SIFAT-SIFAT PROTEIN
Oleh kelompok 2 :
Anggraini Widya Ningtyas (180332616509)
Dera Putri Rahmadarti (180332616589)
Savira Nuraulia Putri (180332616550)
Shireen Malika (180332616594)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FEBRUARI 2021
A. Judul : Sifat-Sifat Protein
B. Tujuan
Mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mampu mengidentifikasi protein berdasarkan ikatan peptida dengan Uji Biuret
2. Mampu menjelaskan fenomena pengendapan protein
3. Mampu menjelaskan pengaruh pH dan pelarut organik terhadap struktur albumin
telur
C. Dasar Teori
Protein adalah suatu polimer dari asam amino. Struktur protein terdiri dari struktur
primer, sekunder, tersier, dan kuarterner. Keempat struktur protein ini didasarkan atas jenis
dan jumlah ikatan atau interaksi kimia yang terjadi. Struktur primer hanya terdiri dari ikatan
peptida yaitu ikatan antara gugus amino dari asam amino satu dengan gugus karboksil dari
asam amino lainnya.
Struktur rantai polipeptida yang dimiliki protein mirip dengan struktur Biuret. Biuret
adalah senyawa yang dihasilkan dalam proses pemanasan urea pada suhu 180⁰C
Reaksi pembentukan Biuret Seperti halnya Biuret maka protein dengan ion tembaga
(II) dalam larutan basa juga akan membentuk kompleks yang berwarna ungu/biru tua. Reaksi
ini disebut sebagai reaksi Biuret yang sering digunakan untuk mendeteksi suatu polipeptida.
Syarat untuk dapat terjadinya reaksi ini adalah minimal ada dua ikatan peptida. Dipeptida
(dua asam amino yang dihubungkan dengan satu ikatan peptida) dan asam-asam amino
(kecuali histidin, serin dan treonin) tidak memberikan uji positif. Ikatan peptide hanya
dimiliki oleh protein sehingga menjadi ciri khas yang digunakan untuk mengidentifikasi
adanya protein.
Protein memiliki beberapa tingkatan struktur yaitu struktur primer, sekunder, tersier,
dan kwarterner. Struktur primer digambarkan sebagai susunan linear dari residu asam amino.
Struktur sekunder dibangun oleh struktur primer dan ikatan hidrogen antara oksigen karbonil
dengan hidrogen amida (C=O--H-N) dari ikatan peptida. Struktur tersier merupakan
konformasi tiga dimensi yang spesifik untuk satu rantai polipeptida. Pada struktur tersier
elemen-elemen struktur sekunder dikemas dalam bentuk tertentu yang melibatkan berbagai
ikatan dan interaksi kimia antara lain ikatan disulfida antar asam amino sistein, ikatan
hidrogen, interaksi ionik antar gugus fungsi yang terionisasi, interaksi hidrofobik dan
hidrofilik. Pada protein yang terdiri lebih dari satu rantai polipeptida (sub unit) dikenal
adanya struktur kuarterner. Struktur ini terbentuk melalui interaksi antar struktur tersier yang
umumnya merupakan interaksi nonkovalen berupa interaksi hidrofobik antar daerah nonpolar
pada permukaan molekul protein.
Beberapa kondisi dan zat-zat kimia seperti panas, pengocokan, pH ekstrim, pelarut
organik, detergen dan logam berat dapat menghilangkan sifat alami dan aktivitas biologi yang
dimiliki protein walaupun tidak sampai menghidrolisis ikatan peptida. Fenomena ini dikenal
dengan istilah denaturasi. Secara umum protein yang terdenaturasi mengalami disorganisasi
konfigurasi molekul protein atau dengan kata lain susunan 3D khas dari rantai polipeptida
terganggu sehingga molekul ini terbuka menjadi struktur yang acak . Kelarutan protein di
dalam larutan dipengaruhi oleh jumlah garam-garam anorganik. Jika terdapat garamgaram
anorganik dengan konsentrasi tinggi dalam larutan protein maka kelarutan protein akan
berkurang sehingga protein dapat mengendap, atau dikatakan protein mengalami salting out.
Protein yang berbeda akan mengendap pada konsentrasi garam yang berbeda sehingga proses
ini sering digunakan untuk memisahkan dan memurnikan suatu protein.
Denaturasi merupakan perubahan atau modifikasi terhadap struktur protein yang
awalnya terlipat menjadi terbuka, atau berubahnya susunan rantai polipeptida protein.
Perubahan struktur protein disebabkan oleh terpecahnya ikatan hydrogen dan ikatan
hidrofobik pada protein. Denaturasi dipengaruhi oleh kondisi pada protein (panas, tekanan,
pengadukan, perubahan pH, pelarut organik senyawa organik atau logam serta aktivitas
biologis yang dimiliki protein. Penambahan garam organik juga dapat menyebabkan kelarutan
protein. Aram mempengaruhi stabilitas structural protein dan akan mengikat air yang terdapat
di sekitar protein sehingga protein mengalami pengendapan (salling out). Pengendapan
protein menggunakan garam organik sering digunakan untuk memurnikan protein.
D. Alat dan Bahan
Alat :
- Tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Pipet ukur
- Kertas saring
Bahan :
- Gelatin - Glisin
- Glukosa - Larutan CuSO4 1%
- Larutan NaOH - Etanol absolut
- Tembaga (II) Sulfat - Larutan putih telur
- Larutan sampel protein - Asam asetat 1%
- Albumin - Kristal ammonium sulfat
- Timbal (II) asetat - Larutan jenuh ammonium sulfat
- Indikator Bromokresol hijau - Pepton 1%
E. Prosedur Kerja
a. Uji Biuret
Hasil
b. Uji Pengendapan Protein oleh Ion Logam
Putih telur
- Dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi
- Ditambahkan larutan cuSO4 ke dalam tabung reaksi pertama
- Dikocok hingga homogen
- Diamati
- Ditambahkan timbal (II) asetat ke dalam tabung reaksi kedua
- Dikocok hingga homogen
- Diamati
Hasil
Hasil
Larutan Protein
- Dimasukan 3mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan kristal ammonium sulfat sampai jenuh
- Diaduk
- Disaring
- Ditambahkan 3mL larutan NaOH 40% ke dalam filtrat
- Ditambahkan 2-3 tetes larutan CuSO4 1%
- Diamati
Hasil
d. Pengaruh pH pada Struktur Albumin Telur
Albumin
- Dimasukkan 3mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan2 tetes indikator bromocresol hijau
- Ditambahkan larutan asam asetat 1% sedikit demi sedikit
- Diamati hasill percobaan
Hasil
Albumin Telur
- Dimasukkan 2mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 2mL larutan etanol absolut
- Diamati
Hasil
Pepton 1%
- Dimasukkan 2mL ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 2mL larutan etanol absolut
- Diamati
Hasil
F. Hasil Pengamatan
a. Uji Biuret
Perlakuan Tabung I Tabung II Tabung III
Penambahan larutan Terbentuk endapan Terbentuk endapan Terbentuk endapan
NaOH 2N putih putih putih
Penambahan CuSO4 Terbentuk endapan Terbentuk endapan Terbentuk endapan
1% ungu lapisan atas biru muda lapisan biru keruh lapis atas
atas
G. Pembahasan
1. Uji Biuret
Uji biuret digunakan untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada suatu sampel.
Adanya ikatan peptida pada sampel dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu pada
sampel karena terbentuknya senyawa kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan
peptida yaitu gugus peptida (-CO-NH-). Semakin kuat intensitas warna ungu yang
terbentuk, maka semakin panjang ikatan peptida dalam suatu sampel.
Banyaknya asam amino yang terikat pada ikatan peptida memengaruhi warna
reaksi. Sampel dengan dipeptida akan menghasilkan warna biru, tripeptida
menghasilkan warna ungu, dan tetrapeptida serta peptida kompleks memberikan warna
merah. Biuret akan menghasilkan warna ungu jika direaksikan dengan CuSO4 (reaksi
biuret).
Pada percobaan ini menggunakan 3 sampel yaitu gelatin, glisin, dan glukosa.
Ketiganya ditambahkan dengan NaOH untuk menghasilkan suasana basa. Pada uji
biuret ini dengan menambahkan CuSO4 dan tidak dilakukan pemanasan karena jika
dilakukan pemanasan maka pereaksi cuSO4 akan membentuk kristal dan ikatan peptida
dari sampel akan rusak (tidak dapat terdeteksi).
Ketiganya menghasilkan endapan putih. Selanjutnya ditambahkan larutan CuSO4
1% pada masing-masing sampel, dimana Cu2+ akan berikatan dengan -NH pada salah
satu sampel sehingga membentuk kompleks dan menghasilkan warna ungu yang
menandakan suatu sampel mengandung adanyabikatan peptida. Rekasi biuret
merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. Suatu peptida yang mempunyai dua
buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan
membentuk seuatu senyawa kompleks berwarna ungu (Poedjiadi, 1994).
Pada hasil pengamatan dapat dilihat bahwa sampel pada tabung I yaitu gelatin
menghasilkan endapan ungu pada hasil akhir percobaan. Hal ini menandakan bahwa
diantara gelatin, glisin, dan glukosa, sampel gelatinlah yang memiliki ikatan peptida.
Reaksi yang terbentuk dalam uji biuret yaitu
Gelatin merupakan sampel yang memiliki ikatan peptida, reaksi dapat ditulis
sebagai berikut :
Berdasarkan hasil percobaan, uji biuret dapat memberikan hasil negatif pada zat
glisin dan glukosa. Keduanya tidak membentuk kompleks berwarna ungu pada hasil
akhir setelah penambahan CuSO4 sehingga dapat disimpulkan glisin dan glukosa
memberikan hasil negatif dan tidak memiliki ikatan peptida. Uji biuret selain
menentukan adanya ikatan peptida juga dapat digunakan untuk ujia kuantitatif protein.
H. Kesimpulan
Protein dapat diketahui sifat-sifatnya dengan percobaan yaitu Uji Biuret sebagai
pengidentifikasi adanya ikatan peptide dengan pembentukan ikatan kompleks. Protein
mengalami denaturasi pada keadaan tertentu seperti penambahan ion logam, penambahan
senyawa sebagai pengaruh pH, penambahan pelarut organik. Ion logam akan berikatan
dengan protein membentuk kompleks protein-logam ditandai dengan terbentuknya
endapan. Penambahan larutan seperti asam sulfat dapat memengaruhi pH protein
sehingga protein mengalami denaturasi dengan terbentuknya endapan. Perubahan pH
pada sampel pada titik isoelektriknya dapat menyebabkan terjadinya pengendapan
(denaturasi). Pelarut organik akan menyebabkan interaksi hidrofobik melema karena
rantai samping residu asam amino nonpolar lebih larut pada pelarut organik
dibandingkan air sehingga merusak struktur protein dan membentuk endapan
(mengalmai denaturasi).
I. Tugas Pendahuluan
1. Apa yang dimaksud dengan istilah berikut, (a) koagulasi, (b) denaturasi, (c) titik
isoelektrik, dan (d) tetapan dielektrik medium.
Jawab :
a) Koagulasi : Pengendapan pada protein yang disebabkan oleh terjadinya denaturasi
atau perubahan struktur pada protein.
b) Denaturasi : Perubahan atau modifikasi terhadap struktur protein yang awalnya
terlipat menjadi terbuka, atau berubahnya sususnan rantai polipeptida dari protein.
Perubahan struktur protein dikarenakan terpecahnya ikatan hidrogen dan ikatan
hidrofobik pada protein.
c) Titik isoelektrik : pH dimana protein memiliki muatan negatif dan positif yang
sama atau saling menetralkan sehingga bermuatan nol.
d) Tetapan dielektrik medium : tingkat kepolaran pelarut atau senyawa yang berada
disekitar protein contohnya air.
2. Bagian mana dari struktur protein yang mengalami perubahan akibat denaturasi?
Bagaimana cara Anda menguji bahwa telah terjadi perubahan pada struktur tersebut?
Jawab :
Struktur protein yang sebelumnya berbentuk tiga dimensi atau berlipat berubah
menjadi struktur yang acak atau terbuka karena terpecahnya ikatan hidrogen, ikatan
hidrofobik, atau ikatan lainnya yang menyatukan struktur protein. Pengujian yang
dapat dilakukan untuk mengetahui terjadinya denaturasi adalah uji biuret, uji biuret
dapat mengidentifikasi ikatan peptida pada protein. Adanya ikatan peptida pada
protein mengindikasikan struktur protein yang masih utuh. Pengujian bahwa telah
terjadi perubahan struktur (denaturasi) dapat dilakukan dengan penambahan ion
logam pada protein, penambahan senyawa yang menyebabkan perubahan pH,
penambahan pelarut organic yang nantinya akan membentuk endapan pada protein
sebagai pembuktian bahwa protein telah terdenaturasi (terjadi perubahan struktur).
3. Apakah protein yang mengalami salting out karena penambahan amonium sulfat
terdenaturasi? Dengan cara bagaimana anda membuktikan jawaban anda? Jelaskan!
Jawab :
Protein akan mengalami salting out saat ditambahkan ammonium sulfat sehingga
protein mengalami denaturasi. Air yang pada protein akan berikatan dengan
ammonium sulfat sehingga ikatan hidrogen pada protein terganggu dan protein
mengalami pengendapan. Pengujian dilakukan dengan uji biuret, uji biuret dapat
membuktikan ada tidaknya protein yang tersisah dalam larutan setelah endapan
disaring. Apabila masih terdapat protein didalam filtrat penyaringan maka akan
terjadi perubahan warna menjadi ungu.
J. Daftar Pustaka
Tim Dosen KBK Biokimia. 2021. Petunjuk Praktikum Biokimia. Malang: Universitas
Negeri Malang
Poedjiadi, Anna dan Supriyanti, Titin. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Bandung: UI-
PRESS
Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty
Yogyakarta
Sulfitri, dkk. 2020. Perbandingan Kadar Albumin Ikan Gabus (Channa striata) dari
Proses Perebusan dan Pengukusan dengan Menggunakan Uji Biuret.
KOVALEN: Jurnal Riset Kimia, 6(1), 2020: 67-73
Afifah, Ayu Yuni. 2012. Denaturasi, Koagulasi, dan Non-enzymatic Browning. Online
(https://blog.ub.ac.id/ayuyuniafifah/2012/09/26/denaturasi-koagulasi-dan-non-enzymatic-
browning-.), diakses pada 23 Februari 2021
Link video :
https://www.youtube.com/watch?v=bi2LtNh5h50 (Uji Biuret)
https://www.youtube.com/watch?v=RHT2DpRCPGg (Pengendapan Protein oleh Ion
Logam)
https://drive.google.com/file/d/1B9F2QpoETSYVmG5wJsJotAyLoiZx28G6/view?usp=s
haring (Pengendapan Protein dengan Garam Anorganik)
https://drive.google.com/file/d/1bl2GmoRavMj4VuJH4dK7mtqn0sYeI7yh/view?usp=sh
aring (Pengaruh pH pada Struktur Albumin Telur)
https://drive.google.com/file/d/1SMCWpyQWJ9Vj9rf4V1AnQoj2HNhVKA0/view?usp
=sharing (Pengaruh Pelarut Organik Terhadap Struktur Protein)
Lampiran Bukti Diskusi