Anda di halaman 1dari 92

PENUNTUN PRAKTIKUM

KIMIA LINGKUNGAN

LABORATORIUM KIMIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2017
PERCOBAAN I

PENGENALAN ALAT-ALAT DAN PENGGUNAANNYA

Pendahuluan

Berikut ini dipaparkan dan diperkenalkan beberapa alat-alat yang sederhana yang akan dipergunakan
dalam pratikum, antara lain :

1. Tabung Reaksi
Terbuat dari glass dan dapat dipanaskan. Digunakan untuk mereaksikan zat-zat kimia dalam
jumlah sedikit.

2. Penjepit
Terbuat dari kayu atau kawat. Digunakan untuk memegang tabung reaksi pada saat pemanasan.
3. Pengaduk gelas
Digunakan untuk mengaduk suatu campuran atau larutan pada waktu melakukan reaksi-reaksi
kimia. Dipakai juga sebagai alat pembantu dalam proses penyaringan larutan.

4. Corong
Biasanya terbuat dari glass. Digunakan untuk membantu memasukkan cairan kedalam botol yang
bermulut kecil seperti labu ukur, buret, dsb.

5. Gelas Arloji
Terbuat dari glass. Digunakan sebagai wadah zat ketika menimbang zat yang berbentuk padatan.
6. Gelas ukur
Digunakan untuk mengukur volume zat kimia yang berfasa cair. Alat ini mempunyai skala dan
bermacam-macam ukuran dan tidak digunakan untuk mengukur larutan yang panas.

7. Gelas piala / Beaker Glass


Biasanya terbuat dari glass. Digunakan sebagai tempat larutan untuk memanaskan larutan dan
untuk mereaksikan zat kimia dalam jumlah banyak (bukan merupakan alat ukur yang teliti
walaupun mempunyai skala).

8. Erlenmeyer
Terbuat dari glass. Digunakan untuk tempat zat yang dititrasi dan dapat digunakan untuk
memanaskan larutan.
9. Labu Ukur
Terbuat dari glass. Terdiri dari bermacam-macam ukuran dan digunakan untuk membuat larutan
tertentu dengan volume yang setepat-tepatnya dan digunakan juga untuk mengencerkan larutan.
Tidak dipakai untuk larutan yang panas.

10. Pipet
a. Pipet Volume
Terbuat dari glass atau plastic, dibagian tengah pipet ini ada bagian yang membesar (gondok).
Ujungnya runcing digunakan untuk mengambil larutan dengan volume tertentu dengan tepat.
Alat ini lebih tepat/aurat dari gelas ukur. Ukurannya juga bermacam-macam dan tidak
mempunyai skala.

b. Pipet ukur
Pipet ini berbentuk lurus dan ujung rucing. Mempunyai skala-skala dan bermacam-macam
ukuran,digunakan untuk mengambil larutan dengan volume tertentu.
c. Pipet Pasteur (Pipet Tetes)
Terbuat dari pipa glass, tidak mempunyai skala. Salah stu ujung runcing dan ujung lainnya
dilengkapi dengan balon karet kecil yang berfungsi sebagai penyedot cairan. Digunakan
untuk mengambil cairan dalam jumlah sedikit.

11. Buret
Terbuat dari Glass berbentuk pipa agak panjang dan mempunyai skala-skala. Digunakan untuk
melakukan titrasi. Dalam hal ini zat penitrasi dimasukkan pada alat ini dan dikeluarkan sedikit
demi sedikit melalui krannya dan volume zat yang terpakai pada titrasi tersebut dilihat pada skala.

12. Rubber Bulb/ karet penghisap


Terbuat dari bahan karet yang elastis. Digunakan untuk emmbantu mengambil larutan kimia
dengan cara disambungkan pada pangkal pipet ukur atau pipet volume.
13. Cawan Porselen
Terbuat dari porselen. Digunakan sebagai wadah untuk mereaksikan atau mengubah suatu zat
pada suhu tinggi, misalnya penguapan larutan dari suatu bahan yang tidak mudah menguap,
mengabukan kertas saring.

14. Neraca Analitik


Digunakan untuk menimbang massa suatu zat dengan tingkat ketelitian lebih tinggi dari neraca
biasa.

15. Desikator
Berupa panci bersusun dua yang bagian bawahnya diisi bahan pengering, dengan penutup yang
sulit dilepas dalam keadaan dingin karena dilapisi vaseline. Ada 2 macam desikator yakni
desikator biasa dan vakum. Desikator vakum pada bagian tutupnya ada katup yang bisa dibuka
tutup, yang dihubungkan dengan selang ke pompa. Bahan pengering yang biasa digunakan adalah
silika gel. Fungsi Desikator adalah untuk mendinginkan bahan atau wadah sebelum dilakukan
penimbangan serta untuk menyimpan bahan agar tetap dalam kondisi kering.
PERCOBAAN II
PENYIAPAN LARUTAN (REAGEN) DAN
STANDARISASI LARUTAN

Pendahuluan

Zat kimia yang ada dilaboratorium beraneka ragam. Ada yang berfase cair, padat dan juga gas. Zat
kimia yang berfase padat paling banyak ditemui dilaboratorium terutama dari golongan senyawa garam
seperti : Na2SO4, KCl, MgSO4, CH3COONa, CaCO3, KNO3, dsb. Zat kimia yang berfase padat ini
mempunyai bentuk kristal, granular, powder (bubuk), maupun amorf.

Zat kimia yang berfase cair misalnya H2SO4, HNO3, HCl, CH3COOH, C2H5OH, Aseton, dsb. Zat
kimia yang digunakan di laboratorium lazim digunakan dalam bentuk cair (larutan). Karena itu zat kimia
padat harus terlebih dahulu dilarutkan pada pelarut tertentu seperti air atau alcohol dalam berbagai
konsentrasi sesuai dengan keperluan. Demikian juga dengan zat kimia cair. Untuk menyatakan kepekatan
larutan dinyatakan dalam berbagai konsentrasi antara lain :

1. Molaritas (M), yaitu mol zat terlarut dalam satu liter larutan.
2. Normalitas (N), yaitu mol ekuivalen zat terlarut dalam satu liter larutan.
3. Part per million (ppm), yaitu milligram (mg) zat terlarut dalam suatu liter larutan.
4. Persen (%), yaitu gram zat terlarut dalam 100 gr larutan.

Zat kimia yang berfase padat dibuat menjadi larutan dengan cara menimbang sejumlah zat tertentu
dan melarutkannya dalam aquadest dengan volume tertentu sehingga dapat diketahui konsentrasinya
secara akurat maupun perkiraan.

Misal : Berapa Gram NaOH yang harus ditimbang untuk membuat NaOH 0.1 N dalam 1 liter larutan ?

𝑔𝑟 1000
Jawab : M = 𝑀𝑟 x 𝑉

N=Mxe

Ket : N adalah Normalitas

M adalah Molaritas

e adalah valensi

Mr adalah berat molekul dari suatu zat


Valensi dari NaOH adalah 1, maka :

𝑁 0.1
M= = = 0.1 M
𝑒 1

𝑔𝑟 1000
M = 𝑀𝑟 x 𝑉

𝑔𝑟 1000
0.1 M = 40 x 1000

gr = 4 gram

Jadi jumlah NaOH yang ditimbang untuk membuat NaOH 0.1 N sebanyak 1 Liter adalah 4 gram.

Zat kimia yang berfase cair dibuat dalam bentuk larutan dengan cara mengencerkan sejumlah volume
tertentu zat kimia tersebut dengan volume aquadest tertentu pula. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

V1 x N1 = V2 x N2

Dimana : V1 adalah Volume zat sebelum diencerkan

N1 adalah konsentrasi zat sebelum diencerkan

V2 adalah volume zat setelah diencerkan

N2 adalah konsentrasi zat setelah diencerkan

Misal : Buatlah larutan HCl 1 N sebanyak 250 ml dari larutan HCl 12 N

Jawab : V1 x N1 = V2 x N2

V1 x 12 N = 250 ml x 1 N

250 𝑚𝑙 𝑥 1 𝑁
V1 = 12 𝑁

V1 = 20,83 ml

Artinya : ambil 20,83 ml larutan HCl 12 N lalu masukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan tambahkan
dengan aquadest sampai tanda batas. Homogenkan larutan dengan cara membolak - balikkan larutan
tersebut.
Standarisasi larutan (Faktorisasi)

Larutan yang dibuat dari zat padat maupun zat cair konsentrasinya terkadang tidak dapat dibuat
secara akurat. Larutan yang demikian itu disebut larutan standar sekunder. Misalnya larutan NaOH dalam
berbagai konsentrasi hanya perkiraan, untuk mengetahui konsentrasi larutan NaOH secara tepat (akurat)
dilakukan standarisasi (faktorisasi atau pembakuan) yaitu dengan cara titrasi (volumetric).

Larutan NaOH di standarisasi dengan larutan asam oksalat atau larutan kalium hydrogen pthalat
menggunakan indicator phenolphthalein (pp). Demikian juga dengan larutan HCl, H2SO4, HNO3, asam
asetat distandarisasi dengan Na2CO3 dengan cara titrasi menggunakan indicator metil orange. Larutan
seperti asam oksalat, Na2CO3 disebut larutan standar primer, yaitu larutan yang dibuat konsentrasinya
secara akurat / tepat tanpa melalui standarisasi.

Tujuan Percobaan :

1. Mahasiswa dapat membuat larutan dalam berbagai konsentrasi


2. Mahasiswa dapat membakukan larutan standar sekunder
3. Mahasiswa dapat mengetahui konsentrasi zat dengan cara titrasi

Alat dan Bahan :

Alat Bahan

1. Gelas Arloji 1. Aquadest


2. Neraca Digital 2. NaOH
3. Pipet Ukur 3. HCl
4. Labu ukur 250 ml 4. Asam Oksalat
5. Spatula
6. Gelas kimia
7. Batang pengaduk
8. Buret
9. Statif
10. Pipet Tetes

Cara Kerja :

1. Membuat larutan standar NaOH 0.1 N


 Timbang 1 gr NaOH dengan menggunakan gelas arloji
 Larutkan ke dalam gelas kimia dengan menggunakan aquadest
 Pindahkan kedalam labu ukur 250 ml lalu tambahkan aquadest sampai tanda batas.
 Homogenkan larutan dengan cara membolak – balikkan labu ukur.

2. Membuat larutan standar Asam Oksalat 0.025 N


 Timbang 0,393 gr Asam Oksalat (C2H2O4.2H2O) dengan menggunakan gelas arloji
 Larutkan ke dalam gelas kimia dengan menggunakan aquadest
 Pindahkan kedalam labu ukur 250 ml lalu tambahkan aquadest sampai tanda batas
 Homogenkan larutan dengan cara membolak – balikkan labu ukur

3. Membuat larutan standar HCl 0.1 N


 Pipet 2.08 ml larutan HCl 12 N lalu masukkan kedalam labu ukur 250 ml.
 Tambahkan aquadest dan encerkan sampai tanda batas
 Homogenkan larutan dengan membolak – balikkan labu ukur.
 Konsentrasi larutan yang ada baru perkiraan (larutan standar sekunder)

4. Standarisasi larutan NaOH 0.1 N dengan menggunakan larutan Asam Oksalat 0.025 N
 Masukan kedalam buret larutan NaOH 0.1 N
 Pipet 10 ml larutan Asam Oksalat 0.025 N dan masukkan kedalam Erlenmeyer
 Tambahkan 3 tetes indicator Phenolphthalein (pp)
 Titrasi larutan Asam Oksalat 0.025 N tadi dengan menggunakan NaOH 0.1 N sampai timbul
warna merah muda.
 Catat volume NaOH yang terpakai.

5. Menghitung konsentrasi HCl dengan menggunakan NaOH 0.1 N


 Masukkan edalam buret larutan NaOH 0.1 N
 Pipet 10 ml larutan HCl dan masukkan ke dalam Erlenmeyer
 Tambahkan 3 tetes indicator Phenolphthalein (pp)
 Titrasi larutan HCl tadi dengan menggunakan NaOH 0.1 N sampai timbul warna merah
muda.
 Catat volume NaOH yang terpakai
Hasil Pengamatan :

Judul Percobaan :

Hari / Tgl Percobaan :

Nama / Nim :

Kelompok :

1. Standarisasi NaOH dengan menggunakan Asam Oksalat 0.025 N


Pengulangan
No Prosedur Rata-rata
I II

1 Volume larutan Asam Oksalat 0.025 N

2 Volume NaOH yang terpakai


3 Normalitas (N) NaOH

2. Penentuan Kadar HCl dengan menggunakan larutan NaOH Hasil standarisasi


Pengulangan
No Prosedur Rata-rata
I II
1 Volume larutan HCl
2 Volume NaOH yang terpakai
3 Normalitas (N) NaOH Berdasarkan hasil Percobaan
4 Normalitas (N)
PERCOBAAN III

PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM CUKA DAPUR

Pendahuluan

Berdasarkan reaksi asam basa, kadar asam asetat dalam cuka dapur dapat ditentukan yaitu dengan
mereaksikan asama setat tersebut dengan basa yang sudah diketahui konsentrasinya.

Reaksi yang berlangsung adalah reaksi netralisasi asam basa. Untuk mengetahui titik akhir reaksi
digunakan suatu indicator yang dapat memberi warna tertentu pada titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi
diharapkan sama atau mendekati titik ekuivalen dari reaksi itu.

Pemilihan indicator yang digunakan tergantung pada zat yang direaksikan. Pada reaksi asam lemah
dan basa kuat (pada percobaan ini) dapat digunakan indicator phenolphthalein (pp). Tetapi apabila kita
mereaksikan asam kuat dengan basa lemah dapat digunakan indicator metil merah (mm) atau indikator
metil orange (mo).

Tujuan Percobaan :

1. Menentukan kadar asam asetat dalam cuka dapur


2. Mengenalkan analisa volumetric (asidimetri)

Alat dan Bahan :

Alat : Bahan :

1. Gelas kimia 1. NaOH


2. Pipet ukur 2. Asam Oksalat
3. Labu ukur 3. Cuka
4. Kaca arloji 4. Indikator Phenolphthalein (pp)
5. Buret 5. Aquadest
6. Pipet tetes
7. Statif
8. Neraca Digital
Cara Kerja :

1. Membuat larutan standar NaOH 0.1 N


 Timbang 1 gr NaOH dengan menggunakan gelas arloji.
 Larutkan ke dalam gelas kimia dengan menggunakan aquadest.
 Pindahkan kedalam labu ukur 250 ml lalu tambahkan aquadest sampai tanda batas.
 Homogenkan larutan dengan cara membolak – balikkan labu ukur.

2. Membuat larutan standar Asam Oksalat 0.025 N


 Timbang 0,393 gr Asam Oksalat (C2H2O4.2H2O) dengan menggunakan gelas arloji
 Larutkan ke dalam gelas kimia dengan menggunakan aquadest.
 Pindahkan kedalam labu ukur 250 ml lalu tambahkan aquadest sampai tanda batas.
 Homogenkan larutan dengan cara membolak – balikkan labu ukur.

3. Standarisasi larutan NaOH 0.1 N dengan menggunakan larutan Asam Oksalat 0.025 N
 Masukan kedalam buret larutan NaOH 0.1 N.
 Pipet 10 ml larutan Asam Oksalat 0.025 N dan masukkan kedalam Erlenmeyer.
 Tambahkan 3 tetes indicator Phenolphthalein (pp).
 Titrasi larutan Asam Oksalat 0.025 N tadi dengan menggunakan NaOH 0.1 N sampai timbul
warna merah muda.
 Catat volume NaOH yang terpakai.

4. Menentukan Kadar Asam Cuka


 Pipet 5 ml larutan cuka yang akan diuji
 Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu ditambah aquadest hingga tanda batas.
Homogenkan dengan cara membolak – balikkan labu ukur.
 Pipet 10 ml asam cuka yang telah diencerkan tadi lalu masukkan kedalam Erlenmeyer
 Tambahkan 2 tetes indicator Phenolphthalein (pp)
 Titrasi menggunakan larutan NaOH yang telah distandarisasi hingga larutan berubah warna
menjadi merah muda.
 Catat volume NaOH yang digunakan
Hasil Pengamatan :

Judul Percobaan :

Hari / Tgl Percobaan :

Nama / Nim :

Kelompok :

1. Standarisasi NaOH dengan menggunakan Asam Oksalat 0.025 N


Pengulangan
No Prosedur Rata-rata
I II

1 Volume larutan Asam Oksalat 0.025 N

2 Volume NaOH yang terpakai


3 Normalitas (N) NaOH

2. Penentuan Kadar Cuka dengan menggunakan larutan NaOH Hasil standarisasi


Pengulangan
No Prosedur Rata-rata
I II
1 Volume larutan HCl
2 Volume NaOH yang terpakai
3 Normalitas (N) NaOH Berdasarkan hasil Percobaan
4 Kadar cuka (%)

Perhitungan:

1. Standarisasi NaOH dengan menggunakan asam Oksalat 0.025 N


Rumus yang digunakan :
M1 x V1 = M2 x V2
N = M x e, dimana valensi oksalat adalah 2
Ket : M1 = Molaritas Asam Oksalat
V1 = Volume Asam Oksalat
M2 = Molaritas NaOH
V2 = Volume NaOH
N = Normalitas
e = Valensi
2. Penentuan kadar cuka dengan menggunakan larutan NaOH yang telah distandarisasi
Rumus yang digunakan
M1 x V1 = M2 x V2
Ket : M1 = Molaritas NaOH
V1 = Volume NaOH
M2 = Molaritas CH3COOH
V2 = Volume CH3COOH

% 𝑥 10 𝑥 ⍴
M= 𝑀𝑟

Ket : M = Molaritas CH3COOH


% = Persen CH3COOH
⍴ = Massa Jenis CH3COOH
Mr = Berat Jenis CH3COOH
Konsentrasi yang didapat adalah konsentrasi CH3COOH setelah diencerkan (MCH3COOH’)

Untuk mencari konsentrasi sebelum pengenceran yaitu :


MCH3COOH’ x VCH3COOH’ = MCH3COOH x VCH3COOH
𝑀𝐶𝐻3𝐶𝑂𝑂𝐻′ 𝑥 𝑉𝐶𝐻3𝐶𝑂𝑂𝐻′
MCH3COOH =
𝑉𝐶𝐻3𝐶𝑂𝑂𝐻

Ket : MCH3COOH’ = Molaritas CH3COOH setelah pengenceran


VCH3COOH’ = Volume CH3COOH setelah pengenceran
MCH3COOH = Molaritas CH3COOH sebelum pengenceran
VCH3COOH = Volume CH3COOH sebelum pengenceran
PERCOBAAN IV
PENENTUAN ZAT PADAT TERLARUT (TDS ) DAN
ZAT PADAT TERSUSPENSI (TSS)

Pendahuluan
Analisis zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen air secara lengkap, juga untuk
perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam air
buangan. Dalam metode analisis zat padat, pengertian zat padat total adalah semua zat-zat yang tersisa
sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu.
Zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organis dan
anorganis.
Zat padat terlarut (TDS) adalah zat-zat yang larut dalam air berupa mineral dan garam-garam. Zat
padat tersuspensi (TSS) menyatakan jumlah zat-zat atau partikel-partikel yang melayang-layang didalam
air dapat berupa sampah, senyawa-senyawa yang berukuran besar yang sukar larut dalam air dan berupa
mikroorganisme.
Zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi merupakan salah satu parameter kualitas air. Baik
golongan A, B, C, dan D karena dengan tingginya kadar zat padat terlarut (TDS) dan zat padat tersuspensi
(TSS) dapat menimbulkan akibat negative terhadap kesehatan manusia, hewan dan peralatan industri.
Cara pemisahan zat tersuspensi dari larutannya dengan menggunakan filter. Filter yang digunakan
dapat berupa filter kertas biasa atau filter fiberglass. Filter kertas terbuat dari bahan kertas biasa dengan
ukuran diameter pori ± 10 µm.
Filter akan menahan semua zat tersuspensi, dan sebagian kecil zat koloidal yang diabaikan sehingga
partikel kecil ikut tertahan. Filter ini akan menyerap kelembaban sehingga mengakibatkan bertambahnya
berat sampai 5% dari beratnya sendiri. Sehingga filter perlu ditimbang dalam keadaan keadaan kering
sebelum difiltrasi.
Zat padat terlarut (TDS) dan zat padat tersuspensi (TSS) ditentukan dengan cara gravimetri.
Gravimetri adalah metode analisa kuantitatif berdasarkan penimbangan berat (bobot). Air sebagai contoh
(sampel) yang telah bercampur dengan baik disaring dengan kertas saring dengan ukuran pori 0.45 mµ,
filtratnya ditampung dan dimasukkan dalam cawan porselen yang sudah diketahui beratnya terdahulu,
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC. Pertambahan berat cawan menyatakan total zat
padat terlarut dan penambahan berat kertas saring menyatakan total zat padat tersuspensi. Hal ini
diketahui dari penambahan berat kertas saring setelah dikeringkan dalam oven pada suhu 103-105 ºC
selama satu jam. Dimana dalam hal ini cawan dan kertas saring yang digunakan terlebih dahulu
dikeringkan dalam oven suhu 105º C selama satu jam untuk cawan dan suhu 103-105 ºC untuk kertas
saring. Sehingga dengan demikian penambahan berat kertas saring dan cawan dapat diketahui.

Tujuan Percobaan :

1. Mahasiswa dapat memahami analisa Gravimetri


2. Mahasiswa dapat menentukan zat padat terlarut (TDS)
3. Mahasiswa dapat menentukan zat padat tersuspensi (TSS)

Alat dan Bahan :

Alat yang digunakan:

1. Timbangan Analitik
2. Cawan Porselen
3. Cawan Petridish
4. Kertas Saring Whatman
5. Pipet Volume
6. Pipet Ukur
7. Gelas kimia
8. Oven
9. Corong
10. Pinset
11. Desikator

Bahan yang digunakan :


1. Aquadest
2. Sampel air yang diuji
Cara Kerja :

1. Penentuan Zat Padat Terlarut (TDS) dan Zat Padat Tersuspensi (TSS)
 Cuci cawan porselen sampai benar-benar bersih dan bilas dengan aquadest
 Keringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama satu jam
 Masukkan ke dalam desikator, biarkan sampai benar-benar dingin
 Timbang berat cawan dan catat hasil penimbangan
 Ulangi pengerjaan bagian 2-4 sampai didapat berat cawan yang konstan
 Bersihkan cawan petridish hingga bersih dan tempatkan kertas saring didalam cawan
petridish
 Keringkan kertas saring yang ada dalam cawan petridish pada suhu 103-105 ºC selama satu
jam
 Dinginkan dalam desikator dan timbang berat kertas + cawan petridish
 Timbang berat kertas dalam cawan petridish dan catat
 Ulangi pengerjaan 7-9 sampai didapat berat kertas saring dalam cawan petridish
 Ambil 100 ml air sampel, saring dengan menggunakan kertas saring yang sudah dikeringkan
dan diketahui beratnya
 Filtratnya ditampung dengan cawan porselen yang sudah dikeringkan dan diketahui beratnya
 Filtrat yang ada pada cawan porselen dipanaskan pada penangas sampai kering. Setelah
kering masukkan dalam oven bersuhu 105 ºC selama satu jam
 Keringkan kertas saring yang telah dipakai di dalam oven selama satu jam pada suhu 103 -
105 ºC
 Cawan Porselen dan kertas saring yang sudah kering didinginkan di dalam desikator.
 Setelah dingin ditimbang beratnya dan dicatat
 Ulangi pengerjaan 13- 16 beberapa kali sampai didapat penimbangan yang konstan.
 Hitung kadar zat padat terlarut (TDS) dan zat padat tersuspensi (TSS)
Hasil Pengamatan :

Judul Percobaan :

Hari / Tgl Percobaan :

Nama / Nim :

Kelompok :

1. Penentuan Zat Padat Terlarut (TDS) dan Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Berat Cawan Berat Cawan


Berat Cawan Berat Cawan
Kode Volume Petridish + Petridish + TDS TSS
No. Porselen Porselen +
Sampel Sampel Kertas Saring Kertas Saring (mg/L) (mg/L)
Kosong Sampel
Kosong + Sampel
1

Perhitungan :

1. Kadar Zat padat terlarut (TDS)


𝐵 − 𝐴 𝑥 1000
mg/L (zat padat terlarut) = 𝑚𝑙 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Ket : A = Berat cawan porselen kosong


B = Berat cawan porselen + sampel

2. Kadar Zat padat tersuspensi (TSS)


𝑌 − 𝑋 𝑥 1000
mg/L (zat padat tersuspensi) = 𝑚𝑙 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Ket : X = Berat cawan petridish + kertas saring kosong


Y = Berat cawan petridish + kertas saring + sampel
PERCOBAAN V
PENENTUAN KADAR KLORIDA DALAM AIR
SECARA ARGENTOMETRI

Pendahuluan
Klorida bentuk ion Cl adalah salah satu anion anorganik yang banyak terdapat didalam air maupun
air buangan. Klorida tersebar luas dialam, umumnya dalam bentuk garam-garam Sodium/Natrium (NaCl),
Kalium Klorida (KCl) dan Kalsium Klorida (CaCl).
Klorida adalah salah satu senyawa yang terdapat pada perairan alam. Senyawa-senyawa klorida
tersebut mengalami proses disosiasi dalam air membentuk ion. Ion klorida pada dasarnya mempunyai
pengaruh kecil terhadap sifat-sifat kimia & biologi perairan. Kation dari garam-garam klorida dalam air
terdapat dalam keadaan mudah larut. Ion klorida secara umum tidak membentuk senyawa kompleks yang
kuat dengan ion-ion logam. Ion ini juga tidak dapat dioksidasi dalam keadaan normal dan tidak bersifat
toksik. Tetapi kelebihan garam klorida dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh Karena itu sangat
penting dilakukan analisa terhadap klorida karena kelebihan klorida dalam air menyebabkan
pembentukan noda berwarna putih dipinggiran badan air (Achmad, 2004).
Zat-zat tersebut menempati kurang lebih 0,05 % lithosfer. Tetapi jumlah terbesar yang disekitar kita
terdapat dilautan. Klorida umumnya berasal dari pelarutan endapan-endapan garam, pembuangan limbah
industri kimia, pengoperasian sumur minyak, pembuangan dari saluran limbah, kontaminasi lindi
(leachate) sampah dan intrusi air laut didaerah pantai.
Klorida biasanya berada dalam air permukaan dalam konsentrasi yang rendah. Kadar dalam air tidak
tercemar bervariasi antara lebih kecil 10 mg/liter dan 1 mg/liter.
Rasa garam terjadi karena konsentrasi klorida dalam air minum tidak tentu dan tergantung dari
komposisi kimia dari air. Air yang mengandung 250 mg/liter klorida sudah terasa garam (asin) bila
kationnya Natrium. Tetapi tidak terasa (asin) bila air yang mengandung 1000 mg/liter klorida bila
kationnya Kalsium dan Magnesium.
Kerugian dari penggunaan senyawa klorida yakni dapat mengiritasi system pernapasan, dalam
bentuk gas dapat mengiritasi lapisan lendir dan dalam bentuk cair bisa membakar kulit. Baunya dapat di
deteksi pada konsentrasi 3,5 ppm dan pada konsentrasi 1000 ppm dapat berakibat fatal setelah terhisap
dalam-dalam.
Kadar klorida dalam air dapat ditentukan secara kuantitatif volumetrik Argentometri dalam larutan
netral atau sedikit basa. Dasar Titrasi argentometri adalah reaksi pengendapan,dimana zat yang hendak
ditentukan kadarnya diendapkan oleh larutan baku AgNO3. Zat tersebut misalnya garam-garam
hologenida (Cl, Br, I), Sianida (CN), Tiosianida (SCN) dan Fosfat. Kalium kromat dapat menunjukkan
titik akhir titrasi antara klorida dengan perak nitrat. Perak klorida yang terbentuk diendapkan secara
kuantitatif sebelum warna merah perak kromat terbentuk. Cara argentometri menggunakan K 2CrO4
sebagai indicator, cara ini disebut dengan metode Mohr.

Reaksi : Clˉ + AgNO3 → AgCl + NO3ˉ

AgNO3 + K2CrO4 → Ag2CrO4 + KNO3

Merah bata

Kadar maksimum Clˉ yang diperbolehkan dalam air minum adalah 250 mg/L dan dalam air bersih adalah
600 mg/L.

Tujuan Percobaan :

1. Mahasiswa dapat memahami analisa kuantitatif Argentometri


2. Mahasiswa dapat menentukan kadar Clˉ dalam air

Alat dan Bahan :

Alat : Bahan :

1. Buret 1. Aquadest
2. Erlenmeyer 2. Natrium Klorida (NaCl) 0.0141 N
3. Gelas kimia 3. Kalium Kromat (K2CrO4) 5 %
4. Statif 4. Perak Nitrat (AgNO3) 0.0141 N
5. Pipet ukur 5. Asam Sulfat (H2SO4) 1 N
6. Pipet tetes 6. Natrium Hidroksida (NaOH) 1 N
Pembuatan Larutan pereaksi:

Cara pembuatan NaCl 0,0141 N (Untuk pembakuan larutan AgNO3 0,0141N)

 Keringkan serbuk NaCl dalam oven pada suhu 140 ⁰C selama 2 Jam kemudian dinginkan dalam
desikator
 Timbang 824 mg NaCl kering, kemudian larutkan dengan air suling bebas klorida di dalam labu
ukur 1000 ml, tepatan sampai tanda tera dengan air suling.

Cara pembuatan AgNO3 0.0141 N (Untuk Titrasi)


 Larutkan 2,395 gr AgNO3 dengan air suling bebas klorida dalam labu ukur 1000 ml dan tepatkan
sampai tanda tera. Lakukan pembakuan dengan menggunakan larutan NaCl 0,041 N. Simpan
dalam botol berwarna coklat

Cara pembuatan indicator Kalium Kromat (K2Cr04) 5%

 Larutkan 5 gr K2Cr04 dengan sedikit air suling bebas klorida. Tambahkan larutan AgNO 3 sampai
terbentuk endapan merah kecoklatan yang jelas. Biarkan 12 jam, lalu saring. Filtrat yang
diperoleh diencerkan dengan air suling bebas klorida hingga volume 100 ml.

Cara pembuatan larutan asam sulfat (H2SO4) 1 N

 Pipet 27,8 ml larutan asam sulfat pekat perlahan-lahan ke dalam 800 ml air bebas mineral dan
encerkan sampai 1000 ml.

Cara pembuatan larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 1 N

 Larutkan 40 gr NaOH dalam air mineral dan encerkan sampai 1000 ml

Pembakuan larutan baku Perak Nitrat (AgNO3) dengan NaCl 0,0141 N

1. Pipet 25 ml larutan NaCl 0,0141 N, masukan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml. Buat larutan
blanko dengan menggunakan 25 ml air suling.
2. Tambahkan 1 ml larutan indicator K2Cr04 5% dan diaduk
3. Titrasi dengan larutan AgNO3 sampai terjadi warna merah kecoklatan
4. Lakukan juga hal sama pada blanko
5. Catat volume AgNO3 yang digunakan,kemudian dirata-ratakan.
6. Hitung Normalitas larutan baku AgNO 3 dengan cara :
𝑉1 𝑥 𝑁1
N AgNO3 = 𝑉𝐴−𝑉𝐵

Dengan pengertian
N AgNO3 adalah normalitas larutan baku AgNO 3
VA adalah volume larutan baku AgNO3 untuk titrasi larutan NaCl
VB adalah volume larutan baku AgNO 3 untuk titrasi blanko
N1 adalah normalitas larutan NaCl yang digunakan
V1 adalah volume larutan NaCl yang digunakan

Prosedur Pengujian :

1. Gunakan sampel sebanyak 50 ml kemudian atur pH nya hingga mencapai Ph 7 dengan


menambahkan NaOH 1 N atau H2SO4 1 N dan masukan dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan 1 ml larutan indicator K2CrO4 5%
3. Titrasi dengan larutan baku AgNO3 sampai titik akhir titrasi yang ditandai dengan terbentuknya
endapan berwarna merah kecoklatan
4. Lakukan titrasi blanko seperti langkah 2 terhadap 50 ml air suling bebas klorida.
5. Catat Volume AgNO3 yang diperoleh dan hitung kadar klorida
(𝐴−𝐵)𝑥 35.450 𝑥 𝑁 (AgNO3)
Kadar Cl- (mg/L) = 𝑉
𝑥 1000
Dengan pengertian :
A adalah volume larutan baku AgNO3 untuk titrasi contoh uji
B adalah volume larutan baku AgNO 3 untuk titrasi blanko
N adalah Normalitas larutan baku AgNO 3
V adalah volume contoh uji
PERCOBAAN VI
PEMERIKSAAN BOD
(BIOLOGYCAL OXYGEN DEMAND)

Dasar Teori
Biologycal Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa
empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi
didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan
(mengoksidasi) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi
dalam air.

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk
atau industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air tercemar tersebut.
Penguraian organis adalah proses alamiah, kalau suatu badan air dicemari oleh zat organik, maka bakteri
dapat menghabiskan oksigen terlarut di dalam air, selama proses oksidasi tersebut yang bisa
mengakibatkan kematian biota air serta membuat kondisi badan air menjadi anaerobik dan akhirnya
menimbulkan bau busuk.

Jenis bakteri yang mampu mengoksidasi zat organis “biasa” yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan
buangan penduduk, pada umumnya berada di air alam. Jumlah bakteri itu tidak banyak di air jernih dan di
air buangan yang mengandung zat organis. Pada kasus ini perlu ditambahkan bibit bakteri. Untuk oksidasi
penguraian zat organis yang khas, terutama dibeberapa air buangan industri yang mengandung misalnya
fenol, detergen, minyak dan sebagainya, bakteri harus diberikan waktu penyesuaian “adaptasi” beberapa
hari melalui kontak dengan air buangan tersebut sebelum dapat digunakan sebagai benih pada analisa
BOD air tersebut.

Sebaliknya beberapa zat organis maupun anorganis dapat bersifat racun terhadap bakteri (misal :
sianida,tembaga,dsb) dan harus dikurangi sampai baats yang diinginkan. Derajat keracunan ini juga dapat
diperkirakan melalui analisa BOD.

Kebutuhan oksigen dalam air disamping tergantung atas kontaknya dengan udara sekitar, juga sangat
tergantung oleh organisme-organisme yang hidup dan bahan-bahan kimia (terutama zat reduktor) yang
terkandung didalam air tersebut. Semakin banyak organisme hidup dan zat reduktor (terutama zat
organik) dalam air, semakin tinggi penurunan kadar oksigen dalam air.
Pada pemeriksaan BOD ini didasarkan atas penurunan kadar oksigen dalam jangka waktu dan suhu
tertentu.Untuk itu diperlukan pengukuran kadar O2 terlarut (DO) segera dan DO setelah pengeraman.
Biasanya pengeraman dilakukan selama 5 hari pada suhu 20ºC (BOD 5.20) atau selam 3 hari pada suhu
20ºC (BOD5.28).

Apabila kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme dala air selama pengeraman tersebut diperkirakan
tidak cukup maka perlu penambahan oksigen dari luar (dilakukan pengenceran dengan aquadest yang
mengandung bahan-bahan makanan mikroorganisme dan mengandung kadar O2 yang tinggi).

Untuk menyatakan hasil pemeriksaan BOD pada umumnya dinyatakan untuk sekian hari pada suhu
tertentu. Suatu contoh misalnya, mikrooranisme dalam 1 liter air buangan untuk keperluan hidupnya
membutuhkan oksigen sebanyak 200 mg dalam waktu 5 hari pada suhu 20ºC adalah 200 mg O 2/L
(BOD5.20 air buangan = 200 mg/L).

Gangguan pada analisi BOD

Ada lima jenis gangguan yang umumnya terjadi dalam proses analisa BOD antara lain:

1. Proses Nitrifikasi

Dapat mulai terjadi dialam botol BOD (botol winkler) setelah 2 sampai 10 hari; NH 3 amoniak
berubah menjadi NO3- (nitrat) melalui NO2- (nitrit) oleh jenis bakteri tertentu:

2 NH4+ + 3 O2 2 NO2- + 4 H+ + 2 H2O

2 NO2- + O2 2 NO3-

Nitrifikasi juga membutuhkan oksigen di alam terbuka, ada dua sebab yang mencegah
pertumbuhan bakteri nitrifikasi, sehingga seringkali nitrifikasi ini tidak terjadi (misalnya kerena suhu
10ºC atau karena air sungai yang tercemar sampai ke muara). Hal ini menyebabkan nitrifikasi pada
botol BOD tidak berlaku, seperti pada reaksi karbon (pada reaksi pertama) yang mensimulasi proses
alam. Oleh karena itu dalam analisa BOD baku pertumbuhan bakteri penyebab proses nitrifikasi
harus dihalangi dengan inhibator, walaaupun kemungkinan suhu tinggi seperti didaerah tropis,
mempercepat proses nitrifikasi secara alamiah.

2. Zat beracun

Zat beracun dapat menghambat pertumbuhan bakteri (yaitu memperlambat reaksi BOD). Kalau
zat itu sangat beracun hingga bakteri-bakteri tidak dapat hidup sama sekali atau sukar berkembang,
maka hanya sebagian bakteri yang aktif dalam oksidasi zatorganis tersebut, sehingga BOD yang
tercatat akan lebih rendah dari BOD sampel yang tidak mengandung zat beracun. Contoh zat
beracun tersebut adalah Cr (IV) bukan Cr (III), Hg, Pb, CN - (sianida) dan sebagainya yang
konsentrasinya melampaui kadar tertentu (biasanya sangat kecil). Kategori zat lain seperti fenol dan
bermacam-macam senyawa organis yang berasal dari minyak tanah tidak beracun sama sekali,
namun akan memperlambat permulaan proses BOD karena hanya sedikit jenis bakteri yang mampu
mengoksidasi zat organis tersebut sehingga populasi bakteri khusus yang diperlukan (cocok)
menjadi terhambat. Kadang-kadang zat organis tersebut memang beracun terhadap beberapa jenis
bakteri saja. Sebelum ini maka perlu diadakan masa penyesuaian jenis-jenis bakteri terhadap racun
(adaptasi).

3. Kemasukan atau keluarnya udara pada botol

Hal ini harus dicegah. Botolnya ditutup dengan hati-hati (diatas tutup botol bias diberi air
(water seal), gelembung udara tidak boleh berada didalam botol,gelembung udara dapat dikeluarkan
dengan mengetuk botol. Juga ganggang dan lumut dapat menambah atau mengurangi kadar oksigen
secara tak teratur. Oleh karena itu ketika diinkubbasikan, botol BOD harus ditempatkan ditempat
gelap.

4. Kekurangan Nutrien

Nutrien merupakan salah satu syarat bagi kehidupan bakteri-bakteri. Nutrien terbentuk dari
bermacam-macam garam (Fe, K, Mg dan sebagainya). Biasanya sampel sendiri (air bungan
penduduk, air sungai) mengandung cukup nutrient, tetapi zat tersebut kadang-kadang kurang dalam
air buangan industry sebelum proses berlangsung. Karena kekurangan nutrient tersebut sulit diduga,
maka sebaiknya pada setiap botol BOD ditambah nutrient secukupnya sebelum masa inkubasi.

5. Kekurangan Bakteri

Karena benih dari bermacam-macam bakteri dapat kurang jumlahnya atau kurang cocok
dengan jenis air buangan yang dianalisa, maka cara pembenihan juga perlu dilakukan dan diikuti
dengan baik, sehingga menjamin jumlah bakteri yang dibutuhkan.
Alat dan Bahan yang Digunakan :

Bahan yang dibutuhkan :

 Larutan CaCl2 2.75 %


 Larutan penyangga (Buffer Phosphat)
 Larutan MgSO4.7H2O 2.25%
 Larutan FeCl3.6H2O 0.025 %
 Air suling
 Mangan Sulfat (MnSO4.2H2O)
 Kalium Hidroksida (KOH)
 Kalium Iodida (KI)
 Amilum (Starch Soluble)
 Natrium Azida (NaN3)
 Asam Sulfat (H2SO4) pekat
 Natrium Hidroksida (NaOH)
 Natrium Thiosulfat (Na2S2O3.5H2O)
 Kalium Dikromat (K2Cr2O7)

Alat yang digunakan:


 Botol untuk tempat air pengencer
 Incubator 20ºC atau 28ºC
 Selang Plastik, spidol, dll
 Pompa udara / aerator
 Botol Oksigen
 Gelas ukur 1 L / 2 L
 Pipet Ukur
 Buret + statif
 Labu erlenmeyer
 Pipet tetes
Pembuatan larutan pereaksi :

Cara pembuatan Buffer Phosphat pH 6,8

 Timbang 20,9 gr Kalium Hidrogen Phosphat (K2HPO4) dan 14.46 gr Kalium dihidrogen Phosphat
(KH2PO4) lalu encerkan didalam labu ukur 200 ml sampai tanda tera

Cara pembuatan Larutan CaCl2 2.75 %

 Timbang 2.75 gr Kalsium Klorida (CaCl2) lalu encerkan dalam labu ukur 100 ml sampai tanda
tera.

Cara pembuatan Larutan MgSO4.7H2O 2.25 %

 Timbang 2.25 gr Magnesium sulpahate Heptahydrate (MgSO4.7H2O) lalu encerkan dalam labu
ukur 100 ml sampai tanda tera.

Cara pembuatan Larutan FeCl3.6H2O 0.025 %

 Timbang 0.25 gr Ferri klorida heksahidrat (FeCl3.6H2O) ke dalam labu ukur 1000 ml lalu
encerkan sampai tanda tera.

Cara pembuatan Larutan NaOH 0.1 N

 Larutkan 4 gr NaOH dengan air suling dalam labu ukur 1000 ml hingga tanda tera

Cara pembuatan Larutan H2SO4 0.1 N

 Larutkan 2.8 ml H2SO4 pekat dengan air suling dalam labu ukur 1000 ml hingga tanda tera

Cara pembuatan Larutan Na2SO3 0.025 N

 Larutkan 1.575 gr Na2SO3 dengan air suling dalam labu ukur 1000 ml hingga tanda tera

Cara pembuatan Larutan Mangan Sulfat

 Larutkan 400 gr MnSO4.2H2O atau 364 gr MnSO4.H20 di dalam labu ukur 1000 ml tepatkan
sampai tanda tera.

Cara pembuatan Alkali Iodida Azida

 Larutkan 70 gr KOH atau 50 gr NaOH dan 15 gr KI dengan air suling lalu tambahkan 1 gr NaN3,
lalu encerkan dalam labu ukur 100 ml hingga tepat tanda tera.
Cara pembuatan Larutan kanji

 Larutkan 2 gr amilum dlam 100 ml air suling yang mendidih. Bila larutan menjadi keruh harus
segera dibuat yang baru

Cara pembuatan Natrium Thiosulfat 0.025 N

 Larutkan 6.205 gr Na2S2O3.5H2O dengan air sulinRRg dalam labu takar sampai 1 liter,
tambahkan 0.25 gram NaOH untuk pengawet.

Cara pembuatan Larutan Kalium Dikromat 0.025 N

 Larutkan 1.225 gr K2Cr2O7 (yang telah dikeringkan pada suhu 105⁰C selama 2 jam) dengan air
suling dalam labu ukr 1000 ml sampai tanda tera.

Cara Kerja :
1. Dilakukan Pemeriksaan DO segera dari air sampel
2. Berdasarkan pemeriksaan tadi dilakukan pengenceran

Kadar DO Segera Tingkat Pengenceran

> 0,0 Tanpa Pengenceran


6,0 - 8,0 2-5x
5,0 - 6,0 5 - 10 x
3,0 - 5,0 10 - 15 x
1,0 - 3,0 15 - 20 x
0,1 - 1,0 20 - 25 x
0,0 - 0,1 25, 30, 50, 100 x
Bila hasil DOs = mg/l, pengenceran dapat dilakukan lebih dari 100 x
Catatan : Didalam melakukan pengenceran tidak boleh terjadi aerasi.

3. a. Jika kadar Oksigen segera tinggi (Lebih dari 8,0)


- Diisi 3 botol oksigen air sampel dan tentukan DO-nya. Hasilnya dirata-rata dan dicatat sebagai
DO segera (DOs)
- Diisi 3 botol oksigen air sampel, kemudian dieramkan dalam tempat gelap (dalam incubator)
selama 3 hari pada suhu 28ºC atau selama 5 hari pada suhu 20ºC, setelah dieramkan tentukan DO-
nya. Hasilnya dirata-rata dan dicatat sebagai DO3.28 atau DO5.20
b. Jika kadar Oksigen rendah
- Diambil 6 botol oksigen air sampel yang telah diencerkan (air campuran), 3 botol ditentukan DO-
nya segera (hasil dirata-rata dan dicatat sebagai DOs campuran) dan 3 botl yang lain dieramkan 3
hari pada suhu 28ºC atau selama 5 hari pada suhu 20ºC.
- Setelah pengeraman sesuai wakt dan suhu yang ditentukan, 3 botol oksigen air campuran
ditentukan DO-nya (hasil dirata-rata dan dicatat sebagai DO3.28 atau DO5.20 air campuran),
demikian juga dengan 2 botol air pengencer (hasil dirata-rata dan dicatat sebagai DO3.28 atau
DO5.20 air pengencer)
4. Penentuan Zat Organik (Angka permanganat)
Penentuan ini bertujuan untuk mendapatkan perkiraan pengenceran pada penetapan BOD, misal: Bila
angka permanganat = 100 mg/L/KmnO 4, maka pengenceran sebagai berikut :
P1 100/3 = 35 x
P1 100/5 = 20 x
P1 100/7 = 15 x
Cara penetapannya seperti penetapan zat organik

5. Pembuatan Larutan Pengencer


Ke dalam tiap-tiap liter aquadest tambahkan masing-masing 1 ml larutan buffer phosphat, 1 ml larutan
Mn.SO4, 1 ml CaCl2, 1 ml larutan FeCl3 dan 1 ml larutan bibit. Kemudian aerasikan selama 30 menit.

6. Pengenceran
Untuk tiap pengenceran diperlukan sekitar 650-700 hasil pengenceran. Misal untuk pengenceran 35 x,
maka :
1 / 35 x 700 = 20 ml sampel air
34 / 35 x 700 = 680 ml pengenceran
Campurkan seluruhnya sampai homogen dan masukkan ke dalam botol oksigen sampai penuh dan
catat masing-masing nomor dan volume yang dipakai. Lakukan seperti itu untuk pengenceran yang
lain.

7. Pemeriksaan Oksigen Terlarut (DO)


Setelah pengenceran selesai, maka masing-masing botol dipisahkan untuk tiap-tiap nomor
pengenceran, juga tidak ketinggalan untuk blanko. Satu bagian disimpan dalam inkubator selama 5
hari dalam suhu 20ºC dan bagian yang lain lakukan pemeriksaan oksigen terlarutnya, yaitu dengan
cara :
- Tambahkan 2 ml larutan Mn.SO4
- Tambahkan 2 ml larutan pereaksi O2 (PO2)
 Jika endapan berwarna putih O2 tidak ada
 Jika endapan berwarna coklat O2 ada
- Jika ada O2, maka diteruskan dengan menambahkan 2 ml larutan H2SO4 pekat sehingga endapan
larut dan berwarna kuning jerami
- Pindahkan larutan tersebut ke erlenmeyer dan titrasi dengan Na-Thiosulfat sehingga berwarna
kuning muda
- Tambahkan indikator amilum 2-3 ml sehingga biru kegelapan
- Titrasi dengan larutan Na-Thiosulphat hingga warna biru kegelapan tepat hilang (catat banyaknya
titrasi)
- Untuk yang disimpan dalam inkubator lakukan seperti tersebut diatas jika waktunya telah 5 hari.

Perhitungan :
Misalkan dikehendaki pemeriksaan BOD3.28 dari sampel air selokan akan tetapi waktu pengeraman
tidak tepat 3 hari (2 hari 22 jam) dan berdasarkan hasil DO S dilakukan pengenceran 10 x (200 ml air
selokan diencerkan dengan air pengencer sampai 2 liter)
 DOS air campuran = a mg/liter
 DOS air pengencer = b mg/liter
 DO3.38 air campuran = c mg/liter
 DO3.28 air pengencer = d mg/liter
 Waktu pengeraman = 2 hari 22 jam
= 3 hari – 24-22 hari
24
Koreksi waktu = 1,060 – 24-22 (1,06 – 0,81)
24
= 1,060 – 0,021
= 1,039

Dalam tabel : 3 hari, 20 ºC = 1,06


DO3.38 air campuran = 1,039 . c mg/liter
DO3.38 air pengencer = 1,039 . d mg/liter
DO3.38 air pengencer = DOS air pengencer – DO3.28 air pengencer
= ( b – 1,039.d) mg/liter
Misal = X mg/liter
Koreksi volume air pengencer = 2000 – 200
2000
= 0,9
DO3.38 air pengencer yang dipakai = 0,9 . X mg/liter
BOD3.28 air selokan :
= (BOD3.28 air campuran – BOD3.28 air pengencer) x pengenceran
= ((DOS campuran-DO3.28 air campuran) – BOD3.28 air pengencer)) x pengenceran
= (( a-1,039.c ) – 0,9.x )) x 10
= mg O2/liter

Catatan :
X DO air pengencer = DOS pengencer + DO3.28 pengencer
2
Depletasi = DOS air campuran – DO3.28 air campuran
X DO air pengencer

Apabila pengenceran sesuai, depletasi antara 20 – 80 %


PERCOBAAN VII
PEMERIKSAAN KESADAHAN TOTAL DAN
KESADAHAN KALSIUM DENGAN METODE TITRIMETRI

Dasar Teori

Kesadahan disebabkan adanya kandungan kation valensi dua terutama ion-ion Ca2+ dan Mg2+ juga
oleh Mn2+ dan Fe2+ dan semua kation bermuatan dua yang terdapat dalam air. Air sadah mengakibatkan
konsumsi sabun lebih tinggi karena adanya hubungan kimiawi antara ion kesadahan dengan molekul
sabun menyebabkan sifat detergen sabun hilang. Kelebihan ion Ca 2+ serta ion CO32- (salah satu ion
alkalinity) mengakibatkan terbentuknya kerak pada dinding pipa yangdisebabkan oleh endapan kalsium
karbonat (CaCO3). Kerak ini akan mengurangi penampang basah pipa dan menyulitkan pemanasan air
dalam ketel. Kesadahan ternyata membawa dampak negative bagi kesehatan terutama cardiovascular
disease maupun urolithiasis (WHO,1984) pada kosentrasi ± 500 mg/liter.

Ada beberapa kesadahan, antara lain :

1. Kesadahan sementara
a. Disebut kesadahan bikarbonat
b. Jenis kesadahan ini akan terurai bila dipanaskan
c. Contoh :Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2
Pemanasan
Ca(HCO3)2 CaCO3 + H2O + CO2
(Terlarut)
Mg(HCO3)2 Mg(OH)2 + 2CO2
Ditambah kapur tohor/gamping
CaO + H2O Ca(OH)2
Ca(HCO3)2 + Ca(OH)2 2CaCO3 + H2O
Mg(HCO3)2 + Ca(OH)2 Mg(OH)2 + Ca(HCO3)2

2. Kesadahan Tetap
a. Disebut dengan kesadahan non bikarbonat
b. Jenis ini akan stabil pada titik didih air
c. Ditimbulkan oleh adanya ion Ca2+ dan Mg2+ yang berikatan dengan anion selain bikarbonat
(HCO3-)

Misal: CaSO4 , CaCl2, MgSO4 dan MgCl2

Penurunan kesadahan ini dilakukan dengan menambahkan soda abu + gamping

1. CaSO4 + Na2CO3 CaCO3 + Na2SO4


2. CaCl2 + Na2CO3 CaCO3 + 2NaCl
3. MgSO4 + Na2CO3 MgCO3 + Na2SO4
4. MgCO3 + Ca(OH)2 Mg(OH)2 + CaCO3

3. Kesadahan Total

Kesadahan total merupakan gabungan antara kesadahan sementara dan kesadahan tetap.

Dampak negatif air yang mengandung kation kesadahan adalah :

1. Konsumsi sabun meningkat


Karena sabun pada pencucian yang diharapkan bereaksi dengan air malah bereaksi dengan ion
kesadahan (Ca2+ dan Mg2+)
2. Menimbulkan kerak pada ketel atau peralatan dapur lainnya
Pada penggunaan alat dapur yang terbuat dari logam akan menimbulkan kerak.
3. Penggunaan energi menjadi boros
Tidak hemat karena akan membuat air dalam peralatan logam yang digunakan akan menjadi lebih
lama mendidih

Usaha atau upaya untuk mengurangi kandungan kation kesadahan tersebut adalah dengan cara:

1. Pemanasan (untuk kesadahan bikarbonat)


Terbatas untuk kesadahan sementara dan tidak efektif
2. Pengendapan senyawa Ca2+ dan Mg2+
Ion Ca2+ dan Mg2+ mengendap sebagai CaCO3 dan Mg(OH)2 menurut reaksi keseimbangan sebagai
berikut
Mg2+ + 2OH- Mg(OH)2
Ca2+ + CO32- CaCO3
CO32- berasal dari karbondioksida dan bikarbonat (HCO3-) yang telah sesuai reaksi sebagai berikut:
CO2 + OH- HCO3
HCO3- + OH- CaCO3
Sumber OH- adalah Ca(OH)2 dan sumber CO2 adalah Na2CO3
Beberapa karakteristik dari proses pengendapan senyawa Ca 2+ dan Mg2+ adalah sebagai berikut:
a. Reaksi sangat cepat
b. Cara yang dilakukan sederhana dan mudah
c. Efisiensi sangat tinggi
d. Murah
3. Pertukaran ion Ca2+ dan Mg2+ dengan ion Na+ , K+ atau H+ biasanya di bagian instalasi pengolahan air
suatu perusahaan. Karakteristik proses ini adalah :
a. Sangat cepat (20-30 menit)
b. Tidak dapat berlangsung dengan reaksi lain
4. Kontak air dengan butir pasir atau kapur, karakteristiknya sebagai berikut:
a. Reaksi sangat lambat
b. Proses sangat sederhana
c. Efisiensi rendah
d. Biaya tidak mahal

Metode yang digunakan untuk uji kesadahan menggunakan titrasi kompleksiometri dengan EDTA
(Ethylenne Diamin Tetra Acetat) sebagai titran dan menggunakan indikator yang peka terhadap semua
kation tersebut, misalnya indikator EBT dan murekside.

Eriochrom black T adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila berada dalam larutan
yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10 ± 0.1. Molekul EDTA dapat membuat
pasangan kimiawi dengan ion-ion kesadahan dan beberapa ion jenis lainnya. Pasangan tersebut lebih kuat
daripada hubungan antara indikator dengan ion-ion kesadahan. Oleh karena itu pada pH 10 larutan akan
berubah menjadi biru yaitu disaat jumlah molekul EDTA yang ditambahkan sebagai titran sama
(equivalen) dengan jumlah ion kesadahan pada sampel dan molekul indikator terlepas dari ion kesadahan
.

Tujuan :

1. Mahasiswa memahami prosedur dan cara pemeriksaan kualitas kimia air


2. Mahasiswa dapat mempraktekkan pemeriksaan kesadahan pada air
3. Mahasiswa mengetahui besarnya kesadahn pada suatu contoh air
Alat dan Bahan yang Digunakan :

Bahan yang dibutuhkan :

 Indikator Mureksid
 Natrium Klorida (NaCl)
 Indikator Eriochrome Black T (EBT)
 Natrium Hidroksida (NaOH)
 AmoniumKlorida (NH4Cl)
 Amonium Hidroksida (NH4OH) pekat
 Magnesium Etilen diamin tetra asetat (Mg-EDTA)
 Na2EDTA dihidrat
 Magnesium Sulfat Penta Hidrat (MgSO4.7H2O)
 Magnesium klorida heksa hidrat (MgCl2.6H2O)
 Serbuk natrium Sianida (NaCN)
 Natrium Sulfida nonahidrat (Na2S.9H2O)
 Natrium Sulfida Pentahidrat (Na 2S.5H20)
 Kalsium karbonat (CaCO3)
 Asam Klorida (HCl) 1:1

Alat yang digunakan :

1. Erlenmeyer
2. Buret dan Statif
3. Pipet Ukur
4. Pipet Volume
5. Spatula
6. Corong
7. Gelas kimia
8. Bulb
9. Gelas ukur
Pembuatan Larutan pereaksi :

Cara pembuatan Indikator Mureksid

 Timbang 200 mg mureksid dan 100 gr Kristal Natrium Klorida (NaCl),kemudian dicampur
 Gerus campuran tersebut hingga mempunyai ukuran 40 mesh sampai dengan 50 mesh
 Simpan dalam botol yang tertutup rapat

Cara Pembuatan indicator Eriochrome Black T (EBT)

 Timbang 200 mg EBT dan 100 gr Kristal Natrium Klorida (NaCl),kemudian dicampur
 Gerus campuran tersebut hingga mempunyai ukuran 40 mesh sampai dengan 50 mesh
 Simpan dalam botol yang tertutup rapat

Cara pembuatan Natrium Hidroksida (NaOH) 1 N

 Timbang 40 gr NaOH,larutkan dengan 50 ml air suling


 Encerkan dengan air suling hingga volumenya menjadi 1000 ml

Cara Pembuatan Larutan Penyangga pH 10±0,1

Cara 1 :

 Larutkan 16.9 gram Amonium Klorida (NH4Cl) dalam 143 ml Amonium Hidroksida (NH4OH)
pekat
 Tambahkan 1,25 gr Magnesium Etilen Diamin Tetra Asetat (Mg-EDTA)
 Encerkan dengan air suling hingga volumenya menjadi 250 ml

Cara 2 :

 Larutkan 1,179 gr Na2EDTA dihidrat dan 780 mg magnesium sulfat penta hidrat (MgSO 4.7H20)
atau 644 mg magnesium klorida heksa hidrat (MgCl2.6H2O) dalam 50 ml air suling
 Tambahkan larutan tersebut kedalam 16.9 gram NH4CL dan 143 ml NH4OH pekat sambil
dilakukan pengadukan
 Encerkan dengan air suling hingga volumenya menjadi 250 ml
Bahan Pengompleks

Inhibitor 1:

 Atur keasaman contoh uji menjadi pH 6 atau lebih dengan menggunakan larutan penyangga atau
NaOH 0,1 N
 Tambahkan 250 mg serbuk Natrium Sianida (NaCN)
 Tambahkan larutan penyangga secukupnya sampai pH nya 10±01

Inhibitor 2:

 Larutkan 5 gr Natrium Sulfida Nonahidrat (Na 2S.9H20) atau 3,7 gr Na2S.5H2O dalam 100 ml air
suling
 Simpan dalam botol yang tertutup rapat dengan karet. Hindarkan agar tidak kontak dengan udara

Cara pembuatan Mg EDTA (garam magnesium dari asam 1,2-sikloheksandiamin tetra asetat)

 Tambahkan 250 mg Mg-EDTA untuk setiap 100 ml contoh uji, dan kocok hingga larut sempurna
sebelum penambahan larutan penyangga

Cara Pembuatan Larutan Standar Kalsium Karbonat (CaCO3) 0,01 M

 Timbang 1 gr CaCO3 anhidrat,masukkan kedalam labu Erlenmeyer 500 ml


 Larutkan dengan sedikit asam klorida (HCl) 1:1, tambah dengan 200 ml air suling
 Didihkan beberapa menit, untuk menghilangkan CO2 lalu dinginkan
 Setelah dingin, tambahkan beberapa tetes indicator metal merah
 Tambahkan NH4OH 3 N atau HCL 1:1 sampai terbentuk warna orange
 Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 1000 ml, kemudian tepatkan sampai tanda tera

Cara Pembuatan Larutan baku Dinatrium etilen diamin tetra asetat dihidrat (Na 2EDTA.2H20)
C10H14N2Na2O8.2H2O 0,01M

 Larutkan 3,723 gr Na2EDTA dihidrat dengan air suling didalam labu ukur 1000 ml, tepatkan
sampai tanda tera
Standardisasi Larutan Na2EDTA ± 0,01 M

 Pipet 10 ml larutan standar CaCO3 0,01 M, masukan kedalam labu Erlenmeyer 250 ml
 Tambahkan 40 ml air suling dan 1 ml larutan penyangga pH 10±0,1
 Tambahkan seujung spatula 30 mg sampai 50 mg indicator EBT
 Titrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna dari merah keunguan
menjadi biru
 Catat volume larutan Na2EDTA yang digunakan
 Hitung molaritas larutan baku Na2EDTA dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
M CaCO3 x V CaCO3
MEDTA =
VEDTA

Dengan pengertian :
MEDTA = molaritas larutan baku Na2EDTA
VEDTA = volume rata-rata larutan baku Na2EDTA
VCACO3 = volume rata-rata

Prosedur pengujian kesadahan total :


1. Pipet 50 ml contoh uji dan masukan dalam labu Erlenmeyer 250 ml
2. Tambah 1 ml sampai 2 ml larutan penyangga pH 10±0,1
3. Tambahkan seujung spatula kira-kira 30 mg sampai dengan 50 mg indicator EBT,homogenkan
sampai berubah menjadi warna merah keunguan
4. Lakukan titrasi dengan larutan baku Na2EDTA 0,01 M secara perlahan sampai terjadi perubahan
warna merah keunguan menjadi biru
5. Catat Volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan
6. Apabila larutan Na2EDTA yang dibutuhkan untuk titrasi lebih dari 15 ml, encerkan contoh uji
dengan air suling dan ulangi langkah 1-5

Catatan 1 : Proses titrasi dilakukan dalam waktu 5 menit setelah penambahan larutan penyangga pH
10±0,1

Catatan 2 : Apabila tidak terjadi perubahan warna pada titik akhir titrasi yang jelas, biasanya harus
ditambah inhibitor, atau inhibitor telah mengalami kerusakan.

Catatan 3 : Untuk contoh uji dengan kadar kesadahan lebih kecil dari 5 mg/L,gunakan volume contoh
uji yang lebih besar (100 ml sampai dengan 1000 ml). Gunakan larutan penyangga,
indicator dan inhibitor yang proporsional.
Prosedur Pengujian Kalsium :

1. Ambil 50 ml contoh uji, masukan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml

2. Tambahkan 2 ml larutan NaOH 1 N sampai dicapai pH 12 sampai dengan pH 13


3. Apabila contoh uji keruh, tambahkan 1 ml sampai 2 ml larutan NaCN 10%
4. Tambahkan seujung spatula atau setara 30 mg sampai dengan 50 mg indicator
mureksid,homogenkan sampai berubah warna menjadi merah muda
5. Lakukan titrasi dengan larutan baku Na 2EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna merah
muda menjadi ungu
6. Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan
7. Apabila larutan Na2EDTA yang dibutuhkan untuk titrasi lebih dari 15 ml, encerkan contoh uji
dengan air suling

Perhitungan :

1000
1. Kesadahan Total (mg CaCO3/L) = Vcu
x VEDTA(a) x MEDTA x 100
1000
2. Kadar Kalsium (mg Ca/L) = Vcu
x VEDTA(b) x MEDTA x 40
1000
3. Kadar Magnesium (mg Mg/L) = Vcu
x (VEDTA(a)- VEDTA(b) x MEDTA x 24.3

Dengan pengertian :

VCU adalah volume larutan contoh uji (ml)

VEDTA(a) adalah volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kesadahan total (ml)

VEDTA(b) adalah volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kalsium (ml)

MEDTA adalah molaritas larutan baku Na2EDTA untuk titrasi (mmol/ml)


PERCOBAAN VIII

PEMERIKSAAN AMONIAK

Dasar Teori

Amoniak adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas
dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Amonia merupakan senyawa nitrogen yang terpenting
dan paling banyak di produksi. Walaupun Amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi
di bumi, ammonia sendiri adalah senyawa kausatik dan dapat merusak kesehatan.

Amoniak (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion amonium merupakan
bentuk transisi dari amoniak. Selain terdapat dalam bentuk gas, amoniak membentuk kompleks dengan
beberapa ion logam. Amoniak banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia, serta
industri bubur kertas dan kertas. Amoniak bebas tidak dapat terionisasi sedangkan amonium (NH 4+) dapat
terionisasi (Efendy, 2003).

Konsentrasi amoniak yang tinggi pada permukaan air menyebabkan kematian ikan pada perairan
tersebut. Nilai pH sangat mempengaruhi apa jumlah amoniak yang ada akan bersifat racun atau tidak.
Pada kondisi pH rendah akan beracun bila jumlah amoniak banyak, sedangkan pada pH tinggi hanya
dengan jumlah amoniak yang rendah sudah bersifat racun (Jennie, 1993)

Amoniak sangat berperan dalam pencemaran air. Amoniak merupakan salah satu zat beracun serta
bahan organik yang berbahaya. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya kandungan oksigen terlarut
dalam air. Air yang ha,pir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air yang mempunyai nilai
BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni. Tapi kemurnian air diragukan jika nilai BOD nya mencapai 5
ppm atau lebih ( Fardiaz,1992)

BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah oksigen yang diperlukan untuk mikroorganisme untuk
mengoksidasi senyawa kimia. Nilai BOD berguna untuk mengetahui apakah air limbah mengalami
bidegradasi atau tidak. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen dalam proses
oksidasi secara kimia. Nilai COD selalu lebih besar dari BOD karena senyawa kimia lebih mudah
teroksidasi secara kimia daripada secara biologi (Siregar, 2005).

Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-51/MENLH/10/1995


tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri menyatakan bahwa baku mutu limbah cair amoniak
bebas dikatakan normal pada rentang 1-5 mg/L. Selain itu juga dijelaskan beberapa kadar maksimal
aminiak bebas dalam berbagai industri seperti industri penyamakan kulit yaitu 10 mg/L, industri minyak
sawit yaitu 20 mg/L. Industri karet sebesar 10 mg/L, industri pupuk urea sebesar 50 mg/L, indsutri karet
lateks pekat senilai 15 mg/L indsutri karet berbentuk kering 5 mg/L dan industri kayu lapis sebesar 4
mg/L.

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam
amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan
dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah
pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi (Sudjadi & Rohman, 2004). Metode lain yaitu metode nessler. Ion
ammonia (NH4+) memberikan warna coklat kekuningan dengan pereaksi Nessler, dimana intensitas
warna akan berbanding langsung dengan jumlah ammonia yang ada sehingga dapat diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Selain itu juga ammonia dapat diukur dengan metode
fenat. Pada Metode Fenat Pembentukan warna biru indofenol oleh reaksi antara amonia, hipoklorit dan
fenol dengan katalisator garam mangan.(Graves,2002).

Metode standar untuk menentukan amoniak dalam sampel air yakni dengan reaksi klasik indophenol-
blue. Dalam larutan alkalin pH 10,8 – 11,4 amoniak bereaksi secara kuantitatif dengan hipoklorida
membentuk monokloramin. Hasil senyawa bereaksi dengan fenol dalam katalis ion nitroprusida dan
adanya sisa jumlah hipoklorida membentuk indophenol-blue. Besarnya jumlah indophenol blue yang
terbentuk dihitung secara spektofotometri pada panjang gelombang 630 nm (Karlberg, 1989)

Spektofotometer UV visible digunakan untuk mengukur absorbansi pada spektrum daerah UV dan
visible. Instrumen ini merupakan bentuk kolorimeter yang menyediakan cahaya monokromatis. Prisma
akan memecah cahaya menjadi komponen warnanya dan dapat langsung menjadi cahaya monokromatis
dari larutan sampel yang dianalisis. Sorotan cahaya mengandung kekuatan foton. Saat foton mengenai
molekul analit, analit akan terabsorb oleh foton sehingga jumlah foton berkurang (Nair, 2007)

Alat dan Bahan yang digunakan :

Bahan yang dibutuhkan :

 Reagent Nessler
 Ammonium Klorida (NH4Cl)
 Zinc Sulfat (ZnSO4.7H2O)
 Fenol (C6H5OH)
 Natrium Nitroprusida (C5FeN6Na2O)
 TriNatrium Sitrat (C6H5Na3O7)
 Natrium Hipoklorit (NaClO)
 Merkuri (II) Iodida (HgI2)
 Kalium Iodida (KI)
 Natrium Hidroksida(NaOH)
 Merkuri (II) Klorida (HgCl2)
 Kalium Hidroksida (KOH)
 Dinatrium etilen diamin tetra asetat dihidrat (Na 2EDTA.2H20) C10H14N2Na2O8.2H2O
 Larutan K-Na tartrat
 Larutan Standar Ammoniak

Alat yang digunakan :

 Tabung Nessler
 Gelas ukur
 Pipet ukur
 Rak tabung
 Labu ukur
 Gelas kimia
 Bulb
 Spektrofotometer
 Kuvet

Pembuatan Larutan Pereaksi :

Cara Pembuatan larutan Standar Ammoniak 1000 mg/L

 Timbang 3.819 gr Amonium klorida (NH4Cl) lalu encerkan kedalam labu ukur 1000 ml, tepatkan
sampai tanda tera.

Cara Pembuatan larutan Induk Ammoniak 100 mg N/L


 Pipet 10 ml larutan induk amonia 1000 mg N/L dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml
 Tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera dan dihomogenkan
Cara Pembuatan larutan Induk Ammoniak 10 mg N/L
 Pipet 10 ml larutan induk amonia 100 mg N/L dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml
 Tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera dan dihomogenkan

Cara pembuatan larutan Fenol

 Campurkan 11.1 ml fenol yang dicairkan dengan etil alcohol 95 % didalam labu ukur 100 ml,
kemudian tambahkan etil alcohol 95% samapai tanda tera dan homogenkan

Cara pembuatan larutan Natrium Nitroprusida 0.5%

 Larutkan 0.5 gr natrium nitroprusida dalam 100 ml air suling dan homogenkan

Cara pembuatan larutan Alkalin Sitrat

 Larutkan 200 gr Trinatrium sitrat dan 10 gr NaOH, masukkan ke dalam labu ukur 1000 ml,
tepatkan dengan air suling sampai tanda tera dan dihomogenkan.

Cara pembuatan larutan Natrium hipoklorit 5 %


 Larutkan 50 ml Natrium hipoklorit 10% kedalam labu ukur 100 ml,encerkan sampai tanda tera.

Cara pembuatan NaOH 5 M

 Larutkan 200 gr Natrium Hidroksida (NaOH) ke dalam labu ukur 1000 ml, encerkan sampai
tanda tera

Cara pembuatan larutan Reagent Nessler

 Larutkan 10 gram Raksa Iodida anhidrat (HgI2) dan 7 gram Kalium Iodida anhidrat (KI) dalam
sejumlah kecil air
 Tambahkan campuran ini dengan pengadukan yang teratur kedalam larutan dingin 16 gram
NaOH dalam 50 ml air bebas ammonia
 Encerkan sampai 100 ml dan simpan dalam botol gelap

Atau
 Larutkan 50 gr Kalium iodide (KI) dalam 35 ml air suling bebas amoniak
 Buat larutan jenuh Merkuri (II) Klorida (HgCl2) (± 22 gr dalam 350 ml aquadest)
 Teteskan larutan jenuh Merkuri (II) Klorida ini ke dalam larutan KI hingga terjadi endapan
 Tambahkan 500 ml NaOH 5 M, dan encerkan dengan aquadest sampai 1 liter
 Saring dan ambillah larutan yang jernih
 Simpan dalam botol berwarna gelap

Cara pembuatan Larutan Zinc Sulfat

 Larutkan 100 gr ZnSO4.7H2O dan encerkan sampai 1 liter dengan aquadest

Cara pembuatan Reagent EDTA

 Larutkan 50 gr Disodium etilendiamin tetra asetat dihidrat dalam 60 ml air yang mengandung 10
gr NaOH. Jika perlu, gunakan panas yang sedang untuk enyelesaikan proses pelarutan. Dinginkan
sampai suhu kamar dan encerkan sampai 100 ml.

Cara pembuatan garam Rochelle

 Larutkan 50 gr Kalium Natrium Tartrat tetrahidrat, KNaC 4H4O6.4H2O dalam 100 ml air.
Hilangkan ammonia yang biasanya ada dalam garam dengan merebus 30 ml larutan. Setelah itu
dinginkan dan encerkan sampai 100 ml.

Cara pembuatan Larutan kerja amonia


 Pipet 0,0 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; dan 5,0 ml larutan baku amonia 10 mg N/L dan masukkan
masing-masing ke dalam labu ukur 100 ml
 Tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera sehingga diperoleh kadar amonia 0,0 mg N/L;
0,1 mg N/L; 0,2 mg N/L; 0,3 mg N/L; dan 0,5 mg N/L.

Cara pembuatan larutan pengoksidasi

 Campur 100 ml larutan alkalin sitrat dengan 25 ml larutan natrium hipoklorit


Prosedur pengujian menggunakan reagent nessler :

1. Pipet 100 ml sampel ditambah 5 ml K-Na Tartrat dan 1 ml reagent nessler


2. Apabila warna larutan memberikan warna kuning coklat maka amoniak positif
3. Warna tersebut dibandingkan dengan blanko yang dibuat dari aquadest ditambah 5 ml K-Na
tartrat dan 1 ml reagent nessler campur rata
4. Tambahkan larutan standar amoniak hingga warnanya sama dengan sampel
5. Hitung banyaknya standar amoniak yang digunakan

Perhitungan :

Kadar NH4

= 1000 x ml standard amoniak x 0,1

100

= mg/L

Pengujian menggunakan spektrofotometri :

1. Pembuatan kurva kalibrasi


a. Optimalkan alat spektofotometer sesuai dengan petunjuk alat untuk pengujian kadar amoniak.
b. Pipet 25 ml larutan kerja dan masukkan masing-masing ke dalam erlenmeyer
c. Tambahkan 1 ml larutan fenol dan homogenkan
d. Tambahkan 1 ml larutan natrium nitropusit dan dihomogenkan
e. Tambahkan 2,5 ml larutan pengoksidasi dan di homogenkan
f. Tutup erlenmeyer dengan plastik atau parafin film
g. Biarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna
h. Masukkan ke dalam kuvet pada alat spektofotometer, baca dan catat serapannya pada panjang
gelombang 640 nm.
i. Buat kurva kalibrasi dari data “h” diatas dan tentukan persamaan garis lurusnya.
2. Prosedur pengujian
a. Pipet 25 ml contoh uji masukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml.
b. Tambahkan 1 ml larutan fenol dan homogenkan
c. Tambahkan 1 ml larutan natrium nitropusit dan dihomogenkan
d. Tambahkan 2,5 ml larutan pengoksidasi dan di homogenkan
e. Tutup erlenmeyer dengan plastik atau parafin film
f. Biarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna
g. Masukkan ke dalam kuvet pada alat spektofotometer, baca dan catat serapannya pada panjang
gelombang 640 nm

Perhitungan

Kadar Amoniak (mg N/L) = C x fp

Dengan pengertian:

C adalah kadar yang didapat dari hasil pengukuran (Didapat setelah di plot ke kurva kalibrasi)

Fp adalah faktor pengenceran


PERCOBAAN IX

PEMERIKSAAN OKSIGEN TERLARUT

(DISSOLVED OXYGEN)

Dasar Teori

Semua makhluk hidup tergantung oksigen untuk melakukan proses metabolisme dalam
menghasilkan tenaga guna pertumbuhan dan mengembangkan turunan.

Proses aerobik merupakan masalah yang sangat penting, karena membutuhkan oksigen bebas. Orang
sangat tergantung pada kandungan oksigen-oksigen diudara untuk bernafas, bila kekurangan oksigen akan
menyebabkan rasa sesak dan mungkin akan mengakibatkan kematian. Ahli sanitasi disamping
memperhatikan keadaan udara juga keadaan air, karena cairan ini sangat penting. Hampir semua gas larut
dalam air dengan bermacam tingkatan. Tetapi nitrogen dan oksigen merupakan gas yang sukar larut
dalam air, tidak bereaksi dengan air, kelarutannya tergantung tekanan parsialnya. Dapat digunakan rumus
Henry untuk persen kejenuhan pada suhu tertentu. Kelarutan gas nitrogen dan oksigen tergantung pada
perubahan suhu.

Kelarutan oksigen udara ke dalam air tawar antara 14,6 mg pada suhu 0 ºC dan 7,1 mg/l pada 35 ºC
dengan tekanan 1 atm. Karena sukar larut dalam air, kelarutannya sangat dipengaruhi oleh tekanan udara
pada suatu suhu. Karena proses oksidasi biologis bertambah cepat dengan naiknya suhu, kebutuhan
oksigen juga bertambah.

Dengan terbatasnya kelarutan oksigen ini akan membatasi kemampuan pembersihan air alam dan
diperlukan pengolahan air limbah untuk mengurangi bahan yang menyebabkan pencemaran sebelum
dimasukkan kedalam sungai. Dalam pengolahan biologis secara aerob, keterbatasan larutnya oksigen ini
penting sekali karena dapat diatur kecepatan oksigen yang akan diserap oleh media dan juga biaya untuk
aerasi.

Faedah Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut adalah oksigen bebas dan tidak terikat dalam molekul yang berada dalam air.
Sumber-sumber oksigen terlarut adalah adsorbsi udara dan fotosintesa tumbuhan. Oksigen terlarut
berguna bagi respirasi akuatik dan sebagai komponen dekomposisi aerobik. Dalam keadaan normal air
mengandung O2, tetapi kalau tidak dalam keadaan normal kandungan CO2 meningkat. Jika air dalam
keadaan jenuh akan mengandung O2 sebanyak 9,2 mg/L pada suhu 20oC dalam tekanan 1 atm.
Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi berkenaan dengan oksigen terlarut dalam air antara lain:

1. Banyaknya organisme akuatik kemudian akan berlebih respirasi, hal ini disebabkan banyaknya
nutrien-nutrien dalam air.
2. Dekomposisi secara aerobik yang berlebihan, O2 akan menurun atau mendekati 0 karena disana
selalu banyak zat organik, kemudian peristiwa akan berubah menjadi dekomposisi secara anaerobik.
3. Pencemaran, oksigen terlarut dapat digunakan sebagai indikator air limbah, bila kadar oksigen
terlarut menurun maka telah terjadi pencemaran.

Dalam air limbah, oksigen terlarut merupakan faktor yang menentukan proses pengolahan yang
dilakukan oleh jasad renik aerob atau anaerob. Jasad renik yang pertama (aerob) memerlukan oksigen
bebas untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik sehingga diperoleh hasil yang tidak berbahaya.
Sedangkan jasad renik yang kedua (anaerob) akan mereduksi bahan anorganik tertentu misalnya sulfat
dan akan dihasilkan bahan yang amat tidak menyenangkan. Karena kedua jenis jasad renik ini terdapat
dimana saja di alam jadi penting sekali berada pada keadaan yang sesuai. Penentuan oksigen terlarut
digunakan dalam berbagai bidang. Digunakan dalam pengawasan pencemaran sungai karena oksigen ini
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan-ikan dan makhluk air. Harus
diusahakan kadar oksigen terlarut sampai batas tertentu untuk menjaga makhluk hidup dalam air dapat
hidup dengan segar.
Kecepatan oksidasi biologis dapat ditentukan dengan mengukur sisa oksigen terlarut pada selang
waktu yang ditentukan. Semua proses aerob tergantung pada adanya oksigen terlarut. Pengukuran oksigen
dimaksudkan untuk mengukur kecepatan aerasi, sehingga dapat dicegah pemberian udara yang
berlebihan. Oksigen merupakan petunjuk terjadinya korosi pada besi dan baja, terutama pada jaringan
pembagi air dan pembawa uap dari ketel uap. Untuk air pengumpan ketel uap, oksigen dapat dihilangkan
secara fisika maupun kimia. Penentuan kadar oksigen dipergunakan untuk mengawasi proses
pembersihan.

Pengambilan contoh air untuk penentuan oksigen terlarut


Cara pengambilan contoh air untuk penentuan oksigen terlarut memerlukan cara sendiri. Kadar
oksigen ini biasanya lebih rendah daripada kadar jenuhnya, sehingga kalau ada tekanan udara akan
menimbulkan kesalahan. Semua alat yang dipergunakan harus diusahakan tidak boleh berhubungan
dengan udara luar selama pengisian. Penentuan oksigen ini tidak dapat ditunda, harus dilakukan di
lapangan. Kadar oksigen ini akan berubah karena kegiatan biologis sehingga perlu pemantapan pada saat
air tersebut dikumpulkan. Biasanya dengan penambahan pereaksi di lapangan, kemudian penentuannya
dilanjutkan di laboratorium. Dengan cara ini hasilnya lebih rendah untuk air dengan angka yodium tinggi,
oleh karena itu lebih baik mengawetkannya dengan penambahan 0,7 ml asam sulfat pekat dan 200 mg
Natrium Azida. Kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi O2 lalu disimpan di tempat gelap dan didinginkan
sebelum dilakukan analisa lengkap. Dengan cara ini kegiatan jasad renik dihambat dan titrasinya dapat
ditunda sampai 6 jam.
Dalam pemeriksaan oksigen terlarut dalam air mempunyai prinsip:
1. Oksigen akan mengoksidasi MnSO4 dalam keadaan alkalis sehingga akan terjadi endapan MnO2
2. Dengan penambahan H2SO4 dan KI akan membebaskan iodin yang equivalen dengan oksigen
terlarut
3. Iodin yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat dengan indikator kanji
4. Reaksi:
MnSO4 + 2KOH Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + ½ O2 MnO2 + H2O
MnO2 + KI + 2H2O Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + Kanji Biru
I2 + 2S2O32- S4O6- + 2 I-

Alat dan Bahan yang digunakan :

Bahan yang dibutuhkan :

 Air suling
 Mangan Sulfat (MnSO4.2H2O)
 Kalium Hidroksida (KOH)
 Kalium Iodida (KI)
 Amilum (Starch Soluble)
 Natrium Azida (NaN3)
 Asam Sulfat (H2SO4) pekat
 Natrium Hidroksida (NaOH)
 Natrium Thiosulfat (Na2S2O3.5H2O)
 Kalium Dikromat (K2Cr2O7)

Alat yang digunakan:

 Buret 50 ml dan statif


 Labu erlenmeyer
 Pipet tetes
 Botol Winkler
 Pipet ukur
 Pipet ukur
 Pipet filler

Pembuatan Larutan Pereaksi :

Cara pembuatan Larutan Mangan Sulfat

 Larutkan 400 gr MnSO4.2H2O atau 364 gr MnSO4.H20 di dalam labu ukur 1000 ml tepatkan
sampai tanda tera.

Cara pembuatan Alkali Iodida Azida

 Larutkan 70 gr KOH atau 50 gr NaOH dan 15 gr KI dengan air suling lalu tambahkan 1 gr NaN3,
lalu encerkan dalam labu ukur 100 ml hingga tepat tanda tera.

Cara pembuatan Larutan kanji

 Larutkan 2 gr amilum dlam 100 ml air suling yang mendidih. Bila larutan menjadi keruh harus
segera dibuat yang baru

Cara pembuatan Natrium Thiosulfat 0.025 N

 Larutkan 6.205 gr Na2S2O3.5H2O dengan air sulinRRg dalam labu takar sampai 1 liter,
tambahkan 0.25 gram NaOH untuk pengawet.

Cara pembuatan Larutan Kalium Dikromat 0.025 N

 Larutkan 1.225 gr K2Cr2O7 (yang telah dikeringkan pada suhu 105⁰C selama 2 jam) dengan air
suling dalam labu ukr 1000 ml sampai tanda tera.

Standardisasi Larutan Natrium Thiosulfat dengan Kalium Dikromat 0.025 N

1. Masukan 80 ml air suling dalam Erlenmeyer 250 ml, tambahkan saambil diaduk 1 ml H2SO4
pekat, 10 ml larutan K2Cr2O7 0.025 N dan 1 gr KI
2. Aduklah larutan dan simpan ditempat gelap selama 6 menit sambil ditutup
3. Selanjutnya lakukan titrasi dengan larutan Na 2S2O3 sampai timbul warna kuning
4. Tambahkan 1-2 ml larutan kanji, lakukan titrasi sampai warna biru tepat hilang
5. Catat Volume larutan Na2S2O3 pada saat titik akhir titrasi telah tercapai
6. Hitung Normalitas larutan Na2S2O3 dengan rumus :
Ndikromat x Vdikromat
NThiosulfat =
VThiosulfat

Prosedur pengujian :

1. Siapkan botol winkler 250 ml


2. Masukkan sampel ke dalam botol winkler sampai meluap dengan menghindari timbulnya
gelembung udara dalam botol, lalu ditutup rapat
3. Tambahkan 1 ml larutan MnSO4 dan 1 ml larutan alkali iodide azida dengan ujung pipet tepat
diatas menempel dengan permukaan larutan sampel
4. Tutup segera botol winkler dan kocoklah botol hingga larutan homogen agar terbentuk gumpalan
sempurna
5. Biarkan gumpalan mengendap selama 10 menit
6. Tambahkan kembali 1 ml H2SO4 pekat, tutup dan kocoklah kembali botol hingga larutan
homogen hingga endapan larut sempurna
7. Pipet 50 ml larutan sampel yang telah jernih dan masukkan dalam Erlenmeyer 250 ml
8. Lakukan titrasi dengan larutan Na2S2O3 sehingga terjadi warna coklat muda
9. Tambahkan 1-2 ml indicator amilum sehingga timbul warna biru, lanjutkan titrasi sampai warna
biru tepat hilang
10. Catat volume larutan Na2S2O3 pada saat titik akhir titrasi telah tercapai

Perhitungan :
Oksigen Terlarut (mg/L) = (VNa2S2O3 x NNa2S2O3 x 8000 x F ) / 50
Dimana F adalah factor koreksi volume
F = Vbotol/(Vbotol-VMnSO4-Vazida) = 250/(250-1-1) = 1.008
PERCOBAAN X

PEMERIKSAAN KHLORIN

Dasar Teori

Khlorin adalah unsur yang umum di Bumi, tetapi tidak ditemukan secara alami dalam keadaan murni
karena sangat reaktif dan cenderung membentuk senyawa dengan unsur-unsur lainnya. Pada suhu kamar
dan tekanan normal, klorin adalah gas kuning-hijau yang lebih berat dari udara. Klorin digunakan dalam
industri untuk memproduksi plastik, insektisida, dan obat-obatan, untuk membersihkan air untuk minum
dan kolam renang serta sebagai agen pemutih dalam industri kertas.

Khlorin adalah salah satu dari sekelompok unsur yang berbagi sifat kimia yang mirip dikenal sebagai
halogen, dengan anggota lain yang fluor, brom, yodium dan astatine. Gas larut dalam air, membentuk
campuran hipoklorit dan asam klorida, dan klorin bebas.

Unsur klorin diproduksi dalam industri terutama oleh elektrolisis larutan garam (Natrium Klorida).
Proses membagi garam ke dalam unsur-unsurnya, dengan natrium bergabung dengan air untuk
membentuk Natrium hidroksida dan klorin diproduksi sebagai gas. Ada beberapa cara sederhana
menghasilkan unsur di laboratorium misalnya oleh aksi asam sodium atau kalsium hipoklorit, atau dengan
mencampur asam klorida dan kalium permanganat.

Sifat pengoksidasi unsur ini membuatnya sangat efektif dalam membunuh mikroorganisme
berbahaya. Lebih dari 25.000 orang di seluruh dunia meninggal setiap hari akibat penyakit yang
ditularkan melalui air, seperti kolera dan tipus. Klorinasi air adalah salah satu yang paling banyak
digunakan pengamanan untuk pasokan air minum. Klorin dapat ditambahkan ke air sebagai gas atau
dalam bentuk senyawa hipoklorit, yang mungkin padat atau dalam larutan cair. Hipoklorit melepaskan
sejumlah kecil unsur ke dalam air.

Konsentrasi yang sangat rendah klorin yang cukup untuk membunuh sebagian besar organisme
penyebab penyakit. Meskipun biasanya ditambahkan pada instalasi pengolahan air, jumlah yang sangat
kecil yang diizinkan untuk tetap berada dalam air dalam kasus itu menjadi terkontaminasi dalam
perjalanannya ke rumah. Beberapa kekhawatiran telah diungkapkan tentang efek kesehatan yang mungkin
dari unsur ini dan produk sampingan dalam air minum, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa itu
berbahaya
Klorin dalam air keran dapat membahayakan ikan dan beberapa tanaman hias, tetapi dapat
dihilangkan dengan air mendidih selama beberapa menit atau dengan menempelkan filter kepada keran.
Cara lain adalah dengan menambahkan tablet deklorinasinya. Hal ini membuat air dapat diminum, tetapi
sangat cocok untuk mengisi tangki ikan.Unsur ini juga digunakan untuk hama kolam renang, karena air
tidak untuk minum, jumlah yang lebih besar dapat digunakan dan bau mungkin cukup terasa.

Gas klorin dapat mempengaruhi kesehatan, tergantung pada tingkat dan durasi paparan. Klorin
bersifat korosif dan mengiritasi pada mata, kulit, dan saluran pernapasan. Paparan konsentrasi rendah
dapat menyebabkan sakit tenggorokan, mata dan kulit iritasi, dan batuk. Pada konsentrasi yang lebih
tinggi, gas dapat menyebabkan penyempitan bronkus, membakar mata, dan warna biru pada kulit. Hal ini
juga dapat menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru dan sakit di dada.

Paparan konsentrasi tinggi gas dapat cepat fatal, itu digunakan sebagai senjata kimia selama Perang
Dunia Itapi tidak mungkin dalam situasi sehari-hari. Bagaimanapun dalam kehidupan rumah tangga
digunakan sebagai pemutih bisa akan berbahaya jika salah penanganan. Hal ini dapat melepaskan
sejumlah besar gas saat kontak dengan asam, dan bergabung dengan produk yang mengandung amonia
untuk membentuk chloramine beracun.

Konsentrasi 250 mg/L unsur klorin dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang dapat
mengakibatkan timbulnya rasa asin. Konsentrasi klorin air meningkat tiba-tiba dengan adanya kontak
dengan air bekas. Kemampuan melarutkan pada air adalah untuk melarutkan klorin dari humus dan
lapisan-lapisan yang lebih dalam.

Klorin dalam konsentrasi yang layak adalah tidak berbahaya bagi manusia. Us Public Health Service
menyatakan bahwa klorin hendaknya pada batas 250 mg/L dalam air yang akan dikonsumsi. Sedangkan
menurut Permenkes No. 416 Th. 1990 batas minimum yaitu 0,2-0,5 mg/L untuk standar klorin dalam air.

Klorin dalam jumlah kecil dibutuhkanuntuk disinfectant. Unsur ini apabila berkaitan dengan ion Na +
dapat menyebabkan masalah dan dapat merusak pipa air. Konsentrasi maksimal klorin dalam air yang
ditetapkan sebagai standard Dep. Kes RI adalah 200 mg/L dan 600 mg/L sebagai konsentrasi maksimal
yang diperbolehkan.
Beberapa istilah yang sering digunakan berkaitan dengan klorinasi yaitu :

1. Klorinasi Sederhana (Plan Chlorination)

Klorinasi sederhana ini biasanya dilakukan pada air baku dalam tangki bak untuk menahan
pertumbuhan rumput, bahan-bahan organic dan algae. Klorinasi sederhana dapat menghilangkan bau,
warna dan bakteri.

2. Klorinasi Pendahuluan (Pre-Chlorination)

Klorinasi pendahuluan biasanya dilakukan pada saat sebelum filtrasi. Klorinasi pendahuluan
bertujuan untuk mengurangi bau, rasa, petumbuhan algae dan organism lainnya. Dosis normal
bervariasi dari 5 - 10 ppm dengan residu chlor 0,1 – 0,5 ppm.

3. Klorinasi Lampiran (Post-Chlorination)

Klorinasi ini dilakukan pemberian klorin setelah melalui proses pengolahan. Klorinasi ini diberikan
dengan suatu alat khusus, biasanya berupa dasing pulp maupun chlorinator lain sehingga akan
diperoleh dosis yang tepat.

4. Klorinasi Berlebih (Super Chlorination)

Klorinasi ini biasanya dilakukan khusus epidemic disuatu daerah kota. Klorinasi ini dilakuakn secara
berlebih sehingga mendapatkan sisa chlor sebesar 0,5 – 0,7 ppm. Klorinasi ini dilakukan sebelum
proses filtrasi jika air baku mengandung sejumlah besar kotoran (mikroorganisme, bahan-bahan
organic lainnya) serta kekeruhan yang tinggi.

Alat dan Bahan yang digunakan :

Bahan yang dibutuhkan :

 Reagen Chlorin
 Sampel air
Alat yang digunakan :

 Water test kit


 Lempeng chlorine color disk

Prosedur Pengujian :

1. Bersihkan tabung sebelum melakukan pengujian, untuk mendapatkan hasil yang optimal.
2. Letakkan lempeng chlorine color disc ke dalam komparator
3. Isi tabung blanko dengan aquadest sebanyak 5 ml. Tempatkan tabung tersebut ke dalam
komparator bagian sebelah kiri atas
4. Isi tabung sampel dengan 5 ml sampel, lalu masukkan ke dalam komparator bagian sebelah kanan
atas
5. Tambahkan satu sachet reagen DPD Total Chlorine powder ke dalam tabung sampel sebelah
kanan atas, homogenkan dengan membolak-balikkan selama ± 3 menit
6. Bandingkan warna sampel yang terjadi dengan cara memutar lempeng chlorine color disc. Baca
hasil total Klor (mg/liter) pada jendela bagian tengah bawah.
PERCOBAAN XI
PEMERIKSAAN ZAT ORGANIK (PERMANGANAT)
SECARA TITRIMETRI

Dasar Teori
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau,
sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi,
badai, gempa bumi juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap
sebagai pencemaran. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Meningkatnya kandungan nutrient dapat mengarah pada eutrofikasi.
Dari sudut pandang biologi, air memiliki sifat-sifat yang penting untuk adanya kehidupan. Air dapat
memunculkan reaksi yang dapat membuat senyawa organic untuk melakukan replikasi.
Adanya zat organic dalam air menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar oleh kotoran manusia,
hewan, atau oleh sumber lain. Makin tinggi kandungan zat organic di dalam air, maka semakin jelas
bahwa air tersebut telah tercemar.
Zat organic yang dimaksud adalah zat organik dalam bentuk ikatan sederhana (zat organic yang
mudah membusuk). Zat organic dapat bersumber dari :
a. Alam, yaitu minyak tumbuh-tumbuhan, serat-serat, lemak hewan, alcohol, selulose, gula, pati.
b. Sintesa, yaitu berbagai persenyawaan dan buah-buahan yang dihasilkan dari proses pabrik (khusus
pabrik makanan).
c. Proses fermentasi yang menghasilkan alcohol, aseton, gliserol, antibiotika bermacam-macam asam
yang berasal dari kegiatan mikroba yang menggunakan bahan-bahan organic.
Adanya zat organic dalam air, dapat menimbulkan akibat bagi masyarakat yakni sebagai berikut:
a. Badan air dengan bau menyengat menyebabkan orang ragu menggunakannya sehingga akan
menggunakan sumber air lain yang belum jelas kualitasnya
b. Dapat menimbulkan rasa dan warna pada air sehingga air tidak memenuhi syarat air bersih dan sehat
c. Dapat menimbulkan gangguan pada bagian pencernaan, seperti sakit perut, terasa mual, mules dan
ingin muntah. Adanya penyebab rasa mual dan ingin muntah erat kaitannya dengan terjadinya
perubahan fisik, erutama dengan adanya perubahan warna, timbul baud an air menjadi keruh.
Zat organic dalam air ditetapkan sebagai angka permanganat melalui metode permanganometri.
Angka permanganate (KMnO4 Value) didefinisikan sebagai jumlah mg KMnO 4 yang diperlukan untuk
mengoksidasi zat organic yang terdapat dalam satu liter contoh air.
Proses oksidasi untuk penetapan nilai kalium permanganate dapat dilakukan dalam kondisi asam atau
kondisi basa, akan tetapi oksidasi dalam kondisi asam adalah lebih kuat, dengan demikian ion-ion klorida
yang terdapat pada contoh air akan ikut teroksidasi. Oleh karena itu oksidasi kalium permanganate dalam
kondisi basa dianjurkan untuk pemeriksaan contoh air yang mengandung kadar klorida lebih dari 300
mg/L. Zat-zat organic lain yang dapat mengganggu penetapan nilai kalium permanganate adalah ion-ion
reduktor seperti ferro, sulfide dan nitrit.
Gangguan dari reduktor bila terdapat dalam contoh air dapat dicegah dengan penambahan beberapa
tetes larutan KMnO4,sebelum dianalisis sulfide-sulfida dapat dihilangkan dengan mendidihkan contoh
setelah ditambah beberapa tetes H2SO4 sehingga terdapat bau H2S. Bila terdapat nitrit dpaat dikoreksi
dengan analisis blanko.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri antara lain terletak pada :
1. Larutan peniter KMnO4 pada buret
Apabila percobaan dilakukan pada waktu yang lama, larutan KMnO 4 pada buret yang terkena sinar
akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat
coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
2. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yangtelah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
3. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yangtelah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian
terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2 ↑
H2O2 H2O + O2 ↑

Kalium permanganate merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat. Pereaksi ini dapat dipakai
tanpa penambahan indicator, karena mampu bertindak sebagai indicator. Oleh karena itu pada larutan
tidak ditambahkan indicator apapun dan langsung ditambahkan dengan larutan asam oksalat yang
merupakan standar yang baik untuk standarisasi permanganate dalam suasana asam. Larutan ini mudah
diperoleh dengan derajat kemurnian yang tinggi. Reaksi ini berjalan lambat pada temperature kamar dan
biasanya diperlukan pemanasan hingga 60ºC.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor: 416/MenKes/Per/IX/1990 tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air menyatakan bahwa untuk parameter zat organic (KMnO 4),
kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 10 mg/L.
Tujuan Praktikum :

1. Mahasiswa memahami prosedur dan cara pemeriksaan kualitas kimia air


2. Mahasiswa dapat mempraktekkan pemeriksaan Zat Organik pada air
3. Mahasiswa mengetahui besarnya kandungan Zat Organik pada suatu contoh air

Alat dan Bahan yang digunakan :

Alat yang digunakan :

 Buret dan Statif


 Labu Erlenmeyer 250 ml
 Pipet ukur 10 ml
 Pipet tetes
 Gelas ukur 100 ml
 Gelas kimia
 Bulb
 Hot Plate
 Corong
 Stopwatch

Bahan yang dibutuhkan:

 Air Suling
 Asam Sulfat (H2SO4) pekat
 Asam Sulfat (H2SO4) 8N yang bebas organic
 Kalium permanganate (KMnO4) 0,01 N
 Asam Oksalat 0,01 N
 Natrium Oksalat
 Sampel yang diuji
Pembuatan Larutan Pereaksi :

Cara membuat Asam Sulfat 8N yang bebas Organik

 Pipet 222 ml asam sulfat pekat sedikit demi sedikit kedalam 500 ml air suling dalam gelas piala
sambil didinginkan dan encerkan sampai 1000 ml dalam labu ukur 1000 ml
 Pindahkan dalam gelas piala dan tetesi dengan larutan KMnO4 sampai berwarna merah muda
 Panaskan pada temperature 80⁰C selama 10 menit, bila warna merah hilang selama pemanasan
tambah kembali laruta KMnO4 0,01 N sampai warna merah muda stabil

Cara membuat Kalium Permanganat 0,1 N

 Larutkan 3,16 gram KMnO 4 dengan air suling sampai volume 1000 ml dengan labu ukur 1000
ml.
 Simpan dalam tempat gelap selama 24 jam sebelum digunakan.

Cara membuat Kalium Permanganat 0,01 N

 Pipet 10 ml KMnO4 0,1 N kemudian masukan kedalam labu ukur 100 ml, tepatkan dengan air
suling sampai tanda tera.

Cara membuat Asam Oksalat 0,1 N

 Larutakan 6.302 gram asam oksalat (COOH)2.2H2O kedalam labu ukur 1000 ml,tepatkan dengan
air suling sampai tanda tera
 Atau Larutkan 6.7 gram Natrium oksalat (COONa)2.2H2O dalam 25 ml H2SO4 6 N, dinginkan
dan encerkan sampai 1000 ml dalam labu ukur.

Cara membuat Asam Oksalat 0,01 N

 Pipet 10 ml Asam Oksalat (COOH)2.2H2O 0,1 N kemudian masukan kedalam labu ukur 100 ml,
tepatkan dengan air suling sampai tanda tera.

Pembakuan larutan Kalium Permanganat 0,01 N

1. Pipet 100 ml air suling dan dimasukan kedalam Erlenmeyer, panaskan hingga 70⁰C
2. Tambahkan 5 ml asam sulfat 8 N yang bebas organic
3. Tambahan 10 ml larutan baku asam oksalat 0,01 N
4. Titrasi dengan larutan kalium permanganate 0,01 N sampai warna merah muda dan catat volume
pemakaian
5. Hitung normalitas larutan baku KMnO4 dengan menggunakan rumus :
V1 X N1
N2 =
V2

Dengan pengertian :
V1 adalah jumlah ml larutan baku asam oksalat
N1 adalah normalitas larutan baku asam oksalat yang digunakan untuk titrasi
V2 adalah jumlah ml larutan baku kalium permanganate
N2 adalah normalitas larutan baku kalium permanganate yang dicari

Prosedur pengujian

A. Pembebasan Labu Erlenmeyer


1. Pipet 100 ml aquadest lalu masukan ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 2-3 butir batu didih
2. Tambahkan 10 ml H2SO4 Pekat ke dalam Erlenmeyer
3. Tambahkan 1-2 ml KMnO4 0,01 N
4. Panaskan diatas pemanas listrik,tunggu hingga mendidih, lalu tambahkan 10 ml KMnO 4 0,01 N,
lanjutkan pendidihan selama 10 menit
5. Jika selama pendidihan warna merah hilang/lenyap tambahkan lagi KMnO4 0,01 N sampai warna
merah muda stabil
6. Setelah 10 menit, angkat lalu buang larutan perlahan-lahan tetapi batu didih tidak ikut dibuang.

B. Pemeriksaan Sampel
1. Pipet 100 ml contoh uji masukan ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 3 butir batu didih
2. Tambahkan KMnO4 0,01 N beberapa tetes ke dalam contoh uji hingga terjadi warna merah muda
3. Tambahkan 5 ml asam sulfat 8 N bebas zat organic
4. Panaskan diatas pemanas listrik pada suhu 105⁰C, bila terdapat bau H2S pendidihan diteruskan
beberapa menit
5. Pipet 10 ml larutan baku KMnO4 0,01 N
6. Panaskan hingga mendidih selama 10 menit
7. Pipet 10 ml larutan baku asam oksalat 0,01 N
8. Titrasi dengan kalium permanganate 0,01 N hingga warna merah muda
9. Catat volume pemakaian KMnO4
Perhitungan
((10+a)b-(10xc))x31.6 x 1000
KMnO4 mg/L = d
xf

Dengan Pengertian :
a adalah Volume KMnO4 0,01 N yang dibutuhkan untuk titrasi
b adalah Normalitas KMnO4 yang sebenarnya
c adalah Normalitas asam oksalat
d adalah Volume contoh
f adalah factor pengenceran contoh uji
PERCOBAAN XII

PEMERIKSAAN NITRIT

Dasar Teori

Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan Nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat
dengan gas nitrogen (denitrifikasi), oleh karena itu nitrir bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen.
Kandungan nitrit pada perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/L. Kadar nitrit yang lebih dari
0,06 mg/L adalah bersifat toksik bagi organisme perairan. Keberadaan nitrit menggambarkan
berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organic yang memiliki kadar oksigen terlarut yang
rendah. Nitrit yang dijumpai pada air minum dapat berasal dari bahan inhibitor korosi yang dipakai di
pabrik yang mendapatkan air dari system distribusi PDAM.

Nitrit juga bersifat racun karena dapat bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, sehingga darah
tidak dapat mengangkut oksigen, disamping itu juga nitrit membentuk nitrosamine (RRN-NO) pada air
buangan tertentu dan dapat menimbulkan kanker. Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik
alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan
sampah yang mengandung nitrogen organic, pertama-pertama menjadi ammonia kemudian dioksidasikan
menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat
adalah senyawa yang paling sering ditemukan didalam air bawah tanah maupun air yang terdapat
dipermukaan.

Bahan makanan yang tercemar oleh nitrit maupun bahan makanan yang diawetkan menggunakan
nitrat dan nitrit dapat menyebabkan methemoglobinemia simptomatik pada anak-anak. Walaupun sayuran
jarang menjadi sumber keracunan akut, mereka memberi kontribusi > 70% nitrat dalam diet manusia.
Kembang kol, bayam, brokoli, dan umbi-umbian memiliki kandungan nitrat alami lebih banyak dari
sayuran lainnya. Sisanya berasal dari air minum (± 21%) dan dari daging atau produk olahan daging (6%)
yang sering memakai natrium nitrat (NaNO3) sebagai pengawet atau pewarna makanan.

Kelebihan kadar NO2 dapar dikurangi ataupun dapat dihilangkan dengan cara :

1. Pemberian Aerasi
Aerasi adalah suatu teknik memancarkan air ke udara agar air terkena kontak dengan udara /
oksigen. Semakin banyak permukaan air yang terkena oksigen maka semakin baik.
2. Proses Presipitasi
Biasanya dilakukan untuk menghilangkan logam-logam berat, nutrient serta anorganik yang
terlarut dalam limbah cair. Caranya : pH limbah awal biasanya sekitar 8-9, dinaikkan dengan
menambahkan basa hingga mencapai 11 satuan pH hingga terbentuk endapan. Sebelum dilakukan
percobaan sebaiknya dilakukan trial untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimal. Juga perlu
dicarikan kombinasi zat pengemban koagulasi, sehingga proses pengendapannya bisa lebih sempurna
hingga terjadi coo-presipitasi.
3. Chlorinasi dengan aerasi
Biasanya dilakukan penambahan Calsium Hypo Chloride disertai dengan aerasi, disamping
terjadi pergeseran keseimbangan ammonia di dalam limbah juga terjadi proses desinfeksi. Calsium
Hypo Cloride adalah oksidator kuat yang akan menghancurkan reduktor-reduktor dari zat-zat organic
termasuk amoniak dan nitrit, juga akan membunuh bakteri-bakteri pathogen yang ada dalam air.
Penggunaan teknik ini harus hati-hati dan menggunakan alat PPE (Personal Protective Equipment)
yang memadai seperti respirator dan sarung tangan polyetilene. Gas klor akan sangat berbahaya jika
terhirup oleh pernapasan dan akan merusak alveoli paru-paru.
4. Unit Lumpur Aktif dengan system aerasi
Menggunakan mikroba yang telah terseleksi yang cocok dengan kontaminan limbah yang ada,
yang dikembangkan dari limbah itu sendiri. Diberi aerasi menggunakan blower dari udara dialirkan
melalui diffuser agar distribusi oksigen lebih merata atau dengan menggunakan turbo jet aerator/
surface aerator/ MTO2 (poros baling-baling berputar yang menghasilkan gerakan turbulensi yang
pada akhirnya menghasilkan gelembung-gelembung halus yang meningkatkan kadar oksigen terlarut
di semua bagian kolam aerasi. Kandungan oksigen terlarut minimal 2 ppm (kebutuhan minimal agar
bakteri / mikroorganisme bisa hidup). Prinsipnya, dengan adanya udara (oksigen) bakteri aerobic
akan memakan zat-zat organic dalam air, selanjutnya bakteri tersebut berkembang biak.
5. Cara lain yaitu : penguapan, reaksi kimia dengan oksigen dan penggantian air.

Berdasarkan permenkes No.416/MENKES/PER/IX/1990 kadar maksimum nitrit dalam air minum


dan air bersih adalah 1 mg/L. Selain itu ada beberapa peraturan yang mengatur baku mutu untuk nitrit
yaitu :
1. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kadar
maksimum yang diperbolehkan untuk nitrat dan nitrit dibagi menjadi 4 kelas. Nitrat untuk kelas 1 – 2
kadar maksimumnya 10 mg/L sedangkan untuk kelas 3 – 4 kadar maksimumnya 20 mg/L. Nitrit
untuk kelas 1 – 3 kadar maksimumnya 0,06 mg/L sedangkan untuk kelas 4 tidak dipersyaratkan.
2. Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Kadar maksimum yang diperbolehkan
untuk Nitrat (Sebagai NO3- -N) adalah 0,008 mg/L.
Metode Analisa Nitrit (NO2) terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Metode Nessler
Kadar nitrit dapat diukur menggunakan metode Nessler kualitatif dan kuantitatif. Dimana
metode Nessler kualitatif yaitu dengan cara menggunakan asam sulfonil dan Napthyl amine. Dimana
warna sampel dibandingkan dengan warna larutan standart atau larutan stock nitrit. Warna sampel
yang paling mendekati warna larutan stock nitrit itulah yang paling tinggi kadar nitritnya.
Kelebihan Metode Nessler adalah dimana waktu dalam pengerjaannya lebih singkat karena
hanya membandingkan warna sampel dengan warna larutan stock (NH4+) sedangkan kelemahannya
adalah hasil yang diperoleh tidak akurat karena hanya mengira-ngira saja atau dengan kata lain
hasilnya tidak pasti.

2. Metode Spektrofotometri
Metode Nessler secara kuantitatif yaitu dapat diukur dengan menggunakan alat
Spektrofotometri UV-Visible. Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energy
cahaya oleh suatu system kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Spektrofotometri
UV-Vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200 – 350 nm) dan sinar tampak
(350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan senyawa UV atau VIS (Cahaya tampak) mengakibatkan
transisi elektronik, yaitu promosi electron-elektron dari orbital dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer
(Rohman,2007).
Kelebihannya adalah hasil yang diperoleh lebih akurat karena dilakukan dua kali pengerjaan
dimana, pertama dilakukan penambahan sulfonil ke dalam sampel dicampurkan dengan napthyl
amine maka akan terbentuk warna lembayung, dan warna inilah yang diukur spectrophotometer pada
panjang gelombang 543 nm. Setelah itu dapat dihitung dengan deret standart yang telah diketahui
kadarnya dan dapat dihitung secara regresi linier. Kelemahannya dalam pengerjaannya lebih lama
daripada metode nessler secara kualitatif karena pengujian pada metode nessler secara kuantitatif dua
kali pengerjaan.
Alat dan Bahan yang diperlukan :

Alat yang digunakan :

 Tabung Nessler
 Rak tabung
 Gelas ukur
 Pipet ukur
 Labu ukur
 Gelas kimia
 Neraca analitik
 Bulb
 Erlenmeyer
 Spektrofotometer
 Kuvet

Bahan yang dibutuhkan :

 Reagent Nitrit
 Larutan Standar Nitrit
 Natrium Nitrit (NaNO2)
 Larutan Sulfanilamida, (H2NC6H4SO2NH2)
 Asam Klorida (HCl) pekat
 Asam Sulfat (H2SO4) pekat
 Larutan N-(1-Naphthyl)-Ethylene dianmine dihydrochloride (NED Dihidroklorida)
 Natrium Oksalat (Na2C2O4) 0.05 N
 Ferro Ammonium Sulfat (Fe(NH 4)2(SO4)2.6H2O 0.05 N
 Kalium Permanganat (KMnO4) 0.05 N

Pembuatan Larutan Pereaksi :

Cara Pembuatan larutan Induk Nitrit 250 mg/L NO2-N

 Timbang 1.232 gr NaNO2 lalu encerkan kedalam labu ukur 1000 ml, tepatkan sampai tanda tera.
Cara pembuatan larutan baku nitrit 50 mg/L NO2-N

 Pipet 200 ml larutan Induk Nitrit 250 mg/L lalu encerkan kedalam labu ukur 1000 ml, tepatkan
sampai tanda tera

Cara pembuatan larutan baku nitrit 0,5 mg/L NO2-N

 Pipet 10 ml larutan baku nitrit 50 mg/ L lalu encerkan kedalam labu ukur 1000 ml, tepatkan
sampai tanda tera.

Cara Pembuatan larutan kerja nitrit, NO2-N

 Pipet 0,0 ml; 1,0 ml; 2,0 ml; 5,0 ml; 10,0 ml; 15,0 ml; dan 20,0 ml larutan baku nitrit (0,5 mg/L)
masing-masing kedalam labu ukur 50 ml
 Tambahkan air suling kedalam labu ukur sampai tanda tera sehinga diperoleh kadar nitrit, NO 2-N
0,00 mg/L; 0,01 mg/L; 0,02 mg/L; 0,05 mg/L; 0,10 mg/L; 0,15 mg/L dan 0,20 mg/L.

Cara pembuatan larutan sulfanilamide (H 2NC6H4SO2NH2)

 Larutkan 5 gram sulfanilamide dalam campuran 300 ml air suling dan 50 ml HCl pekat. Encerkan
dengan air suling sampai 500 ml

Cara pembuatan larutan (NED Dihidroklorida)

 Larutkan 500 mg N-(1-Naphthyl)-Ethylene dianmine dihydrochloride (NED Dihidroklorida)


dalam 500 ml air suling. Simpan dalam botol gelap. Ganti setiap bulan atau bila berwarna coklat

Cara pembuatan Natrium Oksalat, (Na 2C2O4) 0.05 N

 Larutkan 3.350 gr Na2C2O4 dalam air suling dan tepatkan sampai 1000 ml.

Cara Pembuatan ferro Ammonium sulfat (FAS) 0.05 N

 Larutkan 19.607 gr (Fe(NH 4)2(SO4)2.6H2O dalam air suling, tambahkan 20 ml H2SO4 pekat dan
tepatkan sampai 1000 ml

Cara pembuatan larutan Kalium permanganate, KMnO4 0.05 N

 Larutkan 1.6 gr KMnO4 dalam 1000 ml air suling. Biarkan sedikitnya selama 1 minggu, saring
dengan gelas woll dan simpan dalam botol berwarna coklat.
Prosedur pengujian menggunakan Reagen Nitrit:

1. Siapkan 2 buah Tabung Nessler. Untuk tabung pertama diisi dengan sampel 50 ml dan 50 ml
aquadest pada tabung lainnya
2. Untuk masing-masing tabung tambahkan Reagent Nitrit sebanyak seujung sendok kemudian
diamkan selama 30 menit
3. Amati warna pada sampel, jika berwarna merah muda berarti positif nitrit
4. Tambahkan standar nitrit pada larutan standar hingga warnanya sama dengan warna sampel
5. Hitung banyaknya standar nitrit yang digunakan

Perhitungan :

1000
Kadar NO2 = x ml standar x 0.1
50

Prosedur pengujian menggunakan Spektrofotometer UV-Visible

1. Pembuatan kurva kalibrasi


a. Optimal spektrofotometer sesuai dengan petunjuk penggunaan alat
b. Ke dalam masing-masing 50 ml larutan kerja tambahkan 1 ml larutan sulfanilamide, kocok dan
biarkan selama 2 menit sampai dengan 8 menit
c. Tambahkan 1 ml larutan NED dihidrochlorida, kocok dan biarkan selama 10 menit dan segera
lakukan pengukuran absorbansi (pengukuran tidak boleh dilakukan lebih dari 2 jam)
d. Baca masing-masing absorbansinya pada panjang gelombang 543 nm
e. Buat kurva kalibrasinya

2. Prosedur pengujian
a. Pipet 50 ml contoh uji, masukkan ke dalam erlenmeyer
b. Tambahkan 1 ml larutan sulfanilamide, kocok dan biarkan 2 menit sampai dengan 8 menit
c. Tambahkan 1 ml larutan NED dihidrochlorida, kocok biarkan selama 10 menit dan segera
lakukan pengukuran (pengukuran tidak boleh dilakukan lebih dari 2 jam)
d. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 543 nm
Perhitungan

Kadar Nitrit (mg/L) = C x fp

Dengan pengertian:

C adalah kadar yang didapat dari hasil pengukuran (didapat dari plot ke kurva kalibrasi)

Fp adalah faktor pengenceran


PERCOBAAN XIII

PEMERIKSAAN NITRAT

Dasar Teori

Penyediaan air bersih menjadi salah satu prioritas dalam perbaikan derajat kesehatan masyarakat,
mengingat keberadaan air sangat vital bagi makhluk hidup. Air merupakan kebutuhan pokok bagi
makhluk hidup yang memiliki standar kualitas air berbeda antara kebutuhan satu dan lainnya tergantung
pada jenis kegiatan atau keperluannya.

Secara umum kualitas air berhubungan dengan kadar bahan terlarut didalamnya. Besarnya kadar dari
bahan tersebut akan menentukan kelayakannya. Seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk dan
pesatnya pembangunan, maka kebutuhan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan juga semakin
meningkat. Menurut Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Standar Kualitas Air Bersih,
yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

Pada dasarnya air bersih harus memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat biologi, fisika, kimia,
mikrobiologis, dan radioaktif. Spesifik berbicara mengenai syarat kimia air , hal tersebut menjadi penting
karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang menyebabkan akibat buruk pada kesehatan karena
tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh. Bahan kimiawi seperti halnya besi (Fe), nitrat (NO 3),
arsenik dan logam lainnya dapat menjadi gangguan pada tubuh.

Nitrat (NO3) adalah ion-ion anorganik alami yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Nitrat
adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun dipermukaan dan
merupakan parameter kualitas air minum yang berhubungan dengan kimia anorganik.

Nitrat sebagai senyawa-senyawa nitrogen anorganik utama dalam air laut terdapat sebagai ion nitrat
(NO3),nitrit (NO2) dan amoniak (NH3), sangat dipengaruhi oleh oksigen bebas dalam air.Nitrat (NO3)
adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa yang stabil. Nitrat merupakan salah
satu unsur penting untuk sintesis protein tumbuh-tumbuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi
yang tinggi dapat mengakumulasi pertumbuhan ganggang yang tak terbatas sehingga air kekurangan
oksigen terlarut dan menyebabkan kematian pada ikan. Kadar nitrat secara alamiah biasanya agak rendah,
namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali pada air tanah di daerah-daerah yang diberi pupuk dan
mengandung nitrat (Alaerts dan Santika, 1987).
Sumber utama nitrat di perairan berasal dari limbah yang mengandung senyawa nitrat berupa bahan
organik dan senyawa anorganik seperti pupuk nitrogen. Sedangkan distribusi horizontal kadar nitrat
menurut Hutagalung (1997), semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar nitrat tertinggi biasanya
ditemukan di perairan muara. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan kadar nitrat di laut disebabkan
oleh masuknya limbah domestik atau perairan (pemupukan) yang mengandung nitrat.
Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari amonia melalui proses oksidasi katalitik. Nitrit juga
merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung
nitrogen berikatan dengan atom oksigen (Henni, 2009). Kadar nitrat dalam mata air tergantung aktivitas
sumber pencemar di bagian hulu, aktivitas penggunaan air sumur itu sendiri, dan tingkat pencucian serta
aliran permukaan. Selain itu, kadar nitrat tersebut juga tergantung potensial redoks (Eh). Apabila nilai Eh
turun (reduktif), nitrat akan cepat hilang menjadi gas N2O dan atau N2 melalui proses denitrifikasi.
Nitrat dengan konsentrasi tinggi merupakan indikasi adanya sumber polutan dalam air tanah.
Kandungan nitrat umumnya kurang dari 10 mg/L untuk air tanah dengan komposisi biasa (Todd, 1980).
Tingginya konsentrasi nitrat (NO3-) dalam air tanah dapat disebabkan karena adanya aktivitas mikroba
nitrat. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/L menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal
dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Air hujan memiliki kadar nitrat sekitar 0,2 mg/L. Pada perairan
yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat
mencapai 1.000 mg/L (Yuningsih, 2007).
Sumber pencemaran nitrat dalam air umumnya berasal dari limbah industri, septic tank, limbah
hewan (misalnya burung dan ikan), dan limbah dari angkutan air (perahu, kapal, dan lain-lain). Selain itu
limbah dari lahan-lahan pertanian akibat aktivitas pemupukan, penggunaan pestisida, dan lain-lain
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap polusi nitrat dalam air permukaan dan air tanah
(Yuningsih, 2007).
Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil, tetapi dalam suhu
yang tinggi akan tidak stabil dan dapat meledak pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat
besar. Biasanya, adanya ion klorida, bahan metal tertentu dan bahan organik akan mengakibatkan nitrat
dan nitrit menjadi tidak stabil. Jika terjadi kebakaran, maka tempat penyimpanan nitrit maupun nitrat
sangat berbahaya untuk didekati karena dapat terbentuk gas beracun dan bila terbakar dapat menimbulkan
ledakan. Bentuk garam dari nitrat dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa, bersifat
higroskopis.

Dampak kesehatan yang ditimbulkan apabila senyawa nitrat dengan jumlah yang besar dalam air
adalah menyebabkan methaemoglobinameia, yakni kondisi dimana hemoglobin di dalam darah berubah
menjadi methaemoglobin sehingga darah kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan pengaruh yang
fatal terutama pada ibu yang hamil maka akan melahirkan bayi dengan penyakit Baby Blue serta
mengakibatkan kematian pada bayi sedangkan efek jangka panjang adalah sesak napas.
Ada beberapa peraturan yang mengatur baku mutu untuk nitrit dan nitrat yaitu:
1. PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Kadar maksimun yang diperbolehkan untuk Nitrat dan Nitrit dibagi menjadi 4 kelas air. Nitrat untuk
Kelas 1 – 2 kadar maksimumnya 10 mg/L sedangkan untuk kelas 3 – 4 kadar maksimumnya 20
mg/L. Nitrit untuk Kelas 1 – 3 kadar maksimumnya 0,06 mg/l sedangkan untuk kelas 4 tidak
dipersyaratkan.
2. Permenkes No 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
Nitrit dan Nitrat termasuk parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan dan kadar
maksimum yang diperbolehkan untuk Nitrit (sebagai NO2–) adalah 3 mg/L dan Nitrat (sebagai NO3–)
adalah 50 mg/L.
3. Kepmen LH No 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut
Kadar maksimum yang diperbolehkan untuk Nitrat (sebagai NO3–-N) adalah 0,008 mg/L.

Alat dan Bahan yang digunakan :

Alat yang digunakan :

 Tabung Nessler
 Rak tabung
 Gelas ukur
 Pipet ukur
 Pipet volume
 Labu ukur
 Gelas kimia
 Neraca analitik
 Bulb
 Erlenmeyer
 Penangas air
 Spektrofotometer
 Kuvet
Bahan yang dibutuhkan :

 Kalium Nitrat (KNO3)


 Brusin Sulfat ((C23H26N2O4).H2SO4.7H2O))
 Asam Sulfanilat (NH2C6H4SO3.H2O)
 Asam Klorida (HCl) pekat
 Asam Sulfat (H2SO4) Pekat
 Natrium Klorida (NaCl) 30%
 Larutan Standar Nitrat

Pembuatan Larutan Pereaksi :

Cara Pembuatan larutan Induk Nitrat 100 mg/L

 Timbang 0.7218 gr KNO3anhidris lalu encerkan kedalam labu ukur 1000 ml, tepatkan sampai
tanda tera. Untuk mengawetkan, tambahkan 2 ml kloroform per liter dan larutan ini stabil sampai
6 bulan.

Cara pembuatan Natrium Klorida 30 %

 Timbang 30 gram NaCl lalu encerkan dengan air suling ke dalam labu 100 ml, tepatkan sampai
tanda tera.

Cara Pembuatan larutan Campuran Brucine dan Asam Sulfanilat

 Larutkan 1 gr Brusin Sulfat ((C23H26N2O4).H2SO4.7H2O)) dan 0.1 gr Asam Sulfanilat


(NH2C6H4SO3.H2O) dalam 70 ml air suling panas. Tambahkan 3 ml HCl pekat, dinginkan.
Campur dan encerkan hingga 100 ml dengan air suling. Simpan dalam botol gelap pada 5⁰C.

Cara Pembuatan Larutan Standar Nitrat

 Pipet 0,0 ml; 0,25 ml ; 0,5 ml; 1,0 ml; dan 2,0 ml larutan induk nitrat (100 mg/L) masing-masing
kedalam labu ukur 100 ml
 Tambahkan air suling kedalam labu ukur sampai tanda tera sehinga diperoleh kadar nitrat, NO 3-N
0,00 mg/L; 0,25 mg/L; 0,50 mg/L; 1,00 mg/L; dan 2,00 mg/L.
Prosedur pengujian menggunakan Metode Nessler:

1. Siapkan Tabung Nessler. Untuk tabung pertama diisi dengan sampel 25 ml dan 25 ml aquadest
pada tabung lainnya
2. Untuk masing-masing tabung tambahkan 0.25 ml brucine dan 5 ml H2SO4 pekat, tunggu 10 menit
3. Tambahkan aquadest pada masing-masing tabung sebanyak 5 ml dan tunggu 5 menit. Apabila
sampel berwarna kuning coklat berarti positif nitrat
4. Bila positif nitrat,pada tabung blanko tambahkan larutan standar nitrat hingga warnanya sama
dengan sampel.

Perhitungan

Kadar NO3 = Standar yang dimasukkan = mg/L

Prosedur pengujian menggunakan Spektrofotometer UV-Visible Secara Brusin Sulfat :

1. Persiapan Pengujian
a. Ukur 50 ml contoh uji secara duplo dan masukkan ke dalam gelas kimia 100 ml
b. Apabila mengandung sisa klor sampai 2,0 mg/L Cl2, tambahkan 0,05 ml larutan natrium arsenit
ke dalam 50 ml contoh uji
c. Apabila mengandung nitrit sampai 0,50 mg/L, tambahkan 1 ml asam sulfanilat ke dalam 50 ml
contoh uji

2. Pembuatan Kurva Kalibrasi


a. Optimalkan alat spektrofotometer sebelum digunakan sesuai petunjuk alat
b. Pipet 10 ml larutan standar nitrat secara duplo kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer 50 ml
c. Tambahkan 2 ml larutan NaCl dan 10 ml larutan asam sulfat pekat, aduk perlahan dan biarkan
sampai dingin
d. Tambahkan 0,5 ml larutan Brusin – Asam Sulfanilat, aduk perlahan-lahan dan panaskan diatas
penangas air pada suhu tidak melebihi 95ºC selama 20 menit, kemudian dinginkan
e. Masukkan kedalam kuvet pada alat spektrofotometer, baca dan catat serapan masuknya
f. Buat kurva kalibrasi berdasarkan data diatas dan tentukan persamaan garis lurusnya
3. Prosedur Pengujian
a. Pipet 10 ml contoh uji kemudian masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 50 ml
b. Tambahkan 2 ml larutan NaCl dan 10 ml larutan asam sulfat pekat, aduk perlahan-lahan dan
biarkan sampai dingin
c. Tambahkan 0,5 larutan camputan Brusin – Asam Sulfanilat, aduk perlahan-lahan dan panaskan
diatas penangas air pada suhu tidak melebihi 95ºC selama 20 menit, kemudian dinginkan
d. Masukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, baca dan catat serapan masuknya

Perhitungan

Kadar Nitrat (mg/L) = C x fp


Dengan pengertian:
C adalah kadar yang didapat dari hasil pengukuran (didapat dari plot ke kurva kalibrasi)
((Absorbansi sampel – Intersept ) / Slope)
Fp adalah faktor pengenceran
PERCOBAAN XIV

PENGAMBILAN CONTOH AIR UNTUK PEMERIKSAAN


MIRKOBIOLOGIS

Dasar Teori

Penyediaan air bersih menjadi salah satu prioritas dalam perbaikan derajat kesehatan masyarakat,
mengingat keberadaan air sangat vital bagi makhluk hidup. Air merupakan kebutuhan pokok bagi
makhluk hidup yang memiliki standar kualitas air berbeda antara kebutuhan satu dan lainnya tergantung
pada jenis kegiatan atau keperluannya.

Secara umum kualitas air berhubungan dengan kadar bahan terlarut didalamnya. Besarnya kadar dari
bahan tersebut akan menentukan kelayakannya. Seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk dan
pesatnya pembangunan, maka kebutuhan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan juga semakin
meningkat. Menurut Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Standar Kualitas Air Bersih,
yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

Pada dasarnya air bersih harus memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat biologi, fisika, kimia,
mikrobiologis, dan radioaktif. Spesifik berbicara mengenai syarat kimia air , hal tersebut menjadi penting
karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang menyebabkan akibat buruk pada kesehatan karena
tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh.

Penggunaan air khususnya air minum dan air bersih dalam kehidupan sehari-hari harus memenuhi
syarat-syarat kesehatan, termasuk syarat mikrobiologis. Hal itu dikarenakan bahwa air minum dapat
menjadi media pembawa penyakit terutama penyakit perut (gastroenteritris). Air merupakan benda yang
mudah tercemar, tidak terkecuali oleh tinja. Untuk mengetahui bahwa sumber air telah tercemar oleh tinja
dapat dilakukan dengan cara menguji adanya bakteri Coliform dalam sumber air tersebut. Hal ini karena
Coliform merupakan bakteri yang hidup dalam usus manusia dan hewan berdarah panas lainnya yang
keluar bersama tinja. Air yang terkontaminasi oleh Coliform menunjukkan bahwa air tersebut telah
tercemar oleh tinja dan identik dengan terkontaminasi oleh pathogen yang berada dalam usus menusia dan
hewan berdarah panas lainnya.
Untuk menguji kualitas air secara mikrobiologis, tidak perlu menguji semua jasad renik yang ada
dalam air tersebut. Pengujian yang dilakukan cukup hanya dengan menguji adanya Coliform saja. Air
yang terkontaminasi oleh Coliform menunjukkan bahwa kualitas mikrobiologis air tersebut buruk.
Mekanisme pemeriksaan kualitas air bersih atau air minum secara mikrobiologis ada 3 langkah penting
yaitu pengambilan sampel yang representative, transport serta pengawetan sampel dan analisis di
laboratorium. Maksud dari pengambilan sampel adalah mengumpulkan volume dari suatu sumber air
yang akan diteliti dengan jumlah sekecil mungkin, tetapi mewakili (representative) yaitu masih
mempunyai sifat-sifat yang sama dengan sumber air bersih tersebut.

Pengambilan sampel yang telah direncanakan dengan baik akan mendukung pelaksanaan yang
optimal. Dengan demikian pengambilan sampel merupakan tahap awal yang dilakukan dalam penentuan
kualitas air, yang akan menentukan hasil pekerjaan pada berikutnya. Secara garis besar prosedur
pengambilan sampel terdiri dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan pengambilan sampel serta Quality
Asurance (QA) dan Quality Control (QC) pengambilan sampel. Hal penting bagi pengambil sampel
sebelum ke lapangan adalah menyusun perencanaan dalam suatu dokumen yang membantu dalam setiap
tahapan pengambilan sampel secara jelas dan sistematik.

Untuk mendapatkan sampel yang homogen dilakukan pengambilan sampel yang representatif, yaitu
sampel yang dapat mewakili pada daerah purposif sekitarnya. Dengan pengambilan sampel yang
representatif data hasil pengujian dapat menggambarkan kualitas lingkungan yang mendekati kondisi
sesungguhnya.

Pengambilan sampel merupakan bagian dari penelitian yang sangat penting, karena sampel
merupakan cerminan dan populasi yang ada. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposif
sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu (Singarimbun, et al 1989, dalam tesis
Azwir 2006).

Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa memahami dan terampil dalam melakukan teknik pengambilan sampel air untuk
pemeriksaan mikrobiologis
Alat dan Bahan yang digunakan :
 Botol gelas volume ± 250 mL
 Kertas pembungkus
 Tali
 Natrium Thiosulfat 10%
 Kapas
 Krustang
 Korek api
 Etanol 70% atau spiritus
 Pengukur pH (indikator Universal/pH meter)
 Pengukur sisa Chlor

Hal-Hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengambilan contoh air


1. Botol contoh :
Botol untuk tempat contoh air untuk pemeriksaan mikrobiologis harus bersih dan steril. Sterilisasi
dilakukan pada suhu 121o C selama 15 menit didalam autoclave.
Botol sebaiknya bermulut lebar dan bertutup asah, botol yang mempunyai tutup yang masuk ke
dalam leher harus diberi kertas pelindung.
Botol harus mempunyai volume cukup minimum 250 mL, botol diisi air paling sedikit adalah
100 mL sehingga masih ada sisa ruang agar dapat mencampur contoh air sebelum diperiksa.
Untuk contoh air yang mengandung sisa chlor harus dipakai botol yang telah diberi Natrium
thiosulfate 10% sebanyak 0,1 mL cukup untuk menetralkan sisa chlor sebanyak 15 mg yang
ditambahkan sebelum sterilisasi

2. Cara pengambilan Contoh air


 Bagian botol yang berhubungan dengan air dihindarkan dari kontaminasi (botol harus tetap
tertutup sampai saat terisi)
 Masih cukup udara didalam botol, untuk dapat mencmpur rata contoh sebelum diperiksa
(volume minimum pengisian air contoh adalah 100 mL)
 Tutup botol dan kertas pelindung diambil sebagai satu kesatuan, dipegang antara jari tangan.
Kalau tidak mungkin mememgang antara jari tangan, tutup botol beserta kertas pelindung
dapat diletakan terbalik di tempat yang kering
 Botol dipegang dibagian bawah, diisi tanpa dibilas dan segera secepatnya ditutup kembali
setelah diisi

Prosedur Pengambilan Contoh Air


1. Pengambilan Contoh air dari jaringan pipa dan sumur pompa tangan.
a) Kran dibuka penuh dan dibiarkan mengalir selama 2-3 menit atau dalam waktu yang
dianggap cukup untuk membersihkan pipa persil kemudian ditutup
b) Kran diaseptiskan dengan nyala api dari alcohol 70% atau spiritus.
c) Kran dibuka 1-2 menit kemudian penutup botol dilepas dengan tangan kiri dan botol
dipegang dengan tangan kanan.
d) Botol diisi sampe ±2/3 volume botol (lebih besar dari 100mL)
e) Botol yang telah terisi contoh air dibungkus kembali dengan kertas pembungkusnya, diikat
lehernya kemudian ditempelkan label dengan keterangan sebagai berikut :
 Jenis air, misalnya air pipa, air sumur gali, dll
 Lokasi dan waktu pengambilan
 Pengawet yang diberikan
 Tanda tangan dan nama pengambil contoh air

Catatan :

 Air harus jelas berasal dari pipa persil yang dihubungkan dengan pipa induk
 Contoh sebaiknya diambil dari kran yang sering dipakai
 Dihindarkan pengambilan contoh air dari alat tambahan yang dipasang pada kran yang
bocor
 Apabila kran kotor harus dibersihkan terlebih dahulu.

2. Pengambilan contoh air dari sumur gali, reservoir , kolam renang dan mata air
a) Contoh air diambil dengan botol yang diberi pemberat dari bagian bawah dan bertali ± 20 m
yang diikatkan pada pertengahan botol. Sebelum disterilisasi botol dibungkus seluruhnya
dengan kertas. Dan sebelum mengambil contoh air cuci tangan dengan alcohol 70% atau
spiritus
b) Botol dipegang dibagian bawah bungkus, kertas dibuka, tangan jangan bersentuhan langsung
dengan botol
c) Tali dilepas dan botol diturunkan dengan pelan-pelan sampai mulut botol masuk minimum 10
cm ke dalam air jika tinggi air memungkinkan
d) Setelah terisi penuh, botol diangkat dan isi dibuang sampai volume 2/3 botol (lebih besar dari
100 mL)
e) Botol yang telah berisi contoh air dibungkus kembali dengan kertas pembungkus dan diikat
pada lehernya kemudian diberikan label sama dengan diatas

Catatan :

 Botol dihindarkan bersentuhan dengan dinding


 Botol untuk pemeriksaan sisa khlor dan pH, contoh air diambil dengan botol lain yang tidak
diberi natrium thiosulfat

3. Pengambilan air contoh dari sungai, danau dan waduk


a) Botol contoh dipegang didekat dasarnya dan lehernya diarahkan ke bawah di bawah
permukaan air
b) Botol selanjutnya diputar sampai ujung leher sedikit keatas dan mulut botol mengarah pada
aliran
c) Bila tidak terdapat aliran (misal air waduk) perlu dibuat mendorong maju horizontal dengan
arah menjauh dari tangan
d) Bila menggunakan perahu pengambilan contoh air dilakukan pada tempat – tempat yang
dekat dengan perahu
e) Bila tidak memungkinkan dengan cara diatas maka pengambilan contoh air dilakukan seperti
cara pengambilan pada sumur gali

Catatan :

 Contoh air dari sungai sebaiknya diambil dari bagian yang mengalir dan dekat dengan
permukaan
 Bagian sungai yang diam sebaiknya dihindari
 Untuk sungai yang lebar dan lurus contoh air diambil dari tepi tetapi pada jarak paling
sedikit 1 meter dari sungai
 Pengambilan contoh air sungai tidak terjangkau tangan, contoh air dapat diambil dengan
botol pemberat
GAMBAR : PENGAMBILAN SAMPEL AIR UNTUK PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIS
PERCOBAAN XV

PENGAMBILAN CONTOH AIR UNTUK PEMERIKSAAN

FISIKA DAN KIMIA

Dasar Teori

Penyediaan air bersih menjadi salah satu prioritas dalam perbaikan derajat kesehatan masyarakat,
mengingat keberadaan air sangat vital bagi makhluk hidup. Air merupakan kebutuhan pokok bagi
makhluk hidup yang memiliki standar kualitas air berbeda antara kebutuhan satu dan lainnya tergantung
pada jenis kegiatan atau keperluannya.

Secara umum kualitas air berhubungan dengan kadar bahan terlarut didalamnya. Besarnya kadar dari
bahan tersebut akan menentukan kelayakannya. Seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk dan
pesatnya pembangunan, maka kebutuhan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan juga semakin
meningkat. Menurut Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Standar Kualitas Air Bersih,
yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

Pada dasarnya air bersih harus memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat biologi, fisika, kimia,
mikrobiologis, dan radioaktif. Spesifik berbicara mengenai syarat kimia air , hal tersebut menjadi penting
karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang menyebabkan akibat buruk pada kesehatan karena
tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh.

Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa memahami dan terampil dalam melakukan teknik pengambilan sampel air untuk
pemeriksaan fisika dan kimia
Alat dan Bahan yang digunakan :
 1 buah botol timba
 1 buah botol jerigen plastik volume ± 5 liter
 2 buah botol volume ± 500 mL
 1 buah botol oksigen
 Kertas label, spidol dan catatan
 Pengukur pH, suhu dan sisa klor
 Pengawet sampel (toluol dan asam sulfat)
 Tas lapangan

Hal-Hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengambilan contoh air


1. Jumlah contoh air
Untuk analisa fisika dan kimia contoh air yang diambil kira-kira 2 liter
2. Selang waktu
Makin pendek selang waktu pengambilan dan analisa hasil pemeriksaan akan semakin baik, batas
maksimum untuk pemeriksaan fisika dan kimia :
 Air bersih 72 jam
 Air yang sedikit tercemar 48 jam
 Air kotor/limbah 12 jam
3. Cara pengambilan
Pada pengambilan pertama air dibuang untuk membilas atau membersihkan botol pengambil,
pengambilan kedua dipergunakan untuk membilas tempat contoh air yang akan dikirim ke
laboratorim, pengambilan ketiga diisikan ke dalam tempat air contoh dengan cara membalikan
botol pengambil tadi sehingga ujung pipa diluar mengenai dasarnya hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya aerasi

Prosedur Pengambilan Contoh Air


1. Air dari jaringan pipa, air sumur gali,air sumur pompa tangan dan mata air.
a) Botol timba yang akan digunakan dan semua wadah yang akan diisi dibilas dengan contoh
air sebanyak 3 kali. Pada waktu mengisikan air kedalam botol dan wadah yang lain
dihindarkan terjadinya aerasi
b) Contoh air yang diperlukan (sangat tergantung dari parameter analisa yang akan
dilaksanakan).
 1 botol diisi dengan oksigen penuh untuk pemeriksaan CO2 agresif
 5 liter dalam jerigen
 2 botol 500 mL diisi ¾ volume masing-masing diawetkan dengan toluol dan asam sulfat
pekat 3 tetes
c) Parameter yang harus diperiksa dilapagan : bau, rasa, temperature udara dan air, sisa klor dan
pH
d) Contoh air sebaiknya langsung diperiksa ke laboratorium, apabila tidak memungkinkan
contoh air dapat diperiksa dengan selang waktu maksimal 72 jam.

2. Air dari sungai, rawa, danau, waduk, air laut dan saluran air
a) Botol timba yang akan digunakan dan semua wadah yang akan diisi dibilas dengan contoh
air sebanyak 3 kali. Pada waktu mengisikan air kedalam botol dan wadah yang lain
dihindarkan terjadinya aerasi
b) Contoh air yang diperlukan :
 2 botol diisi dengan oksigen penuh untuk pemeriksaan CO2 agresif
 5 liter dalam jerigen
 2 botol 500 mL diisi ¾ volume masing-masing diawetkan dengan toluol dan asam sulfat
pekat 3 tetes
c) Parameter yang harus diperiksa dilapagan : bau, rasa, temperature udara dan air, sisa klor dan
pH
d) Contoh air sebaiknya langsung diperiksa ke laboratorium, apabila tidak memungkinkan
contoh air dapat diperiksa dengan selang waktu maksimal 72 jam.
PERCOBAAN XVI

PEMERIKSAAN BESI

Dasar Teori

Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada
hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya besi
yang ada di dalam air dapat bersifat :

1. Terlarut sebagai Fe2+ (ferro) dan atau Fe3+ (ferri)


2. Tersuspensi sebagai butir koloidal seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH) dan sebagainya
3. Tergabung dalam zat organis atau zat padat yang inorganis (tanah liat).
Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/l, tetapi dalam air tanah kadar Fe
jauh lebih tinggi. Hal ini dapat dirasakan dan dapat membuat noda coklat kemerahan pada kain serta
perkakas dapur. Pada air yang mengandung oksigen seperti air tanah, besi berada sebagai Fe 2+ yang cukup
dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ dapat menjadi Fe3+. Fe3+
ini sulit larut dalam pH 6 sampai 9 (kelarutannya masih dibawah beberapa µg/l), bahkan dapat menjadi
ferihidroksida Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan salah satu zat padat yang bisa
mengendap. Demikian juga didalam air sugai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ dan Fe+ dalam bentuk
senyawa organis berupa koloidal.
Besi dapat menimbulkan beberapa efek yang kurang baik apabila digunakan atau dikonsumsi. Efek
itu dapat berupa :
1. Warna air akan berubah menjadi kuning kecoklatan, kadang-kadang sampai hitam dan apabila
digunakan untuk mencuci akan menimbulkan noda coklat merah pada kain dan kerak pada peralatan
plambing, yang dapat terjadi apabila konsentrasi besi lebih besar dari 0,3 mg/l.
2. Besi dalam konsentrasi beberapa mg/l saja dapat membuat air berasa logam dan akumulasi bakteri
yang mati dapat menyebabkan rasa dan bau pada air.
3. Kehadiran besi akan mempertinggi jumlah mikroorganisme pada sistem distribusi (perpipaan) yang
dapat menimbulkan clogging pada valve.
Analisa besi dalam air dapat dilakukan dengan menggunakan metode kolorimetri yang prinsip
kerjanya adalah besi fero oksida dioksidasi oleh KMnO 4 dalam suasana asam membentuk besi feri dengan
penambahan NH4CNS akan membentuk senyawa Fe(CNS)3 yang berwarna merah kecoklatan yang terjadi
dibandingkan dengan warna larutan standar besi yang ada.

Reaksi :
Bahan yang dibutuhkan :

 Air Suling (aquadest)


 Larutan Standar Besi (Fe)
 Larutan H2SO4 3 N
 Larutan NH4SCN 20 %
 Larutan KMnO4 0,1 N
Cara pembuatan larutan asam sulfat (H2SO4) 3 N

 Pipet 83,3 ml larutan asam sulfat pekat perlahan-lahan ke dalam 800 ml air bebas mineral dan
encerkan sampai 1000 ml.
Cara pembuatan larutan standar Besi (Fe)

 Timbang dengan teliti 0.7022 gram Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.2H2O, larutkan dengan aquadest


kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 1 liter secara kuantitatif. Tambahkan 25 ml H 2SO4
pekat dan encerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
Atau
 Timbang 0.0483 gram FeCl3.6H20 dan diencerkan kedalam labu ukur 100 ml. (100 ppm)
Cara pembuatan larutan NH4SCN 20 %

 Timbang 200 gram NH4SCN dalam aquaest dan encerkan sampai volumenya 1 liter.
Cara pembuatan KMnO4 0.1 N

 Larutkan 3,16 gram KMnO4 dengan air suling sampai volume 1000 ml dengan labu ukur 1000
ml.
 Simpan dalam tempat gelap selama 24 jam sebelum digunakan.
Pembuatan Larutan Standar Warna

 Ambil tabung nessler sesuai dengan kebutuhan dan beri nomor urut. Tambahkan larutan standar
besi ke dalam masing-masing tabung nessler dengan volume bertingkat missal 0.5 ml: 1 ml; 1.5
ml; 2 ml; 2.5 ml; 3 ml; 3.5 ml
 Tambahkan aQuadest pada masing-masing tabung sampai dengan 50 ml
 Tambahkan 2.5 ml H2SO4 3 N pada masing-masing tabung
 Tambahkan dengan tetes demi tetes KMnO 4 0.1 N sambil dikocok hingga merah muda
 Tunggu kurang lebih 15 menit untuk member waktu reaksi, apabila warnamerah muda hilang,
tambahkan lagi KMnO4 0,1 N sampai warna merah muda stabil
 Tambahkan 2,5 ml larutan NH4SCN 20%
 Tambahkan dengan aquadest sampai volume 100 ml
 Bila belum homogen, kocok hingga homogen. Letakkan dalam rak tabung secara berurutan.

Prosedur pengujian Besi Total

1. Ambil tabung nessler


2. Tambahkan air sampel sampai 50 ml
3. Tambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 3N
4. Tambahkan tetes demi tetes dengan KMnO4 0,1 N sambil dikocok hingga merah muda
5. Tunggu kurang lebih 15 menit untuk memberi waktu reaksi, apabila warna merah muda hilang,
tambahkan KMnO4 0.1 N sampai warna merah muda stabil
6. Tambahkan 2.5 ml larutan NH4SCN 20%
7. Tambahkan dengan aquadest sampai volume 100 ml
8. Bila belum homogen, kocok hingga homogen
9. Bandingkan dengan larutan standar warna, cari warna yang sama
10. Catat nomer larutan standar warna yang ada dalam volume larutan besi standar yang diberikan
11. Hitung kadar besi total dengan rumus:
1000
BT = 50
x Vlbs x 0.1 mg/lt

Dimana :
BT adalah Besi total dalam mg/lt
Vlbs adalah volume larutan besi standar dalam ml

Anda mungkin juga menyukai