Percobaan 1
Protein: Reaksi Uji terhadap Asam Amino dan Penentuan Kadar Protein
Secara Lowry
Nama
NIM
Kelompok
Tanggal Percobaan
Tanggal Laporan
Asisten
LABORATORIUM BIOKIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
1. Tujuan
a. Menentukan keberadaan asam amino tirosin dan triptofan dalam albumin dan
gelatin menggunakan uji Millon dan Hopkins Cole
b. Menentukan hasil reaksi sistin dengan Pb asetat dan NaOH 1 N
c. Menentukan hasil reaksi sistein dengan reaksi Nitroprussida
d. Menentukan hasil uji Millon (endapan) dan Biuret (larutan filtrat) terhadap protein
albumin setelah diendapkan dalam garam ammonium sulfat dan didekantasi
e. Menentukan pengaruh asam kuat (HCl), basa kuat (NaOH), asam lemah (buffer
asetat pH 4,7) dan suhu tinggi dalam mendenaturasi protein
f. Menentukan kadar protein sampel dengan metode Lowry
2. Prinsip Percobaan
Asam amino adalah molekul organik dengan massa molekul kecil yang
mengandung paling sedikit satu gugus karboksil dan satu gugus amino. Berdasarkan
sifat rantai sampingnya (rantai R), asam amino dibagi menjadi tujuh kelompok:
alifatik, aromatik, hidroksilik, karboksilik, mengandung sulfur (S), imino, amino, dan
amida. Rantai samping inilah yang dapat dimanfaatkan dalam analisis kandungan
protein melalui berbagai uji, seperti Millon dan Hopkins - Cole.
Uji Millon menggunakan reagen yang terdiri dari larutan merkuri dan ion
merkuro dalam larutan asam nitrat. Uji Millon adalah uji spesifik untuk tirosin (Milio
dan Loffredo, 1995:4). Uji Millon akan menghasilkan warna merah apabila terdapat
tirosin dalam protein yang diuji. Warna merah ini adalah garam merkuri dari tirosin
yang ternitrasi.
Uji Hopkins Cole menggunakan reagen yang mengandung asam glioksilat
(CHO-COOH). Uji ini spesifik untuk asam amino triptofan (Milio dan Loffredo,
1995:4). Triptofan dapat berkondensasi dengan aldehid pada asam glioksilat dalam
asam sulfat dan menghasilkan warna Violet.
Sistin adalah asam amino yang mengandung sulfur dan terbentuk dari 2 asam
amino sistein. Apabila asam amino yang mengandung sulfur bereaksi dengan Pb
asetat, akan terbentuk endapan hitam.
Reaksi Nitroprussida adalah reaksi yang digunakan untuk menentukan
keberadaan asam amino sistein yang mengandung gugus sulfhidril (-SH) (Milio dan
Loffredo, 1995:4). Gugus sulfuhidril akan bereaksi dengan nitroprussida dalam
suasana ammonia berlebih membentuk kompleks berwarna merah.
Protein dapat mengendap akibat mengandung garam-garam anorganik dalam
konsentrasi tinggi, seperti ammonium sulfat, magnesium sulfat, dan natrium klorida
(Aboazma, 2013:5). Hal ini terjadi karena kemampuan ion garam untuk terhidrasi
sehingga berkompetisi dengan molekul protein dalam mengikat air. Dengan demikian,
kelarutan protein pun akan berkurang. Namun bila protein diendapkan dengan garamgaram anorganik berikut tanpa perlakuan khusus seperti diaduk dengan magnetic
stirrer dengan kecepatan konstan, protein yang ingin diendapkan dapat mengalami
denaturasi (Sari, 2012)
Protein dapat mengalami kerusakan struktur yang disebut dengan denaturasi.
Protein yang terdenaturasi akan kehilangan sifat alaminya, sehingga protein-protein
Tabung reaksi diisi dengan sedikit sistin, dan dilarutkan dalam 5 mL NaOH 1
N. Larutan tersebut ditambahkan sedikit kristal Pb-asetat. Tabung reaksi tersebut
dipanaskan dengan cara menempatkan tabung pada gelas kimia berisikan air yang
telah mendidih.
3.4 Uji Sistein
Tabung reaksi diisi dengan kristal sistein hidroksida dan dilarutkan dalam 5
mL air. Larutan tersebut ditambahkan 0,5 mL larutan nitroprusida 1%, dan 0,5 mL
NH4OH.
3.5 Pengendapan Garam
Satu tabung reaksi diisi dengan 5 mL larutan albumin telur (1:5) dengan garam
amonium sulfat serta aduk larutan hingga garam melarut. Larutan diisi lagi dengan
garam amonium sulfat, dan diaduk sampai garam mengendap. Jika garam belum
mengendap, ulangi terus langkah sebelumnya. Larutan yang telah jenuh disaring
sehingga didapat endapan dan filtrat. Endapan diuji dengan reagen Millon dan filtrat
diuji dengan reagen biuret.
3.6 Denaturasi Protein
Tiga tabung disiapkan dan diberi nomor 1, 2, dan 3. Ketiga tabung diisi
dengan larutan albumin seanyak 9 mL. Tabung 1 ditambahkan 1 mL HCL 0,1 M,
tabung 2 ditambahkan NaOH 0,1 M, dan Tabung 3 ditambahkan 1 mL bufer asetat
dengan 1 M pH 4,71. Ketiga tabung dipanaskan pada gelas kimia berisi air mendidih
diatas penangas air. Hasilnya diamati dan dicatat. Tabung 1 dan 2 ditambahkan 10 mL
bufer asetat dengan pH 4,7. Hasil yang didapat diamati dan dicatat.
3.7 Penentuan Kadar Protein Secara Lowry
Tujuh tabung reaksi disiapkan dan diberi label 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Tabung 1
diisi dengan aquades sebanyak 0,5 mL; tabung 2 diisi 0,1 mL larutan BSA standar
ditambah aquades sebanyak 0,4 mL; tabung 3 diisi 0,2 mL larutan BSA standar
ditambah aquades sebanyak 0,3 mL; tabung 4 diisi 0,3 mL larutan BSA standar
ditambah aquades sebanyak 0,2 mL; tabung 5 diisi 0,4 mL larutan BSA standar
ditambahkan aquades sebanyak 0,1 mL. Tabung 6 dan 7 diisi 0,5 larutan sampel
protein. Seluruh pengisian larutan dilakukan menggunakan pipet berukuran 1 mL.
Kemudian seluruh tabung diisi dengan reagen Biuret sebanyak 2 mL. Tiap tabung
diinkubasi tepat selama 10 menit dimulai dari penambahan larutan Biuret. Setelah 10
menit, seluruh tabung ditambahkan 0,2 mL reagen Folin-Ciocalteu, dan dikocok
menggunakan vortex. Setelah itu seluruh tabung diinkubasi selama 30 menit pada
suhu kamar. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 700 nm. Larutan tabung 1 dimasukkan kedalam kuvet
untuk kemudian dimasukkan kedalam spektrofotometer. Tombol kalibrasi pada alat
spektrofotometer kemudian ditekan agar larutan pada tabung 1 menjadi acuan seluruh
tabung (blanko). Pengukuran absorbansi larutan tabung 2 sampai 8 dilakukan dengan
cara membilas kuvet terlebih dahulu dengan aquades dan dengan larutan yang akan
diukur secara bergantian. Kemudian kuvet dimasukkan larutan yang akan diukur,
selanjutnya kuvet dibersihkan dengan tisu di bagian yang tidak boleh dipegang tangan
sebelum dimasukkan kedalam spektrofotometer. Pengukuran absorbansi larutan
dilakukan satu per satu. Hasil pengukuran dicatat.
4. Data Pengamatan
4.1 Uji Kualitatif
a. Uji Millon
Protein
Albumin
Gelatin 2%
Bening
Gelatin 2%
Bening
Terbentuk
merah
endapan
Bening
c. Sistin
Campuran
Sebelum dipanaskan
yang diuji
Sistin + 5 ml Kehitaman
NaOH 1 N +
Pb - asetat
Setelah dipanaskan
Terdapat endapan hitam
d. Sistein
Asam amino Sebelum diberi reagen
yang diujikan
Kristal Sistein Bening
+ 5 mL air
Larutan filtrat
Hasil Pengujian
Uji Biuret
-
Tidak berubah
f. Denaturasi Protein
Tabung (Zat)
Karakteristik
Sebelum dipanaskan
Setelah dipanaskan ( +
ditambahkan
buffer
asetat pH 4,7 untuk
tabung 1 dan 2)
1 (Albumin Berwarna putih susu
+ HCl 0,1
M)
Terdapat endapan
gumpalan putih
Endapan putih
V1 M1 = V2 M2
Keterangan:
V1 : Volume BSA stok yang ditambahkan (dalam mL)
M1 : Konsentrasi BSA stok yang ditambahkan (dalam g/mL)
V2 : Volume larutan pada tabung (dalam mL)
M2 : Konsentrasi BSA dalam larutan pada tabung (dalam g/mL)
Untuk tabung 1
M2 = 0 (tidak ada BSA yang ditambahkan)
Untuk tabung 2
0,1 x 200 = 0,5 x M2
M2 = 40
Untuk tabung 3
0,2 x 200 = 0,5 x M2
M2 = 80
Untuk tabung 4
0,3 x 200 = 0,5 x M2
M2 = 120
Untuk tabung 5
0,4 x 200 = 0,5 x M2
M2 = 160
1
0,5
2
0,2
0,000
2
0,1
0,4
2
0,2
0,022
Nomor Tabung
3
4
5
0,2
0,3
0,4
0,3
0,2
0,1
2
2
2
0,2
0,2
0,2
0,031
0,037
0,051
6
0,5
2
0,2
0,023
7
0,5
2
0,2
0,02
0.06
0.05
0.04
Absorbansi 0.03
0.02
0.01
0
0 20 40 60 80 100120140160180
Konsentrasi ( gram/mL)
5. Pembahasan
5.1 Uji Kualitatif
a. Uji Millon
Uji Millon digunakan untuk mendeteksi adanya gugus hidroksi fenolik
pada suatu protein. Pereaksi Millon terdiri atas larutan merkuri (Hg) dalam
HNO3 atau asam nitrat. Apabila uji Millon positif, akan terbentuk endapan
garam merkuri berwarna putih yang bila dipanaskan akan berwarna merah.
Apabila uji Millon dilakukan terhadap asam amino tirosin, terbentuk
endapan merah kecoklatan setelah dipanaskan. Hal ini dikarenakan gugus
fenol pada tirosin bereaksi dengan merkuri dari reagen Millon membentuk
kompleks merkuri. Tirosin sendiri merupakan asam amino yang mengandung
gugus fenol (Nelson dan Cox, 2008:870). Dengan demikian, protein yang
mengandung asam amino tirosin akan menghasilkan hasil positif apabila diuji
oleh reagen Millon Adapun struktur dari tirosin ditunjukkan pada Gambar 4.1
Gambar 4.2 Reaksi reagen Millon terhadap senyawa dengan gugus fenol
Gambar 4.3 Kandungan asam amino pada gelatin (dikutip dari www.pbgelatins.com)
Warna merah
out). Interaksi ini ini terjadi secara maksimal apabila protein berada pada titik
isoelektriknya. Menurut Triyono (2010: 5), Pada titik isoelektrik protein akan
berikatan antara muatannya sendiri membentuk lipatan ke dalam sehingga
terjadi pengendapan yang relatif cepat.
Kemudian setelah larutan didekantasi, endapan diuji menggunakan
reagen Millon. Uji Millon pada endapan memberikan hasil positif dengan
terbentuknya warna merah pada endapan setelah ditambah reagen Millon.
Dengan demikian, terbukti bahwa endapan tersebut adalah protein albumin.
Hal ini didasarkan pada hasil percobaan uji Millon yang dilakukan
sebelumnya yang menyatakan bahwa albumin akan menghasilkan uji positif
bila diberikan reagen Millon.
Larutan filtrat hasil dekantasi kemudian diuji dengan reagen biuret. Uji
biuret sendiri merupakan uji protein untuk mengetahui keberadaan ikatan
peptida pada protein. Uji biuret menggunakan NaOH dan CuSO4 sebagai
reagen. Uji biuret akan positif apabila larutan jadi berwarna ungu akibat
senyawa kompleks yang dibentuk oleh Cu 2+ pada reagen biuret. Hasil uji
biuret terhadap larutan filtrat adalah negatif. Hal ini dimungkinkan terjadi
apabila tidak ada protein pada larutan filtrat, karena ikatan peptida terdapat
pada semua protein (Hart, 2010: 505). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah
seluruh protein albumin mengendap dan tersaring pada proses dekantasi. Hal
ini dimungkinkan terjadi apabila larutan sudah sangat jenuh dengan
penambahan ammonium sulfat sehingga seluruh albumin mengendap.
f. Denaturasi Protein
Percobaan denaturasi protein ini menggunakan penambahan asam kuat
HCl 0,1 M, basa kuat NaOH 0,1 M, dan asam lemah buffer asetat dengan pH
4,7 1 M pada 3 tabung berbeda yang diisi oleh protein albumin. Selain itu
digunakan juga pemanasan. Pada tabung reaksi yang berisi albumin dan
ditambah HCl, larutan berubah warna menjadi putih susu. Hal yang yang sama
juga terjadi pada tabung berisi protein yang ditambahkan dengan NaOH 0,1 M
dan buffer asetat pH 4,7. Ketiganya menunjukkan peristiwa yang mirip, yakni
denaturasi protein.
Pada tabung dengan penambahan HCl yang terjadi adalah denaturasi
protein akibat terputusnya ikatan elektrostatik pada jembatan garam yang
membentuk struktur tersier albumin. Ion H+ dari HCl akan bereaksi dengan
gugus -COO- pada salah satu asam amino penyokong jembatan garam dan ion
klor akan menyerang gugus -NH3+ pada asam amino satunya. Hal inilah yang
menyebabkan ikatan jembatan garam pada protein putus dan merusak struktur
tersier protein. Adapun reaksi pemutusan jembatan garam protein oleh HCl
diilustrasikan pada Gambar 4.7
suhu kamar dengan alasan yang sama dengan inkubasi setelah penambahan biuret.
Setelah melalui prosedur tersebut masing-masing tabung dicek absorbansinya.
Setelah dapat data absorbansi, dibuatlah kurva konsentrasi protein standar
terhadap absorbansi (absis (x): konsentrasi, ordinat (y): absorbansi). Setelah kurva
terbentuk, didapatlah persamaan kurva konsentrasi terhadap absorbansi. Dengan
memasukkan nilai absorbansi protein sampel sebagai nilai ordinat, nilai
konsentrasi protein sampel pun bisa didapat. Protein sampel yang didapat
memiliki absorbansi 0,0225. Dengan persamaan kurva yang didapat: y = 4,810-3
+ 2,92510-4x, didapatkan bahwa konsentrasi protein sampel adalah 60,51 g /
mL.
6. Kesimpulan
a. Dalam albumin dan gelatin, terdapat asam amino tirosin yang mengandung gugus
fenol. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil uji Millon yang positif untuk kedua
protein tersebut
b. Hasil reaksi sistin dengan NaOH 1 N dan Pb-Asetat adalah terbentuknya endapan
kelabu Pb-S akibat putusnya ikatan sulfida pada protein. Putusnya ikatan sulfida
ini disebabkan oleh NaOH 1 N
c. Hasil reaksi Nitroprussida pada sistein adalah terbentuknya warna merah. Warna
merah ini disebabkan oleh natrium nitroprussida yang bereaksi dengan gugus SH
pada sistein
d. Hasil Uji Millon pada endapan yang berhasil disaring dari larutan albumin telur
yang diberi garam ammonium sulfat sampai jenuh adalah positif. Adapun hasil uji
biuret pada larutan filtratnya adalah negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa protein
telah mengendap seluruhnya
e. Hasil percobaan menunjukkan bahwa asam kuat (HCl) , basa kuat (NaOH), dan
asam lemah (buffer asetat pH 4,7) dapat mendenaturasi protein. Selain itu
pemanasan pada protein dapat menyebabkan terjadinya koagulasi.
f. Dari hasil perhitungan dengan persamaan kurva standar, didapatkan konsentrasi
protein sampel sebesar 60,51 g / mL
7. Daftar Pustaka
Aboazma, M. Souad.2013.Protein Chemistry [Power Point Slides].Tersedia:
http://www1.mans.edu.eg/FacMed/english/dept/biochemistry/pdf/PROTEIN.p
df (4 Februari 2015)
Butz, Lewis W. dan Vincent du Vigneaud.1932.The Formation of a Homologue of
Cystine by the Decomposition of Methionine with Sulfuric Acid. Journal of
Biological Chemistry vol 135 (42).
Hart, David J. dkk.2010. Organic Chemistry: a Short Course. Belmont: Brooks/Cole
Cengage Learning.
Junaidi, Eka.2008.Pengaruh Suhu, Ion Klorida dan Ion Sulfida pada Korosi Cu-37Zn
dalam Medium Netral [online]. Tesis Mahasiswa di Digital Library Institut
Jawab:
1. Hasil percobaan menghasilkan warna merah yang tidak stabil. Warna tersebut tidak stabil
karena ketika diberikan amonium sulfat, warna larutan menjadi ungu dan kemudian
menjadi merah yang apabila didiamkan lebih lama lagi akan menjadi kuning.
2. Positif. Karena nitroprussida bereaksi dengan gugus sulfhidril pada sistein dalam
ammonia. Hasil positif akan ditunjukkan oleh perubahan menjadi warna merah yang
berasal dari reaksi gugus SH pada sistein dengan nitroprussida dalam amoniak.
3. Gugus sulfhidril.
Soal Pengendapan dengan Garam
Terangkan hasil yang diperoleh!
Jawab:
Hasil penyaringan albumin yang diendapkan dengan garam ammonium sulfat diuji dengan
reagen Millon. Hasil dari uji tersebut adalah positif karena mengandung endapan merah bata.
Dengan demikian, hasil penyaringan tersebut terbukti merupakan albumin (karena albumin
mengandung tirosin)
Uji Biuret dilakukan pada larutan filtrat albumin yang diendapkan dengan garam ammonium
sulfat. Hasilnya adalah negatif karena protein albumin telah mengendap sempurna.
Soal Denaturasi Protein
1. Sifat fisik protein apakah yang mempengaruhi kelarutan pada protein pada percobaan ini?
2. Perubahan sifat kimia apakah yang berhubungan dengan denaturasi telur?
Jawab:
1. Sifat fisik yang mempengaruhi kelarutan protein adalah titik isoelektriknya. Pada titik ini
protein mencapai titik kelarutan terendah, sehingga dapat terendapkan atau terkoagulasi
2. Perubahan sifat kimiawi yang berhubungan dengan denaturasi telur adalah ikatan kimia
pada struktur protein. Ikatan kimia yang tadinya membentuk struktur sekunder sampai
kuartener seperti ikatan sulfida, ikatan hidrogen, jembatan garam dan ikatan hidrofobik
akan putus akibat denaturasi protein
Soal Lowry
1. Buatlah kurva standar (A700nm vs ug protein) dan tentukan konsentrasi protein suatu
larutan yang diberikan!
2. Apa kebaikan dan kelemahan metode Lowry ini?
3. Berikan sedikitnya dua metode lain (secara spektofotometri) yang biasa digunakan untuk
menetukan konsentrasi protein selain metode Lowry. Berikan penjelasan mengenai metodemetode tersebut berikut kelebihan dan kekuranganya dibandingkan dengan metode Lowry!
Jawab :
1.
0.06
0.05
0.04
Absorbansi 0.03
0.02
0.01
0
0 20 40 60 80 100120140160180
Konsentrasi ( gram/mL)
2.
Kelebihan:
Kelemahan:
3. Metode Lain:
a) Metode Dumas
Prinsip Umum
Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu tinggi (sekitar 900 C)
dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan C O3. H3O dan Ng. Gas C 03 dan H3O
dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom khusus untuk menyerapnya. Kandungan
nitrogen kemudian dihitung dengan melewatkan sisa gas melalui kolom dengan detektor
konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini akan membantu memisahkan nitrogen dari
sisa C O3 dan H3O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis yang murni dan telah diketahui
jumlah nitrogennya. seperti EDTA (= 9.59 % N). Dengan demikian sinyal dari detektor dapat
dikonversi menjadi kadar nitrogen. Dengan metode Kjeldahl diperlukan konversi nitrogen
dalam sampel menjadi kadar protein. tergantung susunan asam amino protein.
Keuntungan
o Jauh lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per pengukuran.
dibandingkan dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).
0 Metode ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.
0 Banyak sampel dapat diukur secara otomatis.
o Mudah digunakan.
Kerugian
0 Mahal.
0 Tidak memberikan ukuran protein sesungguhnya. karena tidak semua nitrogen dalam
makanan berasal dari protein.
o Protein yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda karena susunan asam
amino yang berbeda.
0 Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang representatif.
2. 2 Pengukuran langsung pada 280 nm.
Prinsip Umum
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uV pada 280 mn. Kandungan tryptophan
dan tyrosine berbagai protein umunmya konstan sehingga serapan larutan protein pada 280
nm dapat digunakan untuk menentukan kadarnya.
Keuntungan
Sederhana untuk dilakukan, non-destruktif, dan tidak dibutuhkan reagen khusus.
Kerugian
Asam nukleat juga mengabsorbi kuat pada 280 nm, sehingga mengganggu pengukuran
protein jika ada dalam kadar yang bermakna.