KIMIA FISIK II
3
Gambar 1.1 Penurunan titik beku larutan (Soekardjo, 1989).
Gambar di atas merupakan gambar diagram fasa suatu larutan yang mengalami
proses pergeseran. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan diagram fasa antara larutan
dengan pelarut murninya. Larutan akan membeku jika temperatur larutan tersebut lebih
rendah daripada titik beku larutan murninya, selisih antara titik beku larutan dengan titik
beku pelarut murninya disebut dengan penurunan titik beku (ΔTf). Zat terlarut dalam suatu
pelarut apabila merupakan zat non volatil, maka penurunan titik bekunya akan sebanding
dengan molalitas larutan (m). Penambahan zat terlarut tertentu pada suatu pelarut akan
mempengaruhi dari sifat koligatif larutannya (Soekardjo, 1989).
Perubahan suhu pada larutan berbanding lurus dengan perubahan tekanan uap
untuk konsentrasi zat terlarut yang cukup rendah, penurunan titik beku berkaitan dengan
molalitas total melalui persamaan berikut ini:
ΔTf = Tfo - Tf = Kf . m ..............................(1)
Nilai Kf merupakan tetapan yang hanya bergantung pada sifat pelarut, dimana penurunan
titik beku larutan sebanding dengan konsentrasi zat yang terlarut. Pengukuran titik beku
larutan sama halnya dengan peningkatan titik didih larutan, sehingga dapat digunakan
untuk menentukan berat molekul suatu zat yang tidak diketahui (Norman, 2001).
Suatu zat pelarut apabila dimasukkan zat lain ke dalamnya yang bersifat tidak mudah
menguap (non volatil), maka energi bebas pelarut tersebut akan menurun. Penurunan
energi bebas ini sesuai dengan persamaan Nerst.
Gº1 – Gº = RT ln x ..............................(2)
dimana : R = Tetapan gas murni umum
T = suhu mutlak
x = Fraksi mol pelarut dalam larutan
(Tim Penyusun Praktikum, 2015).
Penurunan energi bebas ini akan menurunkan kemampuan zat pelarut untuk
berubah menjadi fase uapnya, sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah apabila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni.
Pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan mudah dipahami dengan
bantuan diagram fasa. Misalnya, titik beku larutan (Tf) lebih rendah dibandingkan dengan
titik beku pelarut murni (Tfo). Berdasarkan uraian tersebut, maka penurunan titik beku
larutan dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
ΔTf = Tof – Tf ..............................(3)
Besarnya penurunan titik beku bergantung pada fraksi mol pelarut, karena fraksi
mol zat pelarut merupakan fungsi linier dari fraksi mol zat terlarut X1. Menurut persamaan
X = 1- X1, maka ΔTf dapat dinyatakan sebagai fungsi X1 berikut ini:
R(T°f)2
ΔTf = × X1 .........................(4)
ΔHf
ΔHf merupakan panas pencairan pelarut, jika suatu zat terlarut dimasukkan ke
dalam 1000 g zat terlarut maka di dapat larutan dengan molaritas m, sehingga larutan
tersebut mempunyai fraksi mol zat terlarut sebesar:
𝑚
X1 = 1000 ....................................(5)
+𝑚
𝑀
sedangkan runus untuk menghitung berat molekul zat terlarut adalah sebagai berikut:
1000.Kf
M1 = W .....................................(7)
ΔTf . W1
3.1.2 Bahan
- Asam cuka glasial
- NaCl
- Es batu
- Air
- Naftalen
Hasil
Hasil
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan Nilai Kf
No. Keterangan Hasil
1 Tof asam cuka 286,84 K
2 Tof naftalen 282,91 K
3 ∆Tf1 3,93 K
4 Wasam cuka 20,98 gram
𝑔
5 Kf 10,55 𝑚𝑜𝑙.K
4.2 Pembahasan
Percobaan terakhir dengan judul penentuan titik beku larutan ini dilakukan dengan
tujuan menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan berat
molekul zat non volatil yang tidak diketahui. Penurunan titik beku (∆Tf) adalah selisih
antara titik beku larutan dengan titik beku pelarut murninya, dimana larutan akan
membeku apabila suhu larutan tersebut lebih rendah daripada titik beku pelarut murninya.
Penurunan titik beku dapat terjadi apabila ke dalam suatu pelarut ditambahkan suatu zat
terlarut yang bersifat non volatil. Penambahan zat terlarut tersebut akan menyebabkan
partikel-partikel zat terlarut dalam larutan akan mengalami proses pengaturan molekul-
molekul dalam pembentukkan susunan kristal padat, sehingga diperlukan suhu yang lebih
rendah untuk mencapai susunan kristal padat dari fasa cairnya. Bahan yang digunakan
dalam percobaan ini yaitu asam cuka glasial yang merupakan pelarut murninya, naftalen,
dan zat X yang akan ditentukan berat molekulnya.
Perlakuan pertama yang dilakukan pada percobaan ini yaitu pengukuran titik beku
pelarut murninya. Langkah awal yang dilakukan yaitu menghancurkan es batu yang
kemudian dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 mL (gelas beaker I) yang ditambahkan
air dan garam secukupnya. Penambahan garam ini berfungsi untuk menjaga suhu disekitar
sistem agar tetap konstan dan menurunkan titik beku air sehingga es tidak mudah mencair.
Langkah selanjutnya yaitu gelas beaker 800 mL (gelas beaker II) yang berisi setengah
aquades dimasukkan ke dalam gelas beaker yang pertama. Fungsi aquades ini yaitu untuk
menghambat proses pendinginan yang terlalu cepat. Gelas beaker 250 mL yang berisi
pelarut asam cuka glasial sebanyak 20 mL yang akan diamati suhu awalnya kemudian
dimasukkan ke dalam gelas beaker kedua.
Suhu asam cuka glasial ketika dimasukkan ke dalam gelas beaker kedua mengalami
penurunan dan konstan pada suhu 14 oC untuk pengulangan yang pertama, sedangkan
untuk pengulangan yang kedua konstan pada suhu 13,687 oC. Suhu tersebut merupakan
titik beku pelarut murni asam cuka glasial (Tfo). Titik beku asam cuka berdasarkan literatur
yaitu 16,7 oC. Hasil yang diperoleh pada percobaan sesuai atau mendekati dengan hasil
literatur yang ada, sehingga dapat disimpulkan bahwa percobaan pada asam cuka glasial
adalah benar. Berdasarkan data perubahan suhu asam cuka glasial pada setiap waktu untuk
pengulangan yang pertama dan kedua dapat dibuat dalam bentuk grafik seperti berikut:
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 200 400 600 800
waktu (t)
20
Suhu (⁰C)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 50 100 150
waktu (t)
Suhu (⁰C)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 100 200 300
waktu (t)
+ Naftalen 2
30 y = -0.058x + 18.392
R² = 0.7477
25
20
Suhu (⁰C)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 50 100 150 200 250
waktu (t)
+ Zat X
y = -0.0538x + 22.865
30 R² = 0.857
20
Suhu (⁰C)
10 Series1
Linear (Series1)
0
0 200 400 600
-10
waktu (t)
+ Zat X 2
y = -0.0274x + 19.612
30 R² = 0.8736
25
20
Suhu (⁰C)
15
Series1
10
5 Linear (Series1)
0
-5 0 200 400 600 800
waktu (t)
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan titik beku larutan ini dapat disimpulkan bahwa harga Kf
𝑔
adalah sebesar 10,55 𝐾 dan nilai berat molekul dari larutan non volatil yang telah
𝑚𝑜𝑙
𝑔
dihitung yaitu sebesar 171,92 𝑚𝑜𝑙.
5.2 Saran
Adapun saran pada paktikum kali ini yaitu sebaiknya praktikan harus berhati-hati
dalam melakukan percobaan agar tidak terjadi kesalahan sehingga hasil yang diperoleh
sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Penentuan nilai Kf
Tof = 13,84⁰C = 286,84 K
Tf = 9,91⁰C = 282,91 K
ΔTf1 = Tof - Tf = 286,84 K - 282,91 K = 3,93 K
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝜌𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 =
𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 = 𝜌𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 × 𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝑔
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 = 1,049 × 20 𝑚𝐿
𝑚𝐿
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 = 20,98 𝑔𝑟𝑎𝑚
Sehingga:
𝑤𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 × 𝑀𝑟𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛 × ∆𝑇𝑓
𝐾𝑓 =
1000 × 𝑤𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛
𝑔
20,98 𝑔 × 128 × 3,93 𝐾
𝐾𝑓 = 𝑚𝑜𝑙
1000 × 1 𝑔
𝑔
𝐾𝑓 = 10,55 𝐾
𝑚𝑜𝑙
1000.10,55K .g / mol 2 g 2g
13,71 K =
20,98 g Mr.zat.x 128g / mol
2 g 2g
13,71 K = 502,86 K / mol
Mr.zat.x 128g / mol
1005,72 K .g / mol 1005,72 K .g / mol
13,71 K =
Mr.zat.x 128 g / mol
1005,72 K .g / mol
13,71 K = 7,86 K
Mr.zat.x
1005,72 K .g / mol
5,85 K =
Mr.zat .x
1005,72 K .g / mol
Mr zat X =
5,85K
3. Grafik
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 200 400 600 800
waktu (t)
20
Suhu (⁰C)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 50 100 150
waktu (t)
+ Naftalen 1
30
y = -0.0687x + 22.32
25 R² = 0.7968
20
Suhu (⁰C) 15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 100 200 300
waktu (t)
+ Naftalen 2
30 y = -0.058x + 18.392
R² = 0.7477
25
20
Suhu (⁰C)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 50 100 150 200 250
waktu (t)
+ Zat X
30
y = -0.0538x + 22.865
25 R² = 0.857
20
Suhu (⁰C)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
-5 0 100 200 300 400 500
waktu (t)
+ Zat X 2
30 y = -0.0274x + 19.612
25 R² = 0.8736
20
Suhu (⁰C) 15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
-5 0 200 400 600 800
waktu (t)