Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum KI2241

Energetika Kimia

Percobaan D-1.D-2

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

Nama : Fry Voni Steky

NIM : 10514034

Kelompok : III

Tanggal Percobaan : 24 Februari 2016

Tanggal Pengumpulan : 2 Maret 2016

Asisten : Nayla (20514051)

LABORATORIUM KIMIA FISIK

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2016
I. JUDUL PERCOBAAN

Sifat Koligatif Larutan

II. TUJUAN PERCOBAAN

1. Menentukan keaktifan zat terlarut naftalen menggunakan data penurunan titik


beku larutan.
2. Menentukan massa molekul relatif zat terlarut naftalen menggunakan data
kenaikan titik didih larutan.

III. TEORI DASAR

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat
terlarut, melainkan hanya bergantung pada keaktifan atau jumlah zat terlarut yang
ada dalam larutan. Sifat-sifat yang termasuk sifat koligatif larutan adalah
penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih[1].

ΔTb = Tb larutan – Tb pelarut = Kb.m


ΔTf = Tf pelarut – Tf larutan = Kf.m

Potensial kimia adalah ukuran kestabilan suatu spesi kimia yang digunakan untuk
memprediksi perubahan fasa dan reaksi kimia dengan zat lain. Zat terlarut akan
menurunkan potensial kimia dari pelarut karena akan menstabilkan pelarut dari
perubahan fasa maupun reaksi, akibat adanya interaksi zat terlarut dengan pelarut.
Interaksi tersebut akan menyebabkan kenaikan titik didih dan penurunan titik beku.

Potensial kimia (μ) berhubungan dengan keaktifan zat (a) dalam larutan. Apabila
suatu zat dilarutkan ke dalam cairan, maka potensial kimia larutan adalah:

μ = μo + RT.ln(a)
a = γ. m

1
Koefisien keaktifan (γ) akan bernilai satu apabila larutan ideal. Untuk larutan tidak
ideal dan encer, koefisien keaktifan dapat ditentukan menggunakan koefisien
osmosis (g):
1000
g=– . ln(aP)
Mr P . massa pelarut

Penurunan rumus lebih lanjut akan menghasilkan persamaan:

m2
(1- ǵ )
ln(γ) = 1 – ǵ + ∫ dm
m1
m

IV. DATA PENGAMATAN

A. Penentuan Titik Beku


massa pelarut (benzena) = 28,63 gr
massa naftalena larutan 1 = 0,50 gr
massa naftalena larutan 2 = 1,00 gr

Waktu ke T pelarut (oC) T larutan 1 (oC) T larutan 2 (oC)


1 0,25 0,50 0,32
2 0,40 0,92 0,60
3 0,57 1,24 0,84
4 0,74 1,54 1,04
5 0,91 1,85 1,24
6 1,06 2,12 1,42
7 1,27 2,35 1,62
8 1,43 2,57 1,80
9 1,53 2,75 1,91
10 1,64 2,89 2,12
11 1,78 2,85 2,26
12 1,92 2,85 2,44
13 2,03 2,85 2,59
14 2,11 2,76
15 2,05 2,91
16 2,01 3,05
17 1,99 3,17
18 1,96 3,30
19 1,96 3,43
20 1,96 3,55
21 3,66

2
22 3,76
23 3,64
24 3,55
25 3,53
26 3,53
27 3,53
Tabel 1 Penentuan titik beku

Tf pelarut = 1,96oC
Tf larutan 1 = 2,85oC
Tf larutan 2 = 3,53oC

B. Penentuan Titik Didih


massa pelarut (sikloheksena) = 31,85 gr
massa naftalena larutan 1 = 0,50 gr
massa naftalena larutan 2 = 1,00 gr

Waktu ke T pelarut (oC) T larutan 1 (oC) T larutan 2 (oC)


1 0,70 3,30 3,57
2 1,61 4,08 3,99
3 2,07 4,18 4,16
4 2,70 4,12 4,15
5 3,00 4,22 3,88
6 3,10 4,23 4,05
7 3,39 4,24 4,21
8 3,56 4,24 4,28
9 3,64 4,24 4,32
10 3,76 4,245 4,08
11 3,86 4,245 4,25
12 3,92 4,245 4,20
13 3,80 4,23
14 3,90 4,25
15 3,85 4,24
16 3,90 4,28
17 3,94 4,28
18 4,00 4,28
19 3,98
20 3,98
21 4,20
22 3,96
23 4,00
24 4,10
25 4,30

3
26 4,40
27 4,40
28 4,50
29 4,60
30 4,60
31 4,60
Tabel 2 Penentuan titik didih

Tb pelarut = 4,60oC
Tb larutan 1 = 4,245oC
Tb larutan 2 = 4,28oC

V. PENGOLAHAN DATA

A. Penurunan Titik Beku


a. Perhitungan ΔTf
ΔTf = Tf larutan – Tf pelarut
ΔTf 1 = 2,85 – 1,96 oC ΔTf 1 = 0,89oC
ΔTf 2 = 3,53 – 1,96 oC ΔTf 2 = 1,57oC

b. Perhitungan keaktifan pelarut benzena (ap)


Persamaan keaktifan pelarut untuk benzena:
ln(ap) = –6,68.10-3.ΔTf – 2,6.10-5.(ΔTf)2
ln(ap 1) = –6,68.10-3.(0,89) – 2,6.10-5.(0,89)2 = –5,96. 10-3 ap 1 = 0,994 m
ln(ap 1) = –6,68.10-3.(1,57) – 2,6.10-5.(1,57)2 = –10,55. 10-3 ap 2 = 0,990 m
a p 1 + a p 2 0,994+0,990
á p = = á p = 0,992 m
2 2

c. Perhitungan molalitas larutan (m)


massa naftalen 1000
m= .
Mr naftalen massa pelarut
0,50 gr 1000
m1 = . m1 = 0,136 m
128,19 gr/mol 28,63 gr
1,00 gr 1000
m2 = . m2 = 0,272 m
128,19 gr/mol 28,63 gr
m 1 + m 2 0,136+0,272
ḿ = = ḿ = 0,204 m
2 2

4
d. Perhitungan koefisien osmosis (g)
1000
g=– . ln(ap)
Mr benzena .m
1000
g1 = – . ln(0,994) g1 = 0,566
78,11 gr/mol .0,136 m
1000
g2 = – . ln(0,990) g2 = 0,473
78,11 gr/mol .0,272 m
g 1 + g2 0,566+0,473
ǵ = = ǵ = 0,5195
2 2

e. Perhitungan koefisien keaktifan (γ)


(i) Cara luas trapesium

4
3.5 3.53
3
2.5
2 1.77
1.5
1
0.5
0
0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 0.22 0.24 0.26 0.28
1- ǵ
Gambar 1 Kurva terhadap m
m

( d1 +d 2 ) (3,533+1,766)
luas trapesium = L = .l = .(0,272-0,136) = 0,3603
2 2
ln(γ) = (1 – ǵ) + L = (1 – 0,5195) + 0,3603 = 0,8408
γ = 2,318
(ii) Cara persamaan
m2 m2
(1- ǵ ) 1
ln(γ) = (1 – ǵ) + ∫ m dm = (1 – ǵ) + (1 – ǵ).∫ m dm
m1 m 1

m2
ln(γ) = (1 – ǵ) + (1 – ǵ). ln
m1

5
0,272
ln(γ) = (1 – 0,5195) + (1 – 0,5195). ln = 0,8135
0,136
γ = 2,255

f. Perhitungan keaktifan zat terlarut (at)


at = γ. ḿ = 2,255. 0,204 m
at = 0,460 m

B. Kenaikan Titik Didih


a. Perhitungan ΔTb
ΔTb = Tf pelarut – Tf larutan
ΔTb 1 = 4,6 – 4,245 oC ΔTf 2 = 0,355oC
ΔTb 2 = 4,6 – 4,28 oC ΔTf 2 = 0,32oC

b. Perhitungan Mr naftalena
ΔHv sikloheksena = 29,97 kJ/mol
Tb sikloheksena = 82,97oC = 355,97 K
Mr sikloheksena.R . T b2 massa terlarut 1000
ΔTb = . .
1000. ∆H v Mr terlarut massa pelarut

Mr sikloheksena.R . T b2 massa naftalena 1000


Mr terlarut = . .
1000. ∆H v ∆T b massa pelarut
Mr terlarut 1 =

82,143 gr/mol.8,314 J/( K.mol ).(355,97 K)2 0,50 gr 1000


3
. .
1000. 29,97.10 J/mol 0,355 K 31,85 gr
Mr terlarut 1 = 127,68 gr/mol
Mr terlarut 2 =

82,143 gr/mol.8,314 J/( K.mol ).(353,74 K)2 1,00 gr 1000


. .
1000. 29,97.10 3 J/mol 0,32 K 31,85 gr
Mr terlarut 2 = 283,31 gr/mol
Mr 1 + Mr 2 127,68+283,31
Ḿr = = Ḿr = 205,495 gr/mol
2 2

VI. PEMBAHASAN
6
Potensial Kimia, Keaktifan Zat, dan Sifat Koligatif
Potensial kimia adalah ukuran kestabilan suatu spesi kimia yang digunakan untuk
memprediksi perubahan fasa dan reaksi kimia suatu spesi kimia terhadap
komponen lain dalam suatu sistem. Potensial kimia menunjukkan perubahan nilai
energi bebas Gibbs yang dialami zat ketika ditambahkan ke dalam suatu sistem
dengan tekanan, suhu, dan jumlah komponen lain yang tetap [1]. Zat kimia yang
memiliki potensial kimia tinggi akan bergerak dari satu fasa ke fasa lain atau
bereaksi dengan zat lain untuk menurunkan total energi bebas Gibbs dari sistem.

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak ditentukan berdasarkan jenis
zat terlarut, tetapi ditentukan berdasarkan pada keaktifan atau jumlah zat terlarut
yang ada dalam larutan[1]. Zat terlarut akan menurunkan potensial kimia dari
pelarut karena akan menstabilkan pelarut dari perubahan fasa maupun reaksi,
akibat adanya interaksi zat terlarut dengan pelarut. Interaksi tersebut akan
menyebabkan kenaikan titik didih dan penurunan titik beku, yang termasuk sifat
koligatif larutan.

Larutan ideal adalah larutan yang mematuhi hukum Raoult. Hukum Raoult
menjelaskan bahwa tekanan uap suatu larutan ideal akan sebanding fraksi mol dari
zat terlarut yang ditambahkan ke dalam larutan tersebut[1]. Melalui besaran, fraksi
mol yang mendekati nilai satu atau nol dianggap sebagai larutan ideal dan
mengikuti hukum Raoult. Secara fisik, larutan disebut ideal apabila interaksi
antarzat terlarut, antarzat pelarut, dan antara zat terlarut-pelarutnya sama besar,
sehingga tidak mengubah interaksi total yang ada dalam larutan. Jika interaksinya
berbeda, maka akan terjadi penyimpangan pada hukum Raoult, baik positif
maupun negatif. Hukum Raoult juga dapat dinyatakan dalam besaran potensial
kimia, yang nilainya ditentukan oleh aktivitas zat terlarut.

Dalam termodinamika larutan, sifat koligatif larutan tak ideal ditentukan dengan
koefisien keaktifan yang berdasarkan atas larutan ideal atau larutan encer ideal [2].
Koefisien keaktifan (γ) pada dasarnya adalah suatu faktor pengali pada konsentrasi
zat pada kondisi ideal yang terjadi karena tiga hal, yaitu interaksi antarmolekul
pada zat terlarut-zat terlarut, zat terlarut-pelarut, dan pelarut-pelarut [3]. Ketika nilai

7
γ mendekati 1, maka zat akan berlaku ideal, sehingga hukum Raoult akan
terpenuhi. Ketika nilai γ > 1, zat akan memiliki deviasi positif dari hukum Raoult
dan deviasi negatif jika nilai γ < 1.

Fungsi Reagen dan Alat

Pada percobaan ini, termometer yang digunakan adalah termometer Beckmann.


Termometer Beckmann adalah termometer yang digunakan untuk mengukur
perubahan kecil pada temperatur dengan ketelitian sampai 0,001oC[4]. Dengan
ketelitian ini, termometer Beckmann dapat digunakan untuk menentukan titik beku,
titik didih, dan kalorimetri. Termometer Beckmann menggunakan raksa yang
berada pada suatu cekungan. Cekungan raksa dapat berada pada bagian bawah
raksa apabila termometer yang digunakan dipakai untuk mengukur titik didih dan
berada pada bagian atas apabila dipakai untuk mengukur titik beku. Raksa akan
bergerak di sepanjang termometer menanggapi perubahan suhu yang terjadi, dan
skala yang terbaca bukanlah suhu sebenarnya, melainkan skala perubahan suhu.

Selama pengukuran titik beku larutan, larutan harus diaduk. Hal ini bertujuan agar
larutan tidak membeku yang akhirnya akan menyebabkan suhu turun terus menerus
sampai skala terbesar. Pengadukan juga menghindari terjadinya keadaan lewat
beku[2]. Sebelum digunakan, termometer Beckmann juga harus dicelupkan ke
dalam suhu yang rendah terlebih dahulu (misalnya es) agar tidak terjadi loncatan
pada raksa di dalamnya. Loncatan ini terjadi karena perubahan suhu yang
mendadak.

Pada pengerjaan pengukuran titik didih larutan, ke dalam alat Cotrell ditambahkan
batu didih. Batu didih berfungsi untuk menghomogenkan suhu yang ada larutan
serta menghindari terjadinya keadaan lewat didih[5]. Batu didih memiliki pori-pori
yang dapat menangkap gas/gelembung yang ada pada larutan dan melepaskannya
ke permukaan larutan, sehingga menghindari terjadinya letupan. Pengukuran
dimulai sejak larutan mulai meletup-letup dalam alat dari keadaan sebelumnya
yang tenang. Hal ini bertujuan agar tidak ada pelarut yang menguap yang akan
mempengaruhi data yang diperoleh.

8
Analisis Data

Dari percobaan, didapat keaktifan naftalena adalah 0,460 m dan nilai dari Mr
sebesar 205,495 gr/mol. Dari literatur, nilai dari Mr naftalena adalah 128,170
gr/mol.

Nilai yang cukup jauh dari percobaan dapat diakibatkan oleh beberapa hal berikut.
Pertama, pelarut yang digunakan selama pengukuran ada yang hilang karena
menguap sewaktu penambahan naftalena ke dalam alat ukur, ataupun terbawa ke
dinding termometer dan menetes di luar alat. Pada penentuan titik didih,
kemungkinan naftalena untuk menyublim serta benzena untuk menguap sangat
besar, karena naftalena dan benzena keduanya memiliki titik sublimasi dan titik
didih sekitar 80oC, yaitu 77oC dan 80,1oC[6].

Padatan naftalena yang tidak tercampur merata pada larutan juga dapat
mempengaruhi pengukuran titik beku dan titik didih larutan. Pada penentuan titik
beku, naftalena dicampurkan secara langsung dalam benzena pada suhu rendah
sehingga kemungkinan naftalena untuk tidak larut akan besar. Hal ini akan
menyebabkan timbulnya galat pada pengukuran. Pengadukan yang terus menerus
harus dilakukan agar campuran tetap homogen.

VII. KESIMPULAN
Keaktifan naftalena dalam benzena adalah 0,460 m dan Mr naftalena adalah
205,496 gr/mol.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


[1]
. Atkins, Peter, Paula, Julio de. (2010). Physical Chemistry, 9th edition. W. H.
Freeman and Company, New York. p. 156-198.
[2]
. Brescia, Frank, Arents, John, Meislich, Herbert, Turk, Amos, Weiner, Eugene.
(1975). Colligative Properties: Determination of Molecular Weight by
Freezing-Point Depression. Fundamentals of Chemistry: Laboratory Studies
(Third Edition), 68, hal. 81-86.

9
[3]
. Fullerton, Gary D., Keener, Carl R., Cameran, Ivan L. (1994). Correction for
solute/solvent interaction extends accurate freezing point depression theory to
high concentration range. Journal of Biochemistry and Biophysics Methods
29, hal. 217-235.
[4]
. Edser, Edwin. (1911). Heat for Advanced Students, 9th edition. Macmillan and
Co., Limited. London. hal. 14-16.
[5]
. Jeffery, G. H., Bassett, J., Mendham, J., Dennyet, R.C. (1989). Vogel’s
Textbook of Quantitative Chemical Analysis, 5th edition. John Wiley & Sons,
Inc., New York. p. 101-102.
[6]
. Rappoport, Zvi. (1966). CRC Handbook of Tables for Organic Compound
Identification, 3rd edition, CRC Press, hal. 35; 46.

10
IX. LAMPIRAN

Data Pengamatan

11
Pertanyaan

1) Bagaimana definisi larutan ideal? Besaran-besaran apa yang digunakan untuk


menggambarkan penyimpangan-penyimpangan dari keadaan ideal tersebut?

Larutan ideal secara singkat dapat dikatakan sebagai larutan yang mematuhi
hukum Raoult. Hukum Raoult menjelaskan bahwa tekanan uap suatu larutan
ideal akan sebanding fraksi mol dari zat terlarut yang ditambahkan ke dalam
larutan tersebut.

Plar = Xt.Po

Hukum Raoult juga dapat dinyatakan dalam besaran potensial kimia, yang
nilainya ditentukan oleh aktivitas zat terlarut. Untuk larutan ideal, koefisien
keaktifan dari larutan adalah 1, sehingga:

μ(l) = μo(l) + RT.ln(at)


a t = Xt

Penyimpangan dari keadaan ideal dapat dijelaskan melalui beberapa hal.


Fraksi mol yang mendekati nilai satu atau nol akan mengikuti hukum Raoult.
Larutan yang ideal juga akan memiliki koefisien keaktifan sama dengan satu.
Selain dari besaran-besaran tersebut, larutan disebut ideal juga apabila
interaksi antarzat terlarut, antarzat pelarut, dan antara zat terlarut-pelarutnya
sama besar, sehingga tidak mengubah interaksi total yang ada dalam larutan.
Jika interaksinya berbeda, maka akan terjadi penyimpangan pada hukum
Raoult, baik positif maupun negatif. Volume larutan ideal juga merupakan
jumlah dari volume zat terlarut dan volume pelarut, dan apabila lebih besar
atau kecil akan menyebabkan penyimpangan.

2) Tunjukkan bagaimana pengaruh ketidakidealan larutan terhadap sifat koligatif!

Ketidakidealan larutan akan menyebabkan hasil perhitungan sifat koligatif


larutan menyimpang dari hasil percobaan. Sebagai contoh, larutan elektrolit

12
dan larutan nonelektrolit akan memberikan nilai besaran koligatif yang
berbeda karena adanya perbedaan sifat. Oleh karena itu, pada sifat koligatif
diperlukan faktor koreksi yang disebut faktor van’t Hoff (i) yang menunjukkan
apakah zat terlarut terdisosiasi atau berasosiasi dalam pelarut. Nilai faktor
van’t Hoff adalah:

nilai besaran koligatif percobaan


i=
nilai besaran koligatif teori

3) Bagaimana kurva yang didapatkan apabila larutan mengalami keadaan lewat


beku (super cooled)?

Suatu larutan apabila melewati keadaan lewat beku tidak akan mengalami
penurunan suhu sampai di bawah titik bekunya tanpa mengalami perubahan
fasa. Hal ini dapat terjadi jika dalam larutan tidak terdapat inti kristal.

Gambar 1 Kurva pendinginan air (Averill dan Eldredge, 2015)

4) Bagaimana pengaruh tekanan udara atas percobaan ini?

Tekanan udara akan mempengaruhi titik didih larutan. Apabila tekanan uap
larutan sama dengan tekanan udara sama besar, maka pelarut yang telah
berada pada permukaan larutan dapat bergerak menjauhi larutan dan berubah

13
menjadi uap. Selama pengerjaan percobaan, tekanan harus dijaga agar tidak
mengubah titik didih larutan.

5) Bagaimana hasil yang akan diperoleh bila zat terlarut mengalami disosiasi atau
pelarut mengalami asosiasi?

Jika zat terlarut mengalami disosiasi, maka jumlah molekul zat terlarut akan
bertambah dari seharusnya, menyebabkan nilai besaran koligatif larutan lebih
besar dibanding percobaan. Jika zat terlarut mengalami asosiasi, maka jumlah
molekul zat terlarut akan lebih kecil dari seharusnya, menyebabkan nilai
besaran koligatif larutan lebih kecil dibanding percobaan. Dilihat dari nilai
faktor van’t Hoff, maka zat terlarut yang mengalami disosiasi akan
memberikan nilai i > 1, dan yang mengalami asosiasi akan memberikan nilai i
< 1.

14

Anda mungkin juga menyukai