Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRATIKUM

KIMIA ANORGANIK

TOPIK 4

PEMBUATAN TETRA AMIN TEMBAGA (II) SULFAT HIDRAT

Disusun Oleh :

MARIA FITRIANI EWO

193030208037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
TAHUN 2021
I. TOPIK PERCOBAAN
Pembuatan tetra amin tembaga (II) sulfat hidrat
II. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk mempelajari reaksi pembuatan tetra amin tembaga (II) sulfat hidrat
III. DASAR TEORI
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang paling ringan dan paling aktif.
Cu+ mengalami disproporsionasi secara spontan pada keadaan standar (baku). Hal ini
bukan berarti senyawa larutan Cu (I) tidak mungkin terbentuk. Untuk menilai pada
keadaan bagaimana Cu (I) dan Cu (II) terbentuk, yaitu membuat (Cu+) cukup banyak
pada larutan air, Cu+ akan berada pada banyak jumlah (sebab konsentrasinya harus
sekitar dua juta dikalikan pangkat dua dari Cu+). Disproporsionasi ini akan menjadi
sempurna. Di lain pihak jika Cu+ dijaga sangat rendah (seperti pada zat yang sedikit
larut atau ion kompleks mantap). Cu2+ sangat kecil dan tembaga (I) menjadi mantap
(Petrucci, 1987 : 350).
Tembaga (Cu) adalah logam merah muda yang lunak, dapat di tempa dan liat.
Tembaga melebur pada 1038oC. Karena potensial elektroda standarnya positif (+0,34
V untuk pasangan Cu / Cu+), tembaga tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat
encer, meskipun dengan adanya oksigen ia dapat larut sedikit. Asam nitrat yang sedang
pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan tembaga (Svehla, 1990 : 229).
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2, namun hanya
tembaga (II) yang stabil dan mendominasi dalam larutannya. Dalam air, hampir semua
garam tembaga (II) berwarna biru oleh karena warna ion kompleks koordinasi enam
[Cu(H2O)6]2+. Reaksi ion Cu+ dengan OH- pada berbagai konsentrasi bergantung
pada metodenya. Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan tembaga (II) sulfat (0.1-
0,5 M) secara bertetes dengan kecepatan ~ 1 mL/menit menyebabkan terjadinya
endapan gelatin biru muda dari garam tembaga (II) hidroksida sulfat, bukan endapan
Cu(OH)2 (Sugiarto, 2003 : 569).
 Senyawa tembaga bersifat diamagnetik. Tembaga sulfit teroksidasi superficial
dalam udara kadang menghasilkan lapisan warna hijau hidroksida karbonat dan
hidrokso sulfat dan SO2. Di atmosfer tembaga mudah larut dalam asam nitrat dan asam
sulfat dengan adanya oksigen. Kestabilan relatif kepro dan kopri diartikan dengan
potensial Cu*= 0,52 V dan Cu+ = 0,153 V. Kestabilan relatif tergantung pada sulfat
anion dan ligan yang cukup beragam dengan pelarut/sifat fisik atom tetangganya dalam
kristal. Pelarutan tembaga hidroksida karbonat dan sebagainya dalam asam yang
dihasilkan akuo hijau dituliskan [Cu(H2O)6]2+. Diantara berbagai kristal hidratnya
adalah sulfat hidratnya adalah sulfat biru CuSO4.5H2O yang paling lazim.
CuSO4.5H2O dapat dihidrasi menjadi zat anhidrat yang berwarna putih. Penambahan
ligan menyebabkan kompleks dengan pertukaran molekul air secara berurutan (Syukri,
1999 : 321).
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang paling ringan dan paling aktif.
Cu+ mengalami disproporsionasi secara spontan pada keadaan standar (baku). Hal ini
bukan berarti senyawa larutan Cu (I) tidak mungkin terbentuk. Untuk menilai pada
keadaan bagaimana Cu (I) dan Cu (II) terbentuk, yaitu membuat (Cu+) cukup banyak
pada larutan air, Cu+ akan berada pada banyak jumlah (sebab konsentrasinya harus
sekitar dua juta dikalikan pangkat dua dari Cu+). Disproporsionasi ini akan menjadi
sempurna. Di lain pihak jika Cu+ dijaga sangat rendah (seperti pada zat yang sedikit
larut atau ion kompleks mantap). Cu2+ sangat kecil dan tembaga (I) menjadi mantap
(Petrucci, 1987 : 350).
Tembaga (Cu) adalah logam merah muda yang lunak, dapat di tempa dan liat.
Tembaga melebur pada 1038oC. Karena potensial elektroda standarnya positif (+0,34
V untuk pasangan Cu / Cu+), tembaga tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat
encer, meskipun dengan adanya oksigen ia dapat larut sedikit. Asam nitrat yang sedang
pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan tembaga (Svehla, 1990 : 229).
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2, namun hanya
tembaga (II) yang stabil dan mendominasi dalam larutannya. Dalam air, hampir semua
garam tembaga (II) berwarna biru oleh karena warna ion kompleks koordinasi enam
[Cu(H2O)6]2+. Reaksi ion Cu+ dengan OH- pada berbagai konsentrasi bergantung
pada metodenya. Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan tembaga (II) sulfat (0.1-
0,5 M) secara bertetes dengan kecepatan ~ 1 mL/menit menyebabkan terjadinya
endapan gelatin biru muda dari garam tembaga (II) hidroksida sulfat, bukan endapan
Cu(OH)2 (Sugiarto, 2003 : 569).
Senyawa tembaga bersifat diamagnetik. Tembaga sulfit teroksidasi superficial
dalam udara kadang menghasilkan lapisan warna hijau hidroksida karbonat dan
hidrokso sulfat dan SO2. Di atmosfer tembaga mudah larut dalam asam nitrat dan asam
sulfat dengan adanya oksigen. Kestabilan relatif kepro dan kopri diartikan dengan
potensial Cu*= 0,52 V dan Cu+ = 0,153 V. Kestabilan relatif tergantung pada sulfat
anion dan ligan yang cukup beragam dengan pelarut/sifat fisik atom tetangganya dalam
kristal. Pelarutan tembaga hidroksida karbonat dan sebagainya dalam asam yang
dihasilkan akuo hijau dituliskan [Cu(H2O)6]2+. Diantara berbagai kristal hidratnya
adalah sulfat hidratnya adalah sulfat biru CuSO4.5H2O yang paling lazim.
CuSO4.5H2O dapat dihidrasi menjadi zat anhidrat yang berwarna putih. Penambahan
ligan menyebabkan kompleks dengan pertukaran molekul air secara berurutan (Syukri,
1999 : 321).
Senyawa koordinasi adalah senyawa yang terbentuk dari ion sederhana (kation
maupun anion) serta ion kompleks. Unsur transisi periode keempat dapat membentuk
berbagai jenis ion kompleks. Ion kompleks terdiri dari kation logam transisi dan ligan.
Ligan adalah molekul atau ion yang terikat pada kation logam transisi. Contoh ion
kompleks adalah [Cu(NH3)4]2+.
Ion Cu2+ dapat dibuat menjadi garam kompleks Tembaga (II) Amonium Sulfat
Berhidrat dan Tembaga (II) Tetra Amin Sulfat Berhidrat dengan reaksi antara larutan
pekat yang mengandung ion Cu2+, ion amonium dan sulfat.
Teori koordinasi dari Warner merupakan dasar bagi kimia koordinasi. Teori ini
yang mendasarkan adanya valensi sekunder dapat menjelaskan sifat-sifat serta
stereokimia dari banyak senyawa kompleks. Walaupun demikian, dengan adanya
perkembangan yang sesat tentang teori ataom modern dan kenyataan bahwa teori
Warner tidak dapat menjelaskan banyak sifat-sifat senyawa kompleks, timbul teori-
teori baru tentang kimia koordinasi.
Teori ikatan dalam senyawa-senyawa kompleks mula-mula diberikan oleh Lewis
dan Sidgwik. Teori ini karena tidak dapat menjelaskan bentuk-bentuk geometri
senyawa-senyawa kemudian ditinggalkan.
Tembaga memilki elektron s tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Ini agak kurang
umum dengan golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam tingkat oksidasi +1.
Kulit d yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas mulia dalam melindungi
elektron s dalam muatan inti, sehingga potensial pengionan pertama Cu lebih tinggi
daripada golongan alkali. Karena elektron-elektron pada kulit d juga dilibatkan dalam
ikatan logam, panas penyubliman dan titik leleh tembaga jauh lebih tinggi daripada
alkali. Faktor-faktor ini bertanggung jawab bagi sifat lebih mulia tembaga.
Pengaruhnya adalah membuat lebih kovalen dan memberi energi kisi yang tinggi
(Cotton and Wilkinson,1989).
Kebanyakan Cu (I) cukup mudah teroksidasi menjadi Cu(II), namun oksidasi
selanjutnya menjadi Cu(III) adalah sulit. Terdapat kimiawi larutan Cu2+ yang dikenal
baik, dan sejumlah besar garam berbagai anion didapatkan, banyak diantaranya larut
dalam air, menambah perbendaharaan kompleks.
IV. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
No Nama Alat Ukuran Jumlah
1 Gelas ukur 10 ml 1
2 Gelas beaker 50 ml 1
3 Spatula - 1
4 Pipet tetes - 1
5 Pipet volum 25 ml 1
6 Pipet penghisap - 1
7 Neraca analitik - 1

b. Bahan
No Nama Bahan Satuan Jumlah
1 Padatan CuSO4 5H2O
2 Larutan NH3 pekat
3 Larutan etanol 96%
4 Aquades
5 Kertas foil
6 Plester

V. PROSEDUR KERJA
1. Masukan padatan CuSO4 5H2O sebanyak 2 gram kedalam gelas beaker
2. Tambahkan aquades sebanyak 10 ml kedalam gelas beaker tersebut, aduk
menggunakan spatula
3. Tambahkan beberapa tetes NH3 pekat kedalam larutan secara perlahan
4. Pada tetesan yang ke lima larutn tidak terbentuk endapan lagi
5. Diamkan selama 5 menit
6. Tambahkan larutan etanol 96% sebanyak 20 ml kedalam campuran larutan
7. Amati apa yang terjadi
8. Diamkan selama 2 hari dan ditutup rapat menggunakan kertas aluminium foil dan
plaster
9. Setelah 2 hari larutan bewarna bening dan terdapat endapan
10. Timbang kertas saring yang akan diggunakan untuk menyaring (massa = 1,37 g)
11. Larutan yang terdapat endapan disaring menggunakan kertas saring
12. Endapan yang terpisah dari filtrat dikeringan diatas folfet
13. Setelah endapan kering bungkus endapan tersebut menggunakan kertas pnyaring
14. Timbang endapan tersebut pada neraca analitik m (kertas + kristal) = 3,24 g
VI. DATA HASIL PENGAMATAN
No LANGKAH PERCOBAAN HASIL PENGAMATAN
1 Masukan padatan CuSO4 5H2O Tidak ada reaksi
sebanyak 2 gram kedalam gelas
beaker
2 Tambahkan aquades sebanyak 10 ml Padatan CuSO4 5H2O terlarut
kedalam gelas beaker tersebut, aduk
menggunakan spatula
3 Tambahkan beberapa tetes NH3 Larutan tidak terbentuk endapan lagi
pekat kedalam larutan secara
perlahan, sampai tetesan yang ke
lima kemudian diamkan selama 5
menit
4 Tambahkan larutan etanol 96% larutan bewarna bening ada endapan
sebanyak 20 ml kedalam campuran pada larutan tersebut
larutan
5 Diamkan selama 2 hari dan ditutup Tidak ada reaksi
rapat menggunakan kertas
aluminium foil dan plaster
6 Setelah 2 hari larutan bewarna bening dan terdapat
endapan
7 Timbang kertas saring yang akan massa = 1,37 g
diggunakan untuk menyaring
8 Larutan yang terdapat endapan Endapan yang terpisah dari filtrat
disaring menggunakan kertas saring.
9 Endapan yang terpisah dari filtrat Endapan menjadi kering
dikeringan diatas folfet
10 Setelah endapan kering bungkus m (kertas + kristal) = 3,24 g
endapan tersebut menggunakan
kertas pnyaring. Timbang endapan
tersebut pada neraca analitik.

VII. PERHITUNGAN, PEMBAHASAN DAN JAWABAN PERTANYAAN


a. PERHITUNGAN
Diketahui : Massa kertas saring = 1,37 g
Massa kristal total (kertas saring + kristal) = 3,24 g
Massa CuSO4 5H2O = massa kristal total – massa kertas saring
= 3,24 gram – 1,37 gram
= 1,87 gram

Massa CuSO4 5H2O = massa (NH4)2SO4 = 2 gram


Ditanya : rendemen…?
mo−mi
Rendemen = x 100 %
mo
2−1,87
= x 100 %
2
= 65%
b. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini, praktikan melakukan pecobaan mengenai Tembaga (II)
Ammonium Berhidrat dan Tembaga (II) Tetra Amin Sulfat Berhidrat. Masukan
padatan CuSO4 5H2O sebanyak 2 gram kedalam gelas beakertidak ada terjadi
reaksi, tambahkan aquades sebanyak 10 ml kedalam gelas beaker tersebut, aduk
menggunakan spatula padatan CuSO4 5H2O terlarut, tambahkan beberapa tetes
NH3 pekat kedalam larutan secara perlahan, sampai tetesan yang ke lima kemudian
diamkan selama 5 menit larutan tidak terbentuk endapan lagi, tambahkan larutan
etanol 96% sebanyak 20 ml kedalam campuran larutan, maka terjadi larutan
bewarna bening ada endapan pada larutan tersebut, diamkan selama 2 hari dan
ditutup rapat menggunakan kertas aluminium foil dan plaster, setelah 2 hari larutan
bewarna bening dan terdapat endapan, timbang kertas saring yang akan diggunakan
untuk menyaring massa = 1,37g, larutan yang terdapat endapan disaring
menggunakan kertas saring terjadi endapan yang terpisah dari filtrat, endapan yang
terpisah dari filtrat dikeringan diatas folfet kemudian menjadi kering, setelah
endapan kering bungkus endapan tersebut menggunakan kertas pnyaring. timbang
endapan tersebut pada neraca analitik m (kertas + kristal) = 3,24 g.
Prinsip percobaan pembuatan Tembaga (II) Amonium Sulfat Berhidrat adalah
didasarkan pada pembuatan senyawa kompleks dengan prinsip rekristalisasi dimana
suatu kristal CuSO4.5H2O dilarutkan dalam aquadest panas lalu didinginkan agar
mencapai derajat jenuh lalu dikeringkan dan terbentuk kristal Tembaga (II)
Amonium Sulfat Berhidrat.
Prinsip percobaan pembuatan Tembaga (II) Tetra Amin Sulfat Berhidrat
adalah pembuatan senyawa kompleks dengan prinsip rekristalisasi. Dimana suatu
kristal dilarutkan dalam aquadest panas hingga larut lalu ditambahkan NH4OH dan
etanol hingga memicu terbentuknya endapan lalu campuran didinginkan dan
disaring dimana endapannya diambil lalu dikeringkan dalam oven dan terbentuk
garam Tembaga (II) Tetra Amin Sulfat Berhidrat.
Perbedaan karakteristik dari kedua senyawa yang terbentuk adalah, kristal
Tembaga (II) Amonium Sulfat Berhidrat berwarna biru muda, halus dan tidak
higroskopis. Karakteristik kristal Tembaga (II) Tetra Amin Sulfat Berhidrat
berwarna biru keruh, dan kasar. Fungsi perlakuan :
  Penimbangan untuk mengetahui massa kristal awal dan massa kristal yang
terbentuk secara akurat.
 Pengadukan untuk mempercepat terjadinya reaksi akibat energi kinetik yang
semakin besar
 Pencampuran kedua zat berfungsi agar kedua zat dapat saling bereaksi sehingga
terbentuk senyawa baru.
 Pendinginan untuk mencapai derajat jenuh pada larutan sehingga endapan lebih
cepat terbentuk.
 Pendinginan untuk mencapai derajat jenuh pada larutan sehingga endapan lebih
cepat terbentuk.
 Pendinginan untuk mencapai derajat jenuh pada larutan sehingga endapan lebih
cepat terbentuk.
Berikutnya praktikan melakukan pembuatan garam tembaga (II) tetra amin
sulfat berhidrat. Praktikan melarutkan serbuk CuSO4.5H2O yang berwarna biru dengan
menggunakan larutan NH3 pekat yang telah diencerkan dengan aquades, berupa larutan
bening. Pencampuran ini dilakukan dalam lemari asam, karena akibat dari
pencampuran ini menghasilkan gas yang berbau menyengat yang berasal dari larutan
amonia pekat yang digunakan.  Dari hasil campuran ini, terbentuk larutan yang
berwarna biru tua. Selanjutnya ke dalam campuran biru tua tersebut ditambahkan
alkohol 95 % sedikit demi sedikit, hal ini bertujuan untuk mengurangi energi solvasi
ion-ion sehingga pembentukan kristal dapat terjadi lebih sempurna. Praktikan
menggunakan alkohol, karena alkohol merupakan pelarut yang baik untuk senyawa
ionik, dimana alkohol sendiri memiliki tetapan dielektrik yang rendah. Setelah
penambahan ini, campuran didiamkan. Endapan biru tua yang terbentuk kemudian
disaring, lalu dicuci dengan campuran amonia pekat dan alkohol, kemudian dengan
larutan alkohol. Pencucian dilakukan untuk memurnikan endapan kristal yang
terbentuk dari pengotor-pengotor yang tidak diinginkan yang mungkin saja terdapat
dalam garam yang terbentuk pada saat dilakukan penyaringan sebagian kristal tersebut
ikut terbawa bersama filtrat. Terakhir endapan kristal dikeringkan, kemudian
ditimbang.
VIII. KESIMPULAN
1. Tambahkan beberapa tetes NH3 pekat kedalam larutan secara perlahan, sampai
tetesan yang ke lima kemudian diamkan selama 5 menit tidak terbentuk endapan
lagi.
2. Tambahkan larutan etanol 96% sebanyak 20 ml kedalam campuran larutan, terjadi
larutan bewarna bening ada endapan pada larutan tersebut.
3. Timbang kertas saring yang akan diggunakan untuk menyaring massa = 1,37 g
4. Larutan yang terdapat endapan disaring menggunakan kertas saring terjadi endapan
yang terpisah dari filtrat.
5. Setelah endapan kering bungkus endapan tersebut menggunakan kertas pnyaring.
Timbang endapan tersebut pada neraca analitik m (kertas + kristal) = 3,24 g
IX. DAFTAR PUSTAKA
https://kimia-analisi.blogspot.com/2013/04/tembagaiiammonium-berhidrat-dan-tembaga.html

Chalid, Sri Yadial. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Jakarta : UIN Syarif
Hidayatullah.

Day & Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.Jakarta : Erlangga

Sugiyarto. 2003. Dasar-dasar Kimia Anoraganik Logam. UI-Press : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai