Anda di halaman 1dari 27

PERCOBAAN 2

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

SIFAT-SIFAT PROTEIN

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Eli Hendrik Sanjaya, S.Si., M.Si., Ph.D
Mieke Alvionita, S.Pd., M.Si

Oleh kelompok 2 :
Anggraini Widya Ningtyas (180332616509)
Dera Putri Rahmadarti (180332616589)
Savira Nuraulia Putri (180332616550)
Shireen Malika (180332616594)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FEBRUARI 2021
A. Judul : Sifat-Sifat Protein
B. Tujuan
Mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mampu mengidentifikasi protein berdasarkan ikatan peptida dengan Uji Biuret
2. Mampu menjelaskan fenomena pengendapan protein
3. Mampu menjelaskan pengaruh pH dan pelarut organik terhadap struktur albumin
telur

C. Dasar Teori
Protein adalah suatu polimer dari asam amino. Struktur protein terdiri dari struktur
primer, sekunder, tersier, dan kuarterner. Keempat struktur protein ini didasarkan atas jenis
dan jumlah ikatan atau interaksi kimia yang terjadi. Struktur primer hanya terdiri dari ikatan
peptida yaitu ikatan antara gugus amino dari asam amino satu dengan gugus karboksil dari
asam amino lainnya.

Gambar Ikatan petida


Asam amino pada protein dihubungkan oleh ikatan peptida, dimana ikatan peptide
menghubungkan gugus karbonil dari asam amino dengan gugus amino yang lain seperti pada
gambar

Struktur rantai polipeptida yang dimiliki protein mirip dengan struktur Biuret. Biuret
adalah senyawa yang dihasilkan dalam proses pemanasan urea pada suhu 180⁰C
Reaksi pembentukan Biuret Seperti halnya Biuret maka protein dengan ion tembaga
(II) dalam larutan basa juga akan membentuk kompleks yang berwarna ungu/biru tua. Reaksi
ini disebut sebagai reaksi Biuret yang sering digunakan untuk mendeteksi suatu polipeptida.
Syarat untuk dapat terjadinya reaksi ini adalah minimal ada dua ikatan peptida. Dipeptida
(dua asam amino yang dihubungkan dengan satu ikatan peptida) dan asam-asam amino
(kecuali histidin, serin dan treonin) tidak memberikan uji positif. Ikatan peptide hanya
dimiliki oleh protein sehingga menjadi ciri khas yang digunakan untuk mengidentifikasi
adanya protein.
Protein memiliki beberapa tingkatan struktur yaitu struktur primer, sekunder, tersier,
dan kwarterner. Struktur primer digambarkan sebagai susunan linear dari residu asam amino.
Struktur sekunder dibangun oleh struktur primer dan ikatan hidrogen antara oksigen karbonil
dengan hidrogen amida (C=O--H-N) dari ikatan peptida. Struktur tersier merupakan
konformasi tiga dimensi yang spesifik untuk satu rantai polipeptida. Pada struktur tersier
elemen-elemen struktur sekunder dikemas dalam bentuk tertentu yang melibatkan berbagai
ikatan dan interaksi kimia antara lain ikatan disulfida antar asam amino sistein, ikatan
hidrogen, interaksi ionik antar gugus fungsi yang terionisasi, interaksi hidrofobik dan
hidrofilik. Pada protein yang terdiri lebih dari satu rantai polipeptida (sub unit) dikenal
adanya struktur kuarterner. Struktur ini terbentuk melalui interaksi antar struktur tersier yang
umumnya merupakan interaksi nonkovalen berupa interaksi hidrofobik antar daerah nonpolar
pada permukaan molekul protein.
Beberapa kondisi dan zat-zat kimia seperti panas, pengocokan, pH ekstrim, pelarut
organik, detergen dan logam berat dapat menghilangkan sifat alami dan aktivitas biologi yang
dimiliki protein walaupun tidak sampai menghidrolisis ikatan peptida. Fenomena ini dikenal
dengan istilah denaturasi. Secara umum protein yang terdenaturasi mengalami disorganisasi
konfigurasi molekul protein atau dengan kata lain susunan 3D khas dari rantai polipeptida
terganggu sehingga molekul ini terbuka menjadi struktur yang acak . Kelarutan protein di
dalam larutan dipengaruhi oleh jumlah garam-garam anorganik. Jika terdapat garamgaram
anorganik dengan konsentrasi tinggi dalam larutan protein maka kelarutan protein akan
berkurang sehingga protein dapat mengendap, atau dikatakan protein mengalami salting out.
Protein yang berbeda akan mengendap pada konsentrasi garam yang berbeda sehingga proses
ini sering digunakan untuk memisahkan dan memurnikan suatu protein.
Denaturasi merupakan perubahan atau modifikasi terhadap struktur protein yang
awalnya terlipat menjadi terbuka, atau berubahnya susunan rantai polipeptida protein.
Perubahan struktur protein disebabkan oleh terpecahnya ikatan hydrogen dan ikatan
hidrofobik pada protein. Denaturasi dipengaruhi oleh kondisi pada protein (panas, tekanan,
pengadukan, perubahan pH, pelarut organik senyawa organik atau logam serta aktivitas
biologis yang dimiliki protein. Penambahan garam organik juga dapat menyebabkan kelarutan
protein. Aram mempengaruhi stabilitas structural protein dan akan mengikat air yang terdapat
di sekitar protein sehingga protein mengalami pengendapan (salling out). Pengendapan
protein menggunakan garam organik sering digunakan untuk memurnikan protein.
D. Alat dan Bahan
Alat :
- Tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Pipet ukur
- Kertas saring
Bahan :
- Gelatin - Glisin
- Glukosa - Larutan CuSO4 1%
- Larutan NaOH - Etanol absolut
- Tembaga (II) Sulfat - Larutan putih telur
- Larutan sampel protein - Asam asetat 1%
- Albumin - Kristal ammonium sulfat
- Timbal (II) asetat - Larutan jenuh ammonium sulfat
- Indikator Bromokresol hijau - Pepton 1%

E. Prosedur Kerja
a. Uji Biuret

Glukosa, Gelatin, Glisin


- Dimasukkan 2mL glukosa ke dalam tabung reaksi pertama
- Dimasukkan 2mL gelatin ke dalam tabung reaksi kedua
- Dimasukkan glisin ke dalam tabung reaksi ketiga
- Ditambahkan 2mL NaOH 2N pada masing-masing tabung
- Diaduk masing-masing tabung hingga homogen
- Diambil beberapa mL dari 1% larutan CuSO4 menggunakan pipet
- Ditambahkan 1-2 tetes larutan CuSO4 ke dalam masing-masing tabung
- Diaduk masing-masing tabung hingga homogen
- Diamati perubahan warna

Hasil
b. Uji Pengendapan Protein oleh Ion Logam

Putih telur
- Dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi
- Ditambahkan larutan cuSO4 ke dalam tabung reaksi pertama
- Dikocok hingga homogen
- Diamati
- Ditambahkan timbal (II) asetat ke dalam tabung reaksi kedua
- Dikocok hingga homogen
- Diamati

Hasil

c. Pengendapan Protein dengan Garam Organik


Larutan Protein
- Dimasukan 3mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 3mL larutan jenuh ammonium sulfat
- Diaduk
- Disaring
- Ditambahkan 3mL larutan NaOH 40% ke dalam filtrat
- Ditambahkan 2-3 tetes larutan CuSO4 1%
- Diamati

Hasil

Larutan Protein
- Dimasukan 3mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan kristal ammonium sulfat sampai jenuh
- Diaduk
- Disaring
- Ditambahkan 3mL larutan NaOH 40% ke dalam filtrat
- Ditambahkan 2-3 tetes larutan CuSO4 1%
- Diamati

Hasil
d. Pengaruh pH pada Struktur Albumin Telur

Albumin
- Dimasukkan 3mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan2 tetes indikator bromocresol hijau
- Ditambahkan larutan asam asetat 1% sedikit demi sedikit
- Diamati hasill percobaan
Hasil

e. Pengaruh Pelarut Organik Terhadap Struktur Protein

Albumin Telur
- Dimasukkan 2mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 2mL larutan etanol absolut
- Diamati
Hasil

Pepton 1%
- Dimasukkan 2mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 2mL larutan etanol absolut
- Diamati
Hasil
F. Hasil Pengamatan
a. Uji Biuret
Perlakuan Tabung I Tabung II Tabung III
Penambahan larutan Terbentuk endapan Terbentuk endapan Terbentuk endapan
NaOH 2N putih putih putih
Penambahan CuSO4 Terbentuk endapan Terbentuk endapan Terbentuk endapan
1% ungu lapisan atas biru muda lapisan biru keruh lapis atas
atas

b. Denaturasi Protein oleh Ion Logam Berat

Penambahan larutan Penambahan larutan timbal (II) asetat


CuSO4
Larutan albumin Terbentuk endapan biru Terbentuk endapan putih susu
telur muda

c. Pengendapan Protein dengan Garam Organik


d. Pengaruh pH pada Struktur Albumin Telur

e. Pengaruh Pelarut Organik Terhadap Struktur Protein

G. Pembahasan
1. Uji Biuret
Uji biuret digunakan untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada suatu sampel.
Adanya ikatan peptida pada sampel dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu pada
sampel karena terbentuknya senyawa kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan
peptida yaitu gugus peptida (-CO-NH-). Semakin kuat intensitas warna ungu yang
terbentuk, maka semakin panjang ikatan peptida dalam suatu sampel.
Banyaknya asam amino yang terikat pada ikatan peptida memengaruhi warna
reaksi. Sampel dengan dipeptida akan menghasilkan warna biru, tripeptida
menghasilkan warna ungu, dan tetrapeptida serta peptida kompleks memberikan warna
merah. Biuret akan menghasilkan warna ungu jika direaksikan dengan CuSO4 (reaksi
biuret).
Pada percobaan ini menggunakan 3 sampel yaitu gelatin, glisin, dan glukosa.
Ketiganya ditambahkan dengan NaOH untuk menghasilkan suasana basa. Pada uji
biuret ini dengan menambahkan CuSO4 dan tidak dilakukan pemanasan karena jika
dilakukan pemanasan maka pereaksi cuSO4 akan membentuk kristal dan ikatan peptida
dari sampel akan rusak (tidak dapat terdeteksi).
Ketiganya menghasilkan endapan putih. Selanjutnya ditambahkan larutan CuSO4
1% pada masing-masing sampel, dimana Cu2+ akan berikatan dengan -NH pada salah
satu sampel sehingga membentuk kompleks dan menghasilkan warna ungu yang
menandakan suatu sampel mengandung adanyabikatan peptida. Rekasi biuret
merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. Suatu peptida yang mempunyai dua
buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan
membentuk seuatu senyawa kompleks berwarna ungu (Poedjiadi, 1994).
Pada hasil pengamatan dapat dilihat bahwa sampel pada tabung I yaitu gelatin
menghasilkan endapan ungu pada hasil akhir percobaan. Hal ini menandakan bahwa
diantara gelatin, glisin, dan glukosa, sampel gelatinlah yang memiliki ikatan peptida.
Reaksi yang terbentuk dalam uji biuret yaitu

Ikatan peptida menyebabkan terbentuknya kompleks berwarna ungu pada sampel.


Biuret memberikan warna ungu dengan CuSO4. Terbentuknya Cu2+ dengan gugus CO
dan -NH dari rantai peptida dalam suasana basa.

Gelatin merupakan sampel yang memiliki ikatan peptida, reaksi dapat ditulis
sebagai berikut :

Gelatin + NaOH + CuSO4 kompleks protein berwarna ungu

Uji biuret menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amina


asam (-CONH2) yang berada bersama gugus s=amida asam yang lain. Sehingga uji
biuret ini dapat dilakukan untuk zat selain protein, misalnya malonamida yang akan
memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah-violet atau
biru-violet (Sudarmadji, 1996).

Berdasarkan hasil percobaan, uji biuret dapat memberikan hasil negatif pada zat
glisin dan glukosa. Keduanya tidak membentuk kompleks berwarna ungu pada hasil
akhir setelah penambahan CuSO4 sehingga dapat disimpulkan glisin dan glukosa
memberikan hasil negatif dan tidak memiliki ikatan peptida. Uji biuret selain
menentukan adanya ikatan peptida juga dapat digunakan untuk ujia kuantitatif protein.

2. Pengendapan Protein oleh Ion Logam

Pengendapan protein oleh ion logam dilakukan dengan menambahkan secara


langsung larutan logam pada sampel protein. Protein dapat membentuk endapan akibat
penambahan ion logam dan membentuk senyawa kelat. Ion-ion yang dapat membentuk
endapan logam dengan protein antara lain Ag, Ca, Zn, Hg, Fe, Cu, Co, Mn, dan Pb.
Jumlah endapan yang dihasilkan pada setiap sampel dipengaruhi oleh kereaktifan
logam berat yang ditambahkan. Sampel yang digunakan pada percobaan ini yaitu putih
telur. Putih telur diuji dua kali dengan penambahan larutan yang berbeda. Sampel
pertama diuji dengan larutan CuSO4 yang menghasilkan terbentuknya endapan
berwarna biru muda. Sampel kedua diuji dengan larutan timbal (II) asetat dan
menghasilkan terbentuknya endapan berwarna putih.
Penambahan ion logam pada protein akan menyebebkan terbentuknya endapan.
Hal ini terjadi karena protein yang tercampur dengan senyawa logam akan
terdenaturasi. Pada sampel putih telur-CuSO4 dan sampel putih telur-timbal (II) asetat,
larutan yang mengandung logam akan memutus jembatan garam dan berikatan dengan
protein sehingga membentuknya menjadi kompleks protein-logam.
Penambahan ion logam akan menyebabkan protein mencapai titik isoelektriknya
sehingga mengalami denaturasi yang ditunjukkan dengan terbentuknya endapan.
Mekanisme denaturasi berlangsung ketika terjadi reaksi substitusi antara ion positif dan
ion negatif. Protein yang bereaksi dengan logam akan membentuk protein-logam tak
larut. Berdasarkan hasil pengamatan telah berhasil diuji penambahan larutan CuSO4
dan timbal (II) asetat pada sampel putih telur menghasilkan endapan, sehingga dapat
dikatan bahwa sampel putih telur mengalami denaturasi. Endapan yang dihasilkan tidak
sama dengan kata lain berbeda warna. Pada penambahan CuSO4 akan terbentuk
endapan biru muda, sedangkan penambahan PbSO4 terbentuk endapan putih. Keduanya
memiliki warna berbeda karena berdasarkan ion logam yang ditambahkan.
Pada video digunakan larutan CuSO4 dan logam yang digunakan berasal dsri
larutan timbal (II) asetat, sedangkan pada modul digunakan logam Hg dari larutan
HgCl2 atau logam Pb dari larutan Pb(OAc)2, dan pada modul dilakukan cara
penyaringan, uji kelarutan serta uji biuret untuk melakukan perbandingan perubahan
warna yang terjadi. Uji kelarutan pada endapan ditujukan untuk menguji kadar protein
(endapan) yang terbentuk , sedangkan uji biuret pada filtrat ditujukan untuk
mengidentifikasi protein / mengetahui adanya ikatan peptida .
Secara teoritis akan dihasilkan endapan putih apabila protein direaksikan dengan
logam. Endapan ini terjadi karena adanya reaksi logam Pb dengan protein. Logam Pb
ini merupakan logam yang mengandung ion positif. Dimana salah satu sifat dari logam
yang mengandung ion positif akan menghasilkan endapan jika direaksikan dengan
protein. Sama halnya dengan logam Hg.

3. Pengendapan Protein dengan Garam Anorganik


Penambahan garam terhadap protein akan menyebabkan kelarutan protein dan
terdenaturasi. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar
sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan terjadi bila protein
mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas
akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis
larutan protein juga akan meningkat.
Pada percobaan ini dilakukan uji dua kali menggunakan sampel larutan protein.
Larutan protein diuji dengan ditambahkan dengan ammonium sulfat. Yang
membedakan adalah sampel pertama ditambahkan larutan ammonium sulfat, sedangkan
larutan kedua ditambahkan kristal ammonium sulfat. Keduanya membentuk endapan
putih. Selanjutnya proses penyaringan untuk melihat perbedaan endapan pada kedua
sampel. Keduanya memiliki hasil yang berbeda setelah disaring. Pada penambahan
larutan ammonium sulfat tidak ada endapan (residu), sedangkan pada penambahan
kristal ammonium sulfat terdapat residu berupa endapan putih.
Penambahan kristal amonium sulfat jenuh pada tabung reaksi bertujuan untuk
memastikan bahwa albumin yang ada pada protein mengendap sempurna sampai tidak
terbentuk endapan baru lagi. Peranan amonium sulfat pada proses pengendapan protein
untuk menghidrasi sehingga timbul kompetisi antara garam anorganik dengan molekul
air untuk mengikat air. Karena amonium sulfat lebih menarik air menyebabkan jumlah
air untuk protein berkurang
Penambahan ammonium sulfat sebagai garam anorganik memengaruhi kelarutan
protein karena garam akan menarik air dalam protein sehingga terbentuk endapan.
Semakin tinggi konsentrasi garam anorganik maka semakin besar kemungkinan
pengendapan oleh protein. Pada percobaan menggunakan dua jenis fasa berbeda,
ammonium sulfat dalam bentuk kristal membentk endapan pada protein lebih banyak.
Dilakukan dengan proses penyaringan, terbukti bahwa penambahan kristal ammonium
sulfat menghasilkan residu (endapan) lebih banyak.
Uji biuret dilakukan untuk melihat protein mana yang mengalami denaturasi lebih
sempurna. Uji biuret dilakukan dengan penambahan larutan CuSO4. Filtrat penyaringan
ditambahkan larutan NaOH 40% untuk memberikan suasana basa, selanjutnya
ditambahkan larutan CuSO4 pada kedua filtrat sehingga membentuk warna filtrat yang
berbeda.
Pada uji biuret filtrat dengan penambahan awal berupa larutan ammonium sulfat
menghasilkan larutan berwarna biru keunguan. Sedangkan filtrat pada perlakuan awal
penambahan kristal ammonium sulfat menghasilkan larutan berwarna biru muda. Filtrat
yang menghasilkan larutan berwarna biru keunguan menandakan bahwa larutan pada
tabung reaksi tersebut mengandung protein (pengendapan protein tidak sempurna),
sedangkan pada uji biuret tabung reaksi yang menghasilkan larutan berwarna biru muda
menunjukkan bahwa larutan pada tabung reaksi tersebut tidak mengandung protein
(pengendapan protein sempurna).

4. Pengaruh pH Pada Struktur Albumin Telur


Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH pada protein. Sampel yang
digunakan yaitu albumin telur. Sampel diuji dengan penambahan asam asetat 1%.
Sampel disiapkan yaitu albumin telur dengan pH yang diketahui 4,7 dan ditambahkan
bromokresol hijau sebagai indikator perubahan pH. Sampel yang ditambahkan
bromokresol hijau akan mengalami perubahan warna menjadi biru. Selanjutnya
penambahan asam asetat 1% dan menghasilkan perubahan warna dari biru menjadi
hijau. Perubahan warna ini merupakan tanda bahwa sampel mengalami perubahan pH.
Selanjutnya proses pengadukan yang berfungsi menghomogenkan asam sulfat dengan
sampel. Setelah diaduk terbentuk endapan putih. Terbentuknya endapan putih ini
menandakan bahwa sampel albumin telur telah mengalami denaturasi.
Setiap jenis protein dalam larutan mempunyai pH tertentu yang disebut titik
isolektrik (TI). Pada pH isoeletrik (pI) molekul protein yang mempunyai muatan positif
dan negatif yang sama, sehingga saling menetralkan atau bermuatan nol. Akibatnya
protein tidak bergerak di bawah pengaruh medan listrik. Pada titik isoelektrik, protein
akan mengalami pengendapan (koagulasi) paling cepat dan prinsip ini digunakan dalam
proses-proses pemisahan atau pemurnian suatu protein (Yazid, 2006).
Apabila sampel albumin diketahui pI (pH isoelektrik) 4,7 penambahan asam asetat
akan mengubah pH pada sampel. Penambahan asam asetat pada albumin akan
menambah konsentrasi ion H+ yg kemudian akan bereaksi dengan muatan negatif
protein yg berasal dari gugus hidroksilnya. Penambahan konsentrasi H+ akan
menurunkan pH sehingga semakin dengan dengan pI (pH isoelektrik). berdasarkan
teori, pI albumin yaitu 4,6. Jika pI albumin sudah tercapai 4,7 maka diartikan bahwa
sudah mendekati pI albumin secara teori, maka muatan akan berlawanan dan saling
menetralkan sehingga terbentuk endapan pada hasil akhir, seperti pada video.

5. Pengaruh Pelarut Organik Terhadap Struktur Protein


Percobaan ini dilakukan uji pengaruh pelarut organik terhadap struktur protein.
Sampel yang digunakan yaitu albumin telur dan pepton. Beberapa protein mudah larut
dalam air, tetapi ada pula yang sukar larut. Namun, semua protein tidak dapat larut
dalam pelarut organik seperti eter, kloroform, atau benzena (Yazid, 2006).
Apabila protein dipanaskan atau dilarutkan dengan alkohol, maka protein akan
menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol menarik mantel air yang melingkupi molekul-
molekul protein; selain itu penggumpalan juga dapat terjadi karena aktivitas enzim-
enzim proteolitik (Yazid, 2006) Pelarut organik dapat berupa alkohol, ester, etes, asam
etanoat, dan sebagainya. Pelarut organik mempengaruhi stabilitas interaksi hidrofobik
protein, ikatan hidrogen, dan interaksi elektrostatik. Rantai samping residu asam amino
nonpolar lebih larut pada pelarut organik dibandingkan air. Hal tersebut mengakibatkan
interaksi hidrofobik menjadi melemah. Sebaliknya, stabilitas dan pembentukan ikatan
hidrogen antarikatan peptida meningkat pada lingkungan dengan permisivitas rendah
maka sejumlah pelarut organik dapat meningkatkan atau memperkuat pebentukan
ikatan hidrogen antarikatan peptida.
Pada konsentrasi rendah, sejumlah pelarut organik dapat menstabilkan beberapa
enzim terhadap denaturasi. Pada konsentrasi tinggi, pelarut organik menyebabkan
protein terdenaturasi karena efek pelarutan rantai samping nonpolar. Pada percobaan ini
menggunakan pelarut organik etanol absolut. Masing-masing sampel ditambahkan
pelarut etanol absolut. Penambahan pelarut organik sebagai penentu struktur protein.
Protein yang ditambahkan pelarut organik akan mengalamin denaturasi, ditandai
dengan terbentuknya endapan.
Pada albumin telur dengan penambahan etanol absolut menunjukkan terbentuknya
endapan sementara pada pepton 1% dengan penambahan etanol absolut menunjukkan
tidak terbentuknya endapan. Pada albumin telur terbentuk endapan yang menandakan
bahwa albumin telur mengandung alkohol yang mana tentu memiliki gugus hidroksil (-
OH), kandungan alkohol inilah yang menyebabkan albumin telur mengalami denaturasi
protein. Sedangkan pada pepton tidak terbentuk endapan karena pepton tidak
mempunyai gugus hidroksil (-OH).
Pelarut organik dapat mendenaturasi protein namun pada kondisi tertentu
digunakan untuk memekatkan protein yang dikenal dengan metoda fraksinasi.
Fraksinasi protein bertujuan untuk memisahkan protein berdasarkan perbedaan
kelarutannya dalam pelarut organik. Penambahan pelarut organik pada konsentrasi
yang berbeda pada tiap fraksi menyebabkan perbedaan jenis protein yang mengendap.

H. Kesimpulan

Protein dapat diketahui sifat-sifatnya dengan percobaan yaitu Uji Biuret sebagai
pengidentifikasi adanya ikatan peptide dengan pembentukan ikatan kompleks. Protein
mengalami denaturasi pada keadaan tertentu seperti penambahan ion logam, penambahan
senyawa sebagai pengaruh pH, penambahan pelarut organik. Ion logam akan berikatan
dengan protein membentuk kompleks protein-logam ditandai dengan terbentuknya
endapan. Penambahan larutan seperti asam sulfat dapat memengaruhi pH protein
sehingga protein mengalami denaturasi dengan terbentuknya endapan. Perubahan pH
pada sampel pada titik isoelektriknya dapat menyebabkan terjadinya pengendapan
(denaturasi). Pelarut organik akan menyebabkan interaksi hidrofobik melema karena
rantai samping residu asam amino nonpolar lebih larut pada pelarut organik
dibandingkan air sehingga merusak struktur protein dan membentuk endapan
(mengalmai denaturasi).
I. Tugas Pendahuluan
1. Apa yang dimaksud dengan istilah berikut, (a) koagulasi, (b) denaturasi, (c) titik
isoelektrik, dan (d) tetapan dielektrik medium.
Jawab :
a) Koagulasi : Pengendapan pada protein yang disebabkan oleh terjadinya denaturasi
atau perubahan struktur pada protein.
b) Denaturasi : Perubahan atau modifikasi terhadap struktur protein yang awalnya
terlipat menjadi terbuka, atau berubahnya sususnan rantai polipeptida dari protein.
Perubahan struktur protein dikarenakan terpecahnya ikatan hidrogen dan ikatan
hidrofobik pada protein.
c) Titik isoelektrik : pH dimana protein memiliki muatan negatif dan positif yang
sama atau saling menetralkan sehingga bermuatan nol.
d) Tetapan dielektrik medium : tingkat kepolaran pelarut atau senyawa yang berada
disekitar protein contohnya air.
2. Bagian mana dari struktur protein yang mengalami perubahan akibat denaturasi?
Bagaimana cara Anda menguji bahwa telah terjadi perubahan pada struktur tersebut?

Jawab :
Struktur protein yang sebelumnya berbentuk tiga dimensi atau berlipat berubah
menjadi struktur yang acak atau terbuka karena terpecahnya ikatan hidrogen, ikatan
hidrofobik, atau ikatan lainnya yang menyatukan struktur protein. Pengujian yang
dapat dilakukan untuk mengetahui terjadinya denaturasi adalah uji biuret, uji biuret
dapat mengidentifikasi ikatan peptida pada protein. Adanya ikatan peptida pada
protein mengindikasikan struktur protein yang masih utuh. Pengujian bahwa telah
terjadi perubahan struktur (denaturasi) dapat dilakukan dengan penambahan ion
logam pada protein, penambahan senyawa yang menyebabkan perubahan pH,
penambahan pelarut organic yang nantinya akan membentuk endapan pada protein
sebagai pembuktian bahwa protein telah terdenaturasi (terjadi perubahan struktur).
3. Apakah protein yang mengalami salting out karena penambahan amonium sulfat
terdenaturasi? Dengan cara bagaimana anda membuktikan jawaban anda? Jelaskan!
Jawab :
Protein akan mengalami salting out saat ditambahkan ammonium sulfat sehingga
protein mengalami denaturasi. Air yang pada protein akan berikatan dengan
ammonium sulfat sehingga ikatan hidrogen pada protein terganggu dan protein
mengalami pengendapan. Pengujian dilakukan dengan uji biuret, uji biuret dapat
membuktikan ada tidaknya protein yang tersisah dalam larutan setelah endapan
disaring. Apabila masih terdapat protein didalam filtrat penyaringan maka akan
terjadi perubahan warna menjadi ungu.

J. Daftar Pustaka
Tim Dosen KBK Biokimia. 2021. Petunjuk Praktikum Biokimia. Malang: Universitas
Negeri Malang
Poedjiadi, Anna dan Supriyanti, Titin. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Bandung: UI-
PRESS
Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty
Yogyakarta
Sulfitri, dkk. 2020. Perbandingan Kadar Albumin Ikan Gabus (Channa striata) dari
Proses Perebusan dan Pengukusan dengan Menggunakan Uji Biuret.
KOVALEN: Jurnal Riset Kimia, 6(1), 2020: 67-73
Afifah, Ayu Yuni. 2012. Denaturasi, Koagulasi, dan Non-enzymatic Browning. Online
(https://blog.ub.ac.id/ayuyuniafifah/2012/09/26/denaturasi-koagulasi-dan-non-enzymatic-
browning-.), diakses pada 23 Februari 2021

Link video :
https://www.youtube.com/watch?v=bi2LtNh5h50 (Uji Biuret)
https://www.youtube.com/watch?v=RHT2DpRCPGg (Pengendapan Protein oleh Ion
Logam)
https://drive.google.com/file/d/1B9F2QpoETSYVmG5wJsJotAyLoiZx28G6/view?usp=s
haring (Pengendapan Protein dengan Garam Anorganik)
https://drive.google.com/file/d/1bl2GmoRavMj4VuJH4dK7mtqn0sYeI7yh/view?usp=sh
aring (Pengaruh pH pada Struktur Albumin Telur)
https://drive.google.com/file/d/1SMCWpyQWJ9Vj9rf4V1AnQoj2HNhVKA0/view?usp
=sharing (Pengaruh Pelarut Organik Terhadap Struktur Protein)
Lampiran Bukti Diskusi

Anda mungkin juga menyukai