C PADA BUAH
Latar Belakang
Buah adalah suatu produk dari tanaman yang dapat dimakan dalam keadaan segar
ataupun terolah (processed), dan tidak dapat disimpan lama/tidak dapat dikendalikan Buah-
buahan merupakan suatu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi sebagai bahan
pangan maupun bahan baku industri karena di dalamnya disimpan zat yang memiliki
berbagai manfaat dan kegunaan. Nilai gizi secara khusus dari buah-buahan terletak pada
penyediaan vitamin – vitamin, khususnya vitamin C atau asam askorbat, karoten (provitamin
A), berbagai vitamin B, khususnya asam folat, dan mineral-mineral khususnya unsur-unsur
Ca dan Fe.
Zat yang terkandung didalam tiap jenis buah–buahan memiliki jumlah serta kadar yang
berbeda–beda. Tiap buah tersebut memiliki karakteristik dan tingkat kematangan yang
beragam sehingga membuat kandungan zat yang terdapat didalamnya juga berbeda – beda.
Beberapa zat dan bahan yang terkandung didalamnya selain kandungan vitamin C
diantaranya adalah total asam, pektin dan pHnya.
Vitamin C merupakan suplemen yang sangat penting bagi tubuh manusia dimana
dianjurkan sebesar 30-60 mg per hari. Diantara kegunaan vitamin ini yaitu sebagai senyawa
utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting mulai dari pembuatan kolagen,
pengangkut lemak, sampai dengan pengatur tingkat kolesterol. Dikarenakan khasiat penting
yang terkandung dalam vitamin C itulah, maka banyak orang yang memburu sumber-sumber
vitamin C baik dalam bentuk alami maupun dalam bentuk kemasan tablet. Akan tetapi
banyak persepsi orang yang salah berkaitan dengan sumber vitamin C dalam bentuk alami.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kadar vitamin C pada
berbagai buah.
BAB II
LANDASAN TEORI
Vitamin (bahasa inggris, vitalamine) adalah sekelompok senyawa organic amino
berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organism, yang
tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Nama ini berasal dari gabungan kata bahan lain yang
artinya hidup dan amina mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen
(N). Vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Terdapat 13
jenis vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat tumbuh dan berkembang. Vitamin
tersebut antara lain A, C, D, E, K, dan B. Tubuh hanya dapat memproduksi vitamin D dan K
dalam bentuk provitamin aktif (Challen, 1997).
Berdasarkan sifat fisiknya vitamin dapat dikelompokkan menjadi vitamin yang larut
dalam air (vitamin B dan C) dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
vitamin ini terdapat dalam lemak dan bagian berminyak dari makanan. Vitamin ini hanya
dicerna oleh empedu karena tidak larut dalam air (Syahruddin, 2007).
Vitamin C atau asam askorbat merupakan senyawa organik derivat heksosa yang
mempunyai berat molekul 178 dengan rumus molekul C6H8O6, titik cairnya 190-192 0C, bersifat
larut dalam air, sedikit larut dalam asetone dan alcohol yang mempunyai berat molekul rendah,
dengan logam akan membentuk garam, mudah teroksidasi dalam keadaan larutan terutama pada
kondisi basa, katalisator Fe dan Cu, enzim askorbat oksidase, sinar serta suhu tinggi, peka
terhadap panas, stabil dalam kondisi asam (pH rendah) dan kondisi kristal kering terbentuk kristal
warna putih, reduktor kuat, rasanya masam, mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat
tetapi mudah tereduksi menjadi asamaskorbat kembali dan tidak berbau (Thamrin, 2012).
Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai
karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari D-
glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin C
terdapat dalam dua bentuk dialam yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam
dehidroaskorbat (bentuk teroksidasi). Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam
dehidroaskorbat terjadi apabila bersentuhan dengan tembaga, panas, atau alkali (Alkhilender,
2003).
Vitamin C memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya aterosklerosis.
Vitamin C mempunyai hubungan dengan metabolime koleserol. Kekurangan vitamin C
menyebabkan peningkatan sintesis kolesterol. Peran vitamin C dalam metabolisme kolesterol
adalah melalui cara vitamin C meningkatkan laju kolesterol dibuan, dalam benuk empedu,
vitamin C meningkatkan kadar HDL tingginya kadar HDL akan menurunkan resiko
menderita penyakit aterosklerosis (Khomsan, 2010).
BAB III
ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat yang digunakan :
1. Batang pengaduk
2. Botol semprot
3. Buret asam 25 mL
4. Gelas kimia 100 mL, 500 mL, 1000mL
5. Gelas ukur 100 mL
6. Hot plate
7. Iodin flash
8. Karet penghisap
9. Klem dan Statif
10. Labu ukur 20 mL, 50 mL, 200 mL, 500 mL, 1000 mL
11. Pipet tetes
12. Pipet volume 50 mL
13. Sendok tanduk
14. Timbangan analitik dan digital
3.2 Bahan yang digunakan :
1. Aquadest
2. Indikator amilum 1%
3. Larutan H2SO4 4N
4. Larutan HCl 6N
5. Larutan I2 0,01 N
6. Larutan K2Cr2O7 0,01 N
7. Larutan Na2S2O3.5H2O 0,01 N
8. Sampel buah (rambutan, jeruk nipis, jeruk bali, langsat, nenas, mangga,)
Prosedur Pembuatan Reagen
1. Larutan HCl 6N 20 mL
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Dipipet 10 mL HCl
c. Dimasukkan kedalam labu tentukur 20 mLyang berisi aquadest 2/3 dari labu tentukur.
d. Dicukupkan volumenya hingga tanda batas.
e. Dihomogenkan dan diberi etiket
2. Larutan H2SO4 4N 200 mL
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Dipipet 22,2 mL H2SO4
c. Dimasukkan kedalam labu tentukur 200 mLyang berisi aquadest 2/3 dari labu tentukur.
d. Dicukupkan volumenya hingga tanda batas.
e. Dihomogenkan dan diberi etiket
3. Larutan Na2S2O3.5H2O 0,01 N 1000 mL
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang 2,48 gram Na2S2O3.5H2O dalam gelas kimia
c. Dilarutkan dengan aquadest bebas CO2 didalam gelas kimia
d. Dipindahkan kedalam labu ukur 1000 mL dan dicukupkan volumenya sampai tanda batas.
e. Dihomogenkan dan diberi etiket
4. Pengenceran I2 0,01 N 500 mL
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Dipipet I2 sebanyak 50 mL lalu dimasukkan dalam labu ukur 500 mL
c. Ditambahkan aquadest secukupnya sampai tanda batas
d. Dihomogenkan dan diberi etiket
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah silica disk, penangas air, kertas saring bebas
abu, labu ukur, lakmus biru, pipet tetes dan tabung Erlenmeyer.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah abu, HCl 10 %, HCl pekat, Aquadest,
AgNO3, NaOH 4 N, Indikator karbon, dan larutan standar EDTA.
Metode
Preparasi Sampel. Abu hasil penetapan kadar abu ditambahkan 10 ml HCl pekat dan dipanaskan
dalam penangas hingga volume maksimalnya tersisa sepertiga bagian. Kemudian ditambah dengan HCl 10
% dan dipanaskan kembali hingga volumenya sepertiga bagian, setelah itu ditambah dengan aquadest dan
dipanaskan selama 10 menit. Kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu kedalam labu ukur 500 ml
dan dicuci dengan air panas sampai bebas asam (dicek dengan lakmus biru), untuk mengetahui filtrat telah
bebas asam dapat di tes dengan menggunakan AgNO3. Kemudian ditambah air sampai tanda batas pada
labu ukur. Filtrat disimpan untuk percobaan penetapan kadar Ca dan P.
Penentuan Kadar Kalsium. Larutan hasil preparasi sampel dimasukkan dalam tabung reaksi
sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 25 ml aquadest. Setelah itu tambahkan 5 tetes NaOH 4N dan 6 tetes
indikator karbon kemudian dititrasi dengan larutan standar EDTA sampai warna biru permanen (X ml),
kemudian dibuat blanko.
Pembuatan Larutan Blanko. Dalam pembuatan blanko 25 ml aquadest dimasukkan dalam
tabung Erlenmeyer dan ditambah 3 tetes NaOH dan 6 tetes indikator karbon kemudian dititrasi dengan
larutan standar EDTA sampai warna biru permanen (Y ml).
Perhitungan:
(X-Y) x N EDTA x 20,04 x faKtor pengenceran
% Ca = ————————————————————— x 100%
berat sampel x 1000
Keterangan
X = kadar Ca
Y = hasil absorbansinya.
Prinsip kerja dari penetapan kadar Ca adalah preparasi sampel dan tahap penentuan kadar kalsium
dengan EDTA. Pertama-tama abu hasil penetapan kadar abu ditambah dengan HCl pekat dan dipanaskan
diatas penangas air hingga volume maksimalnya tinggal 1/3 bagian dan ditambah lagi dengan HCl 10%,
dipanaskan lagi hingga volumenya tinggal 1/3 bagian. Disaring melalui kertas saring bebas abu ke dalam
labu ukur 500 ml dan dicuci dengan air panas sampai bebas asam. Dalam mengetahui apakah filtrat telah
bebas asam dapat dites juga dengan HNO3, kemudian ditambahkan air sampai tanda bebas pada labu ukur.
Filtrat disimpan untuk penentuan kadar Ca dan P kemudian pada pembuatan blanko, prinsip kerjanya
adalah diambil aquadest dan dimasukkan dalam tabung erlenmeyer. Ditambah 2-3 tetes NaOH. Dititrasi
dengan standar EDTA sampai warna biru permanen (Y ml). Kemudian pipet larutan abu hasil preparasi
ditambahakan aquadest dan ditambahakn NaOH 4 N dan indikator calcon. Dititrasi dengan standat EDTA
sampai warna biru permanen (X ml) selanjutnya dihitung.
Hasil yang diperoleh dari praktikum kali ini bahwa penetapan kadar kalsium dari tepung tulang
adalah 10,08%, hal tersebut tidak sesuai dengan literatur. Menurut Tillman et al (1998), kadar kalsium dari
tepung tulang yang dibakar adalah 22%, perbedaan ini terjadi karena faktor pengenceran, pengenceran
yang dilakukan dalam praktikum kali ini masih kurang karena kadar Ca(%) praktikum masih setengah kali
dari kadar Ca(%) dasar teorinya. Kalsium dan phosphor dalam tulang biasanya dalam perbandingan 2:1.
dari hasil praktikum diperoleh bahwa kadar phosphor lebih besar dua kali dari pada kalsium. Dismping itu,
kadar kalsium dapat dipengaruhi oleh kualitas bahan yang digunakan, tempat, waktu, serta metode
pengolahannya.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat dusimpulkan bahwa nilai atau besarnya kalsium berbanding lurus
dengan dengan besarnya nilai titrasi sampel dikurangi dengn nilai titrasi standar blanko, normalitas EDTA,
dan faktor pengenceran. Disamping itu, semakin besar kalsium maka nilai sampelnya akan semakin kecil
dan sebaliknya semakin besar nilai sampelnya maka semakin kecil kalsiumnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar kalsium diantaranya faktor pengenceran, kualitas bahan yang digunakan, tempat,
waktu, serta metode pengolahannya.
REAKSI IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT
Latar Belakang
Karbohidrat bersama seyawa lemak dan protein memegang peranan dasar bagi
kehidupan di bumi. Karbohidrat merupakan bahan makanan penting dalam sumber tenaga
yang terdapat dalam tumbuhan dan hewan. Selain itu karbohiidrat juga menjadi komponen
stuktur penting pada mahluk hidup dalam bentuk serat (fiber), seperti selulosa, pektim, derta
lignin. Karbohidrat menyediakan kebutuhan dasar yang diperlukan tubuh.
Di negara-negara sedang berkembang kurang lebih 80% energi makanan berasal dari
karbohidrat. Menurut Neraca Bahan Makanan 1990 yang dikeluarkan oleh Biro Pusat
Statistik, di Indonesia energi berasal dari karbohidrat merupakan 72% jumlah energi rata-rata
sehari yang dikonsumsi oleh penduduk. Di negara-negara maju seperti AmerikaSerikat dan
Eropa Barat, angka ini lebih rendah, yaitu rata-rata 50%. Nilai energi karbohidrat adalah 4
kkal per gram.
Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat
sederhana dan karbohidrat kompleks. Sesungguhnya semua jenis karbohidrat terdiri atas
karbohidrat sederhana atau gula sederhana; karbohidrat kompleks mempunyai lebih dari dua
unit gula sederhana dalam satu molekul (Almatsier, 2010).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODOLOGI
B. Uji Iodium
1. Memasukkan 3 tetes larutan uji ke dalamtabung reaksi.
2. Menambahkan 2 tetes larutan Iodium.
3. Mengamati warna spesifik yang terbentuk.
C. Uji Benedict
1. Memasukkan 5 tetes larutan uji ke dalam tabung reaksi dan 15 tetes pereaksi Benedict.
Mencampurkan dengan baik.
2. Mendidihkan diatas api kecil selama 2 menit.
3. Mendinginkan perlahan-lahan.
4. Memperhatikan warna atau endapan yang terbentuk.
Reaksi positif ditandai dengan timbulnya endapan warna biru kehijauan,
kuning atau warna bata, tergantung pada kadar gula pereduksi yang ada.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Uji Molisch
Bahan Hasil Uji Molisch Karbohidrat (+/-)
Amilum 1% Tidak ada perubahan (-)
Sukrosa 1% Tidak ada perubahan (-)
Laktosa 1% Terbentuk cincin berwarna ungu (+)
Maltosa 1% Tidak ada perubahan (-)
Fruktosa 1% Terbentuk cincin berwarna ungu (+)
Glukosa 1% Tidak ada perubahan (-)
Arabinosa 1% Terbentuk cincin berwarna ungu (+)
B. Uji Iodium
Bahan Hasil Uji Molisch Karbohidrat (+/-)
Amilum 1% Sedikit keruh, terbentuk cincin (+)
Sukrosa 1% Sedikit keruh, terbentuk cincin (+)
Laktosa 1% Agak keruh, terbentuk cincin (+)
Maltosa 1% Bening, terbentuk cincin (-)
Fruktosa 1% Bening, terbentuk cincin (-)
Glukosa 1% Bening, terbentuk cincin (-)
Arabinosa 1% Bening, terbentuk cincin (-)
C. Uji Benedict
Bahan Hasil Uji Molisch Karbohidrat (+/-)
Amilum 1% Tidak ada perubahan (-)
Sukrosa 1% Tidak ada perubahan (-)
Laktosa 1% Berubah menjadi merah bata (+)
Terdapat perubahan walaupun
Maltosa 1% (+)
sedikit menjadi biru kehijauan
Fruktosa 1% Berubah menjadi merah bata (+)
Glukosa 1% Tidak ada perubahan (-)
Terjadi perubahan menjadi biru
Arabinosa 1% (+)
kehijauan
BAB V
PEMBAHASAN
Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari satu molekul gula sederhana
yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Banyak karbohidrat
merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang
panjang serta dapat pula bercabang-cabang, disebut polisakarida, misalnya pati, kitin, dan
selulosa. Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rangkaian dua
monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida).
Oleh karena itu diadakanlah percobaan mengidentifikasi karbohidrat ini. Dalam
praktikum identifikasi karbohidrat ini dilakukan beberapa uji yaitu uji molisch, uji iodium
dan uji benedict. Dimana, bahan yang digunakan dalam hal ini adalah amilum, sukrosa,
fruktosa, laktosa, maltosa, glukosa dan arabinosa.
Pada percobaan uji molisch, kami mendapatkan hasil bahwa yang positif mengandung
karbohidrat ialah larutan laktosa, fruktosa dan arabinosa karena ketiga larutan tersebut
membentuk secara jelas cincin berwarna ungu pada pembatas antara kedua lapisan larutan.
Menurut literatur, larutan yang bereaksi positif akan memberikan cincin yang berwarna ungu
ketika direaksikan dengan alfa-naftol dan asam sulfat pekat. Diperkirakan, konsentrasi asam
sulfat pekat bertindak sebagai agen dehidrasi yang bertindak pada gula untuk membentuk
furfural dan turunannya yang kemudian dikombinasikan dengan alfa-naftol untuk membentuk
produk berwarna. Reaksi pembentukan furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan
molekul air dari suatu senyawa. Dimana pereaksi molish membentuk cincin berwarna ungu
pada larutan glukosa, fruktosa, laktosa, sukrosa, dekstrin dan amilum. Cincin ungu pada
glukosa dan fruktosa lebih banyak karena merupakan monosakarida. Sedangkan amilum
adalah polisakarida yang harus dihidrolisis menjadi monosakarida terlebih dahulu sebelum
terdehidrasi menjadi furfural. Berdasarkan prinsip percobaan dengan uji molish, hasilnya
(fulfural) mengalami sulfonasi dengan alfa naftol dan memberikan senyawa berwarna ungu
kompleks (Chang R, 2006). Dan hal ini tidak terbukti pada percobaan yang telah kami
lakukan, karena tidak semua bahan-bahan (larutan karbohidrat) yang kami uji memberikan
reaksi yang sesuai (sama) dengan prinsip tersebut. Dimana hanya larutan laktosa, fruktosa
dan arabinosa saja yang memberikan reaksi berupa warna ungu kompleks. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kepekatan larutan uji dan kepekatan larutan pereaksi yang tidak sesuai atau
pun disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam melakukan uji molisch ini.
Pada percobaan uji iodium, kami mendapatkan hasil bahwa hanya larutan amilum,
sukrosa dan laktosa saja yang positif mengandung karbohidrat karena ketiga larutan ini
mengalami perubahan warna menjadi keruh dan terbentuknya cincin di permukaan larutan
setelah ditambahkannya laruta iodium. Menurut literatur (Hala, 2009) diterangkan bahwa
reaksi positif iodium ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Warna biru
yang dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum dengan iodin.
Ikatan antara pati dan iodium ini belum diketahui dengan jelas, ada teori yang menyebutkan
bahwa terbentuk kompleks adsorpsi pati-iodium, ada pula teori lain yang menyebutkan
bahwa pati iodium membentuk suatu senyawa. Perbedaan antara hasil uji yang kami lakukan
dengan yag ada pada literatur di perkirakan dapat terjadi disebabkan oleh kesalahan praktikan
pada saat melakukan uji tersebut.
Pada percobaan uji benedict, kami mendapatkan hasil bahwa hanya larutan laktosa
berubah warna menjadi merah bata, larutan maltosa berubah warna menjadi biru kehijauan,
larutan fruktosa berubah warna menjadi merah bata dan larutan arabinosa berubah warna
menjadi biru kehijauan. Perubahan warna tersebut terjadi setelah larutan uji ditetesi larutan
pereaksi benedict dan dididihkan di atas api kecil selama 2 menit. Menurut literatur, pada uji
benedict, hasil uji positif ditunjukkan oleh fruktosa, glukosa, maltosa, dan laktosa, sedangkan
untuk karbohidrat jenis sukrosa dan pati menunjukkan hasil negatif. Sekalipun aldosa atau
ketosa berada dalam bentuk sikliknya, namun bentuk ini berada dalam kesetimbangannya
dengan sejumlah kecil aldehida atau keton rantai terbuka, sehingga gugus aldehida atau keton
ini dapat mereduksi berbagai macam reduktor, oleh karena itu, karbohidrat yang
menunjukkan hasil reaksi positif dinamakan gula pereduksi (Imamkhasani, 2000). Hasil
berbeda ditemukan pada arabinosa yang menunjukkan hasil positif sedangkan pada literatur
seharusnya negative, sedangkan pada glukosa menunjukkan hasil negative karena tidak
adanya perubahan warna pada saat percobaan padahal semestinya menurut literatur hasilnya
adalah positif. Perbedaan antara hasil percobaan yang kami telah lakukan dengan hasil
menurut literatur ini bisa jadi dikarenakan kesalahan pada saat melakukan percobaan dan
kelalaian pada saat memperhatikan perubahan warna yang terjadi.
Kesimpulan
1. Mengidentifikasi adanya karbohidrat dapat dilihat
dari terbentuknya warna ungu pada larutan uji molisch pada bahan
Amilum 1% menunjukan bahwa larutan tersebut mengandung karbohidrat.
2. Monosakarida ditandai jika pada Monomer gula bereaksi dengan fosfomolibdat
membentuk senyawa berwarna biru. Sedangkan untuk membedakan larutan di sakarida di
tandai dengan terbentuknya larutan yang berwarna biru dan bagian bawah terdapat endapan
kemerahan bila didihkan cukup lama hingga terjadi hidrolisis.
3. Untuk membuktikan adanya polisakarida di tandai dengan terbentuknya warna biru
tua pada bahan praktikum yang diamati.
4. Untuk membuktikan adanya gula pereduksi dilakukan dengan pengujian uji benedict
yang di tandai dengan adanya endapan warna biru kehijauan, kuning atau merah bata,
tergantung pada kadar gula pereduksi yang ada.
PERTANYAAN:
1. Mengapa uji Molisch disebut uji yang bukan spesifik untuk karbohidrat ?
2. Pada percobaan uji Benedict manakah yang menunjukkan hasil negatif ? Mengapa ?
3. Jelaskan jenis uji lain yang dapat digunakan untuk membuktikan adanya gula pereduksi !
JAWABAN :
1. Karena tidak ada perbedaan warna dari larutan sehingga tidak dapat mengetahui kadar /
tingkat karbohidrat yang dikandung pada sampel.
2. Pada literatur, yang menunjukkan hasil negatif adalah amilum, hal ini terjadi karena pada uji
benedict reaksi positif ditandai dengan timbulnya endapan warna biru kehujauan, kuning atau
merah bata, tergantung pada gula pereduksi yang ada, namun pada amilum tidak terjadi
perubahan warna, hanya terbentuk warna biru saja, sehingga tidak bisa dikatakan uji positif.
3. Bahan lain yang dapat membuktikan adanya gula pereduksi adalah uji fehling dan uji tollens
karena, memiliki rasa manis, sehingga sering disebut gula. Rasa manis dari gula disebabkan
oleh gugus hidroksilnya. Sifat mereduksi kedua pereaksi ini disebabkan adanya gugus aldehid
atau keton bebas dalam molekulnya.