OLEH:
KELOMPOK I
NAMA NIM
ABDUL HALIM A1L1 15 001
ANDRIA NINGSIH A1L1 15 007
ARMAN A1L1 15 009
AYU LESTARI A1L1 15 011
DIAN SELFI A1L1 15 013
FITRIYANTI A1L1 15 015
HERIANTO HARBI A1L1 15 017
LA ODE MUHAMAD JAFAR A1L1 15 019
MASNI ISABELA A1L1 15 021
MELYNDA A1L1 15 023
KENDARI
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
tepat pada waktunya. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
sehingga kita masih dapat menikmati ilmu pengetahuan hingga saat ini.
yang diberikan oleh dosen mata kuliah yang bersangkutan dan semoga makalah
ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menambah wawasan pembaca.
Makalah ini terdiri atas tiga bab, bab pertama menjelaskan mengenai latar
penulisan makalah; bab dua menjelaskan tentang cakupan materi kimia koordinasi
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan penulis
serta seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif
2
Kendari, Mei 2018
Penyusun
3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 6
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 7
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Kimia Koordinasi ............................................................. 8
B. Reaksi Subtitusi............................................................................. 13
C. Mekanisme Reaksi Subtitusi ......................................................... 15
D. Konsekuensi Kinetik dari Jalur Reaksi ........................................ 22
DAFTAR PUSTAKA
4
Kompetensi Dasar:
Tujuan Pembelajaran:
dengan benar;
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tentang teori, sintesis, struktur, sifat dan reaktifitas senyawa kompleks. Senyawa
melibatkan ikatan kovalen koordinasi antara logam atau ion logam sebagai atom
pusat dan ligan. Umumnya, senyawa koordinasi terjadi pada logam transisi. Hal
ini karena logam transisi merupakan unsur logam dalam tabel periodik yang
memiliki subkulit d yang tidak terisi penuh. Sehingga logam transisi mampu
membentuk kompleks atau senyawa koordinasi, dimana atom atau ion logam
pusatnya mempunyai dua atau lebih ligan terikat padanya oleh ikatan kovalen
koordinasi.
Teori koordinasi telah berkembang sejak tahun 1805. Teori ini pertama
kali ditemukan oleh Thomas Graham yang sekarang dikenal dengan teori
koordinasi ini saling berkaitan dan memberikan manfaat yang sangat penting
tersebut.
6
Senyawa koordinasi mengalami reaksi subtitusi. Reaksi subtitusi dalam
suatu ligan pengganti. Reaksi subtitusi dalam kimia koordinasi terdiri atas dua
senyawa koordinasi.
B. Rumusan Masalah
senyawa koordinasi?
C. Tujuan Penulisan
koordinasi
senyawa koordinasi.
7
BAB II
PEMBAHASAN
antara logam atau ion logam sebagai atom pusat dengan ligan. Sintesis senyawa
koordinasi telah menjadi bagian utama dalam ilmu kimia. Meskipun pada awalnya
amonium yang tersubstitusi. Menurut Graham, dua atom hidrogen, disbstitusi oleh
a. NH3 terikat kuat pada atom tembaga sehingga penambahan asam seperti HCl
Kelemahannya teori Graham hanya dapat diterapkan bila jumlah NH3 yang
terikat pada atom logam jumlahnya sama dengan valensi logam. Tetapi pada
8
faktanya, banyak ditemukan jumlah NH3 yang terikat dengan logam yang
dengan valensi tetapnya, misalnya: H2O, NH3, HCl, PCl3, NaCl, dan CoCl2.
yang bekerja antara senyawa atomik dalam senyawa molekuler lebih lemah
dibandingkan gaya antara senyawa atomik dalam senyawa atomik. Gaya Cl dalam
Cl2 lebih kuat dibanding dengan gaya antara PCl3 dengan Cl2 dalam PCl3.Cl2.
Akhir abad ke-19, terdapat perkembangan luar biasa pada kimia organik
kobalt, dapat mengikat tiga buah NH3 yang terdapat dalam rantai –NH3–. Untuk
senyawa kompleks yang mengandung halogen, atom halogen dibagi menjadi dua
macam, yaitu atom halogn lebih dekat (nearer halogen) dan halogen yang lebih
jauh (further halogen). Atom hidrogen further dapat diendapkan sebagai perak
halida. Atom hidrogen nearer tidak dapat diendapkan. Atom halogen further tidak
9
terikat langsung pada atom logam, sedangkan atom halogen nearer terikat
langsung pada atom logam. Pada waktu itu berhasil disintesis senyawa yang
menunjukkan bahwa larutan kompleks luteo terionisasi menjadi empat buah ion,
yaitu satu ion CoCl2.6NH3+ dan tiga ion Cl, kompleks purpureo terionisasi
menjadi tiga buah, kompleks purseo terionisasi dua buah ion. Fakta-fakta tersebut
disimpulkan bahwa kompleks luteo memiliki tiga atom klorin further, kompleks
pupureo memiliki satu atom klorin nearer dan dua atom klorin further memiliki
dan kompleks praseo, memiliki 2 atom klorin further dan dua atom klorin nearer.
kompleks yang memiliki rumus yang sama, yaitu CoCl2.(en)2. Dua senyawa
tersebut merupakan pasangan isomer dengan warna yang berbeda, satu berwarna
hijau dan satu berwarna violet, dan diberinama violeo. Menurut Jorgensen,
CoCl3.3NH3 terionisasi menjadi CoCl2.3NH3 dan satu ion Cl- sehingga larutan
kompleks tersebut merupakan larutan elektrolit. Selain itu, jika senyawa tersebut
dilarutkan dalam larutan AgCl akan membentuk endapan berwarna putih. Struktur
yang diajukan oleh Jorgensen tidak cocok dengan fakta-fakta eksperimen yang
ada.
10
4. Teori Werner
senyawa seperti ini mempunyai suatu sifat tertentu yang tidak digambarkan secara
struktural yang berdasarkan atas dasar teori valensi. Cara yang paling sukses
untuk menerangkan struktur senyawa ini adalah teori koordinasi Werner. Teori
mempostulasikan dua jenis valensi yaitu valensi primer (dapat terionisasi) dan
Valensi primer adalah merupakan valensi yang mengikat atom satu dengan
senyawa kovalen NaCI, CCl4, CO2, NH3 dan sebagainya. Valensi sekunder adalah
lebih tinggi. Empat molekul KCN bergabung dengan satu molekul Fe (CN)2
yang terikat dengan valensi sekunder tidak dapat maksimum sedangkan gugus
yang terikat dengan valensi primer dapat terionisasi. Jumlah maksimum ion atau
molekul yang dapat terikat pada atom pusat dengan valensi sekunder disebut
11
sebagai bilangan koordinasi ion atau molekul yang terikat pada atom pusat
seperti unidentat, bidentat, tridentat dan sebagaiya. Setiap jenis ligan ditentukan
oleh sejumlah titik-titik koordinasi yang dimiliki ligan. Apabila ikatan antara atom
pusat dengan ligan hanya menggunakan satu tangan ikatan, maka ligan tersebut
dinamakan ligan unidentat, contoh F-, CI-, H2O,NH3 tetapi etilena diamin (NH2-
CH2 – CH2-NH2) adalah ligan bidentat karena ikatan antara atom pusat dengan
koordinasi (BK). BK menyatakan jumlah gugusan yang terikat pada atom pusat
mempunyai BK = 6.
3. Valensi primer dimiliki oleh logam diisi oleh ion negatif. Valensi sekunder
yang dijumpai logam dapat diisi oleh gugus negatif, molekul netral (seperti H2,
NH3 dan sebagainya) atau kadang-kadang gugus positif. Dalam setiap kejadian
4. Valensi sekunder diarahkan pada ruang-ruang sekitar ion logam pusat. Untuk
12
logam dengan bilangan koordinasi 6 berarti ada 6 valensi yang dipandang berada
logam dengan bilangan koordnasi 4 berarti ada 4 valensi yang dipandang berada
B. Reaksi Substitusi
perubahan. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat masuknya suatu ligan pengganti.
Oleh sebab itu reaksi ini disebut juga reaksi substitusi atau penyulihan ligan. Laju
reaksi dalam reaksi substitusi sangat bervariasi tergantung waktu yang diperlukan
penggantian satu atau lebih ligan dalam lingkungan koordinasinya pada ligan lain
disebut kelabilan. Kecepatan reaksi substitusi ini sangat bergantung pada waktu.
Kompleks yang reaksinya sangat cepat disebut labil, sedangkan reaksi yang dapat
berlangsung secara lambat atau sama sekali tidak berlangsung disebut inert atau
lembam.
(t) reaksi substitusi ligan lebih kecil dari 30 detik disebut sebagai kompleks stabil
dan kompleks yang memiliki waktu paruh reaksi substitusinya lebih besar dari 30
detik disebut kompleks lembam atau inert. Perlu ditekankan di sini istilah labil
dan inert ada kaitannya dengan laju reaksi dibaurkan dengan istilah stabil dan
13
spesies untuk berada dalam kondisi kesetimbangan. Kajian tentang reaksi
kompleks labil biasanya memerlukan teknik percobaan yang canggih hal ini
karena waktu paruh reaksi substitusinya adalah sangat pendek sementara kelajuan
reaksinya sangat tinggi sehingga hanya teknik canggih yang dapat mendeteksi
Reaksi dengan kelajuan yang lebih lambat dapat diamati dengan teknik
Vis, dan Polarimeter, pemilihan alat yang akan digunakan disesuaikan dengan
periode waktu paruh dari reaksinya. Oleh karena teknik konvensional lebih mudah
dan lebih banyak digunakan, maka informasi yang tersedia tentang reaksi spesies
lembam atau inert adalah lebih banyak jumlahnya daripada reaksi spesies labil.
yang mengacu pada kelajuan suatu sistem reaksi untuk mencapai kesetimbangan.
14
Bila diperhatikan tabel tersebut menunjukkan bahwa tidak tergambar
dan laju pertukaran dengan ion sianida bertanda dalam larutan berair. Misalnya
pertukaran ligannya terjadi beberapa kali setiap detiknya. Tetapi ligan yang masuk
15
Kedua proses di atas dapat ditunjukkan dalam gambar berikut:
Proses ini disebut juga proses SN1 yang dapat diartikan sebagai reaksi
muatan positif atau ion pusat. Unimolekuler karena spesies yang menentukan
Proses ini disebut juga proses SN2 yang dapat diartikan sebagai substitusi
nukleofilik bimolekuler. Artinya spesies yang menentukan reaksi di sini ada dua
buah yaitu kompleksnya dan subtituen. Di sini dapat dibedakan bahwa pada
proses SN1 yang penting adalah pemutusan ikatan, sedangkan SN2 yang penting
16
Reaksi substitusi yang paling sederhana adalah reaksi pertukaran air
terkoordinasi di sekeliling ion logam dalam larutan berair di mana air sekaligus
Langfortd dan Gray membagi ion-ion pusat dengan reaksi pertukaran air
Kelas I: Pertukaran air terjadi sangat cepat (difusi terkontrol); K > 10-8 detik-1.
Ion-ion yang termasuk dalam kelas ini adalah ion logam alkali dan
alkali tanah (kecuali Be2+ dan Mg2+), golongan 12 misalnya Cr2+ dan
Kelas II: Tetapan laju pertukaran antara 104 dan 108 detik-1. Ion-ion yang
yang bervalensi dua (kecuali V2+, Cr2+ dan Cu2+), juga termasuk ion-ion
Kelas III: Besar tetapan laju pertukaran antara 1 dan 104 detik-1. Yang termasuk
dalam kelas ini adalah ion-ion Be2+, V2+, Al3+, Ga3+ dan beberapa ion
Kelas IV: Ion-ion dalam kelas ini menurut pengertian taube adalah lembam
(inert). Besar tetapan laju pertukarannya antara 10-6 dan 10-3 detik-1.
Yang termasuk dalam kelas ini adalah Cr3+, Co3+, Rh3+, Ir3+ dan Pt2+.
kompleks hidrat dengan ligan-ligan seperti SO42-, S2O3, EDTA dan sebagainya,
17
kecepatan reaksinya ternyata hanya ditentukan oleh konsentrasi hidrat, jadi
reaksinya hanya ditentukan oleh konsentrasi hidrat, jadi reaksinya adalah reaksi
Laju = k[M(H2O)xn+]-
Ini berarti bahwa reaksi yang lambat ialah pemutusan ikatan logam –H2O
dan prosesnya termasuk SN1. Senyawa kobalt (III) amin atau kompleks amin
reaksinya dengan air sangat lambat, tetapi untuk ligan-ligan lain cukup cepat.
Reaksi ini ternyata adalah reaksi tingkat satu dan persamaan kecepatan reaksinya
Laju = k[Co(NH3)52+]
Jadi proses dissosiative atau proses SN1 penggantian gugus asam x- dalam
kompleks kobal oleh gugus lain selain H2O, mula-mula terjadi tersubstitusi oleh
[Co(NH3)5X]2+ + Y- → [Co(NH3)5X]2+ + X-
Ion OH bereaksi lain dari gugus asido di atas, reaksinya sangat cepat dan
18
[Co(NH3)5Cl]2+ + [OH]- → [Co(NH3)5OH]2+ + Cl-
Laju = k[Co(NH3)5Cl2+][OH-]
Ini menunjukkan bahwa ion OH- merupakan gugus nucleofilik yang baik.
pemutusan ikatan, tetapi ikatan dalam ligan itu sendiri diputuskan dan dibentuk
kembali. Suatu kasus yang terkenal adalah akuasi kompleks karbonat, bila
digunakan air bertanda isotop, maka ditemukan bahwa tidak ada *o yang masuk
Jalur yang paling mungkin ini menyangkut penyerangan proton pada atom
oksigen yang terikat pada CO diikuti oleh pengusiran CO2, kemudian protonisasi
kompleks hidrokso.
c.
pada H2O berubah menjadi terikat pada NO2-. Hasilnya dapat menarik perhatian
19
2. Reaksi Substitusi Ligan Kompleks Persegi Planar
bereaksi menurut proses displacement atau SN2, jadi reaksinya merupakan reaksi
tingkat dua. Ion-ion logam dengan konfigurasi d8 seperti Au(III), Ni(II), Pd(II),
Rh(I), Ir(I), Pt(II) semua ini biasanya membentuk kompleks persegi planar dengan
kosong yang tegak lurus pada bidang molekular akan memperbesar pentingnya
ML2AX + Y → ML2AY + X
memberikan hasil trans ML2AY dan reaktan cis memberikan hasil cis.
20
Pada substitusi senyawa-senyawa kompleks Pt(II) dalam pelarut-pelarut
bukan ligan seperti CCl4 dan C6H6. Jelas di sini terlihat reaksi tingkat dua. Pada
substitusi dalam pelarut yang bersifat ligan seperti H2O dan alkohol reaksinya
Misalnya:
H2O
+ -
[Pt(NH3)3Cl] + Br H2O [Pt(NH3)3Br]+ + Cl-
bereaksi cepat sedang dan H2, [OH]- bereaksi lambat dengan kompleks Pt(II).
Adanya reaksi cepat ini menunjukkan bahwa di sini terjadi proses SN2. Energi
aktivasi akan turun bila ligan yang datang menyokong pemutusan ikatan logam
dengan ligan.
21
D. Konsekuensi Kinetik dari Jalurnya Reaksi
reaksi, namun hal ini belum memberikan informasi yang cukup. Dalam kasus
Hal ini untuk menentukan mekanisme reaksi dan menentukan pemilihan reaksi
khusus yang tampak dalam proses reaksi. Penentuan mekanisme reaksi sangat
penting karena memungkinkan seorang ahli kimia untuk memeriksa data untuk
pemilihan reaksi khusus yang tampak dalam proses reaksi sangat membantu
merancang sintesis baru. Sejumlah contoh tentang hukum laju dan bukti
antara (intermediate) dengan nomor koordinasi yang lebih rendah diikuti dengan
k1
ML5 X ML5 + X
k-1
k2
ML5 + Y ML5 Y
ligan yang masuk, dan L merupakan ligan yang tidak berubah selama reaksi.
Dalam kasus pertukaran pelarut, semua (X, Y, dan L) mungkin secara kimia
22
adalah spesies yang sama, tetapi dalam kasus yang lebih umum ligan-ligan ini
bisa saja berbeda. Secara umum, hal ini tidak diperhatikan, tetapi perlu diingat
bahwa salah satu spesies yang mungkin adalah ion. Contoh-contoh umum
biasanya berupa 6-koordinat, tetapi bilangan koordinasi lain dapat dipilih tanpa
konsentrasi yang sangat kecil dari ML5 adalah antara dan mengharuskan bahwa
tingkat pembentukan dan reaksi intermediate harus sama. Hal ini pada gilirannya
Pemecahan untuk
Salah satu kriteria untuk mekanisme ini adalah terdapat intermediat ML5, yang
23
2. Pertukaran (Interchange (I))
pertukaran ligan antara ligan yang masuk dan reaktan 6-koordinat membentuk
pasangan ion atau ikatan molekul berantai longgar. Spesies ini tidak digambarkan,
memiliki jumlah koordinasi yang meningkat dan tidak dapat dideteksi secara
ML5X+ Y ML5X.Y
ML5X+ Y ML5Y + X
k1
ML5 X + Y ML5X.Y
k-1
k2
ML5X + Y ML5Y + X
Ketika k2 << k-1, reaksi kebalikan dari langkah satu cukup cepat sehingga
langkah pertama tidak bergantung pada langkah kedua, langkah pertama adalah
𝑑[ML5X.Y]
= k1 [ML5X] [Y] – K-1 [ML5X.Y] – k2 [ML5X.Y] = 0
𝑑𝑡
Jika [Y] besar dibandingkan dengan [ML5X] (kondisi experimen umum), maka
konsentrasi spesies transisi yang tidak stabil cukup besar untuk mengubah secara
signifikan konsentrasi dari ML5X tetapi bukan dari Y. sehingga, harus ada
pemecahan spesies ini dalam hal konsentrasi awal reaktan dari [M]0 yang disebut
dengan [Y]0.
24
Dan, dengan asumsi konsentrasi produk akhir, [ML5Y] terlalu kecil untuk
[Y]0 ≅ [Y]
adalah dalam tingkat pembentukan ikatan pada langkah pertama dari mekanisme
reaksi. Jika ikatan antara ligan masuk dan logam lebih pentingkan, maka itu
termasuk mekanisme Ia. Sedangkan jika melanggar ikatan antara ligan yang
tersisa dan logam lebih penting, maka mekanisme tersebut adalah mekanisme Id.
Perbedaan antara keduanyanya ini halus dan desain eksperimental yang cermat
sangat diperlukan untuk menentukan deskripsi yang sesuai dengan reaksi yang
diberikan.
Seperti dapat dilihat dari persamaan dibawah ini, baik mekanisme D dan I
memiliki bentuk matematika yang sama untuk hukum laju keduanya, (jika hukum
25
D tingkat dibagi oleh k-1/ k-1, persamaan memiliki bentuk yang sama ditunjukkan
di bawah):
adalah urutan kedua (urutan pertama dalam M dan Y, nilai = K [M]0[Y]0 / [X],
pada [Y] yang tinggi, istilah kedua dalam persamaan lebih besar, penyebut
menjadi k’[Y] dan [Y] dibatalkan, menyebabkan urutan pertama reaksi dalam
urutan kompleks dan nol dalam Y (nilai= (k/k ') [M]0. Perubahan dari pertama ke
yang lainnya bergantung pada nilai-nilai spesifik pada angka konstan. Kesamaan
3. Asosiasi (A)
langkah penentu laju. Ini diikuti oleh reaksi yang lebih cepat dimana ligan yang
pergi menghilang.
26
Pendekatan kesetimbangan digunakan dalam hukum lain menghasilkan
persamaan:
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
perubahan. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat masuknya suatu ligan
pengganti. Oleh sebab itu reaksi ini disebut juga reaksi substitusi atau
sempurna.
3. Mekanisme reaksi substitusi ada dua, yaitu proses dissosiative atau disosiasi
4. Konsekuensi kinetik pada suatu jalur reaksi dapat ditinjau pada tiga aspek
B. Saran
Saran dalam penulisan makalah ini yaitu sebaiknya para pembaca mencari
28
DAFTAR PUSTAKA
Raya, Indah. 2014. Kimia Anorganik Fisik dan Material. F-MIPA UNHAS.
Makassar.
Raya, Indah dan M. Jahrul. 2014. Kimia Koordinasi dan Organologam. F-MIPA
UNHAS. Makassar.
29