Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIK II

PENENTUAN TITIK BEKU LARUTAN

Nama : Diana Rolis


NIM : 131810301059
Kelas/Kelompok : B/2
Fak/Jurusan : MIPA/Kimia
Nama Asisten : Putri Zakiyatul F.

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titik beku larutan dapat didefinisikan sebagai temperatur dimana larutan dalam
keadaan setimbang dengan pelarut padatannya. Energi bebas suatu zat pelarut akan
mengalami penurunan apabila ke dalam pelarut tersebut dimasukkan zat lain yang tidak
bersifat tidak mudah menguap (non volatil). Penurunan energi bebas ini akan menurunkan
kemampuan zat pelarut untuk berubah menjadi fase uapnya, sehingga tekanan uap pelarut
dalam larutan akan lebih rendah apabila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang
sama dalam keadaan murni. Penurunan tekanan uap ini akan berpengaruh terhadap
penurunan titik beku larutan.
Penurunan titik beku merupakan salah satu sifat koligatif dari suatu larutan. Sifat
koligatif larutan adalah sifat larutan yang ditentukan oleh jumlah partikel dalam larutan
dan tidak bergantung pada jenis partikelnya. Titik beku larutan dapat mengalami
penurunan apabila terjadi peningkatan tekanan dalam cairan yang merupakan selisih antara
titik beku awal dengan titik beku setelah terjadi perubahan sistem. Penurunan titik beku ini
terjadi akibat adanya penurunan tekanan uap, sehingga larutan akan membeku pada
temperatur lebih rendah daripada pelarut murninya.
Air murni membeku pada suhu 0 oC, tetapi dengan adanya zat terlarut misalnya
gula ditambahkan ke dalam air tersebut maka titik beku larutan tidak akan sama dengan
0˚C melainkan akan turun dan lebih rendah dari 0 oC. Hal inilah yang dimaksud sebagai
penurunan titik beku. Penurunan titik beku dilakukan dengan menambahkan suatu zat ke
dalam pelarut yang akan diturunkan titik bekunya, misalnya penambahan garam untuk
menurunkan titik beku air. Percobaan penentuan titik beku larutan ini dilakukan agar dapat
menentukan cara mendapatkan tetapan penurunan titik beku suatu larutan, sehingga berat
molekul zat non volatil dapat ditentukan.

1.2 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:
a. Menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut.
b. Menentukan berat molekul zat non volatil yang tidak diketahui.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MSDS (Materal Safety Data Sheet)


2.1.1 Akuades
Akuades merupakan H2O yang terbentuk dari distilasi air. Aquades merupakan
cairan tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada keadaan standar. Akuades
memiliki berat molekul sebesar 18,0134 g/mol. Derajat keasaman (pH) dari akuades adalah
netral yaitu 7,0. Titik didih akuades yaitu 100oC dan titik leburnya 0oC. Tekanan uap
akuades pada suhu 20oC adalah 17,5 mmHg. Aquades memiliki massa jenis 1,00 g/cm3.
Akuades merupakan pelarut universal, sehingga memiliki kemampuan untuk melarutkan
banyak zat kimia lainnya. Sifat dari bahan ini yaitu non-korosif untuk kulit dan tidak
berbahaya dalam kasus tertelan. Akuades yang mengenai mata, kulit, tertelan, atau juga
terhisap tidak menimbulkan gejala serius atau tidak berbahaya. Akuades sebaiknya
disimpan dalam wadah yang tertutup rapat (Anonim, 2015).
2.1.2 Asam asetat glasial
Asam asetat glasial dikenal sebagai asam cuka yang biasanya digunakan sebagai
pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris
C2H4O2. Asam asetat murni (asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis yang tidak
berwarna dan memiliki titik beku 16,7°C. Asam asetat merupakan nama trivial atau nama
dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Asam
asetat mempunyai keadaan fisik dan penampilan berupa cairan, titik lebur 16,7oC, titik
didih 118oC, massa jenis 1,05 gram/mL, massa jenis uap 2,07 gram/L, tekanan uap pada
suhu 20oC adalah 11 mmHg, sedangkan pada suhu 30oC tekanan uapnya 30 mmHg. Bahan
ini bersifat sangat korosif dan menyebabkan luka bakar yang serius. Berbahaya dalam
kasus kontak mata, kontak kulit, menelan dan inhalasi. Tindakan pertolongan pertama
untuk kontak mata yaitu periksa dan lepaskan lensa kontak, kemudian segera siram mata
dengan banyak air. Kasus kontak kulit yaitu segera siram kulit dengan banyak air
sekurang-kurangnya 15 menit. Asam asetat ketika tertelan tidak boleh dimuntahkan kecuali
diarahkan oleh tenaga medis dan segera diberikan air atau susu sebanyak 2 gelas. Asam
asetat yang terhirup segera mencari udara segar dan diberikan nafas buatan atau oksigen
jika tidak dapat bernapas (Anonim, 2015).
2.1.3 Naftalen
Naftalen adalah senyawa kimia yang berwujud padat berupa kristal berwarna putih,
berbau aromatik. Naftalen memiliki berat molekul 128,19 g/mol dengan titik didih 218oC
dan titik lebur 80,2oC. Naftalen mudah larut dalam air panas, metanol, n-oktanol, dan
sangat sedikit terdispersi dalam air dingin. Naftalen berbahaya apabila kontak dengan
mata, kontak dengan kulit, dan tertelan. Tindakan pertolongan pertama untuk kontak mata
yaitu periksa dan lepaskan lensa kontak, segera dibasuh mata dengan banyak air mengalir
selama minimal 15 menit. Kontak dengan kulit yaitu kulit segera dicuci dengan banyak air.
Naftalen yang tertelan tidak boleh dimuntahkan kecuali diarahkan oleh tenanga medis
(Anonim, 2015).
2.1.4 Natrium klorida
Natrium klorida mempunyai sifat fisik berupa padatan kristal berwarna putih dengan
rumus molekul NaCl. Natrium klorida memiliki massa molar 58.443 g/mol, titik leleh
801°C, titik didih 1465°C. Kelarutan NaCl dalam air pada suhu 0°C adalah 35,6 g/100 mL,
pada suhu 25°C adalah 35.9 g/100 mL dan pada suhu 100°C adalah 39,1 g/100 mL. NaCl
larut dalam gliserol, etilen glikol, asam formiat dan tidak larut dalam HCl. NaCl yang
merupakan garam dapur ini tidak berbahaya apabila tertelan, namun jika dalam jumlah
yang banyak dapat menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama.
Kontak dengan kulit dapat menimbulkan rasa perih, dan jika terkena mata dapat
menimbulkan iritasi ringan. Pertolongan pertama yang harus dilakukan yaitu dengan
membilas mata dan kulit yang terkena garam dapur selama kurang lebih 15 menit, jika
terjadi iritasi atau gejala yang lebih parah segera hubungi petugas medis. NaCl sebaiknya
disimpan di tempat yang sejuk, kering dan tertutup (Anonim, 2015).

2.2 Dasar Teori


Titik beku adalah suhu dimana terjadi perubahan fasa dari wujud zat cair ke padat
pada pelarut tertentu. Air membeku pada suhu 0°C pada tekanan 1 atm, karena pada suhu
tersebut tekanan uap air sama dengan tekanan uap es. Selisih antara titik beku pelarut
dengan titik beku larutan disebut penurunan titik beku (ΔTf). Penurunan titik beku
merupakan selisih antara titik beku pelarut dan titik beku larutan, dimana titik beku larutan
lebih rendah daripada titik beku pelarut. Penurunan titik beku tidak bergantung pada jenis
zat terlarut, tetapi hanya pada konsentrasi partikel dalam larutan (Atkins, 1987).
Titik beku pelarut murni adalah titik beku suatu zat murni yang akan menjadi
pelarut. Titik beku pelarut murni seperti air misalnya yaitu 0 oC, adanya zat terlarut
misalnya gula yang ditambahkan ke dalam air maka titik beku larutan ini tidak akan sama
dengan 0 oC melainkan akan menjadi lebih rendah dari 0 oC. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya penurunan titik beku yang diakibatkan oleh masuknya suatu zat terlarut
sehingga pelarut tersebut menjadi tidak murni dan titik bekunya akan berubah menjadi
berkurang. Penurunan titik beku atau peningkatan titik didih, sama seperti penurunan
tekanan uap sebanding dengan konsentrasi fraksi molnya (Chang, 2003).
Sifat-sifat larutan ada yang bergantung pada jenis dan yang tidak bergantung pada
jenis zat terlarut namun hanya tergantung pada konsentrasi zat terlarut saja, sehingga
semakin besar konsentrasi yang ditambahkan dalam larutan, maka penurunan titik bekunya
juga akan semakin besar. Larutan yang memiliki konsentrasi sama akan memberikan sifat
yang sama. Sifat larutan yang termasuk golongan ini disebut sifat-sifat koligatif larutan.
Sifat koligatif larutan merupakan sifat larutan yang hanya bergantung pada konsentrasi zat
terlarut dan tidak bergantung pada sifat partikel zat terlarut tersebut. Penambahan zat
terlarut ke dalam suatu pelarut menimbulkan perubahan fisik pelarut tersebut, dimana
besarnya perubahan pada pelarut sebanding dengan molalitas zat terlarut yang
ditambahkan. Perubahan sifat fisik pada pelarut tersebut dapat berupa penurunan tekanan
uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis (Soekardjo, 1989).
Partikel zat terlarut yang bersifat tidak mudah menguap (non volatil) dalam larutan
dapat mengurangi kemampuan zat pelarut untuk menguap, sehingga tekanan uap larutan
akan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murninya. Konsentrasi zat terlarut yang
ditambahkan apabila semakin besar, maka penurunan tekanan uapnya juga akan semakin
besar. Adanya penambahan zat terlarut non valatil tersebut akan mengakibatkan kenaikan
titik didih dan penurunan titik beku larutan. Menurut hukum Roult, besarnya penurunan
tekanan uap larutan, kenaikan titik didih, dan penurunan titik beku larutan yang
mengandung zat terlarut yang bersifat tidak mudah menguap dan tidak mudah mengalami
disosiasi (larutan non elektrolit) sebanding dengan banyaknya partikel zat terlarut.
Besarnya kenaikan titik didih larutan sebanyak 1 molal disebut kenaikan titik didih molal
(Kb), sedangkan besarnya penurunan titik beku larutan sebanyak 1 molal disebut
penurunan titik beku molal (Kf) (Castellan, 1983).

3
Gambar 1.1 Penurunan titik beku larutan (Soekardjo, 1989).
Gambar di atas merupakan gambar diagram fasa suatu larutan yang mengalami
proses pergeseran. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan diagram fasa antara larutan
dengan pelarut murninya. Larutan akan membeku jika temperatur larutan tersebut lebih
rendah daripada titik beku larutan murninya, selisih antara titik beku larutan dengan titik
beku pelarut murninya disebut dengan penurunan titik beku (ΔTf). Zat terlarut dalam suatu
pelarut apabila merupakan zat non volatil, maka penurunan titik bekunya akan sebanding
dengan molalitas larutan (m). Penambahan zat terlarut tertentu pada suatu pelarut akan
mempengaruhi dari sifat koligatif larutannya (Soekardjo, 1989).
Perubahan suhu pada larutan berbanding lurus dengan perubahan tekanan uap
untuk konsentrasi zat terlarut yang cukup rendah, penurunan titik beku berkaitan dengan
molalitas total melalui persamaan berikut ini:
ΔTf = Tfo - Tf = Kf . m ..............................(1)
Nilai Kf merupakan tetapan yang hanya bergantung pada sifat pelarut, dimana penurunan
titik beku larutan sebanding dengan konsentrasi zat yang terlarut. Pengukuran titik beku
larutan sama halnya dengan peningkatan titik didih larutan, sehingga dapat digunakan
untuk menentukan berat molekul suatu zat yang tidak diketahui (Norman, 2001).
Suatu zat pelarut apabila dimasukkan zat lain ke dalamnya yang bersifat tidak mudah
menguap (non volatil), maka energi bebas pelarut tersebut akan menurun. Penurunan
energi bebas ini sesuai dengan persamaan Nerst.
Gº1 – Gº = RT ln x ..............................(2)
dimana : R = Tetapan gas murni umum
T = suhu mutlak
x = Fraksi mol pelarut dalam larutan
(Tim Penyusun Praktikum, 2015).
Penurunan energi bebas ini akan menurunkan kemampuan zat pelarut untuk
berubah menjadi fase uapnya, sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah apabila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni.
Pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan mudah dipahami dengan
bantuan diagram fasa. Misalnya, titik beku larutan (Tf) lebih rendah dibandingkan dengan
titik beku pelarut murni (Tfo). Berdasarkan uraian tersebut, maka penurunan titik beku
larutan dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
ΔTf = Tof – Tf ..............................(3)
Besarnya penurunan titik beku bergantung pada fraksi mol pelarut, karena fraksi
mol zat pelarut merupakan fungsi linier dari fraksi mol zat terlarut X1. Menurut persamaan
X = 1- X1, maka ΔTf dapat dinyatakan sebagai fungsi X1 berikut ini:
R(T°f)2
ΔTf = × X1 .........................(4)
ΔHf

ΔHf merupakan panas pencairan pelarut, jika suatu zat terlarut dimasukkan ke
dalam 1000 g zat terlarut maka di dapat larutan dengan molaritas m, sehingga larutan
tersebut mempunyai fraksi mol zat terlarut sebesar:
𝑚
X1 = 1000 ....................................(5)
+𝑚
𝑀

Rumus untuk menghitung harga Kf adalah sebagai berikut:


W.M1 .ΔTf
Kf = ...................................(6)
1000.W1

sedangkan runus untuk menghitung berat molekul zat terlarut adalah sebagai berikut:
1000.Kf
M1 = W .....................................(7)
ΔTf . W1

(Tim Penyusun Praktikum, 2015).


BAB 3. METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Gelas beaker 1000 mL
- Gelas beaker 800 mL
- Gelas beaker 250 mL
- Pengaduk
- Alat sensor temperatur
- Pipet volume 10 mL
- Ball pipet

3.1.2 Bahan
- Asam cuka glasial
- NaCl
- Es batu
- Air
- Naftalen

3.2 Skema Alat

Gambar 2.1 Desain alat penentuan penurunan titik beku


Keterangan:
A. Sensor temperatur
B. Tabung gelas I
C. Pengaduk
D. Tabung gelas II
E. Tabung gelas III
Skema Kerja
3.2.1 Persiapan
Air, Es, Garam
- dimasukkan ke dalam tabung gelas E
- diisi tabung gelas D dengan air secukupnya
- dimasukkan pelarut asam cuka glasial pada tabung gelas B

Hasil

3.3.2 Penentuan tetapan penurunan titik beku molal


Asam Cuka Glasial
- dimasukkan sebanyak 20 mL ke dalam tabung gelas B sambil
didinginkan
- diamati perubahan suhu pada monitor tiap-tiap menit
- diamati pelarut sudah membeku atau belum ketika suhu sudah terlihat
tetap
- diulangi langkah satu, dua, dan tiga sekali lagi
- ditentukan titik beku pelarut murni Tf
- dibiarkan pelarut mencair kembali
- ditambahkan naftalen (BM=128) sebagai zat terlarut sebanyak 1 gram
- dilakukan percobaan seperti langkah satu, dua, tiga, dan empat
- dicatat titik beku larutan (Tof)
- ditentukan ∆Tf

Hasil

3.3.3 Penentuan berat molekul zat X

Hasil pada percobaan 2.3.2


- dibiarkan mencair kembali dan ditambahkan 2 gram zat X
- diamati perubahan suhunya
- dihitung ∆Tf
- dihitung berat molekul zat X

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan Nilai Kf
No. Keterangan Hasil
1 Tof asam cuka 286,84 K
2 Tof naftalen 282,91 K
3 ∆Tf1 3,93 K
4 Wasam cuka 20,98 gram
𝑔
5 Kf 10,55 𝑚𝑜𝑙.K

4.1.2 Penentuan Berat Molekul Zat X


No. Keterangan Hasil
1 Tof zat X 286,84 K
3 ∆Tf2 9,79 K
4 ∆Tf total 13,71 K
𝑔
5 BM zat X 171,92 𝑚𝑜𝑙

4.2 Pembahasan
Percobaan terakhir dengan judul penentuan titik beku larutan ini dilakukan dengan
tujuan menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan berat
molekul zat non volatil yang tidak diketahui. Penurunan titik beku (∆Tf) adalah selisih
antara titik beku larutan dengan titik beku pelarut murninya, dimana larutan akan
membeku apabila suhu larutan tersebut lebih rendah daripada titik beku pelarut murninya.
Penurunan titik beku dapat terjadi apabila ke dalam suatu pelarut ditambahkan suatu zat
terlarut yang bersifat non volatil. Penambahan zat terlarut tersebut akan menyebabkan
partikel-partikel zat terlarut dalam larutan akan mengalami proses pengaturan molekul-
molekul dalam pembentukkan susunan kristal padat, sehingga diperlukan suhu yang lebih
rendah untuk mencapai susunan kristal padat dari fasa cairnya. Bahan yang digunakan
dalam percobaan ini yaitu asam cuka glasial yang merupakan pelarut murninya, naftalen,
dan zat X yang akan ditentukan berat molekulnya.
Perlakuan pertama yang dilakukan pada percobaan ini yaitu pengukuran titik beku
pelarut murninya. Langkah awal yang dilakukan yaitu menghancurkan es batu yang
kemudian dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 mL (gelas beaker I) yang ditambahkan
air dan garam secukupnya. Penambahan garam ini berfungsi untuk menjaga suhu disekitar
sistem agar tetap konstan dan menurunkan titik beku air sehingga es tidak mudah mencair.
Langkah selanjutnya yaitu gelas beaker 800 mL (gelas beaker II) yang berisi setengah
aquades dimasukkan ke dalam gelas beaker yang pertama. Fungsi aquades ini yaitu untuk
menghambat proses pendinginan yang terlalu cepat. Gelas beaker 250 mL yang berisi
pelarut asam cuka glasial sebanyak 20 mL yang akan diamati suhu awalnya kemudian
dimasukkan ke dalam gelas beaker kedua.
Suhu asam cuka glasial ketika dimasukkan ke dalam gelas beaker kedua mengalami
penurunan dan konstan pada suhu 14 oC untuk pengulangan yang pertama, sedangkan
untuk pengulangan yang kedua konstan pada suhu 13,687 oC. Suhu tersebut merupakan
titik beku pelarut murni asam cuka glasial (Tfo). Titik beku asam cuka berdasarkan literatur
yaitu 16,7 oC. Hasil yang diperoleh pada percobaan sesuai atau mendekati dengan hasil
literatur yang ada, sehingga dapat disimpulkan bahwa percobaan pada asam cuka glasial
adalah benar. Berdasarkan data perubahan suhu asam cuka glasial pada setiap waktu untuk
pengulangan yang pertama dan kedua dapat dibuat dalam bentuk grafik seperti berikut:

Asam Asetat Glasial 1


30
y = -0.0196x + 22.828
25
R² = 0.8324
20
Suhu (⁰C)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 200 400 600 800
waktu (t)

Grafik 1. Grafik Titik Beku Larutan Asam Cuka Glasial Pengulangan I


Asam Asetat Glasial 2
30 y = -0.0844x + 21.355
25 R² = 0.7344

20

Suhu (⁰C)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 50 100 150
waktu (t)

Grafik 2. Grafik Titik Beku Larutan Asam Cuka Glasial Pengulangan II


Berdasarkan kedua grafik tersebut, dapat dilihat bahwa titik beku asam asetat glasial untuk
pengulangan yang pertama dan kedua sama atau mendekati nilai yang sama.
Asam cuka glasial yang telah membeku kemudian dicairkan kembali. Pelarut yang
telah mencair kemudian ditambahkan naftalen sebanyak 1 gram dan diaduk hingga
homogen. Larutan tersebut kemudian didinginkan dalam gelas beaker kedua dan diamati
perubahan suhunya hingga konstan. Suhu larutan ini konstan 11,562 ºC untuk pengulangan
pertama dan 8,25 ºC untuk pengulangan kedua. Suhu larutan ini lebih rendah daripada suhu
pelarut murni asam cuka glasial. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan zat terlarut
non volatil yang menyebabkan energi bebas pelarut berkurang, sehingga kemampuan
pelarut untuk menjadi fase uapnya juga akan berkurang. Hal ini menyebabkan tekanan uap
pelarut dalam larutan akan lebih rendah dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murni,
dimana penurunan tekanan uap ini sebanding dengan penurunan titik beku sehingga suhu
mengalami penurunan. Temperatur pada pengulangan pertama dan kedua mengalami
perbedaan yang sangat signifikan, hal tersebut dikarenakan pada saat pengulangan kedua
terdapat air yang masuk ke dalam gelas beaker yang berisi asam cuka glasial dengan
naftalen, sehingga penurunan titik beku terjadi penurunan yang sangat drastis. Grafik
penurunan suhu asam cuka glasial yang ditambahkan naftalen untuk pengulangan pertama
dan kedua adalah sebagai berikut:
+ Naftalen 1
30
y = -0.0687x + 22.32
25 R² = 0.7968
20

Suhu (⁰C)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 100 200 300
waktu (t)

Grafik 3. Grafik Titik Beku Larutan Asam Cuka Glasial+Naftalen Pengulangan I

+ Naftalen 2
30 y = -0.058x + 18.392
R² = 0.7477
25
20
Suhu (⁰C)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 50 100 150 200 250
waktu (t)

Grafik 4. Grafik Titik Beku Larutan Asam Cuka Glasial+Naftalen Pengulangan II


Berdasarkan grafik 3 dan 4 tersebut dapat diketahui bahwa titik beku asam asetat
glasial setelah ditambahkan dengan naftalen mengalami penurunan, dimana penurunan titik
beku larutan naftalen (∆Tf1) yaitu 3,93 K. Penambahan naftalen ini dapat menurunkan titik
beku larutan. Penurunan titik beku ini dikarenakan adanya partikel zat naftalen yang
menghalangi interaksi molekul asam cuka glasial untuk menjadi padat dan melemahkan
interaksi molekul-molekul asam cuka, sehingga asam cuka akan terganggu dan suhu yang
digunakan untuk membeku menjadi semakin kecil dan akibatnya titik beku larutan asam
cuka glasial akan menurun setelah terjadi penambahan naftalen. Harga Kf larutan asam
cuka glasial yang diperoleh berdasarkan perhitungan yaitu sebesar 10,55 g/mol.K,
sedangkan harga Kf secara teori yaitu sebesar 3,9 g/mol.K. Perbedaan harga K f yang
diperoleh dengan teori ini disebabkan karena asam cuka glasial yang digunakan
kemungkinan sudah terkontaminasi oleh zat lain, sehingga juga akan berpengaruh terhadap
harga Kf yang diperoleh.
Percobaan terakhir yang dilakukan yaitu menentukan berat molekul zat X yang
tidak diketahui, dimana langkah yang dilakukan sama dengan perlakuan ketika
penambahan naftalen dalam pelarut asam cuka glasial. Larutan dari percobaan sebelumnya
atau campuran asam asetat dan naftalen yang sudah membeku dicairkan kembali. Larutan
setelah mencair kemudian ditambahkan dengan 2 gram zat X yang tidak diketahui dan
diaduk hingga campuran menjdai homogen. Suhu larutan diukur hingga konstan, dimana
suhu larutan konstan pada 4,5 ºC untuk pengulangan pertama dan 3,625 ºC untuk
pengulangan kedua. Suhu yang diperoleh ini merupakan titik beku larutan setelah
ditambahkan naftalen dan zat X. Grafik penurunan suhu asam cuka glasial yang
ditambahkan naftalen dan zat X untuk pengulangan pertama dan kedua adalah sebagai
berikut:

+ Zat X
y = -0.0538x + 22.865
30 R² = 0.857

20
Suhu (⁰C)

10 Series1
Linear (Series1)
0
0 200 400 600
-10
waktu (t)

Grafik 5. Grafik Titik Beku Larutan Asam Cuka Glasial+Naftalen+Zat X


Pengulangan I

+ Zat X 2
y = -0.0274x + 19.612
30 R² = 0.8736
25
20
Suhu (⁰C)

15
Series1
10
5 Linear (Series1)
0
-5 0 200 400 600 800
waktu (t)

Grafik 6. Grafik Titik Beku Larutan Asam Cuka Glasial+Naftalen+Zat X


Pengulangan II
Berdasarkan kedua grafik tersebut dapat diketahui bahwa titik beku larutan
mengalami penurunan daripada suhu larutan sebelum ditambahkan zat X. Hal ini
dikarenakan larutan asam cuka glasial dan naftalen yang belum ditambahkan dengan zat X
sudah terkontaminasi dengan akuades pada gelas beker 2, sehingga titik beku larutan
tersebut semakin menurun dengan drastis karena adanya kuades. Pada dasarnya larutan
akan mengalami penurunan titik beku seiring dengan bertambahnya jumlah zat terlarut
dalam larutan karena apabila semakin banyak jumlah partikel dalam larutan maka energi
kinetik larutan yang dihasilkan akan semakin berkurang. Titik beku larutan (∆Tf2) setelah
ditambahkan naftalen dan zat X lebih rendah daripada titik beku pelarut murninya yaitu
asam cuka glasial, dimana titik beku larutan yang diperoleh setelah ditambahkan naftalen
dan zat X sebesar 9,78 K. Nilai titik beku larutan zat X ini kemudian dapat digunakan
untuk mencari ∆Tftotal. ∆Tftotal merupakan penjumlahan antara titik beku larutan zat X dan
titik beku larutan naftalen, dimana ∆Tftotal diperoleh sebesar 13,71 K. ∆Tftotal tersebut
kemudian digunakan untuk menentukan berat molekul zat X yang tidak diketahui. Berat
molekul zat X yang diperoleh yaitu sebesar 171,92 g/mol. Zat X yang digunakan tersebut
merupakan NaCl yang mempunyai berat molekul sebesar 58,5 g/mol. Perbedaan hasil yang
diperoleh ini kemungkinan disebabkan karena zat X yang digunakan tidak murni
melainkan mengandung zat pengotor atau senyawa lain, sehingga dapat mempengaruhi
berat molekul yang diperoleh, selain itu larutan yang ditambahkan juga telah
terkontaminasi dengan akuades.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan titik beku larutan ini dapat disimpulkan bahwa harga Kf
𝑔
adalah sebesar 10,55 𝐾 dan nilai berat molekul dari larutan non volatil yang telah
𝑚𝑜𝑙
𝑔
dihitung yaitu sebesar 171,92 𝑚𝑜𝑙.

5.2 Saran
Adapun saran pada paktikum kali ini yaitu sebaiknya praktikan harus berhati-hati
dalam melakukan percobaan agar tidak terjadi kesalahan sehingga hasil yang diperoleh
sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Aquades. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321. [Serial


Online]. Diakses 08 November 2015.
Anonim. 2015. Asam Asetat Glasial.
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9922769. [Serial Online]. Diakses 08
November 2015.
Anonim. 2015. Naftalen. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927671. [Serial
Online]. Diakses 08 November 2015.
Anonim. 2015. Natrium klorida. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9867454.
[Serial Online]. Diakses 08 November 2015.
Atkins, P.W. 1987. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.
Castellan, G.W. 1983. Physical Chemistry. 2nd edition. Massachussets: Adisson-Wesley.
Chang, R. 2003. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga
Norman, 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.
Soekardjo.1989. Kimia Fisik . Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Kimia Fisik. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember: Universitas Jember.
LAMPIRAN

1. Penentuan nilai Kf
Tof = 13,84⁰C = 286,84 K
Tf = 9,91⁰C = 282,91 K
ΔTf1 = Tof - Tf = 286,84 K - 282,91 K = 3,93 K
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝜌𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 =
𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 = 𝜌𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 × 𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝑔
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 = 1,049 × 20 𝑚𝐿
𝑚𝐿
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 = 20,98 𝑔𝑟𝑎𝑚
Sehingga:
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 × 𝑀𝑟𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛 × ∆𝑇𝑓
𝐾𝑓 =
1000 × 𝑤𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛
𝑔
20,98 𝑔 × 128 × 3,93 𝐾
𝐾𝑓 = 𝑚𝑜𝑙
1000 × 1 𝑔
𝑔
𝐾𝑓 = 10,55 𝐾
𝑚𝑜𝑙

2. Penentuan Massa Zat X


Tof = 13,84⁰C = 286,84 K
Tf = 4,063⁰C = 277,06 K
ΔTf2 = Tof - Tf = 286,84 K – 277,06 K = 9,78 K
ΔTf total = ΔTf1 + ΔTf2 = 3,93 K + 9,78 K = 13,71 K
1000 𝑥 𝐾𝑓 𝑊 𝑧𝑎𝑡 𝑥 𝑊 𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛
Tf total = (𝑊 𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎) {(𝑀𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑥) + 𝑀𝑟 𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛}

1000.10,55K .g / mol  2 g  2g 
13,71 K =   
20,98 g  Mr.zat.x  128g / mol 
 2 g  2g 
13,71 K = 502,86 K / mol   
 Mr.zat.x  128g / mol 
1005,72 K .g / mol 1005,72 K .g / mol
13,71 K = 
Mr.zat.x 128 g / mol
1005,72 K .g / mol
13,71 K =  7,86 K
Mr.zat.x
1005,72 K .g / mol
5,85 K =
Mr.zat .x
1005,72 K .g / mol
Mr zat X =
5,85K

Mr zat X = 171,92 g/mol

3. Grafik

Asam Asetat Glasial 1


30
y = -0.0196x + 22.828
25
R² = 0.8324
20
Suhu (⁰C)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 200 400 600 800
waktu (t)

Asam Asetat Glasial 2


30
y = -0.0844x + 21.355
25 R² = 0.7344

20
Suhu (⁰C)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 50 100 150
waktu (t)
+ Naftalen 1
30
y = -0.0687x + 22.32
25 R² = 0.7968
20
Suhu (⁰C) 15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 100 200 300
waktu (t)

+ Naftalen 2
30 y = -0.058x + 18.392
R² = 0.7477
25
20
Suhu (⁰C)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 50 100 150 200 250
waktu (t)

+ Zat X
30
y = -0.0538x + 22.865
25 R² = 0.857
20
Suhu (⁰C)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
-5 0 100 200 300 400 500
waktu (t)
+ Zat X 2
30 y = -0.0274x + 19.612
25 R² = 0.8736

20
Suhu (⁰C) 15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
-5 0 200 400 600 800
waktu (t)

Anda mungkin juga menyukai