Anda di halaman 1dari 3

Secara umum studi kebijakan pembangunan perkotaan menekankan pada telaah teori dan praktik

pembangunan. perkotaan yang multi dimensional. Pada proses tersebut kajian peran pemerintah dalam
mengelola kepentingan masyarakat perkotaan, termasuk di dalamnya penyediaan pelayanan publik .
yang memadai dan pembangunan ekonomi serta pengaturan dalam bentuk regulasi adalah kata kunci
yang dipelajari dalam studi pembangunan perkotaan. Dengan kata lain bahwa studi kebijakan
pembangunan perkotaan dalam disiplin llmul Administrasi Publik adalah proses mempelajari bagaimana
pemerintah memformulasikan, mengimplementasikan, dan. mengevaluasi proses pembangunan di
wilayah perkotaan dari seluruh dimensi pembangunan. Selain itu, kajian tentang: keterlibatan
stakeholders dalam proses pembangunan juga menjadi bagian penting dari kajian kebijakan perkotaan
yang berkaitan dengan pembahasan urban governance. Menurut: Blackman (1995) bahwa kebijakan
pembangunan perkotaan tidak lain adalah tentang bagaimana mewujudkan kesejahteraan penduduk
lokal yang ada di wilayah perkotaan. Menurutnya kebiiakan perkotaan adalah berkaitan dengan
penyediaan pelayanan publik dan meningkatnya akses masyarakat perkotaan untuk mendapat
pekerjaan, pendidikan, dan pelayanan dasar lainnya. Disamping itu, kebijakan pembangunan perkotaan
juga memperhatikan aspek lingkungan dan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam bingkai demokrasi
di wilavah perkotaan.

Dengan demikian, kebijakan pembangunan perkotaan merupakan salah satu kajian penting dalam
memaparkan konsep. dasar dan masalah-masalah pokok terkait dengan proses pembangunan
perkotaan. Penekanan materi utama pembelajaran kebijakan pembangunan perkotaan adalah i
membentangkan isu-isu problematika pembangunan perkotaan. dan strategi kebijakan yang dibangun.
Pentingnya kebijakan.

pembangunan perkotaan dalam studi administrasi publik adalah menjelaskan kerangka konseptual dan
aplikasinya dari kebijakan. pembangunan perekonomian masyarakat perkotaan dan penyediaan
pelayanan dasar yang memperhatikan dimensi sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan lingkungan.
Disamping itu, studi kebijakan pembangunan perkotaan juga melakukan telaah aktor- aktor yang terlibat
dalam proses tersebut dengan menggunakan beberapa teori sebagai dasar analisisnya dan seberapa
besar keterlibatannya yang secara khusus dibahas dalam topik urban governance. Dalam buku (Edt)
Rondinelli dan Cheema (1988) disampaikan bahwa terkait dengan penyampaian pelayanan perkotaan di
negara-negara berkembang terdapat empat isul utama, yaitu ruang lingkup dan hakekat masalah akibat
dari pertumbuhan perkotaan, terutama bagi penduduk miskin perkotaan; jenis pelayanan perkotaan
yang disediakan bagi penduduk miskin perkotaan tersebut yang mudah diaksesnya; bentuk
pengorganisasian dan pengaturan administrasi secaral integrasi dan koordinasi agar pelayanan
perkotaan menjadi lebih efektif bagi masyarakat miskin; dan melihat potensi dan keterbatasan variasi
sumber daya yang menjadi penyedia layanan publik di perkotaan yang bukan hanya pemerintah, tetapi
jugal pihak swasta maupun lembaga swadaya masyarakat. Studi tentang kebijakan pembangunan
perkotaan tidak hanya menekankan pada aspek obyek pembangunan itu tetapi jugal mengkaji subyek
atau pelaku pembangunan di wilayah perkotaan. Studi yang dikembangkan oleh Rondinelli dan Cheema
tersebut. menggambarkan bahwa dalam proses pembangunan di perkotaan tidak hanya memberikan
dampak positif bagi perbaikan kondisi infrastruktur maupun kualitas kehidupan masyarakatnya. Akan
tetapi disisi lain ternyata proses pembangunan tersebut jugal memberikan dampak negatif terhadap
penduduk marjinal

perkotaan, yaitu penduduk miskin yang belum bisa memanfaatkan fasilitas dan layanan publik
perkotaan secara maksimal karenal keterbatasan akses. Dengan demikian pembangunan perkotaan
tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur perkotaan jugal harus memberikan kesempatan bagi
penduduk marjinal untuki mendapatkan pelayanan yang memadai dan dapat menikmatii proses
pembangunan tersebut secara adil atau terjadinyal pemerataan pembangunan di wilayah perkotaan.
Oleh karena itul kebijakan pembangunan perkotaan meliputi juga tentang. ketersediaan pasar kerja bagi
para pencari kerja di wilayah. perkotaan, tersedianya hunian yang terjangkau dan memadai, tersediaan
sarana transportasi yang berkualitas dan pelayanan sosial yang menjangkau masyarakat lapisan bawah.

1.4 Konsep dan Ruang Lingkup Kebijakan Pembangunan Perkotaan Sejauh ini terjadi silang pendapat
tentang pengertian kota (city) dan perkotaan (urban). Kata kota sering dikonfrontasikan dengan. kata
desa (village), sementara itu perkotaan dikontrakan dengan perdesaan (rural). Kota diartikan sebagai
sebagai tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karenal terjadi
pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan. kegiatan atau aktivitas penduduknya (Pontoh
dan Kustiwan, 2009). Menurut Sadyohutomo (2008) pengertian kota dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu kota dilihat dari definisi umum sebagai suatu daerah terbangun yang didominasi jenis penggunaan.
tanah non-pertanian dengan jumlah penduduk dan intensitas i penggunaan ruang yang cukup tinggi.
Pengertian tersebut berarti bahwa perkotaan adalah sebuah kawasan yang terdapat kegiatan utama
selain atau bukan pertanian dengan struktur fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan sosial, serta kegiatan ekonomi. Pengertian kota
yang kedua adalah bersifat khusus yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan, yaitu suatu
bentuk pemerintah daerah yang mayoritas wilayahnya merupakan daerah perkotaan.

dalam konteks pembelajaran ini, istilah yang digunakan adalah merujuk pada pengertian perkotaan
sebagai sebuah wilayah fungsional yang lebih luas dari sekedar batasan administratif sebagaimana
dirumuskan dalam Undang Undang Tata Ruang. Pengertian perkotaan di atas menunjuk pada.
kenyataan bahwa ada batasan yang jelas antara perdesaan dan perkotaan dimana karakter utama
perkotaan penduduknya memiliki mata pencaharian non pertanian lebih dominan; jumlah fasilitas kota
yang tersedia dan tingkat kepadatan penduduknya l (lihat gambar samping). Perkotaan sendiri memiliki
pengertian sebagai sebuah wilayah tempat bermukim yang memiliki kepadatan tertentu dan. scbagian
besar penghuninya memiliki mata pencaharian non pertanian. Secara normatif, definisi perkotaan dapat
kita tenukan dalam beberapa regulasi pemerintah, baik berupa undang-undang maupun peraturan
pemerintah yang mengatur di bawahnya. dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 355 disebutkan bahwa perkotaan adalah wilayah dengan batas batas
tertentu yang masyarakatnya mempunyai kegiatan utama di bidang industri dan jasa. Di dalam undang
undang tersebut dijelaskan bahwa perkotaan dapat berbentuk kotal sebagai daerah dan kawasan
perkotaan.

Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan
Kawasan Perekotaan menjelaskan Kawasan Perkotaan pada Bab I Ketentuan Umum tepatnya pada pasal
1 ayat 3 sama dengan penjelasan pada UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yakni wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemereintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi. dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tepatnya pada
Bab XV tentang Perkotaan, Pasal 355 ayat satu mendefinisikan Perkotaan adalah wilayah dengan batas-
batas tertentu yang masyarakatnya mempunyai kegiatan utama di bidang industri dan jasa. Pada
Peraturan Menteri dalam Negeri No 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota
dijelaskan pada pasal 1 poin a dan b mengenai definisi kota dan perkotaan sebagai berikut: a. Kota
adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah administrasi yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan watak dan
ciri kehidupan perkotaan. b. Perkotaan adalah satuan kumpulan pusat-pusat pemukiman, yang berperan
di dalam satuan wilayah pengembangan dan atau wilayah Nasional sebagai simpul jasa. Namun apabila
dilihat dari jumlah penduduknya, tipologi perkotaan dapat dibedakan menjadi 5 yang meliputi Kota
Kecil, Kota Sedang, Kota Besar, Kota Metropolitan, dan Kota Megapolitan. Lebih detail menganai tipologi
perkotaan yang dilihat dari jumlah penduduknya dijelaskan melalui Peraturan Pemerintah No 26 tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional" tepatnya pasal 16 ayat 1 sampai 5 yang
menjelaskan kriteria Kotal Kecil, Sedang, Besar, Metopolitan, dan Megapolitan. Berdasarkan beberapa
pengertian perkotaan tersebut di atas dapat dipahami bahwa pada hakekatnya perkotaan (urban)
merujuk pada suatu. entitas yang menggambarkan kehidupan sekelompok masyarakat di wilayah kota
yang bercirikan mata pencarian dari penduduknya. adalah non pertanian atau jasa. Sejauh ini belum ada
regulasi secara spesifik yang bisa menjadi dasar dan mengatur proses pembangunan perkotaan. secara
komprchensif. Pengaturan tentang penyelenggaraan. perencanaan pembangunan dan pelayanan
wilayah perkotaan yang diatur dalam Undang Undang 23 tahun 2014 masih memerlukan aturan lebih
teknis dalam bentuk peraturan pemerintah yang sejauh ini terumuskan. Dengan demikian, belum ada
produk kebijakan berupa peraturan perundang undangan yang i secara khusus menjadi acuan dasar
pembangunan perkotaan. secara nasional tetapi masih mengikuti peraturan perundangan. lainnya yang
bersifat sektoral. dalam konteks ini aspek regulasi pembangunan perkotaan yang dimaksud adalah
berkaitan dengan. kebijakan tata ruang, sistem transportasi, dan kebijakan otonomi daerah. Keberadaan
peraturan perundangan yang bersifat sektoral tersebut tentu tidak secara memadai dalam mengatur
proses pembangunan perkotaan secara komprehensif dan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai