Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DEMOKRASI
TEORI DAN PELAKSANAANNYA DI INDONESIA

OLEH
KELOMPOK: II (DUA)

NAMA:
ARON BRIANT S. MUNDUNG (J1B110033)
YUDHA ADI PRATAMA P. (J1B113033)
MEILENI APRIYANTI (J1B113052)
NOR AIN (J1B113038)
NURUL QOMARIAH (J1B113030)
RUSDIANA HASTUTI (J1B113012)

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan berkah, anugerah, dan
rahmatNYA kepada kita semua. Serta shalawat dan salam terhaturkan untuk
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan para sahabat.
Alhamdulillah atas karunia yang Allah berikan kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah “demokrasi teori dan pelaksanaannya di Indonesia” ini tepat
pada waktunya. Isi dari makalah ini tentu masih memiliki banyak kekurangan, dan
mungkin juga adanya kekhilafan dari kami karena mengingat terbatasnya
kemampuan sebagai makhluk.
Pembahasan makalah ini adalah mengenai pengertian demokrasi, teori-teori
demokrasi, dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Seperti yang kita tahu
indonesia kini menganut sistem demokrasi untuk mengatur pemerintahan negara.
Sistem demokrasi ini diterapkan di Indonesia tentu dengan berbagai pertimbangan
dan harapan untuk kesejahteraan Indonesia. Dengan pengetahuan tentang
demokrasi itu berasal dari mana dan landasan pemikirannya apa, maka kita akan
bisa menganalisis manakah sistem yang sesuai untuk negeri Indonesia tercinta ini.
Kesejahteraan kehidupan seluruh umat manusia hanya dapat terwujud dengan
suatu sistem yang tepat.
Semoga isi makalah ini bisa sedikit kiranya memberikan kontribusi
pengetahuan kepada semua pembaca yang budiman. Kami harapkan juga kritik
dan sarannya pada makalah ini agar kami bisa menjadi lebih baik lagi untuk
selanjutnya. Dan terima kasih kami kepada pembaca yang telah mau meluangkan
sedikit waktunya untuk membaca makalah ini.

Banjarbaru, April 2014

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Runusan masalahan ...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................2
1.4 Metode Penulisan...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Demokrasi............................................................................ 3
2.2 Teori-Teori Demokrasi.......................................................................... 5
2.3 Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia.................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................15
3.2 Saran ......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak abad ke-6 SM, bentuk pemerintahan negara-negara kota di


yunani berdasarkan demokrasi. Athena membuktikan dalam sejarah tentang
demokrasi tertua diseluruh dunia. Pemerintahan demokrasi yang tulen
adalah pemerintahan yang sungguh-sungguh melaksanakan kehendak rakyat
dengan sebenarnya. Akan tetapi, penafsiran akan demokrasi itu berubah
menjadi suara terbanyak dari rakyat banyak (Santosa, dkk, 2002).
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki
hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara
langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan
pembuatan hukum (David, 2000).
Berawal dari kemenangan negara-negara sekutu (Eropa Barat dan
Amerika Serikat) terhadap negara-negara Axis (Jerman, Italia, dan Jepang)
pada perang dunia II (1945), dan disusul kemudian dengan keruntuhan Uni
Soviet yang berlandaskan paham Komunisme di akhir abad XX, maka
paham Demokrasi yang dianut oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika
Utara menjadi paham yang mendominasi tata kehidupan umat manusia di
dunia dewasa ini. Suatu bangsa atau masyarakat di abad XXI ini baru
mendapat pengakuan sebagai warga dunia yang beradab (civilized) apabila
menerima dan menerapkan demokrasi sebagai landasan pengaturan tatanan
kehidupan kenegaraannya. Sementara bangsa atau masyarakat yang
menolak demokrasi dinilai sebagai bangsa/masyarakat yang belum beradab
(uncivilized) (David, 2000).
Demokrasi dipahami sebagai sebuah ruang lingkup yang sangat luas.
Apapun bentuknya, fenomena demokrasi sangat menarik untuk dibicarakan.
Apalagi jika dikaitkan dengan kenyataan, bahwa negara indonesia
merupakan negara yang masih menjadi demokratisasi sebagai sebuah
tumpuan. Secara substansial, demokrasi tidak akan berjalan dengan efektif
tanpa berkembangnya pengorganisasian internal partai, lembaga-lembaga
pemerintahan, maupun perkumpulan-perkumpulan masyarakat (Thalhah,
2009).

1.1 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pembuatan makalah ini adalah :


1. Apakah pengertian demokrasi ?
2. Apa saja teori-teori demokrasi ?
3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia ?

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui pengertian demokrasi.
2. Untuk mengetahui teori-teori demokrasi.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

1.3 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini yaitu dengan mengumpulkan


informasi dari referensi buku, internet, dan jurnal.
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demokratika, dari dua


kata, demos = rakyat dan kratos = kekuatan. Jadi secara harfiah demokrasi
berarti kekuatan rakyat atau suatu bentuk pemerintahan negara dengan
rakyat sebagai pemegang kedaulatannya; singkatnya pemerintahan rakyat
(Santosa, dkk, 2002).
Kalimat demokrasi sebenarnya sudah sering menjadi bahan diskusi,
baik oleh akademisi, mahasiswa, pejabat, bahkan elit politik. Hakikat
demokrasi adalah pertama, bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap
rakyat turut serta memerintah melalui perantaraan wakil rakyat,
pemerintahan rakyat; kedua, gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama
bagi semua warga Negara. Pengertian tersebut disebut dengan konsep
demokrasi modern yang mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang
kepentingan raja, sebagaimana pemerintahan yang ditentang oleh Revolusi
Perancis (Wardhani, 2009).
Munculnya pemikiran asas demokrasi adalah untuk menentang
kekuasaan monarkhi yang selalu absolute dan turun temurun. Asas
demokrasi dalam arti yang murni dan ideal adalah ntuk memberikan
peluang partisipasi rakyat terhadap penyelenggara negara. Mac Iver
memberikan suatu slogan democracy has no end yang berkonotasi bahwa di
dalam zaman modern pemikiran tentang penyelenggara negara harus ada
partisipasi rakyat demi menjamin terwujudnya kepentingan rakyat
(Mulyosudarmo, 2004).
 Demokrasi menurut Ahli
1. Menurut Miriam Budiardjo
Demokrasi bukanlah sesuatu yang bersifat statis sebab akan terus
berdinamika sesuai perkembangan zaman (Budiardjo, 2003).
2. Menurut Soewoto Mulyosudarmo
Demokrasi dalam arti yang murni dan ideal adalah untuk memberikan
peluang partisipasi rakyat terhadap penyelenggara negara. Mac Iver
memberikan suatu slogan democracy has no end yang berkonotasi bahwa di
dalam zaman modern pemikiran tentang penyelenggara negara harus ada
partisipasi rakyat demi menjamin terwujudnya kepentingan rakyat
(Mulyosudarmo, 2004).
3. Menurut Moh. Mahfud MD
Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yan
menggunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk
menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin. Oleh sebab itu,
hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu
memberi posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya
di berbagai Negara tidak sama (Mahfud, 2000).
4. Menurut Jean Jaques Rousseau
Demokrasi adalah sebuah tahapan atau sebuah proses yang harus
dilalui oleh sebuah negara untuk mendapatkan kesejahteraan (Rousseau,
2007).
4. Menurut Hans Kelsen
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat. Yang
melaksanakan kekuasaan negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih
(Kelsen, 2006).
5. Menurut International Commision of Jurist (ICJ)
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk
membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara
melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan bertangguung jawab
kepeda mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas (Santosa, dkk,
2002).
6. Menurut Teguh Sihono
Demokrasi merupakan gagasan/pandangan hidup yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warganegara. Secara absolut dapat dikatakan bahwa kekuatan tertinggi
langsung ada di tangan rakyat. Sedangkan secara material demokrasi
merupakan corak pemerintahan yang menjamin kemerdekaan dan
kesamaan, misalnya kemerdekaan berfikir dan mengemukakan pendapat,
berapat dan berkumpul, kemerdekaan mengatur diri sendiri yang dilandasi
oleh corak pemerintah (Sihono, 2011).

2.2 Teori-Teori Demokrasi

a. Teori Demokrasi Klasik


Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad
ke-5 SM tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan
secara langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu
dalam rangka membahas berbagai permasalahan kenegaraan. Bentuk negara
demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a
tree partite classification of state yang membedakan bentuk negara atas tiga
bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-tradisional. Para
penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino
(Suhelmi, 2001).
Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi,
kekuasaan berada di tangan rakyat sehingga kepentingan umum
(kepentingan rakyat) lebih diutamakan. Secara prinsipil, rakyat diberi
kebebasan dan kemerdekaan. Akan tetapi kemudian rakyat kehilangan
kendali, rakyat hanya ingin memerintah dirinya sendiri dan tidak mau lagi
diatur sehingga mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang disebut Anarki
(Suhelmi, 2001).
Aristoteles sendiri mendefiniskan demokrasi sebagai penyimpangan
kepentingan orang-orang sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan umum.
Menurut Polybius, demokrasi dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari
rakyat. Pada prinsipnya konsep demokrasi yang dikemukakan oleh Polybius
mirip dengan konsep ajaran Plato. Sedangkan Thomas Aquino memahami
demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh seluruh rakyat dimana
kepentingannya ditujukan untuk diri sendiri. Prinsip dasar demokrasi klasik
adalah penduduk harus menikmati persamaan politik agar mereka bebas
mengatur atau memimpin dan dipimpin secara bergiliran (Suhelmi, 2001).
b. Teori Civic Virtue
Pericles adalah negarawan Athena yang berjasa mengembangkan
demokrasi. Prinsip-prinsip pokok demokrasi yang dikembangkannya adalah:
1. Kesetaraan warga negara
2. Kemerdekaan
3. Penghormatan terhadap hukum dan keadilan
4. Kebajikan bersama
Prinsip kebajikan bersama menuntut setiap warga negara untuk
mengabdikan diri sepenuhnya untuk negara, menempatkan kepentingan
republik dan kepentingan bersama diatas kepentingan diri dan keluarga
(Suhelmi, 2001).

c. Teori Social Contract


Teori kontrak sosial berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran
Zaman Pencerahan (Enlightenment) yang ditandai dengan rasionalisme,
realisme, dan humanisme, yang menempatkan manusia sebagai pusat gerak
dunia. Pemikiran bahwa manusia adalah sumber kewenangan secara jelas
menunjukkan kepercayaan terhadap manusia untuk mengelola dan
mengatasi kehidupan politik dan bernegara. Dalam perspektif kesejarahan,
Zaman Pencerahan ini adalah koreksi atau reaksi atas zaman sebelumnya,
yaitu Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang
muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru. Seperti telah
disinggung di atas, teori kontrak sosial yang berkembang pada Zaman
Pencerahan ternyata secara samar-samar telah diisyaratkan oleh pemikir-
pemikir zaman-zaman sebelumnya seperti Kongfucu dan Aquinas. Yang
jelas adalah bahwa pada Zaman Pencerahan ini unsur-unsur pemikiran
liberal kemanusiaan dijadikan dasar utama alur pemikiran (Suhelmi, 2001).

d. Teori trias politica


Trias politica atau teori mengenai pemisahan kekuasaan, di latar
belakangi pemikiran bahwa kekuasaan-kekuasaan pada sebuah
pemerintahan yang berdaulat tidak dapat diserahkan kepada orang yang
sama dan harus dipisahkan menjadi dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas
untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.
Dengan demikian diharapkan hak-hak asasi warga negara dapat lebih
terjamin. Dalam bukunya yang berjudul L’esprit, des Louis Montesquieu
membagi kekuatan negara menjadi tiga kekuasaan agar kekuasaan dalam
negara tidak terpusat pada tangan seorang raja penguasa tunggal, yaitu
sebagai berikut:
1. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang.
2. Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang.
3. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-
undang (mengadili) (Suhelmi, 2001).
Ide pemisahan kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu
dimaksudkan untuk memelihara kebebasan politik, yang tidak akan
terwujud kecuali bila terdapat keamanan masyarakat dalam negeri.
Montesquieu menekankan bahwa satu orang atau lembaga akan cenderung
untuk mendominasi kekuasaan dan merusak keamanan masyarakat tersebut
bila kekuasaan terpusat padanya. Oleh karenanya, dia berpendapat bahwa
agar pemusatan kekuasaan tidak terjadi, haruslah ada pemisahan kekuasaan
yang akan mencegah adanya dominasi satu kekuasaan terhadap kekuasaan
lainnya (Suhelmi, 2001).

2.3 Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia

Indonesia pernah menganut beberapa sistem demokrasi diantaranya


yaitu pertama, sistem Demokrasi Liberal (1945-1949); kedua, sistem
Demokrasi Parlementer (1950-1959); ketiga, sistem Demokrasi Terpimpin
(1959-1965); dan keempat, sistem Demokrasi Pancasila (1965 – sekarang).
Pada masa orde baru, demokrasi merupakan “barang mewah” bagi mereka
yang memperjuangkan demokrasi pada masa itu. Para pejuangnya dikatakan
memiliki keberanian yang luar biasa10. Seiring dengan jatuhnya Orde Baru,
demokrasi bukan lagi menjadi barang istimewa bahkan dianggap barang
yang terlalu “murah”, karena kekeliruan dalam mempersepsikan demokrasi
Wardhani, 2009).
a. Demokrasi Liberal (pemerintahan masa revolusi kemerdekaan)
(1945-1949)
Para penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan
mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi
politik di Indonesia. Demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan
berlangsung dari tahun 1945 hingga tahun 1949, ada beberapa hal yang
fundemental yang merupakan peletakan dasar bagi demokrasi di Indonesia
periode ini, yaitu :
1. Political franchise yang menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak
semula mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi,
sehingga ketika kemerdekaan direbut, semua warga negara yang sudah
dianggap dewasa memiliki hak-hak politik yang sama, tanpa ada
diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan.
2. Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi
seorang diktator, dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk menggantikan parlementer.
3. Dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya
sejumlah partai politik, yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem
kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah
politik kita (Gaffar, 2004).

b. Demokrasi Parlementer (1950-1959)


Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950
sampai 1959, dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Periode pemerintahan dalam
masa ini disebut sebagai pemerintahan parlementer, karena pada masa ini
merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia sebelum
masa repormasi. Periode itu dapat disebut juga sebagai
“Representative/Participatory Democracy”. Masa Demokrasi Parlementer
merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, hampir semua elemen
demokrasi dapat kita temukan dalam perwujudannya dalam kehidupan
politik di Indonesia (Gaffar, 2004).
1. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang
sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan
parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya
kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan
jabatan.
2. Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi.
Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah
media massa sebagai alat kontrol sosial.
3. Kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sangat
besar untuk berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia
menganut sistem banyak partai (multy patry system). Ada hampir 40
partai politik yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi
dalam proses rekruitmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun
para pendukungnya.
4. Sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada tahun
1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan
prinsip demokrasi.
5. Masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar
mereka tidak berkurang sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara
dapat memanfaatkannya dengan maksimal.
6. Dalam masa pemerintahan parlemeter, daerah-daerah memperoleh
otonomi yang cukup, bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas
desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan
kekuasaan antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah (Gaffar,
2004).
Pada prinsipnya sistem pemerintahan parlementer menitik beratkan
pada hubungan antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem
ini merupakan peninggalan sistem pemerintahan monarkhi, dimana kepala
negara mempunyai kedudukan yang tidak dapat diganggu gugat (Santosa,
dkk, 2002).
c. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik
yang berjalan pada masa demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan
demokrasi tidak lain merupakan perwujudan kehendak presiden dalam
rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling
berkuasa di Indonesia. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan
pada era Demokrasi Terpimpin adalah:
1. Mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan
untuk mempersiapkan diri dalam kerangka kontestasi politik untuk
mengisi jabatan politik di pemerintahan (karena Pemilihan Umum tidak
pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik
menarik anatara Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis
Indonesia.
2. Dengan terbentuk DPR-GR, peranan lembaga legislatif dalam sistem
politik nasional menjadi semakin lemah. Sebab DPR-GR kemudian lebih
merupakan instrumen politik Presiden Soekarno.
3. Basic human rights menjadi sangat lemah. Soekarno dengan mudah
menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan
kebijakannya atau yang mempunyai keberanian untuk menentangnya.
4. Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti-
kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh
Soekarno.
5. Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara
pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah. Daerah-daerah memiliki
otonomi yang terbatas (Gaffar, 2004).
Demokrasi terpimpin lahir dari keinsyafan, kesadaran, dan keyakinan
terhadap keburukan yang diakibatkan oleh praktik demokrasi
parlementer/liberal yang melahirikan terpecahnya masyarakat, baik dalam
kehidupan politik maupun dalam tatanan kehidupan ekonomi. Secara
konsepsional, demokrasi terpimpin memiliki kelebihan yang dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat. Hal itu dapat dilihat dan
ungkapan Presiden Soekarno ketika memberikan amanat kepada
konstituante tanggal 22 April 1959 tentang pokok-pokok demokrasi
terpimpin, antara lain:
1. Demokrasi terpimpin bukanlah diktator
2. Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian
dan dasar hidup bangsa Indonesia
3. Demokrasi terpimpin adalah demokrasi disegala soal kenegaraan dan
kemasyarakatan yang meliputi bidang politik, ekonomi, dan social
4. Inti dari pada pimpinan dalam demokrasi terpimpin adalah
permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
5. Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan yang membangun
diharuskan dalam demokrasi terpimpin (Septian, 2013).
Berdasarkan pokok pikiran tersebut demokrasi terpimpin tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta budaya bangsa
Indoesia. Namun dalam praktiknya, konsep-konsep tersebut tidak
direalisasikan sebagaimana mestinya, sehingga seringkali menyimpang dan
nilai-riilai Pancasila, UUD 1945, dan budaya bangsa. Penyebabnya adalah
selain terletak pada presiden, juga karena kelemahan legislative sebagai
patner dan pengontrol eksekutiI serta situasi social poltik yang tidak
menentu saat itu (Septian, 2013).

d. Demokrasi Pancasila (demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru)


Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi
yang singkat, yaitu antara tahun 1965 samapai 1968, ketika Jenderal
Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian
dikenal sebagai Ordebaru. Orde Baru memberikan pengharapan baru,
terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang
bersifat otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno
menjadi lebih demokratik. Namun kenyataannya tidak seperti yang
diharapkan, pengganti presiden yang otoriter ternyata seorang otoriter juga
(Gaffar, 2004).
Demokrasi Pancasila pada hakikatnya adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
yang berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan
beradab, dan berpersatuan Indonesia dan yang bersama-sama menjiwai
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Santosa, dkk, 2002).

e. Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Reformasi


Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap
demokrasi pancasila. Namun perbedaanya terletak pada aturan pelaksanaan.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan praktik pelaksanaan
demokrasi, terdapat beberapa perubahan pelaksanaan demokrasi pancasila
dari masa orde baru pelaksanaan demokrasi pada masa orde reformasi
sekarang ini yaitu :
1. Pemilihan umum lebih demokratis
2. Partai politik lebih mandiri
3. Lembaga demokrasi lebih berfungsi
4. Konsep trias politika (3 Pilar Kekuasaan Negara) masing-masing bersifat
otonom penuh (Septian, 2013).
Adanya kehidupan yang demokratis, melalui hukum dan peraturan
yang dibuat berdasarkan kehendak rakyat, ketentraman dan ketertiban akan
lebih mudah diwujudkan. Tata cara pelaksanaan demokrasi Pancasila
dilandaskan atas mekanisme konstitusional karena penyelenggaraan
pemeritah Negara Republik Indonesia berdasarkan konstitusi. Demokrasi
pancasila hanya akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila nilai-nilai
yang terkandung didalamnya dapat dipahami dan dihayati sebagai nilai-nilai
budaya politik yang mempengaruhi sikap hidup politik pendukungnya
(Septian, 2013).
Negara Indonesia secara formal adalah negara demokratis karena
menganut ajaran kedaulatan rakyat. Pelaksanaan demokrasi membutuhkan
semangat yang tinggi dan konsisten, terutama dalam penyelenggaraan
Pemilu untuk mengisi keanggotaan DPR maupun DPRD. Sistem demokrasi
yang dijalankan Negara Indonesia dalam pelaksanaan Pemilu adalah
demokrasi Pancasila (Wardhani, 2009).
Amanat demokrasi dari UUD 1945 khususnya dalam Pemilu anggota
legislatif belum terwujud secara baik sebagaimana terlihat dalam praktek
pelaksanaan pemilu anggota legislatif Tahun 1999 dan Tahun 2004 yang
kurang demokratis dan tidak berkualitas. Dua kali pemilu masa transisi
tersebut belum menerapkan Demokrasi Pancasila. Beberapa indikator
seperti substansi materi muatan undang-undang pemilu anggota legislatif
yang diskriminatif, sistem seleksi calon anggota legislatif dengan parameter
finansial oleh partai, kecurangan caleg (calon anggota legislatif) dalam
memberi data identitas diri (ijazah palsu), perilaku pemilih yang anarkhis,
penyelenggara pemilu yang kurang profesional, golput dan lain-lain
(Wardhani, 2009).
Demokrasi sejati membutuhkan hukum, peraturan, lembaga yang
menegakkannya, dan sikap demokratis. Sikap demokratis di dalamnya
terkandung kebesaran hati untuk mengakui kesalahan, kesediaan untuk
bekerja sama dalam mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat luas, dan
mampu mengkombinasikan semangat untuk menegakkan pendiriannya serta
kompromi dengan kesadaran bahwa seseorang tidak dapat mewujudkan
semua yang diinginkan, dan kombinasi antara kesadaran individu denga
kelompok. Secara subtantif berdimensi panjang untuk mendidik warga
negara yang baik guna menjamin terwujudnya masyarakat demokratis,
pendidikan demokrasi mutlak diperlukan (Sihono, 2011).
Pendidikan demokrasi bertujuan mempersiapkan warga masyarakat
berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan pada
generasi baru yang menyadari akan tiga hal. Pertama, demokrasi adalah
bentuk kehidupan bermasyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
negara. Kedua, demokrasi adalah suatu learning process yang tidak dapat
begitu saja meniru dari masyarakat lain. Ketiga, kelangsungan demokrasi
tergantung pada keberhasilan menstransformasikan nilai-nilai demokrasi
(kebebasan, persamaan dan keadilan, serta loyal kepada sistem politik yang
bersifat demokratis (Sihono, 2011).
Tipe demokrasi yang ideal diwujudkan dalam derajad yang berbeda-
beda. Melalui konstitusi yang berbeda-beda pula. Demokrasi langsung
adalah demokrasi yang mempunyai derajad paling tinggi. Demokrasi
langsung dapat ditandai dengan fakta, bahwa pembuat peraturan, dan juga
fungsi eksekutif dan fungsi legislatif, dilakukan oleh masyarakat di dalam
pertemuan akbar atau sebuah pertemuan umum. Pelaksanaan semacam ini
hanya mungkin terjadi di dalam masyarakat-masyarakat kecil dan di bawah
kondisi-kondisi sosial yang sederhana. Hal yang paling mungkin terjadi
adalah suatu demokrasi dimana fungsi legislatif dijalankan oleh parlemen
yang dipilih oleh rakyat, dan fungsi eksekutif dan yudikatif juga dijalankan
melalui pemilihan umum yang dijamin keabsahannya (Thalhah, 2009).
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :


1. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang kekuasaannya berasal dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

2. Indonesia menganut sistem Demokrasi Pancasila dimana demokrasi itu


dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila sehingga tidak
dapat diselewengkan begitu saja.

3. Implementasi demokrai Pancasila terlihat pada pesta demokrasi yang


diselenggarakn setiap lima tahun sekali. Dengan diadakannya Pemilu baik
legislatif maupun presiden dan wakil presiden terutama di era reformasi ini,
aspirasi rakyat dan hak-hak politik rakyat dapat disalurkan secara langsung.

1.2 Saran

Demikianlah makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat


bagi kita semua, dapat menambah ilmu dan wawasan di bidang Pendidikan
Kewarganegaraan. Kami tahu bahwa didalam makalah ini masih banyak
salah dan kekurangan, maka kami mengharapkan saran dan kritik
membangun, sehingga dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

David, B. 2000. Demokrasi. Yogyakarta: Kanisius.

Kelsen, H. 2006. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Bandung: Nuansa
dan Nusamedia.

Mahfud MD, Moh., 2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.

Mulyosudarmo, S. 2004. Perubahan Ketatanegaraan Melalui Perubahan


Konstitsi. Jawa Timur: Asosiasi Pengajar HTN-HAN.

Rousseau, J. J. 2007. Du Contract Social (Perjanjian Sosial). Jakarta: Visimedia.

Santosa, H., Yonnie, M., Rukiyti., dan Sumaryati. 2002. Sari Pendidikan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Beserta Perubahannya.
Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Sihono, T. 2011. Upaya Menuju Demokratisasi Pendidikan. Jurnal Ekonomi &


Pendidikan, Volume 8 Nomor 1, (1-22)

Suhelmi, A. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Thalhah, H. M. 2009. Teori Demokrasi Dalam Wacana Ketatanegaraan Perspektif


Pemikiran Hans Kelsen. Jurnal Hukum No. 3 Vol, (413-422)

Ubaedillah, A. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)


Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Wardhani, S. H. R. 2009. Penerapan Demokrasi Pancasila Dalam Pemilu


Anggota Legislatif Tahun 2009. Jurnal Konstitusi Pshk-Fh
Universitas Islam Indonesia. Volume II Nomor 1, 41-56.

Anda mungkin juga menyukai