Anda di halaman 1dari 11

A.

Judul Percobaan
Penentuan Koefisien Distribusi

B. Tujuan Percobaan
Menentukan koefisien distribusi I2 dalam system air-kloroform.

C. Landasan Teori
Untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan karbon
tertraklorida, ketika dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah. Jika ke
dalamnya ditambahkan zat terlarut yang dapat larut di kedua fasa tersebut, maka
zat terlarut akan terdistribusi di kedua pelarut (yang berbeda fasa) tersebut, sampai
tercapai keadaan kesetimbangan. Pada saat tersebut potensial kimia zat terlarut di
fasa 1 sama dengan potensial kimianya di fasa 2. 1 = 2. Jika kedua larutan encer
ideal, maka i = io + kT ln xi, sehingga saat kesetimbangan:
1o + kT ln x1 = 2o + kT ln x2, sehingga
2
RT ln = 1 - 2.
1
2
Karena 1o dan 2o tidak tergantung pada komposisi, maka pada T tetap, = k,
1

dengan k koefisien distribusi atau koefisien partisi, yang harganya tidak


bergantung pada konsentrasi zat terlarut pada T yang sama (Mulyani, 2003: 23).
Koefisien distribusi atau koefisien partisi (partition coefficient), K
didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase ekstrak ,
(xc )E dibagi dengan fraksi berat solutedalam fase rafinat, (xc )R pada keadaan
kesetimbangan.
()
=
()

Koefisien distribusi dapat juga dinyatakan dalam fraksi mol



=

dimana: x0, y0 masing-masing adalah fraksi molsolut dalam fase rafinat dan fase
ekstrak (Kasmiyatun, 2010: 2).
Menurut hukum distribusi Nernst, bila kedalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya
pelarut organik dan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya
ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah.
Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan
merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan
distribusi atau koefisien distribusi. Kosfisien distribusi dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut:
2
Kd = 1 atau Kd =

Sesuai dengan kesepakatan, konsentrasi solut pada pelarut organik dituliskan di


atas dan konsentrasi solute dalam pelarut air dituliskan di bawah. Dari rumus jika
harga Kd besar, solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak
ke dalam pelarut organik begitu pula terjadi sebaliknya (Soebagio, 2002: 34).
Hukum nerst hanya berlaku pada zat terlarut yang tidak mengalami
perubahan pada kedua pelarut. Bila zat terlarut mengalami disosiasi atau asosiasi.
Hukum tersebut hanya berlakuuntuk komponen yang sama. Hukum distribusi
banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis, dan ketentuan penetapan
kesetimbangan. Ekstraksi mempunyai arti penting dalam laboratorium dan teknik.
Dalam laboratorium ekstraksi dipakai untuk mengambil zat-zat terlarut dalam air
dengan menggunakan pelarut-pelarut organic yang tidak bercampur seperti: eter,
CHCl3, CCl4, dan benzena (Sukardjo, 2013:242-245).
Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-
pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih
dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagi pula,
bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok
bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua
cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan
sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau setengah-campur (eter
dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau
setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air
kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu
keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan
larutan iod dalam air (Svehla, 1986 : 139).
Menurut penelitian Purwani (2008: 443-446) harga koefisien distribusi
dapat dipengaruhi oleh konsentrasi umpan, konsentrasi ekstraktan waktu
pengocokan dan kecepatan pengocokan. Yang mana variabel konsentrasi
berbanding lurus dengan kecepatan transfer massa, sehingga semakin besar
konsentrasi akan semakin besar pula kecepatan perpindahan massa. Sedangkan
untuk pengaruh konsentrasi ekstraktan yaitu semakin besar konsentrasi ekstraktan
maka harga Kd akan semakin menigkat karena semakin besar viskositas pelarut
maka semakin banyak membentuk kompleks dengan logam. difusivitas
berbanding terbalik dengan viskositas pelarut, sehingga semakin besar viskositas
pelarut maka akan semakin mengalami kesulitan untuk berdifusi dari fasa air ke
fasa organik, sehingga menurunkan harga Kd. Waktu pengadukan berpengaruh
terhadap kenaikan nilai Kd yaitu Semakin lama waktu kontak antara fasa air
dengan fasa organik. Namun pada saat tercapai keadaan setimbang, jumlah unsur-
unsur yang terekstrak tidak lagidipengaruhi oleh waktu (Purwani, 2008:443-446).
Sistem dua fasa cair yang tidak dapat saling bercampur ditambahkan zat
ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi
diantara kedua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I2 dalam CHCl3
dikocok dengan air yang tidak larut dalam CHCl3, maka I2 akan terbagi dalam air
dan dalam CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan perbandingan konsentrasi I2
dalam air dan CHCl3 pada temperature tetap jugaPenentuan konsentrasi [C]H2O
maupun [C]CHCl3 dapatdihitung dengan iodometri dengan mengambil larutannya
kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) dengan konsentrasi
tertentu dari teori iodometri dapat diuktikan bahwa 1 mL larutan 0,02 M setara
equivalen dengan 1 x 10-5) mol I2 (Tim Dosen Kimia Fisik, 2017: 18).
Iodometri adalah metode analisis dengan reaksi reduksi oksidasi (redoks)
dengan menganalisis perubahan valensi dari bahan-bahan yang bereaksi. Reaktan
yang mengalami kehilangan electron dalam reaksi redoks adala bahan pereduksi,
dan dapat diidentifikasi dari persamaan untuk reaksi dimana atom reaktan
dikonversi ke tingkat yang lebih tinggi (Subhan, 2014: 296).

D. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Corong pisah 250 mL 1 buah
b. Buret 50 mL 2 buah
c. Statif dan klem 2 set
d. Corong biasa 1 buah
e. Erlenmeyer bertutup asa 250 mL 6 buah
f. Gelas kimia 100 mL 2 buah
g. Gelas kimia 50 mL 2 buah
h. Gelas ukur 50 mL 1 buah
i. Gelas ukur 10 mL 1 buah
j. Botol semprot 1 buah
k. Pipet tetes 1 buah
l. Lap kasar dan lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan Iod dalam kloroform (I2) dalam CHCl3
b. Larutan Natrium Tiosulfat 0,02 M (Na2S2O3)
c. Aquades
d. Tissu

E. Prosedur Kerja
1. Larutan I2 dalam CHCl3 sebanyak 25 mL diukur dan dimasukkan ke dalam
corong pisah.
2. Aquades (H2O) sebanyak 25 mL diukur dan ditambahkan ke dalam corong
pisah.
3. larutan dikocok selama 15 menit.
4. Larutan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan (terjadi kesetimbangan)
5. Lapisan yang terbentuk kemudian dipisahkan melalui keran corong pisah dan
ditampung di gelas kimia.
6. Lapisan atas dan lapisan bawah masing-masing diukur sebanyak 5 mL dan
masing-masing dimasukkan ke dalam erlenmmeyer.
7. Larutan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,02 M.
8. Volume Na2S2O30,02 M yang digunakan, dicatat.

F. Hasil Pengamatan
No Aktivitas Hasil
1 25 ml I2 dalam CHCl3 + 25 ml H2O Terbentuk 2 lapisan
(Ungu) (Bening)
2 Larutan dikocok selama 15 menit Terbentuk 2 lapisan
Lapisan atas : kuning I2dalam
H2O
Lapisan bawah : Ungu pekat I2.
CHCl3
4 Lapisan bawah dititrasi dengan Perubahan warna
Na2S2O3 0,02 M Ungu Bening
V1 : 61 ml Ungu Bening
V2 : 61,5 ml Ungu Bening
V3 : 62,3 ml
5 Lapisan atas dititrasi dengan Perubahan warna
Na2S2O30,02 M kuning Bening
V1 : 0,6 ml kuning Bening
V2 : 0,7 ml kuning Bening
V3 : 0,7ml

G. Analisi Data
Diketahui:
M Na2S2O3 = 0,02 M
Volume I2 dalam CHCl3 = 5 mL
Volume I2 dalam H2O = 5 mL
1 + 2 +3
V Na2S2O3 unuk I2 dalam CHCl3 = 3
61 +61,7 +62,3
= 3

= 61,667 mL

1 + 2 +3
V Na2S2O3 unuk I2 dalam H2O = 3
0,6 +0,7 +0,6
= 3

= 0,633 mL
Ditanyakan Kd..?
Penyelesaian:
2 Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6
2 mol Na2S2O3 = 1 mol I2
1 mol Na2S2O3 = 0,2 mol I2
1 mLNa2S2O3 0,02 M
Mol Na2S2O3 = M . V
= 0,02 M x 10-3
= 2 x 10-5 mol
Mol I2 = M. V
= 0,02 M x 10-3 L
1
=2 . 2 x 10-5 mol

= 10-5 mol
Mol I2 dalam CHCl3 = v Na2 S2 O3 x 10-5 mol I2
=61,667mL x 10-5 mol I2
=61,667 x 10-5 mol I2
mol I2
[I2 ]CHCl3 =
volume I2

61,667 x 10-5 mol I2


= 5 103

= 12,333 x 10-2 mol


Mol I2 dalam H2O = v Na2 S2 O3 x 10-5 mol I2
=0,633mL x 10-5 mol I2
=0,633 x 10-5 mol I2
2 mol I
[I2 ]HO =
volume I 2

0,633 x 10-5 mol I2


= 5 103

= 0,126 x 10-2 mol


[I2 ]CHCl
3
Kd = [I
2 ]HO

12,333 x 102 mol


= 0,126 x 102 mol

= 197, 4207

H. Pembahasan
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebutumunya
pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua pelarut
tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut
tetapan distribusi atau koefisien distribusi dengan symbol
Kd (Soebagio, 2014: 294).
Percobaan ini bertujuan yaitu menentukan koefisien distribusi I2 dalam
system air-kloroform. Distribusi I2 terjadi jika larutan I2 jenuh dalam CHCl3
ditambahkan dalam air. Koefisien distribusi yaitu perbandingan antara konsentrasi
zat terlarut dalam fasa cair. Percobaan ini dilakukan dengan metode ekstraksi cair-
cair dan metode titrasi. Adapun prinsip dasarnya yaitu distribusinya zat terlarut I2
dal dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu kloroform-air. Artinya jika dua
pelarut yang tidak saling bercampur ketika ditambahkan zat terlarut yang dapat
larut dikedua pelarut sampai tercapai keaadaan kesetimbangan.
Ekstraksi cair-cair yang digunakan adalah ekstraksi batch/ bertahap
dengan menggunakan corong pisah yang mana prinsip dasarnya yaitu pemisahan
suatu zat berdasarkan kepolaran dan massa jenisnya. Percobaan ini dilakukan
dengan mencampurkan I2dalam CHCl3 dengan air dalam corong pisah. Perlakuan
ini dilakukan dengan tujuan proses ekstraksi yang mana suatu zat dibuat
bersentuhan dengan suatu pelarut yang pada dasarnya tidak saling bercampur
yang akan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut kedalam dua
pelarut. Kemudian larutan tersebut dikocok selama 15 menit. Fungsi pengocokan
agar terdistribusi I2 dengan kedua pelarut yaitu air dan kloroform. Serta
pengocokan dapat mempercepat terjadinya distribusi karena tumbukan-tumbukan
antara campuran tersebut juga cepat. Selama pengocokan tutup corong pisah
sesekali dibuka untuk mengurangi tekanan yang ditimbulkan kloroform. Adapun
reaksi yang terjadi yaitu:
[I2] H2O [I2] CHCl3
Setelah itu campuran tersebut didiamkan. Hal ini dilakukan agar campuran
dapat memisah secara sempurna dimana lapisan atas berwarna kuning yaitu [I2]
dalam H2O, sedangkan lapisan bawah berwarna ungu [I2] dalam CHCl3.
Terbentuknya dua lapisan karena perbedaan kelpolaran dimana air bersifat polar
sedangkan kloroform bersifat nonpolar. Adapun lapisan air berada diatas
sedangkan kloroform pada lapisan bawah. Karena massa jenis air lebih kecil
daripada kloroform yaitu 1,0 g/mol, sedangkan kloroform memiliki massa jenis 1,
48 g/ml. Kemudian masing-masing lapisan dipisahkan melalui mulut corong
pisah.
Setiap lapisan baik I2 dalam CHCl3 maupun I2 dalam H2O kemudian
dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,02 M. Metode titrasi yang
digunakan adalah metode titrasi iodimetri. Perbedaan iodometri dan iodimetri
yaitu iodimetri merupakan tiratasi langsung menggunakan bahan baku iodium (I2)
sedangkan iodometri adalah titrasi tidak langsung menggunakan bahan baku
iodium melainkan mengggunakan KI berlebih kemudian diubah menjadi I2. Pada
titrasi ini juga tidak menggunakan indikator amilum. Hal ini disebabkan karena
lapisan iod dapat bertindak sebagai auto indikator yang mana dapat menjadi
indikator bagi dirinya sendiri artinya mempunyai warna yang kuat yang
menandakan titik akhir titrasi natrium tiosulfat berfungsi sebagai agen pereduksi
karena mengalami oksidasi dan mereduksi I2 menjadi iodida sedangkan I2
berfungsi sebagai agen pengoksidasi karena mengalami reduksi menjadi I2.
Tujuan dari titrasi ini yaitu untuk mencari konsentrasi I2 dalam CHCl3 maupun I2
dalam H2O yang dipakai dalam penentuan tetapan distribusi. Titrasi ini dilakukan
sampai terjadi perubahan warna ungu menjadi bening untuk lapisan bawah dan
perubahan warna kuning menjadi bening untuk lapisan atas. Adapun persamaan
reaksinya yaitu:
Oksidasi : 2 S2O32- S4O62- + 2e-
Reduksi : I2 + 2e- 2 I-
2 S2O32- + I2 S4O62- + 2 I-
2 Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2 NaI
(Natrium tiosulfat) (natrium tetrationat)
Setiap lapisan dilakukan titrasi sebanyak 3 kali untuk mendapatkan data
yang lebih akurat. Dimana volume rata-rata Na2S2O3 pada setiap lapisan yaitu
lapisan atas sebanyak 0,633 mL sedangkan pada lapisan bawah 61,663 mL.
Dilihat dari volume natriumtiosulfat yang digunakan volume I2 dalam H2O lebih
sedikit dibandingkan dengan I2 dalam CHCl3. Hal ini disebabkan karena I2 lebih
banyak tertarik pada kloroform sehingga untuk membebaskan iodida perlu
ditambahkan natrium tiosulfat yang banyak berdasarkan analisis data konsentrasi
I2 dalam CHCl3 diperoleh sebesar 12,333x10-2 M. Sedangkan konsentrasi I2
dalam H2O sebesar 0,126x10-2. Berdasarkan semua data diperoleh nilai tetapan
distribusi iod dalam sistem air kloroform dalam sistem air-kloroform yaitu
97,4202. KD > 1 yang menandakan bahwa I2 lebih terdistribusi pada CHCl3
(pelarut organik). Hal ini disebabkan iod mudah larut dalam CHCl3 hal ini telah
sesuai dengan teori bahwa iod lebih banyak terdistribusi pada kloroform yang
sifatnya nonpolar dari pada ke air ayng sifatnya polar (Svehla, 1985: 139).

I. Penutup
1. Kesimpulan
Dari hasil percobaaan dapat disimpulkan bahwa diperoleh koefisien
distribusi I2 dalam system air-kloroform pada percobaan ini diperoleh sebesar
97,4202 yang artinya Kd>1 yang menunjukkan I2 lebih banyak terdistribusi ke
CHCl3 (Pelarut organik).
2. Saran
iharapkan untuk praktikan selanjutnya agar lebih teliti dalam melakukan
segala perlakuan dalam percobaan ini sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Kasmiyatun, Mega. 2010. Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat Pengaruh
Konsentrasi Solid terhadap Koefisien Distribusi. Seminar Rekayasa
Kimia dan Proses. ISSN 1411-4216.

Mulyani, Sri dan Hendarwan. 2003. Kimia Fisik 2. Jakarta. JICA

Purwani, MV., Suyanti dan Muhadi AW. 2008. Ekstraksi Konsertat Neodimium
memakai Asam Dietil Hexil Fosfat. Teknologi Nuklir. ISSN 2978-0176.

Soebagio, Endang Budiasih., M. Sodiq Ibnu., Ayuni Retnowidarti dan Munzil.


2003. Kimia Analitik 2 Jogjakarta: JICA.

Subhan. 2014. Analisi Kandungan Iodium dalam Garam Butiran yang beredar di
Pasar Kota Ambon. Jurnal Vikratuna. Volume 6 No.2.

Sukardjo. 2013. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta.

Svehla, 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Makro. Jakarta PT.
Kalma Media Pustaka.

Tim Dosen Kimia Fisik. 2017. Penuntun Praktikum Kimia Fisik 1. Makassar:
Universitas Negeri Makassar.

Anda mungkin juga menyukai