk larutan air (Svehla, 1985: 230). Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
CuSO4.5H2O(s) + (NH4)2SO4(s) + H2O(aq) CuSO4(NH4)2SO4.6H2O(s)
(biru) (putih) (bening) (biru muda)
F. ANALISIS DATA
1. Konsentrasi CuCl2
Dik: m CuCl2 . 2 H2O = 4,25 gram
Mm CuCl2 . 2 H2O = 170,5 g/mol
Volume = 50 mL = 0,05 L
Dit: M CuCl2= .......?
Peny:
n
M =
V
mol
M CuCl2 =
V
gram
Mol =
Mr
4,25 gram
Mol =
170,5 g /mol
Mol = 0,0249 mol
mol
M CuCl2 =
V
0,0249 mol
M CuCl2=
0,05 L
M CuCl2 = 0,4988 M
2. NormalitasNa2B4O7
V1 . M1 = V2 . M2
50 mL . 17 M = V2 . 8,5 M
V2 = 100 mL
N =n.M
mol
M =
V
gram
Mol =
Mr
1,87 gram
Mol =
378 g /mol
Mol = 0,0049 mol
mol
M =
V
0,049 mol
M =
0,1 L
M = 0,0494 M
N Na2B4O7 = 2 × M
N Na2B4O7 = 2 ×0,049 M
N Na2B4O7 = 0,0988 N
3. NormalitasHCl
10 mL ×0,1 N
NHCl =
1 , 3 mL
NHCl= 0,769N
4. Normalitas NH3
24,6 mL ×0,769 N
NNH3=
10 mL
NNH3 = 1,89N
5. Volume NH3 yang harusditambahkan
Mol CuCl2 ≈ Mol NH3
gram
MolCuCl2.2H2O =
Mr
4,25 gram
MolCuCl2 . 2 H2O =
170,5 g /mol
MolCuCl2 . 2 H2O = 0,025 mol
mol
M =
V
0,025 mol
M =
0,1 L
M = 0,25 M
Mol=M ×V
Mol=0,25 M ×10 mL
Mol=2,5 mmol
Untuk VNH3
Mol NH3 = N ×V
Mol NH 3
V NH3 =
N
2,5 mmol
V NH3 =
1,89 N
V NH3 = 1,32mL ≈ 1,5 mL
Jadi volume NH3 yang harus ditambahkan dalam setiap titrasi adalah 1,5mL.
6. Analisis Grafik
G. PEMBAHASAN
Bilangan koordinasi adalah bilangan yang menytakan jumlah lingan yang
mengelilingi atom pusat dan senyawa kompleks.Daerah koordinasi adalah daerah sekitar
atom pusat dimana ada ligan yang terikat langsung dengan atom pusat (Saputro, 2013:
8).Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia di sekitar atom atau ion
pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi, yang masing-masingnya dapat dihuni satu
ligan (monodentat). Bilangan koordinasi untuk ion tembaga dalam [Cu(NH3)4]2+ adalah 4.
Kristal CuCl2.2H2O dan kristal CuSO4.5H2O adalah kristal yang berhidrat atau mengikat air,
sehingga jika dilarutkan dalam pelarut air akan menyebabkan kristal Cu2+ yang berhidrat
menjadi lebih banyak dilingkupi oleh air (proses sulvasi), sehingga pembentukan senyawa
kompleks Cu (II) akan sulit dan berlangsung lambat. Namun apabila kristal berhidrat tersebut
dilarutkan dalam pelarut yang mengikat hidrat, seperti alkohol 96% maka proses
pembentukan senyawa kompleks tembaga (II) nantinya menjadi lebih muda dan cepat
bereaksi (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2019: 25).
1. Penentuan Bilangan Koordinasi Kompleks dengan Bahan CuCl2.2H2O.
a. Pembuatan larutan CuCl2 0,5 M dan larutan NH3 8,5 M.
Percobaan penentuan bilangan koordinasi kompleks tembaga II dilakukan dengan
menggunakan bahan dasar CuCl2.2H2O yang kemudian direaksikan dengan larutan NH3 yang
sebelumnya telah dibuat dari larutan induk NH4OH. Fungsi penggunaan CuCl2.2H2O yaitu
sebagai penyedia atom pusat atau ion pusat Cu, yang akan membentuk ion kompleks.
Sedangkan larutan NH3 merupakan larutan yang akan menjadi ligan dalam proses
pembentukan ion kompleks. Larutan CuCl2 dibuat dengan melarutkan kristal CuCl2.2H2O
dengan alkohol 96%, dimana penggunaan alkohol sebagai pelarut dikarenakan kristal
CuCl2.2H2O merupakan kristal yang berhidrat atau mengikat air, sehingga jika dilarutkan
dengan pelarut yang dapat mengikat hidrat yaitu alkoholyang mana alkohol sifatnya mudah
menguap (volatil), maka proses pembentukan senyawa atau ion kompleks akan berlangsung
cepat.
Sedangkan apabila kristal CuCl2.2H2O dilarutkan dalam air akan menyebabkan kristal
Cu2+ yang berhidrat menjadi lebih banyak dilingkupi oleh air, sehingga proses pembentukan
senyawa kompleks akan sulit dan berlangsung lambat (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2019:
25). Alasan lain mengapa larutan CuCl2.2H2O dilarutkan dengan menggunakan alkohol
bukan H2O, dikarenakan dalam percobaan ini, ion kompleks yang akan dibuat yaitu ion
kompleks Cu(NH3)2+, apabila digunakan pelarut H2O maka ditakutkan ion
Kompleks yang terbentuk nantinya bukan Cu(NH3)2+, melainkan kompleks [Cu(H2O)6)] 2+
(Sugiyarto, 2003: 267). Hasil penentuan konsentrasi CuCl2 yang diperoleh adalah 0,498 M.
Adapun reaksinya yaitu :
CuCl2.2H2O(i) + C2H5OH CuCl2(aq) + H2O
(tembaga (II) klorida dihidrat) (etanol) (tembaga (II) klorida) (air)
Pembuatan larutan NH3 8,5 M dilakukan dengan prinsip dasar yaitu pengenceran, dan prinsip
kerja meliputi: pengukuran, pencampuran, dan pengocokkan. Larutan NH3 8,5 M dibuat
dengan mengencerkan larutan Ammonium Hidroksida (NH4OH) dengan etanol Penggunaan
etanol berfungsi untuk mengikat molekul air pada larutan NH4OH.
Adapun reaksi yang terjadi, yaitu :
NH4OH(aq) + C2H5OH(aq) NH3(aq) + H2O(l)
(Amonia hidroksida) (etanol) (Amonia) (air)
b. Standarisasi Larutan NH3
Larutan NH3 yang telah dibuat terlebih dahulu distandarisasi untukmenentuan
konsentrasi larutan standar yang sebenarnya atau secara tepatPrinsip dasar percobaan ini
adalah penentuan normalitas larutan standar sekunder dengan menggunakan larutan standar
primer dengan cara titrasi volumetri. Prinsip kerjanya yaitu: pencampuran larutan standar,
penambahan indikator, titrasi dan penentuan normalitas. Menurut Tim Dosen Kimia
Anorganik (2019: 26) Amin (NH3) merupakan ligan netral yang penting, yang membentuk
kompleks dengan ion logam. Ketika amonia ditambahkan kedalam larutan yang mengandung
ion Cu(H2O)62+ yang berwarna biru muda, molekul-molekul air akan digantikan dan terbentuk
kompleks Cu(NH3)2+ yang berwarna biru tua. Yang terjadi disini yaitu basa lewis yang lebih
kuat (NH3) akan menggantikan yang lebih lemah yaitu H2O (penggantian ligan). Standarisasi
larutan NH3 dilakukan dengan menggunakan larutan HCl, dimana larutan HCl terlebih dahulu
distandarisasi dengan menggunakan larutan Na2B4O7 sebagai larutan baku primer sedangkan
larutan HCl merupakan larutan sekunder yang dalam penyimpanan konsetrasi HCl mudah
berubah-ubah. Menurut Ibnu (2004), Larutan standar primer adalah larutan standar yang
konsentrasinya dapat diketahiui secara pasti melalui proses penimbangan dan pelarutan dalam
sejumlah tertentu pelarut yang sesuai, sedangkan larutan standar sekunder merupakan larutan
standar yang konsentrasinya ditetapkan melalui titrasi dengan larutan standar primer. Adapun
reaksi yang terjadi yaitu:
Na2B4O7.10H2O(aq) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq) + H2BO3(aq) + 5H2O(l)
(natrium boraks dekahidrat) (asam klorida) (natrium klorida) (asam borat) (air)
Dalam proses standarisasi larutan HCl dengan menggunakan larutan Na 2B4O7
digunakan indikator (MO). Penggunaan indikator MO (metil orange) dikarenakan trayek pH
dari MO berada diantara 3,1-4,5; dimana memberikan warna kuning pada keadaan basa dan
warna merah pada keadaan asam (Ibnu, 2004: 113). Sehingga penggunaan indikator ini sesuai
sebab larutan yang distandarisasi merupakan larutan yang bersifat asam kuat di mana pH
larutanya kurang dari 7. Sedangkan proses standarisasi NH 3 dengan menggunakan larutan
HCl yang telah distandarisasi digunakan indikator PP. Dimana indikator PP memili trayek pH
8,3-10,0 dimana warna dalam larutan basa yaitu merah muda sedangkan dalam larutan asam
tidak berwarna (Ibnu 2004: 113).
Hasil titrasi menunjukkan untuk standarisasi larutan HCl dengan menggunakan
larutan Na2B4O7 volume rata-rata HCl yaitu sebesar 1,30 mL sedangkan standarisasi larutan
NH3 menggunakan larutan HCl diperoleh voluma rata-rata sebesar 24,6 mL.
a. Penentuan bilangan koordinasi kompleks [Cu(NH3)4]2+ dengan metode titrimometri.
Penentuan bilangan koordinasi dalam percobaan ini dilakukan dengan cara
penambahan larutan NH3 dari buret sesuai dengan perbandingan mol antara NH3 dengan Cu2+.
Dalam percobaan ini dilakukan enam kali perbandingan antara mol Cu 2+ dan mol NH3.Hal ini
dikarenakan jumlah ligan monodentat maksimal yang dapat diikat oleh satu atom pusat/ion
pusat yaitu hanya enam. Proses penambahan larutan NH3 kedalam larutan Cu2+ dalam
percobaan ini menghasilkan larutan berwarna biru. Perubahan warna yang diperoleh ini
sesuai dengan teori, dimana menurut Svehla (1985), bahwa salah satu fenomena yang paling
umum yang muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna dalam larutan.
Salah satu contohnya adalah :
Cu2+ + 4NH3 → [Cu(NH3)4]2+
(biru tua gelap)
Berdasarkan teori jumlah ligan NH3maksimum yang dapat diikat oleh Cu2+ adalah
sebanyak empat. Dalam penambahan ligan NH3 yang ke-5 dan yang ke-6 akan lebih sulit, hal
ini dikarenakan apabila ligan ke-5 dan ke-6 ini ditambahkan maka akan menurunkan tetapan
pembentukan K5 dan K6 (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2019: 26).
Hasil percobaan yang diperoleh dapat menunjukkan adanya pengaruh penambahan
NH3 dengan pH, suhu, dan kelarutan.Semakin banyak NH 3 yang ditambahkan maka pH
larutan semakin besar. Selain itu, semakin banyak NH 3 yang ditambahkan maka warna
larutan akan semakin pekat atau menuju biru tua. Hal ini dikarenakan Cu 2+ semakin banyak
mengikat NH3. Larutan NH3 merupakan ligan netral yang dapat membentuk kompleks
dengan Cu2+, pada saat penambahan NH3 dalam larutan CuCl2 yang mengandung ion
[Cu(H2O)4]2+ maka molekul air yang terdapat pada larutan akan digantikan molekul NH 3
sehingga terbentuk senyawa kompleks [Cu(NH3)4]2+. Pergantian molekul ini terjadi karena
NH3 merupakan basa lewis yang lebih kuat dari H2O.Sehingga molekul H2O dapat digantikan
molekul NH3 (Ramlawati, 2005). Adapun persamaan reaksinya, yaitu :
[Cu(H2O)4]2+(aq) + 4NH3(aq) [Cu(NH3)4]2+(aq) + 4H2O (l)
Berdasarkan teori, pada penambahan NH3 yang kelima terjadi karena kenaikan
suhu.Hal ini dikarenakan rendahnya kelarutan CuCl2 dimana CuCl2 meningkat kelarutannya
dengan penambahan NH3.Pada percobaan yang dilakukan suhu yang diperoleh sudah sesuai.
Selanjutnya, pengaruh terhadap kelarutan adalah semakin banyak NH3 yang ditambahkan,
maka kelarutannya akan semakin menurun, hal ini disebabkan karena Cu2+ memiliki orbital
yang telah penuh, sehingga tidak dapat berekasi dengan senyawa lain, karena telah
mengalami kestabilan. Penambahan NH3 yang kelima dan keenam akan lebih sulit. Hal
tersebut dapat dijelaskan dengan efek John Teller, ion Cu2+ tidak mengikat ligan ke-5 dan ke-
6 secara kuat, sehingga NH3 yang dapat diikat oleh Cu2+adalah 4 (Tim Dosen, 2019: 26).
Sebagai akibat adanya efek John Teller, orbital Cu 2+ akan berada pada subkulit d1,
maka Cu2+ mengalami 2-out extreme, dimana ligan-ligan yang berada pada penambahan
kelima dan keenam, tertarik sejauh mungkin dari atom pusat karena mengalami splitting
sehingga dari octahedron akan membentuk segiempat datar. Dengan kata lain konfigurasi
Cu2+ yang berakhir pada subkulit d1, pada pengisian elektronya terdapat orbital yang tidak
terisi satu elektron, sehingga terjadi distorsi yaitu memanjangnya sumbu 2 atau orbital dz 2
semakin menjauh dari atom pusat sehingga ligan membutuhkan energi yang sangat besar.
Sesuai dengan aturan Aufbau bahwa perpindahan elektron terjadi dari sub kulit terendah
menuju tertinggi. Satu elektron pada kulit 3d tereksitasi menuju kulit 4p sehingga pada kulit
3d tersedia orbital kosong.Dimana elektron tersebut tereksitasi pada orbital 4p ruang ketiga.
Hal ini untuk membuktikan hibridisasi dari [Cu(NH 3)4]2+ adalah dsp2 dengan bentuk
bujursangkar. Atom Cu2+ akan berikatan dengan 4 ligan NH3 yang memiliki 4 pasangan
elektron sehingga satu ruang pada orbital 3d, satu pada 4s dan dua pada orbital 4p akan diisi
oleh 4 pasang elekton dari NH3. Adapun hibridisasi dari [Cu(NH3)4]2+, yaitu :
27Cu = [Ar] 3d10 4s1 4p0 Keadaan dasar
Cu2+ = [Ar]
(dalam [Cu(NH3)4]2+)
4 Ligan NH3
Cu2+
H3N NH3
Ion Tetraaminatembaga(II)
Adapun persamaan reaksi keseluruhan dan senyawa koordinasi:
O O
H2O H2O
OH2 H2O C O O C
2-
Cr 2C2O4 Cr 4H2O
OH2 H2O C O O C
H2O H2O
O O
Larutan kemudian diuapkan tujuannya adalah agar H2O yang tidak diperlukan atau
tidak diinginkan menguap dan tidak mempengaruhi pembentukan senyawa kompleks kalium
dioksalatodiakuokromat, karena senyawa kompleks tersebut hanya mengandung 2 molekul
H2O dan 2 molekul C2O42- sebagai ligan dan apabila dalam larutan tersebut masih banyak
mengandung H2O atau air kemungkinan ligan H2O bertambah jumlahnya lebih dari yang
dinginkan sehingga untuk menghindari itu diperlukan penguapan. Penguapan dilakukan
secara bertahap, yang pertama larutan diuapkan sampai setengah volume awal yaitu dengan
cara pemanasan kemudian yang kedua diuapkan dalam suhu kamar, penguapan secara
bertahap dilakukan untuk memperoleh kristal yang cukup banyak. Dari hasil percobaan tidak
diperoleh kristal, sehingga tidak sesuai denga teori yang menyatakan
kaliumdioksalatodiakuoKromat (III) dapat di kristalkan secara perlahan dengan melakukan
penguapan larutan (Tim Dosen Anorganik, 2019: 30). Hibridisasi pada senyawa kompleks
kalium dioksalatodiakuokromat (III) adalah:
3d3 4s0
3d 4s 4p
Hibridisasi: d2sp3 dengan bilangan koordinasi 6. Menurut (Ramlawati, 2003: 27) senyawa
kompleks yang memiliki bilangan koordinasi 6 memiliki bentuk oktahedral:
O
C OH
O O
C
O OH2
HO
K Cr OH
H2O O
C
O
O
C
HO
O
3d3 4s0
Cr dalam K[Cr(H2O4)2(H2O)2]:
3d 4s 4p
Hibridisasi: d2sp3 dan terdapat 6 bilangan koordinasi. Menurut (Ramlawati, 2003: 27)
senyawa kompleks yang memiliki bilangan koordinasi 6 dengan jenis hibridisasi d 2sp3
memiliki bentuk oktahedral.
O
HO C
O O
C
H2O O
K Cr
OH
H2O O OH
C O
O
HO C
O
Hasil yang diperoleh pada percobaan tidak terbentuk warna hijau. Hal tersebut dikarenaakan
karena kristal masih mengandung banyak kotoran sehingga mengganggu reaksi.