Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II

PERCOBAAN II
PENGARUH KEKUATAN LIGAN TERHADAP SPEKTRA KOMPLEKS Cu(II)

75

Oleh :

Nama : Ailsa Rahma Yunita

NIM : M0318007

Hari/Tgl. Praktikum : Selasa, 21 April 2020

Kelompok :2

Asisten Pembimbing : Intan Ayu Zuhaela

LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
PERCOBAAN II
PENGARUH KEKUATAN LIGAN TERHADAP SPEKTRA KOMPLEKS Cu(II)

I. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari pengaruh kekuatan ligan NH₃ terhadap
spektra kompleks Cu(II).
II. Dasar Teori
Senyawa kompleks adalah senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu
atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Ion
logam pusat merupakan ion unsur transisi, yang dapat menerima pasangan elektron bebas dari
ligan. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen
koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi. Banyaknya ikatan
koordinasi dalam senyawa kompleks, antara ion pusat dengan ligan disebut bilangan koordinasi.
Bilangan koordinasi dan struktur senyawa kompleks beragam mulai dari bilangan koordinasi
dua sampai dua belas dengan stuktur linear, tetrahedral, segi empat planar, trigonal bipirimidal,
dan oktahedral. Umumnya senyawa kompleks memiliki bilangan koordinasi enam dengan
struktur umum oktahedral (Male dkk., 2013).
Tembaga adalah elemen ke-29 dari tabel periodik dengan konfigurasi elektronnya 3d10 4s1. Ion
tembaga Cu⁺ telah sepenuhnya mengisi orbital d dengan 10 elektron (3d10), sedangkan ion Cu²⁺
hanya memiliki 9 elektron dalam orbital d (3d9) dengan satu elektron tidak berpasangan.
Aibatnya, tembaga bivalen Cu(II) bersifat paramagnetik dan mewakili keadaan oksidasi
tembaga yang paling stabil (Valko dkk., 2005). Bentuk pentahidrat (CuSO4.5H2O) berwarna
biru cerah. Tembaga sulfat secara eksotermik larut dalam air untuk memberikan kompleks akuo
[Cu(H2O)6]2+, yang memiliki geometri octahedral. Nama lain tembaga sulfat adalah tembaga
(II) sulfat, biru vitriol, dan bluestone (Anne dkk., 2015).
Kompleks logam transisi telah diterapkan secara luas di bidang kedokteran selama berabad-
abad, meskipun mekanisme molekuler mereka belum sepenuhnya dipahami. Sifat obat
kompleks logam tergantung pada sifat ion logam dan ligan. Keberadaan ion logam yang ada di
kompleks tidak hanya mempercepat aksi obat tetapi juga meningkatkan efektivitas ligan organik
(Aziz, 2014). Polutan organik atau anorganik toksik, ion logam berat, berbahaya bagi public
kesehatan karena toksisitasnya yang tinggi. Sumber utama polutan logam dalam sistem akuatik
adalah buangannya efluen industri yang tidak diolah dari industri, seperti seperti electroplating,
pencelupan, pembuatan baterai, penambangan operasi, pembuatan bahan kimia, penyamakan
kulit, pembuatan gelas, dan obat-obatan. Kehadiran logam, seperti seperti kromium, kadmium,
arsenik, seng, timbal dan merkuri di badan air menjadi masalah kesehatan lingkungan dan
masyarakat yang parah. Masalah ini bisa jadi diatasi dengan menghilangkan kontaminan melalui
proses soprsi. Urutan efisiensi penghilangan untuk ion logam oleh partikel-partikel ini
ditemukan sebagai Cu²⁺ > Ni²⁺ > Co²⁺ (Kango dkk., 2013).
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu metode yang kinerja utamanya bergantung
pada estimasi radiasi (UV-Vis) yang diserap oleh substansi larutan yang diberikan.
Spektrofotometri UV-Vis memiliki kemampuan untuk mengukur rasio fungsional dari dua sinar
cahaya pada wilayah UV-Vis, dapat pula dilakukan analisis kualitatif (identifikasi senyawa yang
diberikan) dan kuantitatif (pengukuran jumlah molekul yang diberikan) dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Metode ini mudah, cepat, cukup spesifik, dan sesuai untuk senyawa
yang sedikit (Mehmood dkk., 2015).
Prinsip utama spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran jumlah UV atau radiasi tampak
yang diserap oleh suatu zat dalam larutan. Hukum Lambert Beer adalah hukum dasar yang
mengatur analisis spektrofotometri kuantitatif, yang menyatakan bahwa intensitas beam dari
radiasi parallel monokromatik menurun secara eksponen dengan jumlah molekul terabsorbsi
saat melewati media homogen yang tebal (Chakraborty dkk., 2018).
III. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Spektrofotometer Uv-Vis 1 set
2. Kaca Pengaduk 1 buah
3. Labu Ukur 25 mL (Pyrex) 2 buah
4. Pipet Tetes 4 buah
5. Corong Kaca 3 buah
6. Gelas Beaker 100 mL (Pyrex) 2 buah
7. Cawan Arloji 1 buah
8. Flakon 9 buah
9. Pipet Volume 5 mL (Pyrex) 1 buah
10. Pipet Volume 10 mL (Pyrex) 1 buah
11. Glasfirn 2 buah
12. Gelas Ukur 50 mL (Pyrex) 1 buah
B. Bahan
1. Akuades 70 mL
2. Larutan CuSO4.5H2O 1M 5 mL
3. Larutan NH4OH 1M 12.5 mL
4. Larutan NH4OH 2M 16.67 mL
5. Larutan NH4OH 3M 30 mL
6. NH4Cl padat 0.975 gram
7. Larutan NH4Cl 2M 15 mL
8. Kertas Saring 3 buah
C. Gambar Alat

Labu Ukur Pipet Ukur Gelas Beaker 250mL Gelas Beaker 100mL

Spektrofotometer Uv-Vis Gelas Ukur 10 mL Pengaduk Corong Kaca

Kaca Arloji Gelas Ukur 50 mL Pipet Tetes Neraca Analitik

IV. Cara Kerja


A. Pembuatan [Cu(H2O)5(NH3)]2+, [Cu(H2O)4(NH3)]2+, [Cu(H2O)3(NH3)]2+
NH4Cl padat ditambahkan pada 1 mL larutan CuSO4.5H2O sampai jenuh. Kemudian
ditambahkan perlahan-lahan 1 mL NH4OH 1M, 1 mL NH4OH 2M, dan 1 mL NH4OH 3M
yang didapatkan dari pengenceran NH4OH 5M dalam 50 mL . didiamkan sebentar sampai
terbentuk 2 lapisan kemudian disaring dan didapat filtrat. Masing-masing filtrat ditambah 5
mL NH4Cl 2 M dan didapat [Cu(H2O)5(NH3)]2+, [Cu(H2O)4(NH3)]2+, [Cu(H2O)3(NH3)]2+.
B. Pembuatan [Cu(NH3)6]2+
3 mL larutan NH4OH 3M dimasukkan dalam 1 mL CuSO4.5H2O 1M dan λmax
[Cu(NH3)6]2+ diukur.
C. Pembuatan [Cu(H2O)6]2+
1 mL larutan CuSO4.5H2O 1M diencerkan dalam 25 mL akuades dan λmax
[Cu(H2O)6]2+ diukur.

V. Data Hasil Percobaan


Panjang
No. Sampel Absorbansi Warna
Gelombang (nm)
1. [Cu(H2O)5(NH3)]2+ 805 nm 0.30745 Biru kehijauan bening
2. [Cu(H2O)4(NH3)2]2+ 667 nm 0.82803 Biru tua bening
2+
3. [Cu(H2O)3(NH3)3] 653 nm 0.16125 Biru muda bening
2+
4. [Cu(NH3)6] 622 nm 0.22453 Biru tua pekat
5. [Cu(H2O)6]2+ 804 nm 0.54674 Biru muda

VI. Pembahasan
Percobaan yang berjudul pengaruh kekuatan ligan terhadap spektra kompleks Cu(II)
bertujuan unutk mempelajari pengaruh kekuatan ligan NH3 terhadap spektra kompleks Cu(II).
Prinsip pada percobaan ini adalah didasarkan pada pengaruh kekuatan ligan antara ammonia
dengan air pada kompleks Cu2+ yang dapat diketahui dari panjang gelombang yang diukur
dengan spektrofotometer UV-Vis yang berdasar pada hokum Lambert-Beer, dimana kekuatan
ligan mempengaruhi panjang gelombang. Pada percobaan ini digunakan Cu(II) sebagai ion
pusat, karena atom tersebut termasuk atom golongan transisi yang memiliki orbital d yang tidak
terisi penuh, sehingga mampu membentuk senyawa kompleks dengan mengikat ligan. Ligan
yang mempunyai pasangan elektron bebas akan mengisi kekosongan orbital d pada logam
transisi dan terbentuk ikatan antara ligan dengan ion pusat dari golongan transisi tersebut. Ikatan
yang terbentuk antara ligan dengan ion pusat adalah ikatan kovalen koordinasi (Male dkk.,
2013), yaitu terjadi pemakaian pasangan elektron bersama-sama untuk menjadi stabil.Ligan
merupakan molekul terkoordinasi dengan ion pusat masing-masing. Semakin kuat ligan, maka
akan semakin besar energi transisinya. Ligan yang digunakan pada percobaan ini yaitu H2O dan
NH3, untuk mengetahui pengaruh kekuatan ligan NH3 terhadap ion pusat Cu(II). Menurut
Magnusson dan Moriarty (1996), kekuatan ligan NH3 lebih kuat dari H2O.
Untuk dapat mengetahui panjang gelombang maksimum dan absorbansi dari senyawa
kompleks maka dapat digunakan spektrofotometer UV-Vis. Syarat suatu senyawa dapat
dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis yaitu harus memiliki gugus kromofor atau gugus
pembawa warna yang menampakkan spektrum absorpsi karakteristik pada daerah sinar UV-
sinar tampak (l0-200 nm) (Triyati, 1985) dan berbentuk larutan serta memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah ketika suatu sinar monokromatis
ditembakkan kedalam sampel maka akan terjadi interaksi antara energy dengan materi berupa
atom-atom senyawa kompleks yang diuji, maka sinar akan diserap, dipantulkan, diteruskan, dan
dibiaskan. Elektron yang ada pada sampel akan ter-eksitasi dari keadaan ground state menjadi
keadaan excited state. Namun pada excited state elektron tidak stabil karena tingginya energy,
maka elektron kembali ke keadaan ground state dengan memancarkan energi yang akan
ditransmisikan oleh transmitter ke dalam absorbansi vs panjang gelombang, sehingga diperoleh
absorbansi maksimum. Spektrofotometer UV-Vis ini digunakan untuk analisa kualitatif
terhadap panjang gelombang serapan maksimum dari kompleks.
Cu merupakan salah satu dari beberapa unsur transisi dan berkemampuan untuk membantuk
senyawa kompleks karena memiliki konfigurasi elektron pada subkulit d yang belum terisi
penuh. Konfigurasi elektron Cu adalah [Ar] 3d94s2. Maka, konfigurasi Cu2+ adalah 3d9. Cu2+
memiliki term symbol 2D yang ter-split menjadi dua tingkat, yaitu Eg dan T2g sehingga
Cu2+memiliki satu puncak transisi, yaitu

A
2
T2g 2Eg

Gambar 6.1. Diagram tingkat energy dari Cu2+


Hibridisasi dari Cu2+ (sp3d2) dengan bentuk tetrahedral adalah sebagai berikut :
Cu = (Ar) 4s2 3d9

3d 4s 4p 4d

Ligan H2O/ NH3

Terdapat lima macam kompleks Cu2+ yang dibuat dengan variable bebas adalah jumlah ligan
H2O dan NH3 yang berbeda-beda
1. [Cu(H2O)5(NH3)]2+
Larutan dibuat dengan menambahkan padatan NH4Cl kedalam larutan CuSO4.5H2O
hingga jenuh lalu ditambahkan NH4OH 1M sebagai donor ligan NH3. Sedangkan ligan
H2O diperoleh dengan penambahan akuades. Penambahan NH4Cl sampai larutan jenuh
adalah untuk mencegah terbentuknya endapan Cu(OH)2. Penambahan NH4OH 1M
menyebabkan terjadinya perubahan warna dari hijau menjadi biru oleh karena
pembentukan kompleks Cu2+ dengan NH4OH dengan reaksi sebagai berikut.
CuSO4.5H2O(aq) + NH4OH(aq) → [Cu(H2O)3(NH3)3]2+(aq) + 5 H2O(l) + SO42-(aq)
[Cu(H2O)5(NH3)]2+ (aq) + NH3 (aq) → [Cu(H2O)5(NH3)]2+ (aq) + H2O (l)
2. [Cu(H2O)4(NH3)2]2+
Larutan dibuat dengan menambahkan padatan NH4Cl kedalam larutan CuSO4.5H2O
hingga jenuh lalu ditambahkan NH4OH 2M yang bertujuan untuk menyumbangkan 2 ligan
NH3 yang kemudian akan mendesak H2O. Reaksi sebagai berikut.
CuSO4.5H2O(aq) + 2NH4OH(aq)  [Cu(H2O)4(NH3)2]2+(aq) + 3 H2O(l) + SO42-(aq)
3. [Cu(H2O)3(NH3)3]2+
Larutan dibuat dengan menambahkan padatan NH4Cl kedalam larutan CuSO4.5H2O
hingga jenuh lalu ditambahkan NH4OH 3M dengan reaksi sebagai berikut.
CuSO4.5H2O(aq) + NH4OH(aq)  [Cu(H2O)4(NH3)2]2+(aq) + 3 H2O(l) + SO42-(aq)
4. [Cu(NH3)6]2+
Larutan dibuat dengan penambahan NH4OH 3M kedalam larutan CuSO4.5H2O
sehingga menghasilkan larutan berwarna biru tua. Subtitusi ligan H2O menggunakan larutan
NH4OH 3M berfungsi mendonorkan 6 atom ligan NH3. Reaksi sebagai berikut.
CuSO4.5H2O(aq) + 6NH3 (aq)  [Cu(NH3)6]2+(aq) + 5 H2O(l) + SO42-(aq)
5. [Cu(H2O)6]2+
Larutan dibuat dengan pengenceran larutan Cu2+ 1M sehingga menghasilkan larutan
berwarna biru kehijauan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut.
Cu2+(aq) + 5 H2O(l) + SO42-(aq) + H2O(l)  [Cu(H2O)6]2+(aq) + SO42-(aq)
Kompleks yang terbentuk dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis sehingga diperoleh
hasil panjang gelombang pada absorbansi maksimum. Data tersebut untuk menentukan
besarnya energy kekuatan ligan dengan rumus:
E = hc/λ
Senyawa Kompleks Panjang gelombang (nm) E (J)
[Cu(H2O)5(NH3)]2+ 805 nm 2.469 x 10-19 J
[Cu(H2O)4(NH3)2]2+ 667 nm 2. 980 x 10-19 J
[Cu(H2O)3(NH3)3]2+ 653 nm 3.044 x 10-19 J
[Cu(NH3)6]2+ 622 nm 3. 195 x 10-19 J
[Cu(H2O)6]2+ 804 nm 2.472 x 10-19 J
Berdasarkan data yang diperoleh, dengan melihat besarnya energy dapat diketahui bahwa
ligan NH3 lebih kuat dibandingkan ligan H2O. Urutan kekuatan ligan berdasarkan teori yaitu
[Cu(NH3)6]2+ > [Cu(H2O)3(NH3)3]2+ > [Cu(H2O)4(NH3)2]2+ > [Cu(H2O)5(NH3)]2+ >
[Cu(H2O)6]2+. Semakin banyak jumlah ligan NH3 dalam kompleks, maka panjang gelombang
yang dihasilkan makin pendek dan energinya besar. Sedangkan makin banyak ligan H2O,
panjang gelombang makin panjang dan energinya kecil. Pada percobaan, energy
[Cu(H2O)5(NH3)]2+ < [Cu(H2O)6]2+ . Hal ini mungkin disebabkan perhitungan yang kurang teliti
karena perbedaan panjang gelombang yang sedikit sekali, kompleks yang belum murni, dan
adanya sedikit endapan yang berpengaruh terhadap spektra.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa pengaruh ligan NH3 terhadap
kompleks Cu mengakibatkan kompleks yang banyak mengandung ligan kuat, yaitu NH3
menghasilkan panjang gelombang maksimum yang pendek dan energy yang besar, sedangkan
kompleks yang banyak mengandung ligan lemah, yaitu H2O menghasilkan panjang gelombang
yang banyak dan energynya kecil.
VIII. Daftar Pustaka
Anne, M. M., Perumal, S., & Prabu, K. M. (2015). Growth, Structural and Optical Studies on
pure and L-histidine doped Single Crystals of copper sulphate. a (A), 6, 6-101.
Aziz, A. A. (2014). Microwave-assisted synthesis of Mn (II), Co (II), Ni (II), Cu (II), and Zn
(II) complexes of tridentate Schiff base N-(2-hydroxyphenyl) 2-hydroxy-5-
bromobenzaldimine: characterization, DNA interaction, antioxidant, and in vitro
antimicrobial studies. Synthesis and Reactivity in Inorganic, Metal-Organic, and
Nano-Metal Chemistry, 44(8), 1137-1153.
Chakraborty, S., Sharmin, S., Rony, S. R., Ahmad, S. A. I., & Sohrab, M. H. (2018). Stability-
indicating UV/Vis Spectrophotometric Method for Diazepam Development and
Validation. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 80(2): 366-373.
Kango, S., Kalia, S., Celli, A., Njuguna, J., Habibi, Y., & Kumar, R. (2013). Surface
modification of inorganic nanoparticles for development of organic–inorganic
nanocomposites—A review. Progress in Polymer Science, 38(8), 1232-1261.
Magnusson, E., & Moriarty, N. W. (1996). Binding patterns in single-ligand complexes of NH3,
H2O, OH-, and F-with first series transition metals. Inorganic chemistry, 35(19),
5711-5719.
Male, Y. T., Tehubijuluw, H., & Pelata, P. M. (2013). Synthesis of Binuclear Complex
Compound of {[Fe (L)(NCS)-2] 2oks}(L= 1, 10-phenantrolin and 2, 2’-
bypiridine). Indonesian Journal of Chemical Research, 1(1), 15-22.
Mehmood, Y., Tariq, A., Jamshaid, U., & Jumshaid, M. (2015). UV-visible spectrophotometric
method development and validation of assay of Iron sucrose injection. Int J Pure
App Biosci, 3(2): 41-53.
Triyati, T. (1985). Spektrofotometer ultra-violet dan sinar tampak serta aplikasinya dalam
oseanologi. Jurnal Oseana, 10(1), 1877
Valko, M. M. H. C. M., Morris, H., & Cronin, M. T. D. (2005). Metals, toxicity and oxidative
stress. Current medicinal chemistry, 12(10), 1161-1208.
IX. Lampiran
Terlampir
X. Pengesahan
Tegal, 26 April 2020
Mengetahui,
Asisten Praktikum Praktikan,

(Intan Ayu Zuhaela) (Ailsa Rahma Yunita)


Lampiran Perhitungan
1. Kompleks [Cu(H2O)6]2+
E1 = hc / λ
E1 = 6.626 x 10-34 Js x 3 x 108 m/s / 8.04x 10-7 m
E1 = 2.472 x 10-19 J
2. Kompleks [Cu(NH3)6]2+
E2 = hc / λ
E2 = 6.626 x 10-34 Js x 3 x 108 m/s / 6.22 x 10-7 m
E2 = 3. 195 x 10-19 J
3. Kompleks [Cu(H2O)3(NH3)3]2+
E3 = hc / λ
E3 = 6.626 x 10-34 Js x 3 x 108 m/s / 6.53 x 10-7 m
E3 = 3.044 x 10-19 J
4. Kompleks [Cu(H2O)4(NH3)2]2+
E4 = hc / λ
E4 = 6.626 x 10-34 Js x 3 x 108 m/s / 6.67 x 10-7 m
E4 = 2. 980 x 10-19 J
5. Kompleks[Cu(H2O)5(NH3)]2+
E5 = hc / λ
E5 = 6.626 x 10-34 Js x 3 x 108 m/s / 8.05 x 10-7 m
E5 = 2.469 x 10-19 J
Lampiran Grafik

Grafik Panjang Gelombang vs Absorbansi


kompleks [Cu(H2O)5(NH3)]2+
0.35
0.3
0.25
absorbansi

0.2
0.15
Series1
0.1
0.05
0
0 200 400 600 800 1000
𝜆

Grafik Panjang Gelombang vs Absorbansi


kompleks [Cu(H2O)4(NH3)2]2+
0.9
0.8
0.7
0.6
absorbansi

0.5 Series1
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 200 400 600 800 1000
𝜆

Grafik Panjang Gelombang vs Absorbansi kompleks


[Cu(H2O)3(NH3)3]2+
0.2

0.1

0 Series1
absorbansi

0 200 400 600 800 1000


-0.1

-0.2

-0.3

-0.4
𝜆
Grafik Panjang Gelombang vs Absorbansi
0.25 kompleks [Cu(NH3)6]2+
absorbansi 0.2

0.15
Series1

0.1

0.05

0
0 200 400 𝜆 600 800 1000

Grafik Panjang Gelombang vs Absorbansi


kompleks [Cu(H2O)6]2+
0.548
0.547
0.546
0.545
Absorbansi

0.544
0.543
0.542
Series1
0.541
0.54
0.539
0.538
780 790 800 810 820 830
Panjang gelombang
Lampiran Jurnal
Lampiran Jurnal
Lampiran Jurnal Sitasi Pembahasan

Anda mungkin juga menyukai