KIMIA ANORGANIK I
PERCOBAAN IV
STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN TEMBAGA (II)
2014
PERCOBAAN IV
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan rumus molekul ammin tembaga
(II).
Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat serta
melebur pada suhu 1038ºC. Potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk
pasangan Cu/Cu2+), sehingga ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer,
meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Ada dua deret senyawa
tembaga. Senyawa-senyawa tembaga (I) diturunkan dari tembaga (I) oksida (Cu2O)
yang merah, dan mengandung ion tembaga (I), (Cu+). Senyawa-senyawa ini tak
berwarna, kebanyakan garam tembaga (I) tak larut dalam air, perilakunya mirip
senyawa perak (I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga (II), yang
dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida, (CuO), hitam. Garam-garam tembaga (II)
umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air.
Garam-garam tembaga (II) anhidrat, seperti tembaga (II) sulfat anhidrat (CuSO4),
berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks
tetraakuo (Vogel, 1990).
Tembaga memiliki elektron (s) tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Ini agak
kurang umum dengan golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam tingkat
oksidasi +1. Kulit (d) yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas mulia dalam
melindungi elektron (s) dalam muatan inti, sehingga potensial pengionan pertama Cu
lebih tinggi daripada golongan alkali. Karena elektron-elektron pada kulit (d) juga
dilibatkan dalam ikatan logam, panas penyubliman dan titik leleh tembaga juga jauh
lebih tinggi dari pada alkali. Faktor-faktor ini bertanggung jawab bagi sifat lebih
mulia tembaga. Pengaruhnya adalah membuat lebih kovalen dan memberi energi kisi
yang lebih tinggi (Cotton & Wilkinson, 1989).
Kebanyakan senyawaan Cu (I) cukup mudah teroksidasi menjadi Cu (II),
namun oksidasi selanjutnya menjadi Cu (III) adalah sulit. Terdapat kimiawi larutan
Cu2+ yang dikenal baik, dan sejumlah besar garam berbagai anion didapatkan, banyak
diantaranya larut dalam air, menambah perbendaharaan kompleks. Mineral yang
paling umum adalah CuFeS2. Tembaga diekstraksi dengan permanganan dan
peleburan oksidatif, atau dengan pencucian dengan bantuan mikroba, yang diikuti
oleh elektrodeposisi dari larutan sulfat. Tembaga digunakan dalam aliasi seperti
kuningan dan bercampur sempurna dengan emas. Ia sangat lambat teroksidasi
superficial dalam uap udara, kadang–kadang menghasilkan lapisan hijau hidrokso
karbonat dan hidrokso sulfat (dari SO2 dalam atmosfer) (Cotton & Wilkinson, 1989).
Dimanapun tidak ada perbedaan mendasar tentang senyawa logam transisi
yang dibandingkan dengan senyawa yang terdapat dalam kelompok unsur. Dalam
suatu teori valensi menerapkan kelomok unsur dapat berhasil menerapkan unsur
transisi. Secara umum, metode aplikasi senyawa logam transisi memberikan
kesalahan dan manfaat yang banyak, yang lain seperti level approxi adalah cukup
baik, hanya yang lain ada penyebabnya (Cotton & Wilkinson, 1989).
Sebagian besar senyawa molekular logam transisi adalah senyawa kompleks
dan senyawa organologam yang mengandung ligan yang berikatan kovalen koordinat
dengan logam. Senyawa molekular ini tidak hanya meliputi senyawa kompleks
mono-inti tetapi juga kompleks multi-inti yang mengandung beberapa logam,
ataupun kompleks kluster yang mengandung ikatan logam-logam. Jumlah senyawa
baru dengan berbagai variasi ikatan dan struktur meningkat dengan sangat cepat, dan
bidang ini merupakan kajian yang utama dalam studi kimia anorganik saat ini. Ion
tembaga memiliki konfigurasi elektron yang memungkinkan sebagai ion pusat suatu
senyawa kompleks, seperti kompleks tembaga (II) guanin. Kemampuan guanin
dalam mengikat Cu2+ sangat dipengaruhi oleh kemampuan deprotonasi guanin dalam
kondisi keasaman larutan yang berbeda (Sato, 1996).
Garam kompleks berbeda dengan garam rangkap. Garam rangkap dibentuk
apabila dua garam mengkristal bersama-sama dalam perbandingan molekul tertentu.
Garam-garam ini memiliki struktur sendiri dengan tidak harus sama dengan struktur
garam komponennya. Dua contoh garam rangkap yang sering di jumpai dalam garam
alumina dan ferroammonium sulfat, (Fe(NH3)SO4.6H2O). Garam rangkap dalam
larutan akan terionisasi menjadi ion-ion komponennya (Arifin, 2010).
Tembaga dalam senyawanya memiliki bilangan oksidasi +1 dan +2. bilangan
oksidasi +2 pada tembaga dominan. Kebanyakan garam tembaga (II) adalah biru,
warna ini agak sama dengan larutan heksaaquo tembaga (II) [Cu(OH 2)6]2-.
Transformasi warna terjadi dimana kompleks direaksikan dengan molekul air, warna
terakhir yang terjadi adalah heksaakuo tembaga (II) ion.
Raksinya:
[CuCl4]2-(aq) + 6 H2O(l) [Cu(OH2)6]2+ (aq) + 4Cl(aq) ....................... (2.1)
(Rayner, 2004)
Sifat khas tembaga adalah tembaga dapat membentuk ion kompleks, tembaga
mempunyai bilangan oksidasi +1 dan +2 dalam senyawa, ion tembaga (I) tidak stabil
dalam air (mengalami reaksi disporposionansi). Pemekatan dilakukan dengan cara
flotasi. Konsentrasi mengandung 25% - 30% tembaga sebagai Cu2S dengan FeS
sebagai pengotor. Pemurnian dilakukan secara elektrolisis pada suhu 50 oC – 60oC
dari larutan CuSO4 yang diasamkan (Ahmad, 2001).
Stokiometri senyawa kompleks [Cu(II)-2-feniletilamin] ditentukan melalui
metode variasi kontinu. Dari penentuan stoikiometri ini, akan didapatkan
perbandingan mol antara tembaga(II) dan ligan 2-feniletilamin yang digunakan untuk
melakukan sintesis senyawa koordinasi [Cu(II)-2-feniletilamin]. senyawa kompleks
polimer dapat disintesis dengan ligan 2-feniletilamin karena ligan 2-feniletilamin
merupakan ligan monodentat yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron
bebas kepada ion logam sebagai atom pusat. Jika ion Cu 2+ dengan konfigurasi
elektron valensi 3d94s0 berinteraksi dengan ligan 2-feniletilamin, maka akan
menghasilkan hibridisasi d2sp. Oleh karena itu, tembaga (II) sebagai atom pusat akan
mengikat dua gugus amino dan dua gugus hidroksil melalui ikatan koordinasi
terhadap atom pusat sehingga membentuk struktur senyawa kompleks square planar
(Swastika & Martak, 2012).
a. Larutan NaOH
Larutan NaOH 0,1 M
Mengisi kedalam buret 50 mL
10 ml larutan standar H2C2O4 0,1 M
Memasukkan ke dalam erlenmeyer
2 tetes indikator pp
Menambahkan
Mentitrasi
Hasil
b. Larutan HCl
Larutan HCl 0,55 M
Mengisi kedalam buret 50 mL
10 ml larutan standar H2C2O4 0,1 M
Memasukkan ke dalam erlenmeyer
2 tetes indikator pp
Menambahkan
Mentitrasi
Hasil
c. Larutan NH3
Larutan HCl 0,55 M
Mengisi kedalam buret 50 mL
10 ml larutan NH3
Memasukkan ke dalam erlenmeyer
2 tetes indikator pp
Menambahkan
Mentitrasi
Hasil
Perhitungan
1. Standarisasi Beberapa Larutan
a. Larutan NaOH
Diketahui: N H2C2O4 = 0,1 M. 2 = 0,2 N
V H2C2O4 = 10 mL
V NaOH rata-rata hasil titrasi= 20,45 mL
Ditanya: N NaOH ?
Jawab: (V x N) NaOH = (V x N) H2C2O4
(VxN )H 2 C 2 O 4
¿
N NaOH V NaOH
10 X 0,2
N NaOH =
20,45
N NaOH = 0,098 N
b. Larutan HCl
Diketahui: N NaOH = 0,098 N
V NaOH = 10 mL
V HCl rata-rata titrasi = 2,55 mL
Ditanya: N HCl = ?
10 X 0,098
N HCl =
2 ,55
N HCl = 0,3843 N
c. Larutan NH3
Diketahui: N HCl = 0,3843 N
V HCl = 10 mL
V HCl rata-rata titrasi = 2,25 mL
Ditanya: N NH3 = ?
10 X 0,3843
N HCl =
2 ,25
N HCl = 1,708 N
2. Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Antara Air Dan Kloroform
Diketahui: N HCl = 1,708 N
V HCl = 0,3 mL
V NH3 = 10 mL
M NH3 =1M
Vtot kloroform = 25 mL
V kloroform= 10 mL
Vtot H2O = 20 mL
Ditanya: Kd ?
Jawab: N [NH3] dalam kloroform = N HCl
(VxN) kloroform = (VxN) HCl
(VxN )HCl
N kloroform =
V kloroform
0 ,3 x 1,708
N kloroform =
10
N kloroform = 5,124 x 10-2 N
mmol [NH3]kloroform = N kloroform. Vtotkloroform
= 5,124 x 10-2 N x 25 mL
= 1,281 mmol
mmol [NH3] total = M NH3 . V NH3
= 1 M x 10 mL
= 10 mmol
mmol [NH3] air = mmol [NH3] total - mmol [NH3]kloroform
= 10 mmol – 1,281 mmol
= 8,719 mmol
Maka dapat diketahui bahwa:
mmol [ NH 3 ] air
8,719 mmol
=
20 mL
= 0,43595 M
Sehingga nilai koefisien distribusi dapat diperoleh yaitu:
[NH3]kloroform
Kd =
[NH3]air
−3
5,124 x 10 N
= = 11,7536414 x 10-2
0 , 43595 N
B. Pembahasan
V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan yang dilakukan antara lain :
1. Bilangan koordinasi Cu2+ adalah empat yang menunjukkan bahwa ion pusat
Cu2+ hanya mampu menyediakan empat ruang untuk ditempati ligan NH3.
2. Konsentrasi NaOH yaitu 0,098 N, konsentrasi HCl yaitu 0,3843 N dan
konsentrasi NH3 yaitu 1,708 N.
3. Nilai koefisien distribusi amonia adalah sebesar 11,7536414.
4. Jumlah mol NH3 yang terkomplekskan sebesar +2 mmol dan rumus
kompleks ammin tembaga (II) adalah [Cu(NH3)2]2+.
DAFTAR PUSTAKA
Swastika, L. N. & F. Martak. 2012. Sintesis dan Sifat Magnetik Kompleks Ion
Logam Cu (II) dengan Ligan 2-Feniletilamin. JURNAL SAINS DAN SENI
POMITS Vol. 1, No. 1, hal. 1-5
Vogel. 1990. Analisis Organik Kualitatif Makro Dan Semimikro. PT Kalman Media
Pustaka. Jakarta.