Anda di halaman 1dari 5

PROSES NETRALISASI MINYAK

Pemurnian (refining) minyak meliputi tahapan netralisasi, pemucatan (bleaching) dan penghilangan
bau (deodorisasi). Netralisasi dilakukan untuk mengurangi FFA untuk meningkatkan rasa dan
penampakan minyak. Asam lemak bebas merupakan pengotor dalam minyak yang harus dihilangkan
karena mempunyai stabilitas terhadap oksidasi yang lebih rendah dibandingkan trigliserida sehingga
keberadaannya meningkatkan kerentanan minyak terhadap oksidasi ( mudah teroksidasi ). Netralisasi
dilakukan dengan mereaksikan NaOH dengan FFA sehingga membentuk endapan minyak tak larut
yang dikenal sabun (soapstock). Jumlah NaOh yang ditambahkan berkisar 0,1% atau sekitar 1,5 kg
NaOH per ton minyak per 1% FFA. Untuk menghilangkan pengotor berupa gum di dalam minyak
digunakan H3PO4 selanjutnya dipisahkan melalui cara pengendapan (decantion) atau dengan
sentrifugasi.

pdf
teknologi
minyak
kelapa
Pada pemurnian ini jumlah dan konsentrasi alkali yang digunakan harus tepat. Jika jumlahnya
berlebihan, kelebihan alkali akan menyebabkan reaksi hidrolisis trigliserida dan membentuk sabun
yang berlebihan sehingga dapat menurunkan jumlah atau rendemen minyak hasil pemurnian.
Sebaliknya jika jumlah dankonsentrasi alkali kurang, reaksi penyabunan tidak sempurna dan masih
banyak
asam
lemak
bebas
yang
tertinggal
dalam
minyak.
Tahap pemurnian minyak meliputi tahap pencampuran minyak meliputi tahap pencampuran minyak
dengan larutan alkali, hidrasi, dan pemisahan. Pada tahap pencampuran, minyak dengan larutan
alkali dicampur dan diaduk selama waktu tertentu. Setelah alkali dan asam lemak bebas bereaksi
dilakukan hidrasi untuk memudahkan pemisahan fraksi tersabunkan dan fraksi tidak tersabunkan,
kemudian kedua fraksi tersebut dipisahkan. Setelah proses hidrasi selesai, tahap selanjutnya adalah
pemisahan fraksi tersabunkan dan fraksi tidak tersabunkan atau minyak. Teknik pemisahan yang
dapat dilakukan adalah dengan cara dekantasi atau sentrifugasi. ( Estiasih, 2009 )
Netralisasi juga menghasilkan penghilangan fosfat, asam lemak bebas, dan warna. Penghilangan
sisa sabun dan embun dihitung dalam tahap pencucian dan pengeringan. Berikut ini adalah gambar
proses
netralisasi
minyak
:

Reaksi

antara

RCOONa

asam

lemak

bebas

dengan

NaOH

H2OR-COOH

adalah

sebagai

berikut

NaOH

sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfolida dan
protein dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari
minyak dengan cara sentrifugasi. Netralisasi menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan
fosfatida, protein, resin dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses
pemisahan gum. Komponen minor dalam minyak berupa sterol, klorofil, vitamin E dan karotenoid
hanya sebagian kecil dapat dikurangi dalam proses netralisasi. Netrasi juga akan menyabunkan
sejumlah kecil minyak netral (trigleserida, monogleserida, digliserida dan trigliserida).
Jumlah larutan soda kaustik yang ditambahkan pada minyak
dinyatakan sebagaitreat. Nilai treat didasarkan pada jumlah NaOH
dibutuhkan
untuk menetralkan asam lemak termasuk
diperlukan. Treat biasanya dinyatakan sebagai persen dengan

pada proses pemurnian biasa


dengan konsentrasi tertentuyang
kelebihan
( excess ) yang
perhitungan sebagai berikut :

Keterangan

Treat = Persentase (b/b) larutan NaOH yang dibutuhkan untuk pemurnian minyak ikan
dengan
bobot
tertentu
0,142

ALB =

kadar

Kelebihan

bobot
asam

molekul
lemak

NaOH
bebas

dan
dinyatakan

kelebihan

asam

oleat

dalam

persen

larutan

NaOH

Derajat Baume menunjukkan ( strength ) larutan NaOH berdasrkan bobot jenisnya. Pemurnian
biasanya dilakukan pada 10-30Be. Minyak dengan mutu baik biasanya dimurnikan dengan 12, 14,
atau
16Be.
Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu perbandingan antara kehilangan total
karena
netralisasi
dan
jumlah
asam
lemak
bebas
dalam
lemak
kasar.

Makin

kecil

nilai refining factor,

maka

semakin

tinggi

pula

nilai

efisiensi

netralisasinya.

Selain cara yang telah disebutkan diatas, masih terdapat metode-metode lain yang bias digunakan
dalam
proses
netralisasi
minyak,
antara
lain
:
1. Netralisasi

dengan

Natrium

Karbonat

(Na2CO3)

Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida tidak ikut


tersabunkan, sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Suatu kelemahan dari
pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yng terbentuk sukar dipisahkan. Hal ini
disebabkan karena gas CO2 yang dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa
dalam minyak. Namun, kelemahan ini dapat diatasi karena gas CO 2 yang dihasilkan
dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau dengan menurunkan
tekanan udara di atas permukaan minyak dengan menggunakan pompa vakum.
2. Netralisasi

minyak

dalam

bentuk

miscella

Cara ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan menggunakan pelarut menguap
( solvent extraction ). Hasil yang diperoleh merupakan campuran antara pelarut dan
minyak yang disebut dengan miscella. Asam lemak bebas dalam micelle dapat
dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda atau natrium karbonat. Sedangkan sabun
yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam dan minyak netral
dapat
dipisahkan
dari
pelarut
dengan
cara
penguapan.
3. Netralisasi

dengan

Etanol

Amin

dan

Amonia

Etanol Amin dan Amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada
proses ini, asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan trigliserida,
sedangkan ammonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap stock dengan
cara
penyulingan
dalam
ruangan
vakum
4. Pemisahan

Asam

(de-acidification)

dengan

Cara

Penyulingan

Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan asam
lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikannya dengan larutan basa,
sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih
dahulu
dipanaskan
dalam
alat
penukar
kalor
(heat
exchanger).
Untuk menghindari kerusakan minyak selama proses penyulingan karena suhu yang
terlalu tinggi, maka asam lemak bebas yang tertinggal dalam minyak dengan kadar lebih
rendah dari 1% harus dinetralkan dengan menggunakan persenyawaan basa. Minyak
kasar dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi umumnya mengandung fraksi mono
dan digliserida yang terbentuk dari hasil hidrolisa sebagian molekul trigliserida.
Pada umumnya, kadar asam lemak bebas dalam minyak setelah penyulingan sekitar 0,10,2% , sedangkan hasil kondensasi masih mengandung sekitar 5% trigliserida. Jadi,
penggunaan uap pada proses penyulingan akan membawa sejumlah kecil fraksi

trigliserida.
Pemisahan asam lemak bebas dengan cara penyulingan digunakan untuk menetralkan
minyak kasar yang mengandung kadar asam lemak bebas relative tinggi, sedangkan
minyak kasar yang mengandung asam lemak bebas lebih keil dari 8% lebih baik
dinetralkan
dengan
penggunaan
senyawa
basa.
5. Pemisahan

asam

dengan

menggunakan

Pelarut

Organik

Perbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida dalam pelarut organic digunakan
sebagi dasar pemisahan asam lemak bebas dari minyak. Pelarut yang paling baik digunakan utuk
memisahan asalm lemak bebas adalah furfual dan propane. Piridine merupakan pelarut minyak dan
jika ditambahkan air dalam jumlah kecil, maka trigliserida akan terpisah. Trigliserida tidak larut dalam
pyridine, sedangkan asam lemak bebas tetap larut sempurna. Minyak dapat dipisahkan dari pelarut
dengan cara dekantasi sedangkan pelarut dipisahkan dari asam lemak bebas dengan cara
penyulingan. Dengan menggunakan alcohol sebagai pelarut, maka kelarutan trigliserida dalam
alcohol akan bertambah besar seiring dengan bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga
pemisahan antara asam lemak bebas dari trigliserida lebih sukar dilakukan.
About these ads

2. Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia molekul trigliserida yang besar,

bercabang dari minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil, molekul
rantai lurus, dan hampir sama dengan molekul dalam bahan bakar diesel. Minyak
nabati atau lemak hewani bereaksi dengan alkohol (biasanya metanol) dengan
bantuan katalis (biasanya basa) yang menghasilkan alkil ester (atau untuk metanol,
metil ester) (Knothe et al., 2005).
Tidak seperti esterifikasi yang mengkonversi asam lemak bebas menjadi ester, pada
transesterifikasi yang terjadi adalah mengubah trigliserida menjadi ester. Perbedaan
antara transesterifikasi dan esterifikasi menjadi sangat penting ketika memilih bahan
baku dan katalis. Transesterifikasi dikatalisis oleh asam atau basa, sedangkan
esterifikasi, bagaimanapun hanya dikatalisis oleh asam (Nourredine, 2010). Pada
transesterifikasi, reaksi saponifikasi yang tidak diinginkan bisa terjadi jika bahan
baku mengandung asam lemak bebas yang mengakibatkan terbentuknya sabun.
Lotero et al. (2005) merekomendasikan bahan baku yang mengandung kurang dari
0,5% berat asam lemak saat menggunakan katalis basa untuk menghindari
pembentukan sabun.
Transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa homogen merupakan aspek kimia
biodiesel yang paling penting. Spesies reaktif dalam transesterifikasi menggunakan
katalis basa homogen alkoksida yang terbentuk ketika alkohol dan katalis bereaksi.
Alkoksida yang sangat reaktif kemudian terlibat dalam serangan nukleofilik pada
gugus karbonil dari asam lemak sehingga memungkinkan serangan nukleofilik oleh
alkohol melalui oksigen yang bersifat elektronegatif.
Alkohol yang paling umum digunakan adalah metanol dan etanol, terutama metanol,
karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksinya disebut
metanolisis). Produk yang dihasilkan (jika menggunakan metanol) lebih sering
disebut sebagai metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) daripada

biodiesel (Knothe et al., 2005), sedangkan jika etanol yang digunakan sebagai
reaktan, maka akan diperoleh campuran etil ester asam lemak (fatty acid ethyl
ester/FAEE) (Lam et al., 2010). Dengan minyak berbasis bio (minyak nabati) maka
hubungan stoikiometrinya memerlukan 3 mol alkohol per mol TAG (3:1), tetapi reaksi
biasanya membutuhkan alkohol berlebih berkisar 6:1 hingga 20:1, tergantung pada
reaksi kimia untuk transesterifikasi katalis basa dan 50:1 untuk transesterifikasi
katalis asam (Zhang et al., 2003).
Laju reaksi transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Umumnya reaksi
dilakukan pada suhu yang dekat dengan titik didih metanol (60-70 oC) pada tekanan
atmosfer. Dengan menaikkan lagi dari suhu tersebut, maka akan lebih banyak lagi
metanol yang hilang atau menguap (Ramadhas et al., 2005).

Anda mungkin juga menyukai