Anda di halaman 1dari 17

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Analitik II dengan judul percobaan


“Tetapan Distribusi Iod dalam Sistem Kloroform-Air” yang disusun oleh:
Nama : Dian Saputri Yunus
Nim : 1413040006
Kelas : Pendidikan Kimia
Kelompok : VI
telah diperiksa dan koreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten dan telah
dinyatakan diterima.
Makassar, Juni 2016
Koordintor Asisten Asisten

Heril Hidayat, S. Pd. Nur Ilmayanti

Mengatahui,
Dosen Penanggung Jawab

Drs. H. Alimin, M. Si
NIP. 19600815 198601 1 002
A. Judul
Tetapan Distribusi Iod dalam Sistem Kloroform-Air

B. Tujuan
Menentukan tetapan distribusi ion dalam pelarut air-kloroform dengan
cara ekstraksi Batch.

C. Landasan Teori
Salah satu fakta yang paling penting dalam reaksi kimia adalah bahwa
semua reaksi kimia reversibel (dapat-balik). Reaksi reversibel merupakan suatu
reaksi yang berlangsung dalam dua arah, dimana zat hasil reaksi dapat bereaksi
kembali membentuk pereaksi. Bilamana suatu reaksi kimia dimulai, hasil-hasil
reaksi mulai menimbun, dan seterusnya akan bereaksi satu sama lain melalui
suatu reaksi yang kebalikannya. setelah beberapa lama tercapailah kesetimbangan
dinamis; yakni jumlah molekul atau ion dari setiap zat yang terurai, sama
banyaknya dengan jumlah yang terbentuk dalam satu satuan waktu. Dalam
beberapa hal kesetimbangan ini, terletak hampir sama sekali berada di pihak
pembentukan suatu atau beberapa zat, maka nampak bahwa seakan-akan reaksi
berlangsung sampai selesai. Dalam hal-hal lainnya, mungkin pembuat
eksperimen-lah yang harus berusaha untuk menciptakan kondisi-kondisi pada
mana reaksi, yang seyogyanya akan mencapai kesetimbangan, dapat menjadi
selesai. Inilah yang sering terjadi dalam analisis kuantitatif (Svehla, 1985: 21).
Sampai sejauh ini persamaan-persamaan dasar termodinamika yang telah
diturunkan hanya berlaku untuk sistem dengan komposisi yang tetap artinya tidak
terjadi transfer materi dengan lingkungannya (sistem tertutup). Meskipun reaksi
kimia banyak dilakukan dalam tempat tertutup, namun reaksi yang sedang
berlangsung dapat dipandang sebagai suatu sistem terbuka. Pada sistem ini zat
pereaksi dianggap keluar dari sistem dan zat hasil reaksi masuk ke dalam sistem.
Untuk sistem semacam ini, yakni sistem dengan komposisi yang berubah-ubah,
perlu dicari pengaruh perubahan komposisi tersebut terhadap persamaan-
persamaan termodinamika. Hasil dari persamaan-persamaan tersebut digunakan
untuk menurunkan syarat-syarat dalam proses tercapainya reaksi kesetimbangan
kimia. Mari kita tinjau suatu sistem yang berisi campuran dari beberapa zat kimia
yang dapat bereaksi menurut persamaan: V1A1 + V2A2 V3A3 + V4A4 Dengan
prinsip kesetimbangan muatan untuk persamaan reaksi di atas dapat dituliskan
sebagai berikut: 0 = V3A3 + V4A4 – V1A1 – V2A2 Dengan menggunakan suatu
perjanjian bahwa koefisien stoikiometri, V1 bertanda negatif untuk pereaksi dan
bertanda positif untuk hasil reaksi, maka persamaan di atas dapat dinyatakan
dengan 0 = Σ V1.A1 Untuk menyatakan suatu reaksi berlangsung atau tidak dalam
arah yang dituliskan maka harus ditinjau apakah energy Gibbs dari campuran akan
naik atau turun. Jika energy Gibbsnya turun dengan berlangsung reaksi, maka
reaksi akan berjalan spontan dengan arah yang dituliskan. Reaksi akan terus
berlangsung dengan penurunan energy Gibbs sampai mencapai nilai minimum,
yakni saat terjadi keadaan kesetimbangan (Rohman dan Muliani, 2004: 123-126).
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut
organik dan air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam
dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan
konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu
tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien
distribusi. (Soebagio, 2002 : 34).
Bila suatu zat terlarut membagi di antara dua cairan yang tidak dapat
campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat pelarut dalam kedua
fase pada kesetimbangan. Nerts memberikan pernyataan yang jelas mengenai
hukum distribusi. Ia menunjukkan bahwa suatu zat terlaut akan membag dirinya
antara dua dua cairan yang tak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka
banding konsentrasi pada kesetimangan adalah konstanta pada suatu temperature
tertentu. [A]1 menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fasa cair 1. Meskipun
hubungan ini berlaku cukup baik dalam kasus tertentu, pada kenyataannya
hubungan ini tidak eksak. Yang benar dalam pengertian termodinamika angka
banding aktivtas bukannya angka anding konsentrasi yang seharusnya konstan.
Aktivitas suatu spesis kimia dalam suatu fase memelihaa suatu angka banding
yang konstan terhadap aktivitas sepsis iu dalam fase cair yang lain (Day &
Underwood, 1999: 461-462).
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara
dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk
pemisahan secara cepat dan “bersih’ baik untuk zat organik maupun zat
anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro.
Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk
pekerjaan-pekerjaan seperatif dalam bidang kimia organik, biokimia, dan
anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah
(paling sederhana), alat ekstraksi Soxhlet, sampai yang paling rumit, berupa alat
“Counter Current Craig”. Dalam analisis penentuan suatu ion logam, ekstraksi
dapat digunkan untuk memisahkan ion logam tersebut dari ion logam yang
lainnya yang akan mengganggu identifikasi dan penentuan kadarnya. Melalui
proses ekstraksi ion logam dalam pelarut air ditarik keluar dengan suatu pelarut
organik. Secara umum, ekstraksi ialah proses penarikan suatu zat terlarut dari
larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan
air. Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dan campurannya dengan
menggunakan pelarut (Soebagio, dkk. 2002: 34).
Kita menggunakan istilah perbandingan distibusi (D) dengan
memperhitungkan konsentrasi total zat di dalam kedua fase. Jika tidak terjadi
aosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan yang kita
punyai adalah ideal maka haga KD sama dengan D. untuk tujuan paktis sebagai
ganti harga KD atau D, lebih sering di gunakan istilah persen ekstraksi (E)
(Khopkar, 2007: 85-86).
Kesetimbangan ini berlangsung dalam larutan air, untuk itu perlu
menghitung konsetrasi-konsentrasi yang bersangkutan dalam air. Dari percobaan
penenruan tetapan distribusi diatas dapat dihitung nilai Kd, kemudian dengn rumus
:
Kd=¿ ¿ ¿
(Tim Dosen Kimia. 2016: 21).
Iodium, I2, sedikit larut di dalam air namun larut dalam air yang
mengandung ion I-, misalnya dalam larutan KI. I2 dan I- dalam larutan air akan
membentuk ion tri-iodida, I3- dan reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan.
Untuk reaksi :
I2(g) + I-(aq) I3-(aq)
(Tim Dosen Kimia, 2016: 21).
Kesetimbangan terkait dengan proses pengamatan dan waktu.
Ketidakberubahan harga variabel-variabel termodinamika suatu sistem dengan
waktu merupakan syarat yang perlu agar suatu sistem setimbang. Lamanya waktu
proses ekstraksi sangat berpengaruh terhadap minyak yang dihasilkan. Pada
keadaan setimbang, yang mempunyai nilai sama adalah potensial kimia dari kedua
fase, bukan konsentrasi, sehingga transfer solute menjadi terhenti. Kenaikan
waktu proses yang digunakan menghasilkan kenaikan jumlah minyak yang
dihasilkan. Lamanya waktu akan mempermudah penetrasi pelarut kedalam bahan
baku, kelarutan komponen-komponen minyak cengkeh berjalan dengan perlahan
sebanding dengan kenaikan waktu, akan tetapi setelah mencapai waktu optimal
jumlah minyak yang terambil mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
komponen minyak pada bahan baku jumlahnya terbatas dan pelarut yang
digunakan mempunyai batas kemampuan untuk melarutkan bahan yang ada,
sehingga walaupun waktu ekstraksi diperpanjang solute yang ada pada bahan
sudah tidak dapat melarut lagi. Di samping itu dengan penambahan waktu akan
terjadi dekomposisi dari komponen-komponen selain minyak termasuk di
dalamnya impuritas yang menyebabkan perubahan sifat komponen tersebut
misalnya titik didih komponen baru lebih rendah dari titik didih komponen
sebelumnya sehingga menjadi lebih mudah menguap dan akhirnya rendemen yang
diperoleh berkurang (Bangkit, 2012: 13).
Ekstrak kasar spons dimasukkan kedalam corong pemisah, kemudian
dilarutkan dengan metanol 80%, dan ditambahkan pelarut n-heksan dengan
perbandingan 1:1 v/v setelah itu dikocok dalam corong pisah sampai homogen.
Dibiarkan hingga terbentuk lapisan metanol lapisan n-heksan. Masing-masing
lapisan ditampung dalam wadah yang berbeda. Lapisan n-heksana selanjutnya
dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga kering, lalu ditimbang dan
hasil inilah yang dinamakan fraksi n-heksan. Selanjutnya lapisan metanol
ditambahkan akuades 100 mL kemudian dipartisi dengan pelarut kloroform
dengan perbandingan 1:1 v/v setelah itu dikocok dalam corong pisah sampai
homogen. Dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan metanol dan
lapisan kloroform. Masing-masing lapisan ditampung dalam wadah yang berbeda.
Lapisan kloroform selanjutnya dievaporasi menggunakan rotary evaporator
hingga kering lalu ditimbang dan hasil inilah yang dinamakan fraksi kloroform.
Lapisan metanol dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga kering lalu
ditimbang (Dwijendra, 2014: 3).

D. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Buret 50 mL 2 buah
b. Batang pengaduk 1 buah
c. Botol semprot 1 buah
d. Ball Pipet 1 buah
e. Corong pisah 3 buah
f. Corong biasa 1 buah
g. Erlenmeyer bertutup asah 6 buah
h. Gelas ukur 25 mL 1 buah
i. Pipet tetes 3 buah
j. Pipet volume 25 mL 1 buah
k. Pipet Volume 5 mL 1 buah
l. Statif dan Klem 2 buah
2. Bahan
a. Aquadest (H2O)
b. Indikator amilum
c. Kloroform (CHCl3)
d. Larutan iod (I2)
e. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
E. PROSEDUR KERJA
1. Penentuan Konsentrasi Iod sebenarnya
a. Larutan Iod 5 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup asah
b. Larutan iod ditirasi dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3 0,1 N
c. Catat volume Na2S2O3 yang digunakan
d. Cara kerja 1 sampai 3 di ulangi sebanyak 3 kali
e. Dihitung volume rata-rata Na2S2O3 yang digunakan
2. Penentuan Konsentrasi Iod pada Pelarut Kloroform-Air

a. 25 mL larutan iod diisi kedalam 3 corong pisah


b. 25 mL kloroform ditambahkan setiap corong pisah
c. Larutan di kocok dengan kuat selama 15 menit kemudian dibiarkan sampai
kedua pelarut terpisah
d. Lapisan kloroform (lapisan bawah) dikeluarkan dari corong pisah kemudian
ditampung dalam Erlenmeyer bertutup asah
e. Lapisan air (lapisan atas) di tamping dalam Erlenmeyer bertutup asah.
f. Lapisan kloroform dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sampai warna
coklat dalam lapisan tersebut hilang.. Titrasi ini dilakukan tanpa indicator
amilum
g. Lapisan air dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 dengan menggunakan
indikator amilum
h. Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi pada lapisan air dan
kloroform.
F. HASIL PENGAMATAN
1. Penentuan konsentrasi Iod sebenarnya

Volume Larutan
Titrasi Volume larutan Iod (mL)
Na2S2O3(mL)
1 5 mL 13, 1 mL
2 5 mL 11,3 mL
3 5 mL 11,2 mL
2. Konsentrasi Iod dalam masing-masing pelarut

Lapisan Kloroform Lapisan air


Corong
Volume tio Volume tio
Pisah C1 C2
(mL) (mL)

1 32 0,1 N 27,6 0,1

2 36 0,1 N 25,5 0,1 N

3 25,5 0,1 23,7 0,1

G. ANALISIS DATA
a. Penentuan Konsentrasi Iod Sebenarnya

Dik : N tio = 0,1 N

V tio = V1 + V2 + V3

= 13,1 mL + 11,3 mL + 11,2 mL

= 36,5 mL

= 11,87 mL

V iod = 5 mL

Dit : N iod…?

Peny : N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 11,87 mL

5 mL

= 1,217 N

5
= 0,2374 N

b. Konsentrasi Iod dalam masing-masing pelarut

1. Corong 1

 Lapisan Kloroform

Dik : N tio = 0,1 N

V tio = 32 mL

V iod = 25 mL

Dit : N iod…?

Peny : N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 32 mL

25 mL

= 3, 2 N

25

= 0,1280N

 Lapisan air

Dik : N tio = 0,1 N

V tio = 27,6 mL

V iod = 25 mL

Dit : N iod…?

Peny : N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 27,6 mL

25 mL

= 2,97 N = 0,1104 N
25

2. Corong 2

 Lapisan Kloroform

Dik : N tio = 0,1 N

V tio = 36 mL

V iod = 25 mL

Dit : N iod…?

Peny : N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 36 mL

25 mL

= 3,6 N

25

= 0,1440 N

 Lapisan air

Dik : N tio = 0,1 N

V tio = 25,5 mL

V iod = 25 mL

Dit : N iod…?

Peny : N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 25,5 mL

25 mL

= 2,55 N

25

= 0,102 N
3. Corong 3

 Lapisan Kloroform

Dik : N tio = 0,1 N

V tio = 25,5 mL

V iod = 25 mL

Dit : N iod…?

Peny : N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 25,5 mL

25 mL

= 3,12 N

25

= 0,102 N

 Lapisan air

Dik : N tio = 0,1 N

V tio = 23,7 mL

V iod = 25 mL

Dit : N iod…?

Peny : N iod = (N x V) tio

V iod

= 0,1 N x 23,7 mL

25 mL

= 2,37 N

25

= 0,098 N
c. Penentuan Tetapan Distribusi Iod (KD)

Konsentrasi Iod dalam Kloroform = C1

Konsentrasi Iod dalam air = C2

1) Corong 1

Dik : C1 = 0,1280 N

C2 = 0,1104 N

Dit : KD……?

Peny : KD = C1

C2

= 0,1280 N

0,1104 N

= 1,1594

2) Corong 2

Dik : C1 = 0,1490N

C2 = 0,102 N

Dit : KD……?

Peny : KD = C1

C2

= 0,1490 N

0,1020 N

= 1,460

3) Corong 3

Dik : C1 = 0,102 N

C2 = 0,098 N

Dit : KD……?

Peny : KD = C1
C2

= 0,102 N

0,098 N

= 1,040

H. Pembahasan
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut
organik dan air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam
dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan
konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu
tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien
distribusi (Soebagio, 2002: 34).
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan koefisien distribusi ion dalam
pelarut air-kloroform dengan cara ekstraksi Batch. Prinsip dasar percobaan ini
yaitu distribusi zat terlarut I2 ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
yaitu air dan kloroform. Namun terlebih dahulu kita harus menentukan
konsentrasi iod melalui titrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Iod merupakan
larutan standar sekunder yang belum diketahui konsentrasinya, sehingga perlu
distandarisasi dengan larutan standar primer yaitu natrium tiosulfat. Metode titrasi
yang digunakan adalah metode titrasi iodimetri yang merupakan titrasi terhadap
iodin bebas. Titrasi dilakukan menggunakan indicator amilum untuk menentukan
titik akhir titrasi. Berdasarkan analisis data diperoleh konsentrasi iod sebesar.
Percobaan penentuan tetapan distribusi iod ini dilakukan dengan
mencampurkan I2 dalam larutan KI dengan CHCl3, dimana larutan KI merupakan
pelarut yang tidak saling campur dengan CHCl3. Perlakuan ini dilakukan sebanyak
tiga kali dengan tujuan untuk membadingkan tetapan distribusi iod yang
didapatkan. Pendistribusian dilakukan dalam corong pisah yang berfungsi untuk
mempercepat proses distribusi I2 dalam kloroform dan air. Saat pengocokan
dilakukan, sekali-kali mulut corong dibuka dengan tujuan untuk mengurangi
tekanan dalam corong pisah selama proses pengocokan berlangsung. Selanjutnya,
dilakukan pengocokan dengan kuat – kuat selama beberapa menit yang bertujuan
untuk mempercepat terjadinya proses distribusi dalam lapisan kloroform dan
air.dan diperoleh dua lapisan. Terbentuknya dua lapisan ini disebabkan perbedaan
kepolaran antara iar dan CHCl3. Lapisan atas merupakan air dan lapisan bawah
adalah kloroform. Hal ini disebabkan karena massa jenis air yakni 1 g/mL lebih
kecil dibandingkan massa jenis kloroform yakni 1,48 g/mL sehingga air berada
pada lapisan atas dan lapisan bawahnya adalah kloroform.
Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling campur
ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan
terdistribusi di antara kedua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I 2
dalam CHCl3 dikocok dengan air yang tidak larut dalam kloroform (CHCl 3), maka
I2 akan terbagi dalam air (H2O) dalam kloroform (CHCl3) setelah tercapai
kesetimbangan perbandingan konsentrasi I2 dalam air (H2O) dan
kloroform( CHCl3) pada temperaturtetap juga tetap. Kenyataan ini merupakan
akibat langsung hukum termodinamika pada kesetimbangan (Tim Dosen Kimia,
2016: 17). Adapun reaksi yang adalah:
KI(aq) → K+(aq) + I-(aq)
I2(aq) + I-(aq) ↔ I3-(aq)
Kedua lapisan tersebut dipisahkan, masing – masing diambil untuk
dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 M. Fungsi dari titrasi ini adalah sebagai
analisis volumetrik untuk menentukan konsentarsi iod dalam kloroform dan
konsentrasi iod dalam air. Lapisan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat
hingga larutan menjadi bening. Pada titrasi ini, terjadi reaksi redoks dimana iod
akan mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat yang tidak berwarna sehingga,
menghasilkan larutan yang bening atau tak berwarna saat akhir titrasi. Reaksi
yang terjadi adalah:
2S2O32-(aq)+ I2(aq) → S4O62-(aq)
Titrasi iodometri merupakan titrasi tidak langsung dengan menggunakan
iodine (Day & Underwood, 2001). Titrasi ini dilakukan karena konsentrasi
iodium yang digunakan yang terdistribusi dengan air dan kloroform ekivalen
dengan jumlah mol tiosulfat yang digunakan. Pada titrasi, digunakan indikator
amilum untuk mempertajam perubahan warna yang terjadi saat tercapai titik
ekivalen yaitu dari warna biru menjadi bening. Namun, penambahan indikator ini
bukan saat awal titrasi, melainkan saat warna analit kuning pucat. Hal tersebut
dimaksudkan agar I2 yang terdapat pada analit tidak terperangkap dalam amilum,
sehingga I2 sukar lepas. Akibatnya, titik ekivalen sukar diamati. Reaksi yang
terjadi saat titrasi yaitu:
2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-

2Na2S2O3 + 2I– —–.> Na2S2O6 + 2NaI


Dari titrasi tersebut diperoleh harga Kd iod dalam air-kloroform pada corong
pisah I sebesar 1,1594; corong pisah II sebesar 1,460; dan corong pisah III sebesar
1,040. Berdasarkan teori, jika harga Kd besar maka solut cenderung terdistribusi
ke dalam pelarut organik dibanding dalam air (Soebagio, 2003).

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa iodium lebih


banyak terdistribusi dalam kloroform dibanding dalam air karena harga Kd-nya
besar. Hal ini disebabkan oleh sifat kloroform yang hampir sama dengan sifat I2
dibanding dengan sifat air dengan I2. I2 bersifat semipolar, air bersifat polar dan
kloroform yang bersifat semipolar. Maka dari itu, I2 lebih cenderung terdistribusi
ke dalam kloroform dibanding ke dalam air.

I. Penutup
1. Kesimpulan
Nilai koefisien distribusi I2 sistem air-kloroform ditentukan melalui
ekstraksi dengan corong pisah dan titrasi iodometri yaitu corong pisah I sebesar
1,1594; corong pisah II sebesar 1,460; dan corong pisah III sebesar 1,040.

2. Saran
Saran untuk laboran, sebaiknya lebih memperhatikan ketersediaan bahan
dan alat yang akan digunakan saat percobaan.

DAFTAR PUSTAKA
Bangkit P.S, Tagora., Rinaldry Sirait, dan Iriany. 2012. Penentuan Kondisi
Keseimbangan Unit Leaching pada Produksi Eugenol dari Daun
Cengkeh. Jurnal Teknik Kimia USU. 1(1).

Day JR, R. A dan A. L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:


Erlangga.

Dwijendra, I Made., Defny Silvia Wewengkang dan Frenly Wehantou. 2014.


Aktivitas Antibakteri dan Karakterisasi Senyawa Fraksi Spons
Lamellodysidea herbacea yang Diperoleh dari Teluk Manado. Jurnal
Ilmiah Farmasi. 3(4).

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Rohman, Ijang dan Sri Mulyani. 2003. Kimia Fisik I. Malang: Universitas Negeri
Malang.

Soebagio, dkk. 2007. JICA Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.

Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kulitatif Makro dan Semimikro. Jakarta:


Erlangga.

Tim Dosen Kimia. 2016. Buku Penuntun Praktikum Kimia Analitik II. Makassar:
Universitas Negeri Makassar.

Anda mungkin juga menyukai