Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL ILMIAH

PRAKTIKUM BIOKIMIA
“IDENTIFIKASI KANDUNGAN ASAM AMINO PADA SAMPEL
DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI KERTAS”

Oleh,
NAMA : ANAK AGUNG SRI YONI
NIM : 1313031076
KELAS : VI C

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2016
IDENTIFIKASI KANDUNGAN ASAM AMINO PADA SAMPEL DENGAN
MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI KERTAS

Anak Agung Sri Yoni (1313031076)


Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha
Email: sriyoni27@gmail.com

ABSTRAK
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui perbandingan koefisien distribusi (R f) dari
berbagai asam amino dan untuk menentukan kandungan asam amino pada sampel melalui kromatografi
kertas dengan teknik ascending. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode kromatografi
kertas yang merupakan metode kualitatif. Hasil nilai Rf yang diperoleh dari percobaan ini yaitu dari asam
amino leusin, glisin, tirosin, triptofan, dan metionin dalam eluen fenol secara berturut-turut yaitu 1, 0,93,
0,95, 0,79, dan 0,94. Hasil nilai Rf dari asam amino leusin, glisin, tirosin, triptofan, dan metionin dalam
eluen campuran n-butanol, aquades dan asam asetat glasial secara berturut-turut yaitu: 0,79, 0,81, 0,71,
0,68 dan 0,88. Berdasarkan identifikasi perbandingan nilai Rf sampel dengan standar dan karakteristik
larutan sampel dan standar maka dapat diprediksi bahwa sampel unknown A mengandung asam amino
triptofan, sampel unknown B mengandung asam amino triptofan, metionin dan glisin, sampel unknown C
mengandung asam amino leusin dan tirosin.

Kata kunci : asam amino, identifikasi, kromatografi kertas, nilai Rf.

ABSTRACT
The purpose of this experiment is to determine the ratio of the distribution coefficient (Rf) of various
amino acids and to determine the amino acid content in the samples through ascending paper
chromatography techniques. The method used in this experiment is a paper chromatography method which
is a qualitative method. Rf value results obtained from these experiments are of the amino acid leucine,
glycine, tyrosine, tryptophan, and methionine in the eluent phenol in a row are 1, 0.93, 0.95, 0.79, and 0.94.
Results Rf value of the amino acid leucine, glycine, tyrosine, tryptophan, and methionine in the eluent
mixture n-butanol, distilled water and glacial acetic acid respectively are: 0.79, 0.81, 0.71, 0.68 and 0.88.
Based on the comparison of the value of Rf¬ sample identification with the standards and characteristics of
the sample solution and standard, it can be predicted that the unknown sample A contains the amino acid
tryptophan, an unknown sample B contains the amino acid tryptophan, methionine, and glycine, C unknown
samples containing amino acids leucine and tyrosine.

Keywords: amino acids, identification, paper chromatography, the value of Rf.

PENDAHULUAN mengakibatkan pergerakan diferensial dari


Pengaplikasian berbagai teknik komponen. Fase diam dapat berupa padatan
pemisahan dalam penelitian dilakukan untuk atau caquadesan yang terikat pada
dapat memisahkan sampel menjadi permukaan padatan (kertas atau suatu
komponen-komponennya. Pemisahan yang adsorben), sedangkan fase gerak dapat
paling sering digunakan dalam memisahkan berupa caquadesan yang disebut dengan
komponen penyusun suatu sampel adalah eluen atau pelarut, atau gas pembawa yang
kromatografi kertas. inert. Gerakan fase gerak ini mengakibatkan
Teknik pemisahan kromatografi ini terjadinya migrasi diferensial komponen-
pertama kali diperkenalkan oleh Michael komponen dalam sampel (Tika,2010).
Tswet (1906) seorang ahli botani dari Rusia. Pemisahan dengan metode
Kromatografi berasal dari kata “chroma” dan kromatografi memiliki kelebihan
“graphein”. Dalam bahasa Yunani kedua dibandingkan dengan metode pemisahan
kata tersebut berarti “warna” dan “menulis”. lainnya yaitu kromatografi dapat digunakan
Pengertian kromatografi menyangkut metode untuk sampel atau konstituen yang sangat
pemisahan yang didasarkan atas distribusi kecil (semi mikro dan makro), cukup selektif
diferensial komponen sampel diantara dua terutama untuk senyawa senyawa organik
fase, yaitu fase diam (stationary phase) dan multi komponen, proses pemisahan dapat
fase gerak (mobile phase). Fase gerak akan dilakukan dengan waktu yang relatif singkat,
membawa komponen yang dapat harganya murah dan sederhana, karena
umumnya tidak memerlukan alat yang mahal arah lain yang tegak lurus pada arah elusi,
dan rumit (Soebagio, dkk., 2000). setelah kromatografi kering. (Tika 2010)
Dalam kromatografi selalu terjadi Pelaksanaan pemisahan dengan metode
kecenderungan sebagai berikut: (a) kromatografi kertas terbagi dalam tiga tahap
kecenderungan molekul-molekul komponen yaitu tahap penotolan cuplikan, tahap
untuk melarut dalam caquadesan, (b) pengembangan, dan tahap identifikasi. Pada
kecenderungan molekul-molekul komponen tahap penotolan kertas kromatografi yang
untuk melekat pada permukaan padatan halus sudah disiapkan ditotolkan larutan cuplikan
(adsorpsi = penyerapan), (c) kecenderungan dengan menggunakan mikropipet atau pipa
molekul-molekul komponen untuk bereaksi kapiler pada garis yang sudah dibuat. Pada
secara kimia (penukar ion), dan (d) tahap pengembangan, ujung kertas
kecenderungan molekul-molekul tereklusi kromatografi yang dekat garis awal yang
pada pori-pori fase diam (Tika, 2010). telah berisi totolan cuplikan dicelupkan ke
Kromatogarfi kertas merupakan dalam pelarut (eluen) yang terdapat dalam
salah satu teknik kromatografi dengan bentuk bejana kromatografi. Komponen-komponen
kromatografi yang paling sederhana, mudah cuplikan akan terbawa oleh rembesan
dan murah. Jenis kromatografi ini merupakan cuplikan. Perbedaan kelarutan komponen-
bidang khusus kromatografi caquades- komponen cuplikan dalam eluen akan
caquades. Kromatografi kertas merupakan mengakibatkan kecepatan bergerak
salah satu jenis kromatografi yang memiliki komponen-komponen dalam kertas juga
fase diam dan fase gerak berupa caquadesan berbeda. Perbedaan kecepatan bergerak
yang tidak saling bercampur. Fase diam komponen-komponen ini lenih umum disebut
dalam kromatografi berupa aquades yang migrasi diferensial. Hasil pemisahan akan
terikat selulosa kertas sedangkan fase nampak sebagai noda-noda berwarna pada
geraknya berupa pelarut organik non polar. kertas dengan jarak yang berbeda-beda dari
Berdasarkan kedua hal itu kromatografi awal. Pada tahap identifikasi atau
kertas dapat digolongkan ke dalam penampakan noda, jika noda sudah berwarna
kromatografi partisi. Dalam kromatografi dapat langsung diperiksa dan ditentukan Rf-
kertas fase gerak akan merembes ke dalam nya. Besaran Rf (rate of flow) menyatakan
kertas karena efek kapiler. Rembesan fase derajat retensi suatu komponen dalam fase
gerak pada kertas dapat dilakukan dengan diam. Rf juga disebut faktor referensi atau
teknik menaik (ascending) atau dengan faktor refensi ( Soebagio, 2000).
teknik menurun (descending). Pada teknik Setiap komponen memiliki harga Rf
ascending rembesan fase gerak bergerak ke tertentu. Jarak yang ditempuh oleh setiap
atas sedangkan pada teknik descending senyawa dari garis dasar relatif terhadap
rembesan fase gerak bergerak ke bawah. jarak tempuh pelarut/eluen didefinisikan
Pada teknik menurun rembesan fase gerak sebagai Rf.
disamping bergerak karena efek kapiler juga Jarak yang ditempuh sampel dari garis dasar
dibantu oleh efek gravitasi sehingga Rf =
rembesan berjalan lebih cepat. (Soebagio, Jarak yang ditempuh pelarut dari garis dasar
dkk., 2000) Nilai Rf dari suatu senyawa pada sistem
Kromatografi kertas digunakan untuk kromatografi kertas bergantung pada banyak
pemisahan zat anorganik, organik, dan variabel, di antaranya sistem pelarut,
biokimia dalam jumlah yang sedikit. Dalam temperatur, lamanya elusi, dan jenis kertas.
percobaan ini dilakukan analisis secara Karena dipengaruhi oleh banyaknya variabel,
kualitatif terhadap larutan yang mengandung maka Rf suatu senyawa yang sudah diketahui
bermacam-macam asam amino. dijadikan standar atau patokan untuk
Kromatografi kertas dapat dilakukan secara menentukan Rf senyawa lainnya.
satu dimensi atau dua dimensi. Apabila Dalam praktikum ini dilakukan analisis
macam komponen tidak terlalu banyak, maka secara kualitatif terhadap larutan yang
cara dua dimensi seringkali diperlukan. mengandung bermacam-macam asam amino.
Untuk itu diperlukan dua macam larutan Pengamatan yang dilakukan cukup sulit
eluen, yang satu diperlukan untuk ke satu mengingat asam amino yang terlarut tidak
arah, dan yang kedua diperlukan untuk ke menunjukkan warna tertentu. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, maka setelah
elusi dihentikan, posisi eluen ditandai dengan asam amino menghasilkan senyawa
pensil, lalu kromatogram dikeringkan dan berwarna, umumnya berwarna cokelat dan
selanjutnya disemprot dengan larutan ungu, dengan reaksi sebagai berikut.
ninhidrin. Ninhidrin akan bereaksi dengan
O O
H
OH O OH

H2N C C NH3(aq) CO2 RCHO


(g) (aq)
OH H
(aq) OH (aq) (aq)
R
O O

O O
O O
OH H H H
N N 3H2O(l)
OH (aq) H2 O (aq) (aq)
H (aq)
O O
O O

Gambar 1. Reaksi Ninhidrin dengan Asam Amino

METODE Proses Kromatografi dengan


Alat dan bahan Menggunakan Eluen Fenol
Alat yang digunakan dalam percobaan Kertas kromatografi dengan ukuran 15
ini adalah, 1 buah ruang kromatografi, 1 x 25 cm ditotolkan dengan larutan leusin,
buah gelas kimia 250 mL, 1 buah gelas kimia glisin, tirosin, triptofan, metionin, sampel A,
100 mL, 2 buah batang pengaduk, 1 buah sampel B dan sampel C menggunakan pipet
spatula, 1 buah penggaris, 1 buah gunting, 1 kapiler. Jarak totolan antara satu dengan
buah pinset, 1 buah pemanas listrik, 2 buah yang lain adalah 1,5 cm. Perlu diperhatikan
pipet tetes, 1 buah corong pisah 250 mL serta tiap tetesan harus dikeringkan terlebih dahulu
1 set statif dan klem. Bahan yang digunakan dengan diangin-anginkan sebelum tetesan
dalam percobaan ini adalah 100 mL larutan berikutnya ditotolkan. Besar noda hendaknya
n-butanol, 24 mL asam asetat glasial, 2 mL jangan melebihi 0,4 cm. Kertas dijaga bersih
larutan glisin, 2 mL larutan triptofan, 2 mL dan sedapatnya tidak tersentuh jari.
larutan leusin, 2 mL larutan tirosin, 2 mL Selanjutnya, kertas digantungkan dalam
larutan metionin, masing-masing 2 mL ruang kromatografi selama beberapa jam
larutan unknown A, B dan C, 200 mL agar elusi dapat berjalan. Setelah larutan
aquades dan 100 mL fenol 2,5% elusi berjalan kurang lebih 10 cm dari batas
sampel, elusi dihentikan dan kertas
Prosedur Kerja kromatografi dikeluarkan dari ruang
kromatografi. Kemudian, batas larutan
Pembuatan Larutan Eluen Campuran n- ditandai dengan pensil dan kertas
Butanol, Asam Asetat Glasial dan Aquades kromatografi dikeringkan pada suhu 100-
Sebanyak 100 mL larutan n-butanol 105oC. Setelah itu, kertas yang telah
ditambahkan 100 mL aquades dan 24 mL dikeringkan disemprot dengan larutan
asam asetat glasial. Ketiga larutan tersebut ninhidrin yang selanjutnya dikeringkan
ditempatkan ke dalam corong pisah dan kembali dalam oven. Kemudian, diukur jarak
dikocok. Kedua lapisan yang terbentuk eluen dengan jarak warna yang dibentuk.
kemudian dipisahkan.
Proses Kromatografi Dengan
Penyiapan Kertas Kromatografi Menggunakan Eluen Campuran N-
Kertas kromatografi disiapkan dengan Butanol, Aquades dan Asam Asetat Glasial
ukuran yang disesuaikan dengan wadah Siapkan kertas kromatografi
kromatografi. Pada bagian sekitar 1,5 cm dari dengan ukuran 15 x 25 cm dan
tepi bawah kertas ditandai dengan pensil. ditandai dengan pensil 1,5 cm dari
tepi bawah. Kemudian, dengan pipa
kapiler ditotolkan larutan standar rembesan menaik (ascending). Pada
asam amino dan sampel teknik ascending, campuran pelarut
berdampingan dengan jarak 1,5 cm. (eluen) akan bermigrasi melewati
Larutan ujung terletak 2 cm dari noda (spot) dengan arah ke atas.
pinggir kertas. Setelah itu, tiap-tiap Pada percobaan ini digunakan dua
tetesan harus dikeringkan dulu, eluen yaitu eluen fenol dan eluen
misalnya dengan alat pengering campuran n-butanol, asam asetat
rambut. Haruslah diusahakan supaya glasial dan aquades.
cukup asam amino ditempatkan pada Campuran eluen n-butanol,
kertas tersebut. Sedangkan besar asam asetat glasial, dan aquades
noda hendaknya jangan melebihi dibuat dengan mencampurkan ketiga
diameter 0,4 cm. hendaknya kertas larutan tersebut ke dalam corong
juga bersih dan sedapat mungkin pisah dan dikocok sehingga
jangan disentuh oleh jari, gunakan terbentuk campuran yang berwarna
pinset. Karena diyakinkan ruang keruh. Setelah didiamkan terbentuk
kromatografi telah jenuh oleh uap dua lapisan. Lapisan atas berupa
eluen. Kemudian kertas tersebut caquadesan yang berwarna keruh,
digantungkan dalam ruang dan lapisan bawah berupa
kromatografi dan dicelupkan tepi caquadesan bening tak berwarna
bawah kertas kromatografi dalam (gambar 2a). Terbentuknya dua
eluen, usahakan jangan sampai lapisan ini disebabkan karena ketiga
totolan asam amino standar dan larutan tidak bercampur secara
sampel terendam oleh eluen. Elusi sempurna. Hal ini disebabkan karena
asam amino standar dan sampel kira- aquades dan asam asetat dapat
kira eluen menempuh jarak 10 cm. bercampur secara sempurna
Elusi dihentikan dan ditandai jarak dikarenakan ke dua senyawa tersebut
yang ditempuh oleh eluen dengan adalah kovalen polar. Demikian juga,
pensil. Kertas kromatografi dengan n-butanol dan asam asetat
selanjutnya dikeringkan pada suhu dapat bercampur sempurna ke dua-
105-110oC. Kemudian kertas duanya sama-sama merupakan
disemprot dengan larutan ninhidrin senyawa organik. Sedangkan
dan dikeringkan kembali pada suhu aquades dan n-butanol hanya
105-110oC selama 5 menit. Noda- bercampur sebagian sehingga ketika
noda asam amino yang akan terlihat. campuran tersebut didiamkan setelah
Selanjutnya dapat dihitung harga Rf- dikocok, terlihat adanya dua lapisan.
nya. Tujuan penambahan asam
asetat dalam pembuatan eluen ini
HASIL PENGAMATAN DAN adalah untuk mendistribusikan kedua
PEMBAHASAN pelarut yang tidak saling bercampur.
Percobaan ini menggunakan Larutan n-butanol dan aquades sama-
teknik kromatografi kertas yang sama dapat terdistribusi dalam asam
didasarkan atas distribusi diferensial asetat sehingga dengan penambahan
komponen sampel diantara dua fase. asam asetat glasial pada
Dua fase yang dilibatkan dalam perbandingan volume tertentu dapat
kromatografi kertas terdiri dari fase diperoleh campuran atau caquadesan
diam (stationary phase) dan fase yang mengandung n-butanol, asam
gerak (mobil phase). Praktikum asetat dan aquades. Pengocokan
kromatografi kertas ini dilakukan dilakukan dengan tujuan untuk lebih
untuk menentukan asam amino yang menyempurnakan distribusi antara
terdapat pada campuran asam amino ketiga caquadesan tersebut. Dalam
dengan membandingkan harga Rf hal ini, n-butanol sebagai pelarut
masing-masing asam amino yang nonpolar bertindak sebagai fase
terdeteksi pada sampel dengan gerak, dan aquades (air) pelarut polar
standar. Teknik kromatografi kertas bertindak sebagai fase diam.
yang digunakan adalah teknik
Aquades sebagai fase diam wadah kromatografi dan ditutup.
umumnya terserap pada pori-pori Penjenuhan bertujuan untuk
kertas. Oleh karena itu fase diam mempersiapkan kondisi agar
bersifat polar. Molekul aquades kromatografi dapat berjalan lebih
sebagai fase diam yang polar akan cepat. Hal ini dikarenakan ketika
terdistribusi pada permukaan kertas, udara dalam kromatografi sudah
interaksi ini merupakan efek yang jenuh begitu pula dengan kertasnya
sangat penting selama proses maka ketika elusi sampel dimulai,
kromatografi kertas. Molekul eluen tersebut akan fokus bekerja
aquades sebagai fase diam yang untuk mengelusi komponen sampel.
teradsorpsi pada permukaan kertas Penotolan asam amino dan
menghasilkan ribuan tetes kecil sampel pada kertas kromatografi
sehingga memungkinkan aquades diameternya tidak melebihi 0,4 cm.
bertindak sebagai fase diam. Fase Apabila diameter totolan melebihi
diam yang teradsorpsi akan dilewati 0,4 cm, kemungkinan akan terjadi
oleh fase gerak yaitu komponen non perembesan dari fase gerak dan fase
polar dari eluen (n-butanol) atau diamnya sehingga menjadi tidak
fenol (non polar). Hal ini jelas karena warna yang terdeteksi
mengakibakan terjadi partisi atau terlalu menyebar dan mengganggu
pemisahan campuran karena adanya hasil pengamatan sehingga sulit
perbedaan distribusi asam amino untuk menghitung harga Rf-nya.
yang menyusun campuran asam Kertas kromatografi yang digunakan
amino dalam fase gerak dan aquades berisi larutan asam amino yang
sebagai fase diam. terdiri dari larutan triptofan, leusin,
Kertas kromatografi yang tirosin, glisin, sampel A, sampel B,
digunakan harus dijaga dan sampel C. Setiap menotolkan
kebersihannya, dihindarkan dari larutan yang akan diuji, totolan
kontak langsung dengan tangan tersebut dikeringkan dengan cara
sehingga harus dipegang dengan diangin-anginkan terlebih dahulu
menggunakan penjepit atau kemudian dilanjutkan dengan
melengkapi tangan dengan menotolkan kembali larutan asam
menggunakan slop tangan. Apabila amino lain yang akan diuji.
terjadi kontak langsung antara tangan Pada tahap pengembangan,
dengan kertas kromatografi maka kertas kromatografi yang sudah
kemungkinan dapat mengganggu berisi larutan yang akan diuji
proses kromatografi. Tangan dimasukkan ke dalam wadah
seringkali dalam keadaan lembab kromatografi yang sudah dijenuhkan
karena mengeluarkan keringat dengan eluen fenol. Pencelupan
sebagai hasil pengeluaran dari tubuh diusahakan tidak merendam totolan
manusia. Keringat ini mengandung asam amino dan sampel atau garis
minyak dan urea yang merupakan zat awal (gambar 2b). Setelah kertas
organik sehingga kemungkinan kromatografi dicelupkan, eluen
senyawa-senyawa organik tersebut langsung merembes melewati totolan
akan ikut bermigrasi sebagai fase larutan yang diuji. Komponen-
nonpolar (fase gerak). Hal inilah komponen larutan yang diuji akan
yang nantinya akan dapat terbawa oleh rembesan cuplikan.
mempengaruhi proses dan hasil dari Perbedaan kelarutan komponen-
kromatografi. komponen larutan yang diuji dalam
Wadah kromatografi yang eluen akan mengakibatkan kecepatan
akan digunakan terlebih dahulu harus bergerak komponen-komponen
dijenuhkan dengan eluen. Pada tahap dalam kertas juga berbeda.
pertama, wadah kromatografi Perembesan dihentikan setelah eluen
dijenuhkan dengan eluen fenol. hampir bergerak sekitar ±10 cm.
Proses penjenuhan dilakukan dengan Setelah eluen bergerak bergerak
memasukkan eluen fenol ke dalam sekitar ±10 cm, kertas kromatografi
dikeluarkan dari wadah apabila bereaksi dengan asam amino.
kromatografi. Namun, warna tidak langsung
Pada tahap identifiksi atau muncul ketika disemprotkan
penampakann noda, jarak tempuh ninhidrin karena diduga masih
eluen ditandai dengan pensil dan terdapat molekul-molekul aquades
kertas dikeringkan pada suhu 100- yang teradsorpsi sehingga ninhidrin
105oC. Hal ini dikarenakan pada tidak dapat bereaksi sempurna
suhu ini molekul aquades akan dengan asam amino yang
menguap. Setelah dikeringkan belum terdistribusi pada fase polar
ada penampakan noda sehingga (aquades) dan fase gerak (n-butanol).
untuk menampakan noda tersebut Untuk mengatasi hal tersebut, kertas
dilakukan penyemprotan kertas dikeringkan kembali di atas pemanas
dengan larutan ninhidrin. Tujuan listrik. Setelah kering, timbul warna
disemprotkan larutan ninhidrin pada berupa bercak-bercak ungu yang
kertas kromatografi untuk mengindikasikan adanya asam amino
memudahkan pengamatan karena (gambar 2c).
ninhidrin akan memberikan warna

(a) (b)
(c)
Gambar 2: (a) Campuran eluen n-butanol, asam asetat glasial, dan aquades dalam corong pisah,
(b) kertas kromatografi di dalam bejana kromatografi yang berisi eluen fenol, (c)
kertas kromatografi yang menggunakan eluen fenol.

Reaksi yang terjadi antara ninhidrin dengan asam amino adalah sebagai berikut.
O O
H
OH O OH

H2N C C NH3(aq) CO2 RCHO


(g) (aq)
OH H
(aq) OH (aq) (aq)
R
O O

O O
O O
OH H H H
N N 3H2O(l)
OH (aq) H2 O (aq) (aq)
H (aq)
O O
O O
Gambar 3. Reaksi Ninhidrin dengan Asam Amino

Setelah timbul warna maka Rf dapat dihitung oleh setiap senyawa dari garis dasar relatif
sebagai jarak yang ditempuh asam amino terhadap jarak tempuh pelarut/eluen, dengan
berbanding dengan jarak yang ditempuh rumus sebagai berikut.
eluen. Rf merupakan jarak yang ditempuh
Jarak yang ditempuh sampel dari garis dasar B, dan C dengan Rf standar yaitu dari larutan
Rf = asam amino triptofan, leusin, tirosin,
Jarak yang ditempuh pelarut dari garis dasar metionin dan glisin. Data hasil praktikum
Untuk mengidentifikasi jenis asam amino kromatografi kertas dengan menggunakan
apa saja yang terdapat pada sampel unknown eluen fenol serta nilai Rf nya adalah sebagai
A, B, dan C dapat dilakukan dengan berikut
membandingkan nilai Rf larutan sampel A,
Tabel 1. Data hasil kromatografi dengan eluen fenol
Asam Amino Jarak tempuh eluen (cm) Jarak Tempuh Komponen (cm) Rf
Leusin 11 11 1
Glisin 11 10,2 0,93
Tirosin 11 10,5 0,95
Triptofan 11 8,7 0,79
Metionin 11 10,4 0,94
Sampel Unknown 11 8,7 0,79
A
Sampel Unknown 11 8,8 0,80
B
11 10,4 0,94
11 10,2 0,93
Sampel Unknown 11 10,9 0,99
C 11 10,5 0,95
Asam amino yang ada pada sampel mendekati nilai Rf dari asam amino triptofan,
unknown dapat ditentukan menggunakan glisin, dan metionin sehingga sampel B
selisih Rf paling kecil yang merupakan asam diduga mengandung asam amino triptofan,
amino yang dimaksud. Berdasarkan data di glisin, dan metionin. Sampel C memiliki nilai
atas, dapat diketahui bahwa sampel A pada Rf mendekati nilai Rf dari asam amino tirosin
eluen fenol memiliki nilai Rf yang mendekati dan leusin sehingga sampel C diduga
triptofan. Bila dilihat dari selisih antara R f mengandung asam amino tirosin dan leusin.
sampel A dengan Rf dari larutan triptofan Adapun data selisih Rf Sampel Unknown
memiliki nilai nol sehingga sampel A diduga dengan Rf Standar pada Eleuen fenol sebagai
mengandung asam amino triptofan. berikut.
Selanjutnya nilai Rf dari sampel B

Tabel 2.Data Selisih Rf Sampel Unknown dengan Rf Standar pada Eleuen fenol
Sampel Selisih Rf sampel dengan Rf asam Hasil
amino standar
Sampel Unknown A 0,79 - 0,79 0,00 (Triptofan)
Sampel Unknown B 0,80 - 0,79 0,01 (Triptofan)
0,93 - 0,93 0,00 (Glisin)
0,94 - 0,94 0,00 (Metionin)
Sampel Unknown C 1,00 - 0,99 0,01 (Leusin)
0,95 - 0,95 0,00 (Tirosin)

Percobaan yang kedua dilakukan tekniknya sama dengan kromatografi


kromatografi kertas dengan menggunakan menggunakan eluen fenol. Setelah proses
eluen campuran n-butanol, aquades, dan kromatografi selesai, kertas kromatografi
asam asetat glasial. Pada eluen n-butanol juga diperlakukan sama seperti kertas
wadah kromatografi juga dilakukan kromatografi pada percobaan menggunakan
penjenuhan, dengan memasukkan eluen n- eluen fenol yaitu mengeringkan di atas
butanol serta campurannya (gambar 4a). pemanas listrik dan setelah kering disemprot
Kromatografi menggunakan eluen n-butanol dengan larutan ninhidrin. Kemudian
dikeringkan kembali di atas pemanas listrik. eluen dan jarak sampel masing-masing asam
Setelah dikeringkan timbul warna ungu amino serta sampel A,B, dan C yang terdapat
(gambar 4b), kemudian diukur jarak tempuh pada kertas kromatografi.

(a) (b)
Gambar 4: (a) kertas kromatografi di dalam bejana kromatografi yang berisi eluen campuran n-
butanol, aquades, dan asam asetat glasial, (b) timbul warna berupa bercak-bercak
coklat dan ungu pada kertas kromatografi dengan eluen berupa campuran n-butanol,
aquades, dan asam asetat glasial.

Jarak tempuh eluen dan larutan sampel masing kertas didapatkan data sebagai
setelah dilakukan pengukuran pada masing- berikut.

Tabel 3. Data hasil kromatografi dengan eluen n-butanol


Asam Amino Jarak Tempuh Eluen (cm) Jarak Tempuh Komponen (cm) Rf

Leusin 12 9,5 0,79


Glisin 12 9.7 0,81
Tirosin 12 8,5 0,71
Triptofan 12 8,2 0,68
Metionin 12 10,6 0,88
Sampel Unknown 12 8,2 0,68
A
Sampel Unknown 12 8,2 0,68
B
12 9.8 0,82
12 10,6 0,88
Sampel Unknown 12 9.5 0,79
C
12 8,4 0,7

Untuk mengetahui kandungan asam eluen campuran n-butanol, asam asetat


amino pada sampel dilakukan perhitungan glasial, dan aquades memiliki nilai R f yang
selisih nilai Rf sampel dengan nilai Rf mendekati triptofan. Bila dilihat dari selisih
larutan asam amino standar pada eluen antara Rf sampel A dengan Rf dari larutan
campuran n-butanol, asam asetat glasial, dan triptofan memiliki nilai nol sehingga sampel
aquades. Dalam menentukan asam amino A diduga mengandung asam amino triptofan.
yang ada pada sampel unknown digunakan Selanjutnya nilai Rf dari sampel B
selisih Rf paling kecil yang merupakan asam mendekati nilai Rf dari asam amino triptofan,
amino yang dimaksud. Berdasarkan data di metionin dan glisin sehingga sampel B
atas,dapat diketahui bahwa sampel A pada diduga mengandung asam amino triptofan,
metionin dan glisin. Kemudian nilai Rf dari tirosin. Adapun data selisih Rf Sampel
sampel C sama dengan nilai Rf dari asam Unknown dengan Rf Standar pada Eleuen
amino leusin dan tirosin sehingga sampel C campuran n-butanol, asam asetat glasial, dan
diduga mengandung asam amino leusin dan aquades sebagai berikut.

Tabel 4. Data Selisih Rf Sampel Unknown dengan Rf Standar pada Eleuen n-butanol
Sampel Selisih Rf nilai Rf sampel Hasil
dengan asam amino standar
Sampel Unknown A 0,68 - 0,68 0,00 (Triptofan)
Sampel Unknown B 0,68 - 0,68 0,00 (Triptofan)
0,88 - 0,88 0,00 (Metionin)
0,82 - 0,81 0,02 (Glisin)
Sampel Unknown C 0,79 - 0,79 0,00 (Leusin)
0,71 – 0,70 0,01 (Tirosin)

Berdasarkan data yang didapatkan dalam eluen campuran n-butanol, aquades


pada kedua eluen yang berbeda, diperoleh dan asam asetat glasial berturut-turut: 0,79,
bahwa sampel unknown A mengandung 0,81, 0,71, 0,68 dan 0,88. Sampel unknown
asam amino triptofan. Sampel B A mengandung asam amino triptofan, sampel
mengandung asam amino triptofan, metionin unknown B mengandung asam amino
dan glisin, sedangkan pada sampel C triptofan, metionin dan glisin, dan sampel
mengandung asam amino tirosin dan leusin. unknown C mengandung asam amino tirosin
Namun, terdapat perbedaan Rf yang ada dan leusin.
dalam sampel unknown pada saat
menggunakan eluen fenol dan eluen UCAPAN TERIMA KASIH
campuran n-butanol, asam asetat glasial, Terima kasih saya sampaikan kepada
serta aquades disebabkan karena eluen yang dosen pengampu mata kuliah praktikum
belum terdistribusi secara maksimal sehingga biokimia Dr. I Nyoman Tika, M.Si. serta
pemisahan belum terjadi secara sempurna. asisten I Made Wirahadi Kusuma, I Nengah
Terjadi sentuhan atau gesekan antar Wiyadnya, dan Ayu Amardini atas
kromatogram ketika proses elusi, sehingga bimbingan dan masukan selama praktikum
berdampak pada kesulitan dalam identifikasi kandungan asam amino pada
mengidentifikasi zat yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan teknik
sampel. Selain itu juga karena ketidaktepatan kromatografi kertas ini. Terima kasih juga
saat menotolkan larutan pada kertas saya sampaikan kepada I Dewa Subamia
kromatografi yang seharusnya penotolan selaku laboran di Jurusan Pendidikan Kimia
larutan tidak melebihi diameter 0,4 cm. atas bantuan dalam memberikan segala
Dengan demikian pada eluen fenol distribusi keperluan yang berkaitan dengan praktikum
noda asam amino yang terkandung pada serta ucapan terimakasih kepada rekan
sampel unknown sulit untuk diidentifikasi. kelompok saya yang telah melakukan
Hal inilah menjadi penyebab perbedaan Rf percobaan bersama sehingga percobaan ini
asam amino yang didapatkan pada sampel dapat dilaksanakan dengan baik.
unknown antara menggunakan elun fenol dan
eluen n-butanol. DAFTAR PUSTAKA
Frieda Nurlita, dkk. 2002. Kimia Organik II.
SIMPULAN Singaraja : Institut Keguruan dan Ilmu
Berdasarkan pembahasan di atas Pendidikan Negeri Singaraja.
dapat ditarik simpulan bahwa perbandingan Redhana, I Wayan. 2010. Penuntun
koefisien distribusi (Rf) dari asam amino Praktikum Biokimia. Singaraja :
leusin, glisin, tirosin, triptofan, dan metionin Universitas Pendidikan Ganesha
dalam eluen fenol berturut-turut adalah 1, Soebagio,dkk. 2000. Kimia Analitik II.
0,93, 0,95, 0,79, dan 0,94. Perbandingan Malang:
koefisien distribusi (Rf) dari asam amino Universitas Negeri Malang.
leusin, glisin, tirosin, triptofan, dan metionin
Tika, I Nyoman. 2010. Penuntun Praktikum Ganesha
Biokimia. Singaraja: Universitas Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai