LAPORAN PRAKTIKUM
PENENTUAN KADAR PROTEIN DALAM ALBUMIN TELUR MELALUI
METODE LOWRY
OLEH
KELAS VA
JURUSAN KIMIA
SINGARAJA
2018
I. Judul
Penentuan Kadar Protein dalam Albumin Telur melalui Metode Lowry
II. Tujuan
Menentukan kadar protein dalam albumin telur.
III. Dasar Teori
Protein tersusun atas asam-asam amino yang dihubungkan dengan ikatan
peptide.Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyrakat.Dalam protein (albumin) telur ini terkandung beberapa asam amino seperti
tirosin dan triptofan. Untuk mengetahui kandungan protein diperlukan suatu analisis
penentuan kadar protein. Ada beberapa metode yang digunakan dalam rangka penentuan
konsentrasi protein, yaitu metode Biuret, metode Lowry dan metode-metode lainnya.
Pemilihan metode yang akan digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu protein
tergantung pada beberapa faktor, yaitu banyaknya material sampel yang tersedia, waktu
yang tersedia untuk melakukan analisis, serta alat spektrofotometer yang tersedia.
Pemilihan metoda yang baik dan tepat dalam suatu pengukuran tergantung dari
beberapa faktor seperti banyaknya material atau sampel yang tersedia, wakru yang
tersedia untuk melakukan pengukuran, serta alat spektrofotometer yang tersedia
(Redhana, 2004). Reagen pendeteksi gugus fenolik seperti reagen folin-ciocalteu
digunakan dalam penentuan konsentrasi oleh Lowry yang selanjutnya disebut dengan
metoda Lowry.Dalam bentuk yang paling sederhana, reagen folin-ciacelteu dapat
mendeteksi residu protein (tirosin) karena kandungan fenolik dalam residu tirosin yang
mampu mereduksi reagen fosfotungstat dan fosfomolibdat menjadi tungstat dan
molibdenum yang berwarna biru. Adapun struktur tirosin ditunjukkan sebagai berikut:
O
HO CH2CH C
O H
NH2
Gambar 1 .Struktur asam amino tirosin
Dalam mempelajari sifat kuantitatif dari adsorpsi radiasi, berkas radiasi dikenakan
pada sampel dan kemudian intensitas radiasi yang diteruskan atau yang ditransmisikan
diukur.Kebanyakan pekerjaan analisis larutan dimana larutan yang dianalisa dilarutkan
langsung di dalam pelarutnya atau sebelumnya mengalami perlakuan kimia sehingga
mampu mengadsorpsi radiasi.Radiasi yang diadsorpsi oleh sampel ditentukan dengan
membandingkan intensitas dari berkas radiasi yang diteruskan.Langkah-langkah umum
dalam analisis spektrofotometri, terutama pada daerah cahaya tampak adalah seperti
berikut.
a). Pembentukan senyawa berwarna
Langkah ini dilakukan apabila senyawa yang dianalisis tidak melakukan
penyerapan di daerah tampak. Dalam hal ini senyawa tersebut harus diubah menjadi
senyawa lain yang dapat melakukan penyerapan atau direaksikan dengan suatu reaksi
pembentukan warna hingga dapat menyerap sinar tampak. Pereaksi yang
menimbulkan warna, harus memenuhi beberapa persyaratan yakni reaksinya dengan
zat yang dianalisis harus selektif dan sensitif, tidak membentuk senyawa berwarna
dengan zat-zat lain yang ada dalam larutan, reaksinya dengan zat lain yang dianalisis
harus cepat dan kuantitatif (sempurna), warna atau senyawa yang terbentuk harus
cukup stabil untuk jangka waktu tertentu, dan tidak terlalu cepat berubah dengan
perubahan pH.
b). Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif secara
spektrofotometer adalah panjang gelombang yang sesuai dengan absorbansi
maksimum (puncak serapan). Hal ini disebabkan perubahan absorbansi untuk setiap
satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum, maka
akan diperoleh kepekaan yang maksimum pula (Isomono, 1981,72). Berikut
merupakan panjang gelombang yang dapat dideteksi oleh UV-Vis.
Keterangan:
Gambar 2. Panjang gelombang yang dapat dideteksi oleh UV-Vis.
Violet : 400-420 nm
Indigo : 420-440 nm
Blue : 440-490 nm
Green : 490 – 570 nm
Yellow : 490 -570 nm
Orange : 570 – 620 nm
Red : 620 – 780 nm
c). Pembuatan kurva kalibrasi
Untuk kurva kalibrasi, dibuat larutan standar dengan berbagai konsentrasi
yang diketahui. Absorbansi larutan standar ini diukur, kemudian dibuat grafik
absorbansi (A) terhadap konsentrasi (C). Kurva yang terbentuk ini nantinya disebut
kurva kalibrasi. Melalui kurva kalibrasi atau kurva standar, konsentrasi larutan sampel
dapat dengan mudah diketahui atau dihitung dari pembacaan absorbansi sampel.
Ketelitian pembacaan absorbansi yang baik pada umumnya ada pada nilai absorbansi
diantara 0,2-1,0 atau nilai transmitansnya (T) diantara 0,1-0,75 (10-75%T), dimana
kesalahan pembacaan T pada skala ini diperkirakan ± 0,5% T (Isomono,1981,75).
Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV atau tampak harus
dilakukan bila senyawa awal tidak menyerap pada daerah tersebut. Oleh karena itu,
senyawa tersebut harus diubah menjadi senyawa lain yang menyerap didaerah UV
atau diubah menjadi senyawa berwarna. Pembentukan senyawa dengan rantai
konjugasi yang lebih panjang dan pembentukan senyawa kompleks sering dilakukan
untuk tujuan ini.
Hubungan antara kadar zat penyerap dengan dasarnya absorpsi radiasi
dirumuskan oleh Lambert-Beer pada tahun 1989. Hukum Lambert-Beer menjabarkan
pengurangan eksponensial dari intensitas radiasi yang diteruskan karena peningkatan
aritmatik dari kadar zat penyerap, sehingga diperoleh persamaan:
Io 1
log A log T log( )
I T
Io/I disebut optical density (OD) atau absorbansi (A), sedangkan I/Io disebut
transmitan (T), yaitu proporsi radiasi yang diteruskan. Bila T dikalikan dengan 100%
disebut persen transmitansi (%T). Dengan menggunakan notasi-notasi yang
merupakan penggabungan Hukum Beer dengan Hukum Bouguer, maka Hukum Beer
dapat dituliskan sebagai berikut
A=bC
Dimana merupakan absorptivitas molar yang nilainya tergantung pada panjang
gelombang dan jenis zat, b merupakan tebal medium penyerap yang biasanya
dinyatakan dalam centimeter, C merupakan konsentrasi molar.
Pada saat menentukan konsentrasi protein dalam sampel, harus dilakukan pula
pengukuran terhadap beberapa larutan protein standar yang memiliki rentangan
konsentrasi tertentu dimana konsentrasi sampel protein berada dalam rentangan
tersebut.Protein dimasukkan pertama kali kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan
aquades. Seluruh tabung harus mempunyai volume akhir yang sama. Reagen
pembentuk kompleks selalu ditambahkan terakhir dan biasanya diperlukan selang
waktu tertentu terjadinya reaksi yang sempurna. Larutan standar protein dan sampel
diukur dengan spektrofotometri. Hasil pengukuran dibuat dalam kurva kalibrasi
standar yang diperoleh dengan mengukur absorbansi sederetan larutan standar.
Misalnya kurva kalibrasi sebagai berikut:
b
2 Reagen A 50 mL
3 Reagen B 1 mL
4 Reagen folin-cioceltau 4 mL
7 Larutan Na2CO3 25 mL
Gambar 4. Reagen A
Reagen B dibuat dengan
menambahkan 5% CuSO4.5H2O
dalam 1 % larutan Na-tartarat.
Reagen B berwarna biru muda.
Gambar 5. Reagen B
Reagen biuret dibuat dengan
menambahkan 50 mL reagen A
dalam 1 mL reagen B. reagen
biuret berwarna bening tak
berwarna.
2 Larutan albumin telur dibuat Larutan albumin telur berwarna putih
dengan melarutkan 10 mL kekuningan sebelum diencerkan dan
albumin telur ke dalam 90 mL berwarna putih setelah diencerkan
aquades. Kemudian 10 mL dari
campuran ini diencerkan lagi
sebanyak 10 kali (pengenceran
menjadi 100 kali)
2. Sampel - - - - - - - 0,5
protein
4. Reagen biuret 5 5 5 5 5 5 5 5
5. Reagen fenol 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Aduk segera hingga tercampur merata, inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Baca dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 700 nm
Pengamatan Tabung 1 sampai 7 berwarna hijau lebih bening dibandingkan tabung 8 berwarna
warna setelah hijau lebih pekat
inkubasi
6. % T700nm 100 95 92 83 93 92 83 65
VII. Pembahasan
Dalam percobaan ini dilakukan analisis kadar protein dalam sampel larutan putih telur
dengan menggunakan metode Lowry. Prinsip metode Lowry adalah menentukan konsentrasi
protein yang didalamnya terdapat asam amino yang mengandung gugus fenolik seperti tirosin
dan triptofan dengan menggunakan reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik, yaitu reagen
Folin-Ciocalteu. Dimana salah satu residu dari asam amino yang memiliki gugus fenolik
adalah asam amino tirosin dan triptopan.
Pada metode ini digunakan spektronik 20+ untuk menganalisis absorbansi larutan
sampel dan larutan standar. Agar dapat diabsorbansi radiasinya, larutan yang dianalisis harus
menunjukkan warna tertentu sehingga dapat menyerap cahaya pada daerah UV-tampak
(visible). Untuk keperluan ini digunakan reagen Folin-Ciocalteu yang dapat mendeteksi
gugus fenolik yang terdapat pada residu protein. Salah satu residu dari asam amino yang
memiliki gugus fenolik adalah asam amino tirosin dan triptopan. Gugus fenolik yang terdapat
pada asam amino ini dapat mereduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat yang terkandung
dalam reagen Folin-Ciocalteu menjadi tungstat dan molibdenum yang berwarna biru sehingga
konsentrasi protein dapat diketahui. Adapun reaksi yang terjadi dalam asam amino terhadap
reagen Folin-Ciocalteu adalah sebagai berikut.
H O H O
H2N C C H2N C C
OH OH
CH2 CH2
O 3-
O O
Mo + H3PO4
P
+ MoO2 +
O HO OH molibdenum
12 OH (ion berwarna biru)
kuning pucat
(fosfomolibdat)
OH
HO O
H O
H O
H2N C C
H2N C C OH
OH
CH2
CH 2
PW12O40
3-
+ WO42- + + H3PO 4
tungstat
kuning pucat (ion berwarna biru)
(ion fosfotungstat)
OH
HO O
O C C O
HN NH
CHR RHC
Cu2+
O C C O
HN NH
CHR RHC
V1 M 1 0,2 mg / mL 0,4 mL
Tabung 4 : M 2 0,08 mg / mL
V2 1,0 mL
V1 M 1 0,2 mg / mL 0,6 mL
Tabung 5 : M 2 0,12 mg / mL
V2 1,0 mL
V1 M 1 0,2 mg / mL 0,8 mL
Tabung 6 : M 2 0,16 mg / mL
V2 1,0 mL
V1 M 1 0,2 mg / mL 1,0 mL
Tabung 7 : M 2 0,2 mg / mL
V2 1,0 mL
Setelah diinkubasi selama 30 menit, larutan pada tabung 1-7 berwarna hijau dan pada
tabung 8 berwarna hijau tua. Kemudian masing-masing larutan yang ada pada tabung reaksi
diukur absorbansinya. Pada metode ini digunakan alat spektronik 20+ untuk menganalisis
absorbansi larutan sampel dan larutan standar protein (BSA).
Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh nilai absorbansi dan transmitasi larutan standar
protein (BSA) dan sampel sebagai berikut:
Tabel 6. Absorbansi dan Konsentrasi
Jenis Tabung %T T Absorbansi Konsentrasi (mg/mL)
Tabung 1 100 1 0 0
0.05
0.04 Absorbansi
0.02
0.01
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
konsentrasi mg/mL
Persamaan yang diperoleh dari kurva kalibrasi di atas adalah : y = 0,2568x + 0,0173,
dimana y adalah absorbansi (A) dan x adalah konsentrasi (C), sehingga persamaan di atas
juga dapat ditulis sebagai berikut.
y = 0,2568x + 0,0173
A = 0,2568C + 0,0173
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh absorbansi sampel yaitu sebesar 0,19. Konsentrasi
sampel dapat ditentukan atau dihitung dengan cara mensubstitusikan nilai absorbansi sampel
ke dalam persamaan garis di atas, sehingga diperoleh:
A = 0,2568C + 0,0173
0,19 = 0,2568C + 0,0173
0,19 – 0,0173 = 0,2568C
0.1727 = 0,2568C
C = 0,6725 mg/mL
Jadi, konsentrasi sampel protein setelah diencerkan 100 kali (pada tabung 8) adalah 0,6725
mg/mL. Untuk konsentrasi sampel protein sebelum pengenceran dapat ditentukan dengan
rumus sebagai berikut:
V1.M1 = V2.M2, dimana
V1 = Volume sampel sebelum pengenceran
M1 = Kadar sampel sebelum pengenceran
V2 = Volume sampel setelah pengenceran
M2 = Kadar sampel setelah pengenceran
V1.M1 = V2.M2
1 mL x M1 = 100 mL x0,6725 mg/mL
100 mL x 0,6725 mg/mL
M1 =
1 mL
= 67,25 mg/mL
Jadi, konsentrasi sampel unknown tersebut adalah 67,25 mg/mL.
Dengan demikian dapat ditentukan kadar protein larutan sampel sebagai berikut:
67,25
𝑥= 100%
129,25
x = 52,03%
Berdasarkan data hasil percobaan, diperoleh kurva yang tidak berupa garis lurus.
Adanya penyimpangan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Kurang tepatnya konsentrasi dari larutan standar, sehingga mempengaruhi konsentrasi
pada masing-masing tabung reaksi.
2. Ketidaktelitian dalam pengukuran komposisi reagen pada masing-masing tabung reaksi
sehingga mempengaruhi hasil pengukuran.
3. Larutan standar tiap- tiap tabung dikerjakan oleh beberapa orang, sehingga kemungkinan
besar perlakuan yang diberikan pada masing- masing tabung tidak sama.
4. Beberapa zat yang mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini
diantaranya yaitu buffer, asam nukleat, dan gula/karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine,
EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin,
xanthine, magnesium dan kalsium.
VIII. Simpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi protein yang terkandung dalam sampel protein adalah
67,25 mg/mL dan kadar protein yang terkandung sebesar 52,03%.
DAFTAR PUSTAKA
Khopkar, S.M. 1990. Basic Concepts of Analytical Chemistry. Terj. Saptoraharjo,
A. Konsep Dasar Kimia Analitk. Jakarta: UI-Press.
Kirna, I Made. 2006. Buku Ajar Kimia Analisis Instrumen. Singaraja: Jurusan
Pendidikan Kimia, IKIP Negeri Singaraja.
Kirna, I Made. 2007. Dasar-Dasar Spektroskopi. Singaraja: UNDIKSHA.
Muderawan, I Wayan. 2007. Buku Ajar Analisis Instrumen. Singaraja : Undiksha
Poedjadi, Anna dan Titin Supriyanti. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Redhana, I Wayan. 2004. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Sudarmadji, S, Haryono, B, Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Tika, I Nyoman. 2007. Penuntun Praktikum Biokimia. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.