Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANORGANIK I

PERCOBAAN IV
STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN TEMBAGA (II)

NAMA : NOR AIN


NIM : J1B113038
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN : RAHMIDA ULFAH

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2014
PERCOBAAN IV

STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN TEMBAGA (II)

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan rumus molekul ammin tembaga
(II).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat serta
melebur pada suhu 1038ºC. Potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk
pasangan Cu/Cu2+), sehingga ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer,
meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Ada dua deret senyawa
tembaga. Senyawa-senyawa tembaga (I) diturunkan dari tembaga (I) oksida (Cu2O)
yang merah, dan mengandung ion tembaga (I), (Cu+). Senyawa-senyawa ini tak
berwarna, kebanyakan garam tembaga (I) tak larut dalam air, perilakunya mirip
senyawa perak (I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga (II), yang
dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida, (CuO), hitam. Garam-garam tembaga (II)
umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air.
Garam-garam tembaga (II) anhidrat, seperti tembaga (II) sulfat anhidrat (CuSO4),
berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks
tetraakuo (Vogel, 1990).
Tembaga memiliki elektron (s) tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Ini agak
kurang umum dengan golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam tingkat
oksidasi +1. Kulit (d) yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas mulia dalam
melindungi elektron (s) dalam muatan inti, sehingga potensial pengionan pertama Cu
lebih tinggi daripada golongan alkali. Karena elektron-elektron pada kulit (d) juga
dilibatkan dalam ikatan logam, panas penyubliman dan titik leleh tembaga juga jauh
lebih tinggi dari pada alkali. Faktor-faktor ini bertanggung jawab bagi sifat lebih
mulia tembaga. Pengaruhnya adalah membuat lebih kovalen dan memberi energi kisi
yang lebih tinggi (Cotton & Wilkinson, 1989).
Kebanyakan senyawaan Cu (I) cukup mudah teroksidasi menjadi Cu (II),
namun oksidasi selanjutnya menjadi Cu (III) adalah sulit. Terdapat kimiawi larutan
Cu2+ yang dikenal baik, dan sejumlah besar garam berbagai anion didapatkan, banyak
diantaranya larut dalam air, menambah perbendaharaan kompleks. Mineral yang
paling umum adalah CuFeS2. Tembaga diekstraksi dengan permanganan dan
peleburan oksidatif, atau dengan pencucian dengan bantuan mikroba, yang diikuti
oleh elektrodeposisi dari larutan sulfat. Tembaga digunakan dalam aliasi seperti
kuningan dan bercampur sempurna dengan emas. Ia sangat lambat teroksidasi
superficial dalam uap udara, kadang–kadang menghasilkan lapisan hijau hidrokso
karbonat dan hidrokso sulfat (dari SO2 dalam atmosfer) (Cotton & Wilkinson, 1989).
Dimanapun tidak ada perbedaan mendasar tentang senyawa logam transisi
yang dibandingkan dengan senyawa yang terdapat dalam kelompok unsur. Dalam
suatu teori valensi menerapkan kelomok unsur dapat berhasil menerapkan unsur
transisi. Secara umum, metode aplikasi senyawa logam transisi memberikan
kesalahan dan manfaat yang banyak, yang lain seperti level approxi adalah cukup
baik, hanya yang lain ada penyebabnya (Cotton & Wilkinson, 1989).
Sebagian besar senyawa molekular logam transisi adalah senyawa kompleks
dan senyawa organologam yang mengandung ligan yang berikatan kovalen koordinat
dengan logam. Senyawa molekular ini tidak hanya meliputi senyawa kompleks
mono-inti tetapi juga kompleks multi-inti yang mengandung beberapa logam,
ataupun kompleks kluster yang mengandung ikatan logam-logam. Jumlah senyawa
baru dengan berbagai variasi ikatan dan struktur meningkat dengan sangat cepat, dan
bidang ini merupakan kajian yang utama dalam studi kimia anorganik saat ini. Ion
tembaga memiliki konfigurasi elektron yang memungkinkan sebagai ion pusat suatu
senyawa kompleks, seperti kompleks tembaga (II) guanin. Kemampuan guanin
dalam mengikat Cu2+ sangat dipengaruhi oleh kemampuan deprotonasi guanin dalam
kondisi keasaman larutan yang berbeda (Sato, 1996).
Garam kompleks berbeda dengan garam rangkap. Garam rangkap dibentuk
apabila dua garam mengkristal bersama-sama dalam perbandingan molekul tertentu.
Garam-garam ini memiliki struktur sendiri dengan tidak harus sama dengan struktur
garam komponennya. Dua contoh garam rangkap yang sering di jumpai dalam garam
alumina dan ferroammonium sulfat, (Fe(NH3)SO4.6H2O). Garam rangkap dalam
larutan akan terionisasi menjadi ion-ion komponennya (Arifin, 2010).
Tembaga dalam senyawanya memiliki bilangan oksidasi +1 dan +2. bilangan
oksidasi +2 pada tembaga dominan. Kebanyakan garam tembaga (II) adalah biru,
warna ini agak sama dengan larutan heksaaquo tembaga (II) [Cu(OH 2)6]2-.
Transformasi warna terjadi dimana kompleks direaksikan dengan molekul air, warna
terakhir yang terjadi adalah heksaakuo tembaga (II) ion.
Raksinya:
[CuCl4]2-(aq) + 6 H2O(l) [Cu(OH2)6]2+ (aq) + 4Cl(aq) ....................... (2.1)
(Rayner, 2004)
Sifat khas tembaga adalah tembaga dapat membentuk ion kompleks, tembaga
mempunyai bilangan oksidasi +1 dan +2 dalam senyawa, ion tembaga (I) tidak stabil
dalam air (mengalami reaksi disporposionansi). Pemekatan dilakukan dengan cara
flotasi. Konsentrasi mengandung 25% - 30% tembaga sebagai Cu2S dengan FeS
sebagai pengotor. Pemurnian dilakukan secara elektrolisis pada suhu 50 oC – 60oC
dari larutan CuSO4 yang diasamkan (Ahmad, 2001).
Stokiometri senyawa kompleks [Cu(II)-2-feniletilamin] ditentukan melalui
metode variasi kontinu. Dari penentuan stoikiometri ini, akan didapatkan
perbandingan mol antara tembaga(II) dan ligan 2-feniletilamin yang digunakan untuk
melakukan sintesis senyawa koordinasi [Cu(II)-2-feniletilamin]. senyawa kompleks
polimer dapat disintesis dengan ligan 2-feniletilamin karena ligan 2-feniletilamin
merupakan ligan monodentat yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron
bebas kepada ion logam sebagai atom pusat. Jika ion Cu 2+ dengan konfigurasi
elektron valensi 3d94s0 berinteraksi dengan ligan 2-feniletilamin, maka akan
menghasilkan hibridisasi d2sp. Oleh karena itu, tembaga (II) sebagai atom pusat akan
mengikat dua gugus amino dan dua gugus hidroksil melalui ikatan koordinasi
terhadap atom pusat sehingga membentuk struktur senyawa kompleks square planar
(Swastika & Martak, 2012).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buret 50 ml,
corong, erlenmeyer, gelas beker, corong pisah 250 ml, pipet gondok 10 ml,
gelas ukur dan pipet tetes.
B. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah larutan standar
H2C2O4 0,1 M, larutan ammonia 1 M, larutan Cu2+ 0,1 M, larutan NH3, larutan
HCL 0,55 M, larutan NaOH 0,1 M, kloroform, indikator PP, akuades, dan
indikator metil orange.

IV. PROSEDUR KERJA


1. Standarisasi Beberapa Larutan

a. Larutan NaOH
Larutan NaOH 0,1 M
 Mengisi kedalam buret 50 mL
10 ml larutan standar H2C2O4 0,1 M
 Memasukkan ke dalam erlenmeyer
2 tetes indikator pp
 Menambahkan
 Mentitrasi
Hasil

b. Larutan HCl
Larutan HCl 0,55 M
 Mengisi kedalam buret 50 mL
10 ml larutan standar H2C2O4 0,1 M
 Memasukkan ke dalam erlenmeyer
2 tetes indikator pp
 Menambahkan
 Mentitrasi
Hasil

c. Larutan NH3
Larutan HCl 0,55 M
 Mengisi kedalam buret 50 mL
10 ml larutan NH3
 Memasukkan ke dalam erlenmeyer
2 tetes indikator pp
 Menambahkan
 Mentitrasi
Hasil

2. Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Antara Air Dan Kloroform


10 mL larutan NH3 1 M
 Memasukkan ke dalam corong pisah 250 mL
10 mL akuades
 Menambahkan
 Mengocok hingga homogen
25 mL larutan kloroform
 Menambahkan
 Mengocok 5-10 menit
 Mendiamkan hingga tampak jelas ada dua lapisa
 Memisahkan
10 mL larutan kloroform
 Memindahkan ke dalam erlenmeyer
10 mL akuades
 Menambahkan
2 tetes indikator metil orange
 Menambahkan
 Mentitrasi
Larutan standar HCl 0,55 M
 Menggunakan sebagai titran
 Melakukan duplo
Hasil

3. Penentuan Rumus Kompleks Cu-Ammin


10 mL larutan NH3 1 M
 Memasukkan ke dalam corong pisah 250 mL
10 mL larutan ion Cu2+ 0,1 M
 Menambahkan
 Mengocok hingga homogen
25 mL larutan kloroform
 Menambahkan
 Mengocok 5-10 menit
 Mendiamkan hingga tampak jelas ada dua lapisa
 Memisahkan
10 mL larutan kloroform
 Memindahkan ke dalam erlenmeyer
10 mL akuades
 Menambahkan
2 tetes indikator metil orange
 Menambahkan
 Mentitrasi
Larutan standar HCl 0,55 M
 Menggunakan sebagai titran
 Melakukan duplo
Hasil

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
1. Standarisasi Beberapa Larutan
No. Percobaan Pengamatan
1. Larutan NaOH
- 10 mL H2C2O4 0,1 M + 4 tetes Larutan berwarna bening
indikator PP menjadi ungu muda
- Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M V1 = 20,2 mL
V2 = 20,7 mL
Vrata-rata = 20,45 mL
2. Larutan HCl
- 10 mL NaOH 0,1 M + 2 tetes Larutan berwarna ungu
indikator PP muda menjadi bening
- Dititrasi dengan larutan HCl 0,55 M V1 = 2,5 mL
V2 = 2,6 mL
V rata-rata = 2,55 mL
3. Larutan NH3
- 10 mL Larutan NH3 + 2 tetes indikator Larutan berwarna bening
PP menjadi ungu
- Dititrasi dengan larutan HCl 0,55 M V1 = 2,9 mL
V2 = 1,6 mL
V rata-rata = 2,25 mL

2. Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Antara Air Dan Kloroform


No. Langkah Percobaan Hasil Pengamatan
1. 10 mL NH3 1 M + 10 mL air + 25 mL Larutan berwarna bening
kloroform
2. Larutan dikocok dalam corong pisah Larutan terpisah menjadi
selama 5 menit. 2, bagian atas air dan
bagian bawah kloroform
3. 10 mL kloroform diambil dari corong Larutan kloroform tidak
pisah + 10 mL air + 2 tetes indikator menyatu dengan air dan
metil orange indikator metil orange
4. Dititrasi dengan HCl 0,55 M V1 = 0,3 mL
V2 = 0,3 mL
V = 0,3 mL
Larutan berubah dari
kuning menjadi merah tapi
kloroform tetap bening
tidak menyatu

3. Penentuan Rumus Kompleks Cu-Ammin


No. Langkah Percobaan Hasil Pengamatan
1. 10 mL NH3 1M + 10 mL larutan ion Larutan berwarna biru
Cu2+ + 25 mL kloroform
2. Larutan dikocok dalam corong pisah Larutan terpisah menjadi 2,
selama 5 menit. bagian atas biru dan bagian
bawah bening

3. 10 mL kloroform diambil dari Larutan berwarna kuning


corong pisah + 10 mL air + 2 tetes
indikator metil orange
4. Dititrasi dengan HCl 0,55 M V1 = 0,7 mL
V2 = 0,8 mL
V = 0,75 mL
Larutan berubah dari orange
menjadi merah.

Perhitungan
1. Standarisasi Beberapa Larutan
a. Larutan NaOH
Diketahui: N H2C2O4 = 0,1 M. 2 = 0,2 N
V H2C2O4 = 10 mL
V NaOH rata-rata hasil titrasi= 20,45 mL
Ditanya: N NaOH ?
Jawab: (V x N) NaOH = (V x N) H2C2O4
(VxN )H 2 C 2 O 4
¿
N NaOH V NaOH

10 X 0,2
N NaOH =
20,45
N NaOH = 0,098 N
b. Larutan HCl
Diketahui: N NaOH = 0,098 N
V NaOH = 10 mL
V HCl rata-rata titrasi = 2,55 mL
Ditanya: N HCl = ?

Jawab: (V x N) HCl = (V x N) NaOH


(V x N ) NaOH
=
V HCl
N HCl

10 X 0,098
N HCl =
2 ,55
N HCl = 0,3843 N
c. Larutan NH3
Diketahui: N HCl = 0,3843 N
V HCl = 10 mL
V HCl rata-rata titrasi = 2,25 mL
Ditanya: N NH3 = ?

Jawab: (V x N) NH3 = (V x N) HCl


(V x N ) NaOH
=
V HCl
N HCl

10 X 0,3843
N HCl =
2 ,25
N HCl = 1,708 N
2. Penentuan Koefisien Distribusi Amonia Antara Air Dan Kloroform
Diketahui: N HCl = 1,708 N
V HCl = 0,3 mL
V NH3 = 10 mL
M NH3 =1M
Vtot kloroform = 25 mL
V kloroform= 10 mL
Vtot H2O = 20 mL
Ditanya: Kd ?
Jawab: N [NH3] dalam kloroform = N HCl
(VxN) kloroform = (VxN) HCl
(VxN )HCl
N kloroform =
V kloroform
0 ,3 x 1,708
N kloroform =
10
N kloroform = 5,124 x 10-2 N
mmol [NH3]kloroform = N kloroform. Vtotkloroform
= 5,124 x 10-2 N x 25 mL
= 1,281 mmol
mmol [NH3] total = M NH3 . V NH3
= 1 M x 10 mL
= 10 mmol
mmol [NH3] air = mmol [NH3] total - mmol [NH3]kloroform
= 10 mmol – 1,281 mmol
= 8,719 mmol
Maka dapat diketahui bahwa:
mmol [ NH 3 ] air

[NH3] air = V tot air

8,719 mmol
=
20 mL
= 0,43595 M
Sehingga nilai koefisien distribusi dapat diperoleh yaitu:
[NH3]kloroform
Kd =
[NH3]air

−3
5,124 x 10 N
= = 11,7536414 x 10-2
0 , 43595 N

3. Penentuan Rumus Kompleks Cu-Ammin


Diketahui:
N HCl = 0,3843 N
V HCl = 0,75 mL
V NH3 = 10 mL
M NH3 = 1M
Vtot kloroform = 25 mL
V kloroform = 10 mL
Vtot Larutan Cu2+ = 10 mL
Ditanya: Rumus molekul ammin tembaga (II) ?
Jawab:
Normalitas [NH3] dalam kloroform = N HCl yaitu:
(VxN) kloroform = (VxN) HCl
( VxN ) HCl
N kloroform =
V kloroform
0 ,75 x 0,3843
N kloroform =
10
N kloroform = 0,288 N
mmol [NH3] kloroform =N kloroform. Vtot kloroform
= 0,288 N x 25 mL
= 7,2 mmol
[ NH 3]kloroform
[NH3] Air =
Kd
0,288 mmol
=
25 mL
= 0,01152N
mmol [NH3] air = [NH3] Air x Vtot H2O
= 0,01152 N x 20 mL
= 0,2304 mmol
mmol [NH3] total = M NH3 x V NH3
= 1 x 10 mL
= 10 mmol
Sehingga diperoleh:
mmol [NH3] terkompleks = mmol [NH3] total - mmol[NH3] kloroform -
mmol [NH3] air
= (10 – 7,2 – 0,2304) mmol
= 2,596 mmol = 2 mmol
y = Cu2+ + xNH3→ Cu2+ + (NH3)
= 0,1 N x 10 ml
= 1 mmol
Cu2+ + xNH3→ [Cu2+(NH3)x] 2+
Cu2+ + NH3→ [Cu(NH3)2]2+

B. Pembahasan

Ekstraksi merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terdistribusi


dalam 2 pelarut yang tidak saling melarutkan. Kegunaan besar dalam perlakuan
ini yaitu kemungkinan untuk memisahkan dua senyawa atau lebih berdasarkan
perbedaan koefisien distribusinya (Kd). Besarnya suatu harga koefisien
distribusi (Kd) zat terlarut menunjukan sifat ekstraksi zat terlarut itu sendiri,
semakin tinggi nilai koefisien distribusinya (Kd tak terhingga) semakin
sempurna sifat ekstraksinya, dan sebaliknya. Koefisien distribusi zat terlarutnya
cukup besar (>1000), penyaringan sekali memungkinkan hampir semua
senyawa terlarut terekstraksi. Walaupun demikian penyaringan yang lebih
efektif jika larutan pengekstraksi di bagi dalam 2 bagian dibandingkan
dilakukan penyaringan sekaligus dengan volume total yang sama. Di dalam
melakukan ekstrasi yang paling penting diketahui adalah prinsip like dissolved
like, dimana tiap zat akan cenderung tertarik ke zat yang memiliki sifat yang
sama dengan zat itu (polar–polar atau nonpolar–nonpolar).
Prinsip dasar dari percobaan ini layaknya dalam proses ekstraksi pelarut
dimana berlaku hukum distribusi yang menyatakan apabila suatu sistem terdiri
dari dua lapisan campuran (solvent) yang tidak saling bercampur satu sama
lain, dan ketika ditambahkan senyawa ketiga (zat terlarut), maka senyawa itu
akan terdistribusi (terpartisi) kedalam kedua lapisan tersebut seperti yang telah
dijelaskan oleh Nerst. Pada percobaan percobaan kali ini bertujuan untuk
menentukan rumus molekul kompleks ammin tembaga (II), dimana dilakukan
3 tahapan. Pertama yaitu standarisasi beberapa larutan, dalam hal ini larutan
NaOH dan HCl. Larutan NH3 1 N sebelumnya telah di ketahui konsentrasinya.
Standarisasi ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi larutan yang
sebenarnya. Kedua adalah penentuan koefisien distribusi amoniak antara air
dan kloroform, dan yang ketiga yaitu penentuan rumus kompleks tembaga
ammin.
Pada standarisasi larutan NaOH digunakan larutan standar primer asam
oksalat (H2C2O4). NaOH distandarisasi dengan asam oksalat karena NaOH
merupakan larutan basa. Indikator yang digunakan haruslah dapat mengubah
warna menjadi ungu muda pada larutan yang bersifat basa. Konsentrasi NaOH
setelah standarisasi diperoleh yaitu 0,098 N. Pada standarisasi larutan HCl,
larutan standar yang digunakan adalah larutan standar NaOH yang telah
distandarisasi sebelumnya oleh asam oksalat. HCl distandarisasi dengan NaOH
karena HCl merupakan larutan asam maka harus distandarisasi dengan
menggunakan larutan standar yang bersifat basa. Konsentrasi HCl setelah
distandarisasi diperoleh 0,3843 N. Konsentrasi NH3 yang diperoleh setelah
standarisasi diperoleh yaitu 1,708 N. Dalam penentuan koefisien distribusi
ammonia antara air dan kloroform dilakukan dengan pencampuran NH3 dan
akuades di dalam corong pisah yang kemudian dikocok selama 5-10 menit.
Dalam melakukan ekstrasi hal-hal yang perlu diperhatikan dan sangat
esensial dalam ekstraksi adalah proses cara pengguncangan dan lama
pendiaman larutan. Pengguncangan larutan dimaksudkan agar larutan
bercampur secara sempurna (homogen) sedangkan pendiaman difungsikan
agar larutan berada dalam keadaan kesetimbangan (tercapainya perbandingan
konsentrasi senyawa ketiga dalam fase air dan kloroform pada temperatur yang
tetap selalu konstan). Kesalahan proses ini dapat berakibat fatal pada perolehan
data pengamatan yang akan di ambil, oleh karena itu dalam melakukannya
haruslah dengan hati–hati. Titran yang digunakan sebagai penitrasi larutan
yang telah diekstraksi pula sangat berpengaruh terhadap penentuan jumlah NH 3
yang terdapat dalam larutan kompleks. Oleh karena itu perlu dilakukan
standarisasi larutan yang dimaksudkan agar larutan yang digunakan sebagai
penitrasi tetap berada dalam keadaannya yang stabil. Setelah didiamkan maka
akan nampak adanya dua lapisan dimana pada bagian atas agak keruh dan
bawahnya lebih bening. Lapisan atas air dan NH3, lapisan bawah kloroform hal
ini dikarenakan adanya perbedaan kepolaran antara senyawa kloroform dengan
larutan amoniak dimana berat jenis kloroform (1,47 kg/L) lebih besar
dibanding berat jenis air (1 kg/L). Indikator yang digunakan adalah metil
orange. Penambahan ini dilakukan karena larutan ini bersifat basa sehingga bila
dititrasi dengan larutan asam akan terjadi perubahan warna pada titik akhir
titrasinya, yang mana trayek pH pada indikator metil orange ini yaitu 3,1-4,4.
Penitrasian larutan kloroform dilakukan dengan menggunakan HCl sebagai
titran hingga warna berubah menjadi merah. Perubahan warna ini menandakan
bahwa larutan menjadi asam dan pH larutan semakin menurun. Dimana kita
ketahui bahwa HCl dapat berperan dalam penurunan nilai pH larutan sehingga
larutan yang pada awalnya bersifat basa menjadi asam. Adapun tujuan
dilakukannya titrasi yaitu untuk mengetahui konsentrasi dari larutan yang
digunakan atau konsentrasi titran. Dari hasil perhitungan didapatkan besarnya
konsentrasi NH3 dalam kloroform yaitu 5,1241x10-2 N, sehingga konsentrasi
NH3 dalam air sebesar 0,43595 N. Larutan dari corong pisah yaitu kloroform
yang ingin dititrasi ditambah dengan akuades dan 2 tetes indikator metil orange
tidak menyatu, seakan larutan kloroform memiliki fasanya tersendiri.
Dari kedua konsentrasi NH3 dalam masing-masing larutan dapat dihitung
koefisien distribusi amonia yaitu sebesar 11,7536414. Dalam penentuan rumus
kompleks ammin tembaga (II) larutan bewarna biru yang menandakan warna
Cu. Larutan ini ditambahkan dengan 25 mL larutan kloroform dan dikocok
selama 5-10 menit. Larutan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan
atas adalah larutan Cu2+ dalam ammonia sedangkan lapisan bawah adalah
larutan Cu2+ dalam kloroform. Dari perhitungan diperoleh normalitas NH3
dalam Cu2+ yang dikomplekskan adalah 2,596 mmol (2 N). Rumus
kompleksnya ammin tembaga (II) adalah [Cu(NH3)2]2+. Dalam percobaan ini
menunjukkan bahwa atom Cu sebagai atom pusat dan NH3 sebagai ligannya.
Cu(H2O)42+ + -3NH3 ---> [Cu(NH3)2]2+ + 4H2O ...................... (5.1)
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan ammin tembaga (II) yang
terkomplekskan memiliki bilangan oksidasi +2. Bilangan oksidasi +2 ammin
tembaga (II) ini menunujukkan bahwa Cu sebagai atom pusat memiliki
kemampuan untuk menyerahkan distribusi elektron dari amonia sebesar +2.
Hal ini bisa terlihat dari cukup besar koefisien distribusi yang didapatkan.

V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan yang dilakukan antara lain :
1. Bilangan koordinasi Cu2+ adalah empat yang menunjukkan bahwa ion pusat
Cu2+ hanya mampu menyediakan empat ruang untuk ditempati ligan NH3.
2. Konsentrasi NaOH yaitu 0,098 N, konsentrasi HCl yaitu 0,3843 N dan
konsentrasi NH3 yaitu 1,708 N.
3. Nilai koefisien distribusi amonia adalah sebesar 11,7536414.
4. Jumlah mol NH3 yang terkomplekskan sebesar +2 mmol dan rumus
kompleks ammin tembaga (II) adalah [Cu(NH3)2]2+.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H. 2001. Kimia Unsur Dan Radio Kimia. Erlangga. Jakarta.


Arifin. 2010. Penuntun kimia Anorganik II. Laboratorium Pengembangan Unit Kimia
Universitas Haluoleo. Kendari.
Cotton & Wilkinson J. L. 1989. Kimia Anorganik. Erlangga. Jakarta.
Rahman, A. 2005. Kandungan Logam Tembaga (Cu) Pada Karang Tipe Branching di
Perairan Kepulauan Krakatau. Fakultas MIPA Universitas Lambung
Mangkurat Kalimantan Selatan. Jurnal kimia: No.2,Vol.2.
Rayner, G. C. 2004. Descriptive Inorganic Chemistry Second Edition. Freeman and
Company. New York.
Sato, T. 1996. Anorganik. Iwanami Publishing Company. Tokyo.

Swastika, L. N. & F. Martak. 2012. Sintesis dan Sifat Magnetik Kompleks Ion
Logam Cu (II) dengan Ligan 2-Feniletilamin. JURNAL SAINS DAN SENI
POMITS Vol. 1, No. 1, hal. 1-5

Vogel. 1990. Analisis Organik Kualitatif Makro Dan Semimikro. PT Kalman Media
Pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai