Anda di halaman 1dari 5

Nama : Dita Dwi Afifah

NIM : 11170960000047

SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK KEDELAI

Minyak kedelai merupakan minyak yang diisolasi dari kedelai. Kedelai (Glycine max L)
merupakan tanaman semusim yang biasanya diusahakan pada musim kemarau, karena sifat
dari tanamannya yang tidak memerlukan air dalam jumlah banyak. Umumnya kedelai
tumbuh di daerah ketinggian 0 sampai 500 meter dari permukaan laut (Ketaren, 1986).

Dalam industri, minyak kedelai dihasilkan melalui beberapa proses tahapan. Pertama kedelai
dibersihkan dan dihancurkan, kemudian dialirkan ke dalam pemanas untuk mematikan enzim
dan diekstrasi menggunakan pelarut heksana komersial. Selanjutnya minyak kedelai
dimurnikan dan dikelompokkan untuk masing – masing aplikasi yang berbeda. Tahap
pemurnian dilakukan dengan cara karbonasi kemudian dijernihkan dengan bahan penjernih
(Bleaching agent)

Kadar minyak kedelai relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis kacang – kacangan
lainnya, tetapi lebih tinggi daripada kadar minyak serealia. Kadar protein kedelai yang tinggi
menyebabkan kedelai lebih banyak digunakan sebagai sumber protein daripada sumber
minyak. Asam lemak dalam minyak kedelai sebagian besar terdiri dari asam lemak esensial
yang dibutuhkan oleh tubuh (Ketaren, 1986).

Asam lemak yang terkandung dalam minyak kedelai sebagian besar berupa asam lemak tidak
jenuh dan asam lemak jenuh. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak kedelai sekitar 15%
dan untuk asam lemak tidak jenuh sekitar 85%. Kandungn asam lemak dalam minyak kedelai
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Komposisi kimia minyak kedelai

Komposis Kadar (%)


Asam lemak tidak jenuh:
Asam lemak linoleat 15 – 64
Asam oleat 11 – 60
Asam linolenat 1 – 12
Asam arakidonat 1,5
Asam lemak jenuh :
Asam palmitat 7 – 10
Asam stearat 2–5
Asam arakidat 0,2 – 1
Asam laurat 0 – 0,1
Fosfolipid :
Lesitin Relatif kecil
Sefalin Relatif kecil
Lipositol Relatif kecil
Sumber: Ketaren (1986)

Menurut Anna Poedjiadi (1994), senyawa lipositol merupakan senyawa fosfolipid yang
memiliki gugus hidroksil (–OH). Senyawa lipositol adalah senyawa khas yang terdapat pada
kedelai. Berikut struktur molekul lipositol :

Gambar 1. Struktur moleul lipositol

Minyak kedelai berbentuk cair pada kisaran temperatur relatif besar dan dapat dihidrogenasi
untuk dicampurkan dengan minyak – minyak cair lainnya maupun semipadat. Umumnya
minyak kedelai berwarna kuning muda (Bedu Amang, 1996). Minyak kedelai memiliki titik
leleh 22 – 31 °C, selain itu juga larut dalam etanol, eter, kloroform, karbon disulfida. Sifat
fisika kimia dari minyak kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kedelai

Sifat Nilai
Bilangan asam 0,3 – 3,0 (mg/g)
Bilangan penyabunan 189 – 195 (mg/g)
Bilangan iodine 117 – 141 (g/g)
Bilangan hidroksil 4 – 8 (mg/g)
Bahan yang tak tersabunkan 1,5 – 1,6%
Indeks bias (25°C) 1,471 – 1,475 D
Massa jenis (25/25°C) 0,916 – 0,922
Sumber : Ketaren (1986)

Umumya pengujian sifat fisika dan kimia pada minyak kedelai untuk mengetahui jenis dan
mutu minyak kedelai. Adapun standar mutu minyak kedelai berdasarkan sifat fisika dan
kimia dapat dilihat pada dibawah ini :

Tabel 3. Standar mutu minyak kedelai

Sifat Nilai
Bilangan penyabunan Minimum 190 (mg/g)
Bilangan Iodin 129 – 143 (mg/g)
Indeks bias (20°C) 1,473 – 1,477 D
Massa Jenis (15,5/15,5°C) 0,924 – 0,928 (g/mL)
Bilangan asam Maksimum 3 (mg/g)
Sumber : Ketaren (1986)

Bilangan iodin mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak kedelai. Asam
lemak tidak jenuh mampu mengikat iodin dan membentuk senyawa yang jenuh. Banyaknya
iodin yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap Semakin banyak ikatan rangkap
maka semakin banyak pula iodin yang dapat bereaksi sehingga semakin besar bilangan
iodinnya (Anna Poedjiadi, 1994).

Bilangan penyabunan minyak adalah jumlah KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan
sejumlah sampel minyak. Jumlah mol basa yang digunakan pada reaksi penyabunan
tergantung pada jumlah mol asam lemak yang dihidrolisis. Pada asam lemak dengan masa
molar tertentu, jumlah mol asam lemak tergantung pada panjang rantai karbon pada asam
lemak tersebut. Jadi besar kecilnya bilangan penyabunan ditentukan oleh panjang atau
penteknya rantai karbon asam lemak (Anna Poedjiadi, 1994).

Massa jenis adalah perbandingan massa terhadap volume suatu sampel pada suhu tertentu.
Cara ini digunakan unutuk semua jenis minyak atau lemak yang dicairkan. Alat yang bisa
digunakan untuk penentuan massa jenis adala piknometer (Ketaren, 1986).
Bilangan hidroksil digunakan untuk menentukan gugus hidroksil reaktif yang sering terdapat
dalam minyak atau lemak. Semakin banyak gugus hidroksil aktif yang terdapat dalam minyak
kedelai, maka semakin banyak pula gugus hidroksilnya (Ketaren, 1986).

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan sinus sudut sinar jatuh terhadap sudut sinar pantul
dari cahaya yang melalui minyak. Pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara gaya
elektrostatik dan gaya elektromagnetik atom – atom dalam molekul minyak. Pengujian indeks
bias ini dapat digunakan utuk mengetahui kemurnian minyak (Slamet Sudarmadji, 2003).

Titik leleh dan titik didih minyak atau lemak bukan merupakan suhu yang tepat, tetapi
merupakan kisaran pada suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena minyak atau lemak tersusun
oleh campuran gliserida dan komponen lainnya (Slamet Sudarmadji, 2003). Titik leleh
minyak dipengaruhi oleh jumlah ikatan rangkap dan isomet ikatan rangkap cis, massa
molekul, dan adanya gugus hidroksil. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap dan ikatan
rangkap cis maka titik leleh dan titik didih minyak semakin meningkat (Ketaren, 1986).

Nilai gizi asam lemak esensial dalam minyak dapat mencegah timbulnya athero-sclerosis
atau penyumbatan pembuluh darah. Kegunaan minyak kedelai yang sudah dimurnikan dapat
digunakan untuk pembuatan minyak salad, minyak goreng, serta keperluan pangan. Lebih
dari 50 persen pangan dibuat dari minyak kedelai, terutama margarin dan shortening. Hampir
90% dari produksi minyak kedelai digunakan di bidang pangan dan dalam bentuk telah
dihidrogenasi, karena minyak kedelai mengandung lebih kurang 85% asam lemak tidak
jenuh.
DAFTAR PUSTAKA

Amang, Bedu. 1996. Ekonomi Kedelai di Indonesia. Bogor:IPB-Press

Anna Poedjiadi. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta:UI-Press

S. Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:UI-Press

Slamet, Sudarmadji. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai