Oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan. Atas
rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Shawalat serta salam tercurah pada Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya mengalir
pada kita kelak. Makalah dengan judul “Fenilpropanoat Dan Poliketida” dibuat untuk melengkapi
tugas mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam.
Dengan kerendahan hati, saya memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan. Kritik
yang terbuka dan membangun sangat saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian
kata pengantar ini saya sampaikan. Terima kasih.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
3.2 Saran……………………………………………………………………………………17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..18
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fenilpropanoid dan poliketida?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi fenilpropanoid
3. Bagaimana cara mengidentifikasi poliketida
4. Bagaimana reaksi organik yang berkaitan dengan penetapan struktur fenilpropanoid
5. Bagaimana reaksi organik yang berkaitan dengan penetapan struktur poliketida
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi fenilpropanoid dan poliketida
2. Untuk mengetahui cara mengidenifikasi fenilpropanoid
3. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi poliketida
4. Untuk mengetahui reaksi organic yang berkaitan dengan penetapan struktur
fenilpropanoid
2
BAB II
PEMBAHASAN
b. Poliketida
Poliketida adalah senyawa fenolik yang berasal dari jalur asetat-malonat sumber atom.
Poliketida merupakan salah satu senyawa golongan metabolit sekunder yang dihasilkan pada
fungi dan bakteri. Senyawa poliketida mempunyai kerangka dasar aromatik yang disusun oleh
beberapa unit dua atom karbon dan membentuk suatu rantai karbon yang linier yakni asam poli
β-ketokarboksilat yang disebut rantai poliasetil. Dalam bentuk struktur molekulnya, poliketida
memiliki pola oksigen yang berselang seling. Pola inilah yang menjadi ciri khas poliketida dan
membedakan poliketida dari senyawa aromatik lainnya. Poliketida berasal dari kata “poli”
yang berarti banyak dan “ketida” yang menunjukkan adanya ketida. Poliketida atau yang sering
disebut dengan peptida non-Ribosom dibentuk oleh enzim besar yang multifungsional dengan
kelompok situs katalitik yang terkoordinasi, yaitu Polyketide Synthase (PKS) dan Non-
Ribosomal Peptide Synthase (NRPS)
3
Poliketida berasal dari kata “poli”yang berarti banyak dan “ketida" yang menunjukkan
adanya ketida (-CH2COCOOH). Hal ini dikarenakan suatu poliketida ditandai dengan
dimilikinya pola berulang suatu ketida –[CH2CO]n dalam rangkaian strukturnya. Poliketida
alami digolongkan berdasarkan pada biosintesisnya, yang membedakannya adalah urutan
rantai poli-β-keto, yang terbentuk oleh coupling unit-unit asam asetat (C2) melalui reaksi
kondensasi, yaitu:
nCH3CO2H→[CH2CO]n
Poliketida termasuk dalam kelas produk alami yang diisolasi dari mikroba,tanaman dan
invertebrata yang mencakup jumlah yang mengesankan klinis obatyang efektif dengan
kegiatan beragam. Beberapa contoh diantaranya: erythromycin(antibiotik), rapamycin
(imunosupresif), amfoterycin (antijamur), avermectin(antiparasit), dan doxorubycin
(antikanker). Seperti pada produk alam lainnya,poliketida memainkan peran yang berbeda
dalam memproduksi organisme, daripertahanan diri (menghambat pertumbuhan dan melawan
organisme yangmerugikan) sampai mengsignal molekul (sebagai pembawa pesan antar
organisme).
Pengeringan lebih tinggi dari 600C setelah 4 menit maka fenol akan rusak dan
kadarnya cenderung menurun. Peningkatan konsentrasi flavonoid seiring dengan
penurunan suhu dan intensitas radiasi. Hal inilah yang menyebabkan kandungan total
fenol pada pengeringan dibawah sinar matahari paling sedikit dibandingkan dengan
pengeringan mengunakan oven dan kering angin. menyatakan bahwa kadar total fenol
4
meningkat dengan menurunnya suhu pengeringan karena fenol tersebut tidak
mengalami penguapan yang disebabkan oleh pemanasan. Bahan yang telah kering
kemudian dihaluskan menggunakan blender. Serbuk sampel kemudian dimaserasi
dengan metanol. Maserasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat-cair.
Penggunaan metode maserasi dikarenakan senyawa fenilpropanoid yang merupakan
senyawa fenol sehingga jika menggunakan metode soxhletasi senyawa fenol tersebut
akan teroksidasi dan dapat menurunkan kandungan senyawa fenol yang akan
diisolasi. Adapun penggunaan metanol sebagai pelarut dikarenakan senyawa fenol
bersifat polar sehingga digunakan pelarut yang bersifat polar pula. Ekstrak yang
diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator sampai kirakira tinggal seperempat
dari volume awal (ekstrak kental). Selanjutnya dilakukan uji pendahuluan terhadap
ekstrak kental metanol yang diperoleh dengan berbagai pereaksi diantaranya pereaksi
Liebermann-Burchard (terpenoid dan steroid), FeCl3 1% (uji fenol), Dragendroff
(alkaloid), dan Wagner (alkaloid). Ekstrak kental yang diperoleh dipartisi (ekstraksi
cair-cair) dengan satu atau lebih jenis pelarut menggunakan corong pisah, selanjutnya
ekstrak-ekstrak hasil partisi dipisahkan dari residunya dengan menggunakan
evaporator. Selanjutnya dilakukan uji pendahuluan terhadap ekstrak n-heksan yang
diperoleh dengan berbagai pereaksi diantaranya pereaksi Liebermann-Burchard,
FeCl3 1%, Dragendroff, dan Wagner.
2. Fraksinasi
Sebelum difraksinasi, beberapa jenis ekstrak kental yang dihasilkan dari
ekstraksi partisi dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan
berbagai macam eluen pada berbagai perbandingan untuk mengetahui jenis pelarut
dan perbandingan yang sesuai pada kromatografi kolom cair vakum. Ekstrak kental
yang terdiri dari beberapa komponen tersebut selanjutnya difraksinasi dengan metode
kromatografi kolom cair vakum menggunakan silika gel sebagai fasa diam, sedangkan
eluennya menggunakan eluen dari hasil KLT. Hasil fraksinasi kromatografi kolom
cair vakum selanjutnya dianalisis dengan KLT dan fraksi-fraksi yang mempunyai
nilai Rf yang sama digabung. Fraksi gabungan dianalisis kembali dengan
kromatografi lapis tipis dan diuapkan dengan maksud menentukan fraksi yang akan
dimurnikan lebih lanjut melalui metode kromatografi kolom flash. Fraksi gabungan
terpilih yang telah diuapkan dianalisis kembali menggunakan kromatografi lapis tipis
untuk mendapatkan eluen yang sesuai untuk kromatografi kolom flash. Tujuan dari
kromatografi kolom flash adalah untuk memisahkan senyawa yang diperoleh yang
berasal dari fraksinasi kromatografi kolom cair vakum sehingga lebih murni. Fraksi-
fraksi yang diperoleh dianalisis menggunakan KLT dengan silika gel G 60 F254
sebagai fase diamnya dan eluen yang sesuai sebagai fase geraknya. Fraksi-fraksi yang
5
mempunyai nilai Rf yang sama digabung kemudian diuapkan hingga diperoleh
padatan.
3. Pemurnian
Isolat padat yang diperoleh direkristalisasi secara berulang. Kemurnian senyawa
yang diperoleh ditentukan dengan melakukan KLT sistem tiga eluen dengan
menggunakan larutan pengembang atau eluen yang sesuai, Jika hasil KLT
memperlihatkan noda tunggal, maka senyawa tersebut telah murni. Tahap pemurnian
yang lain yakni dengan melakukan uji titik leleh. Senyawa tersebut dianggap murni
apabila titik leleh senyawa menunjukkan trayek titik leleh yang tajam.
4. Identifikasi
Isolat padat yang diperoleh diuji menggunakan pereaksi Liebermann Burchard
(terpenoid dan steroid), FeCl3 1% (uji fenol), Dragendroff (alkaloid), dan Wagner
(alkaloid) untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung
di dalamnya pereaksi. Identifikasi lebih lanjut dilakukan uji spektroskopi dengan
menggunakan spektrofotometer inframerah dan spektrofotometer massa untuk
mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa tersebut.
1. Persiapan sampel
Sampel yang digunakan adalah bakteri, maka untuk mendapatkan hasil ekstrak
yang cukup dibutuhkan bakteri dengan jumlah yang cukup banyak. Sebelum
mengekstraksi sampel terlebih dahulu dilakukan kultur jaringan, agar mendapatkan
bakteri dengan jumlah yang cukup banyak sehingga hasil ekstraksi yang dihasilkan
juga banyak. Kultur jaringan dari bakteri dilakukan pada medium yang sempit dengan
volume 12 liter.
6
3. Proses pemurnian
Pemurnian sampel dilakukan dengan menggunakan alat HPLC dengan eluen
asetonitril dan silika gel orthogonal. Dan akan diperoleh satosporin A dan satosporin
B.
2.4 Reaksi Organik Pada Struktur Fenilpropanoid
Menurut Robby (2011) reaksi - reaksi pada fenilpropanoid reaksi yang terjadi pada fenil propanoid
antara lain
1. Reaksi esterifikasi
Adanya gugus karboksil menyebabkan terjadinya reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi
adalah reaksi perubahan dari suatu asam karboksilat/turunan karboksilat dan alkohol menjadi
suatu ester.
Contoh:
7
3. Reaksi reduksi gugus karboksil dengan reduktor LiAlH4
LiAlH4 dapat mereduksi asam karboksilat menjadi alkohol primer.
Contoh:
8
3) Reaksi Diels elder
6. Reaksi hidrolisis
Bila eter didihkan dalam air yang mengandung asam terjadi hidrolisis yang menghasilkan alkohol
➢ Hidrolisis ester dalam suasana asam menghasilkan asam karboksilat dan alkohol sedangkan dalam
suasana basa menghasilkan garam karboksilat dan alkohol.
9
PENENTUAN STRUKTUR
Menurut Rashamuse (2008) beberapa jenis senyawa yang termasuk fenilpropanoid:
10
2.5 Reaksi Organik Pada Struktur Poliketida
Rantai poliasetil yang dihasilkan memiliki kereaktifan yang sangat tinggi karena rantai
poliasetil tersebut memiliki gugus metilen yang dapat bertindak sebagai Nukleofil dan gugus
karbonil yang bertindak sebagai Elektrofil. Karena kereaktifannya tersebut, rantai
poliasetil dapat mengalami berbagai macam reaksi modifikasi seperti, regiospesifik,
reduksi, siklisasi atau aromatisasi dengan bantuan enzim yang sesuai.
Sebagian besar reaksi dari poliketida menunjukkan reaksi keseluruhan dalam proses
biosintesis poliketida. Secara umum, reaksi yang dialami oleh berbagai senyawa poliketida yakni :
1. Kondensasi dan Siklisasi (Aromatisasi Molekul)
Karena sifatnya yang sangat reaktif, poliasetil tersebut mampu melakukan
reaksi-reaksi tertentu, diantaranya:
a. Kondensasi
Berikut mekanisme reaksi kondensasi Aldol dan Clasein ditunjukan pada gambar
berikut :
1) Kondensasi Claisen
(a )
( b)
(a ) ( b ) R
R CO
COOH O O
O O
R
R CO
COOH HO OH
HO OH
OH
Asam 2,4-dihidroksi-6-metil benzoat Asilfloroglusinol
Endokrosin Kurvularin
(polisiklik) (monosiklik)
11
Pada kondensasi Claisen terjadi reaksi antara gugus metilen dan gugus
karboksilat pada molekul poliasetil. Kondensasi ini menghasilkan poliketida
turunan Asetil Floroglusinol.
O O
O O O OH
C
H3C C CH2
H2 H3C H3C
OH
O C C
O O HO OH
C O
H2
ASETIL FLOROGLUSINOL
2) Kondensasi Aldol
Pada kondensasi aldol terjadi reaksi antara gugus metilen dengan gugus
karbonil dari poliasetil membentuk suatu turunan asam Orselinat dan turunan
Antrakuinon
CH3 CH3
COOH COOH COOH
O
4 X C2
O O
O O HO OH
ASAM ORSELINAT
HO CH3
O
8 X C2 O O O OH
COOH C
O O O OH O OH O
(O)
O O
HO CH3 HO CH3
OH
C
OH O OH OH O OH O
EMODIN ENDOKROSIN
12
b. Siklikasi
1) Laktonisasi
Pada reaksi laktonisasi terjadi reaksi antara gugus hidroksil dengan
gugus karboksil dari poliasetil membentuak suatu lakton (ester siklik). Gugus
hidroksil dari poliasetil dihasilkan ketika gugus karbonil pada poliasetil
bertautomer menjadi bentuk enolnya.Reaksi ini menghasilkan senyawa
turunan α – piron.
O O O O
H2 H2 H2
H3C C C C C C C C 0H TETRA - ASETIL
O OH
O O
HO
H3C OH O H3C O O
- PIRON
2) Eterifikasi
Pada reakis eterifikasi terjadi reakis antara gugus hidroksil dengan
gugus karbonil dari poliasetil membentuk eter siklik.Reaksi ini menghasilkan
senyawa turunan kromon yaitu turunan γ – piron.
O O O O
H2 H2 H2
H3C C C C C C C C 0H TETRA - ASETIL
O O
O O
HO
H3C OH CH3 HO O CH3
- PIRON
13
Berikut ini adalah perbedaan antara mekanisme laktonisasi dan eterifikasi :
(a)
(b)
OH O
(a) (b)
R O O R O CH2 - COOH
− piron − piron
O O OOH O
R C
O
(a ) O (c ) O (b ) (b )
CHOOH
C O O R O O O R
O HOOH (d ) (d )
OH O
HO R
O
HO O R
OH O
ISOKUMARIN KHROMON
Untuk menentukan struktur senyawa Poliketida dapat digunakan berbagai metode yakni :
1.Metode spektrofotometer
Metode spektroskopi saat ini sudah merupakan metode standar dalam penentuan struktur
senyawa organic pada umumnya dan senyawa metabolit sekunder pada khususnya. Metode
tersebut terdiri dari beberapa peralatan da n mempunyai hasil pengamatan yang berbeda,
yaitu :
a. Spektroskopi UV
Merupakan metode yang akan memberikan informasi adanya kromofor dari senyawa
organik dan membedakan senyawa aromatic atau senyawa ikatan rangkap yang berkonjugasi
dengan senyawa alifatik rantai jenuh.
14
b.Spektroskopi IR
Metode yang dapat menentukan serta mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam
senyawa organik, yang mana gugus fungsi dari senyawa organik akan dapat ditentukan
berdasarkan ikatan tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi yang spesifik.
c. Nuklir Magnetik Resunansi Proton.
Metode ini akan mengetahui posisi atom – atom karbon yang mempunyai proton atau
tanpa proton. Disamping itu akan dikenal atom – atom lainnya yang berkaitan dengan proton.
d.Nuklir Magnetik Kesonansi Isotop Karbon 13.
Digunakan untuk mengetahui jumlah atom karbon dan menentukan jenis atom karbon
pada senyawa tersebut.
e. Spektroskopi Massa
Mengetahui berat molekul senyawa dan ditunjang dengan adanya fragmentasi ion
molekul yang menghasilkan pecahan – pecahan spesifik untuk suatu senyawa berdasarkan
m / z dari masing – masing fragmen yang terbentuk. Terbentuknya fragmen – fragmen denga
terjadinya pemutuan ikatan apabila disusun kembali akan dapat menentukan kerangka
struktur senyawa yang diperiksa.
2. Kromatografi
Penggunaan kromatografi sangat membantu dalam pendeteksian senyawa metabolit
sekunder dan dapat dijadikan sebagai patokan untuk proses pengerjaan berikutnya dalam
menentukan struktur senyawa. Berbagai jenis kromatografi yang umum digunakan antara
lain:
a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Merupakan salah satu metode identifikasi awal untuk menentukan kemurnian senyawa
yang ditemukan atau dapat menentukan jumlah senyawa dari ekstrak kasar metabolit
sekunder.Cara ini sangat sederhana dan merupakan suatu pendeteksian awal dari hasil
isolasi.
b.Kromatografi Kolom
Digunakan untuk pemisahan campuran beberapa senyawa yang diperoleh dari isolasi
tumbuhan. Dengan menggunakan fasa padat dan fasa cair maka fraksi – fraksi senyawa akan
menghasilkan kemurnian yang cukup tinggi.
15
c. Kromatografi Gas
Pemisahan campuran senyawa yang cukup stabil pada pemanasan, karena sampel yang
digunakan akan dirubah menjadi fasa gas dan dengan adanya perbedaan keterikatan senyawa
pada fasa padat yang digunakan terhadap senyawa organik sehingga terjadi pemisahan
masing – masing senyawa dari campurannya.
d.Kromatografi Cair
Lebih dikenal dengan HPLC (High Pressure Liquid Chromatography ) dan lebih dari
75 % dari pemakaian HPLC menggunakan fasa padat ODS (Oktadesil Sifane) atau C – 18
sedangkan fasa cair sebagai pelarut pembawa senyawa dapat diganti kepolarannnya pada
saat digunakan dan kondisi seperti itu dikenal sebagai fasa gradien. Pada kondisi gradien,
senyawa nonpolar akan diadsorpsi lebih lemah oleh fasa padat dan akan dielusi dengan
pelarut nonpolar dan sebaiknya senyawa polar akan diadsorpsi lebih kuat dan membutuhkan
pelarut polar. Jika sampel mempunyai polaritas luas, pemisahan harus dilakukan dengan
merubah kepolaran pelarut yang digunakan. Efisiensi penggunaan HPLC ditentukan dengan
pengaturan dan penggunaan pelarut sebagai pembantu dalam pemakaian HPLC.
16
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang diatas dapat kita simpulkan bahwa fenilpropanoid merupakan
senyawa fenol di alam yang mempunyai cincin aromatik dengan rantai samping terdiri dari
3 atom karbon. Isolasi senyawa fenilpropanoid dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu
persiapan bahan, proses ekstraksi (ekstraksi padat dan cair-cair), fraksinasi,pemurnian, dan
identifikasi. Sedangkan Reaksi-reaksi yang terjadi pada senyawa poliketida merupakan
reaksi pembentukan suatu metabolit sekunder yang salah satunya meliputi reaksikondensasi
aldol atau reaksi kondensasi Claisen.
1.2 Saran
Makalah ini belum membahas lebih dalam tentang fenilpropanoid dan poliketida. Jika
para pembaca ingin lebih mau mengetahui dan belajar lebih dalam tentang fenilpropanoid
dan poliketida, pembaca bisa mencari buku tentang Kimia Organik Bahan Alam dan juga
bisa melalui media internet. Terima kasih.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anugrahini, C. P. H., & Wahyuni, A. S. (2021). Narrative Review : Aktivitas Antidiabetes Tanaman
Tradisional Di Pulau Jawa. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 0(0), 120–131.
https://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon/article/view/14999
Atun, S. (2014). Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Or. Konservasi Cagar Budaya
Borobudur, 8(2), 53–61.
Liunokas, A. B., & Karwur, F. F. (2020). Pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai bioreaktor hayati senyawa
fenilpropanoid: suatu kajian pustaka. Jurnal Biologi Udayana, 24(2), 96.
https://doi.org/10.24843/jbiounud.2020.v24.i02.p05
Organik, K., & Alam, B. (n.d.). Metode isolasi senyawa fenilpropanoid. 1213140009.
Su’aidah, I.-, Hastuti, E. D., Izzati, M., & Darmanti, S. (2021). Hubungan Total Fenol Akar dan Daun
Mangrove Api-Api [Avicennia marina (Forsk.) Vierh] dengan N, P, dan C Organik Sedimen. Buletin
Anatomi Dan Fisiologi, 6(1), 17–25. https://doi.org/10.14710/baf.6.1.2021.17-25
Yunilawati, R., Rahmi, D., Handayani, W., & Imawan, C. (2021). Minyak Atsiri sebagai Bahan Antimikroba
dalam Pengawetan Pangan. Minyak Atsiri: Produksi Dan Aplikasinya Untuk Kesehatan, 85–121.
18