Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari tumbuhan,
memiliki komposisi asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan
minyak hewani. Minyak nabati dapat diperoleh dari berbagai kategori tanaman
diantaranya tanaman dengan minyak yang terkonsentrasi dalam biji (bunga
matahari, kedelai, rapeseed dll), tanaman menghasilkan buah- buahan
berlemak (zaitun, kelapa dan palem), tanaman memproduksi umbi keriting
(kacang tanah) dan tanaman menghasilkan benih berlemak (jagung).
Pengolahan bahan berlemak memiliki perbedaan, bervariasi dengan sifat dan
kandungan minyaknya. Beberapa bagian tumbuhan yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber minyak nabati yaitu biji-bijan dalam pertanian. Minyak nabati
dari bahan tersebut dapat dipisahkan dengan diekstraksi menggunaan pelarut
yang sesuai dengan karakteristik minyak nabati. Ekstraksi Soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang diduga efektif dalam mengekstrak senyawa
bioaktif seperti minyak nabati. Prinsip Soxhletasi adalah penyaringan yang
dilakukan berulang-ulang sehingga hasil yang akan didapat sempurna dan
pelarut yang digunakan tersebut juga relatif sedikit.
Selain itu, dengan adanya perlakuan panas yang dapat meningkatkan
kemampuan pelarut untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak larut
didalam kondisi suhu kamar, serta terjadinya penarikan senyawa yang lebih
maksimal oleh pelarut yang selalu bersirkulasi dalam proses kontak dengan
simplisia sehingga memberikan peningkatan rendemen. Oleh sebab itu pelarut
seperti n-heksana memiliki kemampuan pelarutan yang tinggi terhadap
minyak dan cocok dipakai untuk mengekstraksi minyak. Metode sokhletasi
merupakan salah satu metode ekstraksi padat-cair secara kontinyu dimana
pelarut akan mengaliri sampel dalam keadaan selalu segar. Metode ini dapat
diaplikasikan untuk sampel yang bersifat nonvolatile dan semivolatil. Oleh
karena itu, kita akan melakukan ekstraksi untuk mendapatkan minyak nabati
dan menentukan kadar minyak nabati dari berbagai sumber biji-bjian dengan
metode sokhlet dan dengan cara distilasi pada praktikum (Rosalina, Setiawan
and Ningrum, 2018).
1.2 Batasan Masalah
Menganalisa kandungan minyak atau lemak nabati pada sampel kacang
tanah sebanyak 14 gram dengan metode soxhlet menggunakan pelarut n-
heksana sebanyak 250 mL dengan pencapaian titik overflow sebanyak 7 kali.

1.3 Tujuan Percobaan


Menganalisa kandungan minyak atau lemak nabati dalam biji-bijian hasil
pertanian.

2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Nabati


Dunia kuliner sangat diminati oleh masyarakat sehingga banyak
pengusaha-pengusaha kuliner terus berinovasi untuk mendapatkan cita rasa
baru dari bahan-bahan yang dicampurkan menjadi satu dalam komposisi
tertentu. Cita rasa tersebut didapat dari bahan alam dan dapat di konsumsi
secara aman dan tidak membahayakan kesehatan tubuh. Bahan alam yang
banyak digunakan salah satunya adalah minyak. Minyak merupakan
kebutuhan pokok masyarakat dunia. Minyak memiliki banyak fungsi,
kegunaan serta manfaat yang terkandung di dalamnya. Minyak telah dikenal
oleh masyarakat sejak jaman kuno dan memanfaatkannya dalam berbagai
bidang seperti kecantikkan, bahan dapur rumah tangga, pelumas dan lain
sebagainya (Astuti, 2017).
Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan,
digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang
biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit, jagung, zaitun, kedelai bunga
matahari. Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua
golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri
makanan dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai dan sebagainya. Kedua,
minyak yang digunakan dalam industri non makanan misalnya minyak kayu
putih, minyak jarak, minyak biji karet.
Apabila terdapat dua gugus alkohol dari gliserol yang mengikat gugus
asetil dan terdapat satu gugus alkohol maka esternya dinamakan digliserida,
dan jika hanya ada satu gugus alkohol pada gliserol yang mengikat gugus
asetil asam lemak dan dua gugus alkohol lainnya bebas, esternya dinamakan
monogliserida.
Asam lemak bebas (ALB) adalah asam lemak yang terpisahkan dari
trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat
disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses
hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam
minyak nabati tersebut (Miryanti, 2015).
Minyak nabati dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel. Komposisi
yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida asam
lemak, asam lemak bebas (ALB), monogliserida dan digliserida, serta
beberapa komponen-komponen lain seperti vitamin, mineral, atau sulfur.
Penyusun utama minyak dan lemak adalah trigliserida, Pemurnian yang
merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Trigliserida atau
triasilgliserol adalah sebuah gliserida yaitu ester dari gliserol dan tiga asam
lemak, penyusun utama minyak nabati atau lemak hewani adalah trigliserida,
monogliserida dan digliserida. Rumus kimia trigliserida adalah CO2COOR-
CHCOOR'-CH2-COOR", dimana R, R’ dan R" masing-masing adalah sebuah
rantai alkil yang panjang atau asam lemak jenuh dan tak jenuh dari suatu
rantai karbon tersebut.
Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari tumbuhan,
memiliki komposisi asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan
minyak hewani. Minyak nabati dapat diperoleh dari berbagai kategori tanaman
diantaranya tanaman dengan minyak yang terkonsentrasi dalam biji (bunga
matahari, kedelai, rapeseed dll), tanaman menghasilkan buah- buahan
berlemak (zaitun, kelapa dan palem), tanaman memproduksi umbi keriting
(kacang tanah) dan tanaman menghasilkan benih berlemak (jagung). Minyak
nabati dapat dicampurkan dalam pengolahan bahan makanan, serta dapat
ditambahkan dalam semua jenis makanan. Produk minyak nabati dapat
dikonsumsi bagi orang yang sedang diet dan kaum vegan yang tidak dapat
mengkonsumsi jenis bawang-bawangan. Minyak nabati tersusun komponen
trigliserida dan sifat larut dalam pelarut organik nonpolar (Rosalina, Setiawan
and Ningrum, 2018).
2.1.1 Jenis-Jenis Minyak Bersumber dari Minyak Nabati
Penggolongan jenis minyak goreng berdasarkan iod dan bilangan
penyabunan, terbukti masih ada ketidaksesuaian pelabelan dengan
minyak yang dikemas. Ketidaktepatan pelabelan yang mengarah pada

4
kesalahan merupakan hal yang menyimpang dari tujuan pengawasan
mutu yang melindungi konsumen.
Penggolongan minyak goreng dengan menggunakan bilangan iod
dan bilangan penyabunan masih dijumpai adanya beberapa kesulitan.
Penggunaan kromatografi gas untuk menentukan komponen asam lemak
penyusun minyak, diharapkam dapat memberikan hasil yang lebih akurat
dalam menggolongkan jenis minyak, disamping melakukan pengujian
bilangan iod dan bilangan penyabunan.
a. Minyak kelapa
Berdasarkan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan
kedalam asam laurat yang mempunyai karakteristik khas yaitu
mengandung asam laurat (40-50%), asam lemak berantai C 6, C8 dan
C10 dalam jumlah sedang dan jumlah asam lemak tak jenuh rendah.
Sedangkan berat molekulnya berbeda-beda untuk berbagai jenis
asam lemak.
b. Minyak kelapa sawit
Minyak kelapa sawit mengandung 0,2-1,0% bagian yang dapat
tersabunkan, yaitu tokofenol sterol, fosfaida dan alkohol. Minyak
kelapa sawit termasuk minyak oleat-linoleat, dimana komposisi
minyaknya asam lemak jenuh, palmintat 32-47% dan asam lemak
tidak jenuh oleat 40-52% serta linoleat 5-11%.
c. Minyak kacang tanah
Minyak kacang tanah mengandung fosfolipid dan komponen
yang tidak dikehendaki lebih sedikit daripada minyak kasar kedelai
dan biji kapas. Menurut Blank di dalam Siregar V.A, minyak kacang
tanah hanya mengandung sedikit non-gliserida, sehingga susunannya
relatif sederhana. Komposisi asam lemaknya kompleks, sehingga
termasuk didalam asam lemak jenuh yang memiliki berat molekul
yang lebih besar daripada asam stearat (Miryanti, 2015).
2.1.2 Penentuan Sifat Lemak Minyak

5
Jenis-jenis lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan sifatnya.
Pengujian sifat-sifat lemak dan minyak ini meliputi:
1. Penentuan angka penyabunan
Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan
minyak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai
karbon yang pendek berarti mempunyai berat molekul yang relatif
kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya
bila minyak mempunyai berat molekul yang besar, maka angka
penyabunan relatif kecil. angka penyabunan ini dinyatakan sebagai
banyaknya (mg) NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu
gram lemak atau minyak.
2. Penentuan angka ester
Angka ester menunjukkan jumlah asam organik yang bersenyawa
sebagai ester. Angka ester dihitung dengan selisih angka
penyabuanan dengan angka asam.
3. Penentuan angka iodine
Penentuan iodine menunjukkan ketidak jenuhan asam lemak
penyusunan lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu
mengikat iodium dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya
iodine yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang
terdapat dalam asam lemaknya. Angka iodine dinyatakan sebagai
banyaknya iodine dalam gram yang diikat oleh 100 gram lemak atau
minyak.
4. Penentuan angka Reichert-Meissel
Angka Reichert-Meissel menunjukkan jumlah asam-asam lemak
yang dapat larut dalam air dan mudah menguap. Angka ini
dinyatakan sebagai jumlah NaOH 0,1 N dalam mL yang digunakan
untuk menetralkan asam lemak yang menguap dan larut dalam air
yang diperoleh dari penyulingan 5 gram lemak atau minyak pada
kondisi tertentu. Asam lemak yang mudah menguap dan mudah
larut dalam air adalah yang berantai karbon 4-6 (Herlina and Ginting,
2017).

6
2.1.3 Sifat Fisika Kimia Lemak dan Minyak
Sifat lemak dan minyak dapat dibagi menjadi sifat fisis dan kimia
yaitu sebagai berikut ini :
1. Sifat Fisika
Sifat fisika yang akan diuraikan diantaranya adalah sebagai
berikut, yaitu :
a. Warna
Zat warna pada minyak goreng terdiri dari 2 golongan yaitu :
zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna
alamiah. Yang pertama zat warna alamiah (natural coloring
matter), zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara
alamiah didalam bahan yang mengandung minyak dan ikut
terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.
Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna
kuning), xantrofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil
(berwarna kehijuan), dan anthosyanin (berwarna kemerahan).
Golongan kedua adalah zat warna dari hasil degradasi zat warna
alamiah, yaitu warna gelap disebakan oleh proses oksidasi
terhadap tokoferol (vitamin E), warna coklat yang disebabkan
oleh bahan untuk membuat minyak yang telah rusak, warna
kuning disebabkan terjadinya minyak tidak jenuh.
b. Odor dan flavor atau bau
Terdapat secara alami pada minyak atau lemak dan juga
terjadi pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek
sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak.
c. Kelarutan
Minyak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor
oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol tetapi kan larut
sempurna dalam etileter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut
halogen.
d. Titik cair dan polymorphism

7
Minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat pada suatu
nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk kristal.
e. Titik didih (boiling point)
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat
dengan akan bertambahnya panjang rantai karbon asam lemak.
f. Titik lunak (softning point)
Titik lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan maksud
untuk identifikasi minyak atau lemak tersebut. Cara
penetapannya yaitu dengan menggunakan suatu tabung kapiler
yang akan diisi dengan suatu minyak (Miryanti, 2015).
g. Shot melting point
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan
pertama dari minyak atau lemak.
h. Titik kekeruhan (turbidity point)
Titik ini ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran
minyak dan lemak dengan pelarut lemak. Temperatur pada waktu
mulai akan terjadi apabila ada kekeruhan dikenal sebagai titik
kekeruhan.
2. Sifat Kimia
Sifat kimia yang terdapat ada minyak goreng terdiri dari
beberapa sifat kimia diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hidrolisa
Reaksi hidrolisa minyak atau lemak akan diubah menjadi
asam-asam lemak bebas gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat
pada minyak atau lemak mengakibatkan kerusakan minyak atau
lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau
lemak, misalnya pada penggorengan bahan makanan yang
lembab dan terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut.
b. Oksidasi
Proses oksidasi ini dapat berlangsung bila terjadi kontak
antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya
reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak.

8
Hal ini yang disebabkan oleh otoksidasi radikal asam lemak tidak
jenuh dalam suatu lemak.
c. Hidrogenasi
Proses Hidrogen akan mengikat ikatan rangkap asam lemak
tidak jenuh, sehingga akan mengubah jumlah dan letak ikatan
rangkap akibatnya sifat fisik dan kimianya juga akan berubah.
d. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam
lemak dari trigliserida dalam suatu bentuk ester (Miryanti,
2015).
2.2 Minyak dan Lemak
2.2.1 Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak merupakan salah satu komponen dari Sembilan
bahan pokok pangan. Secara umum minyak dan lemak digunakan untuk
mengolahan produk pangan lainnya. Minyak yang berasal dari alam
sangat bermanfaat bagii kesehatan tubuh. Minyak dan lemak di dalam
tubuh digunakan dalam proses metabolisme karena mengandung kalori
yang tinggi dan mengandung vitamin-vitamin. Minyak dan lemak
mengandung kalori yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan oleh
tubuh untuk menghasilkan energi. Minyak dan lemak mengandung nilai
kalori sekitar 9 Kilokalori setiap gramnya. Minyak dan lemak
mengandung vitamin yang dapat larut didalamnya. Vitamin yang larut
dalam minyak dan lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K. Vitamin-vitamin
ini sangat baik untuk proses pembentukan sel-sel otak.
Minyak mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh yang
menyebabkan titik cair minyak lebih rendah sehingga menyebabkan
minyak dalam suhu ruang berbentuk cair. Minyak yang berwujud cair
berasal dari minyak nabati. Lemak mengandung lebih banyak asam
lemak jenuh yang mempunyai rantai karbon panjang yang menyebabkan
lemak dalam suhu kamar berbentuk padat. Lemak biasanya berasal dari
lemak hewani.

9
2.2.2 Kandungan Minyak dan Lemak
Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak.
Minyak atau lemak tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol
dan sebagian kecil senyawa pengotor (asam lemak bebas, pigmen, sterol,
hidrokarbon, posfolipis, dan lain-lain). Triasilgliserol yang menyusun
minyak dan lemak terbentuk dari asam-asam lemak yang saling bereaksi
antara satu sama lainya. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari
jaringan asal mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida,
yaitu: lipid kompleks, sterol, lilin, pigmen yang larut dalam lemak, dan
hidrokarbon. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini
tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Minyak
nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak
jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, linoleat, atau asam linolenat dengan
titik cair yang rendah. Trigliserida merupakan hasil proses kondensasi
satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak (umumnya
ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul
trigliserida dan membentuk tiga molekul air (Astuti, 2017).

2.3 Soxhlet
Soxhlet adalah suatu metode dalam melakukan analisis minyak atau lemak
dengan prinsip kerja sebagai berikut. Pada soxhletasi pelarut pengekstrak yang
ada dalam labu soxhlet dipanaskan sesuai dengan titik didihnya sehingga
menguap. Uap pelarut ini naik melalui pipa pendingin balik sehingga
mengembun dan menetes pada bahan yang diekstraksi. Pelarut ini merendam
bahan dan jika tingginya sudah melampaui tinggi pipa pengalir pelarut maka
ekstrak akan mengalir ke labu soxhlet. Ekstrak yang terkumpul dipanaskan
lagi sehingga pelarutnya akan menguap kembali dan lemak akan tertinggal
pada labu. Dengan demikian maka terjadi daur ulang pelarut sehingga setiap
kali bahan dieksraksi dengan pelarut baru (Pargiyanti, 2019).
Metode Soxhlet merupakan metode kuantitatif untuk menentukan kadar
minyak atau lemak dalam bahan pangan. Metode ini dilakukan dengan cara

10
melarutkan sampel dalam pelarut organik yang telah dipanaskan. Keuntungan
dari metode soxhlet yaitu : metode ini dapat digunakan untuk sampel yang
lunak dan yang tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung,
menggunakan pelarut yang lebih sedikit, dan pemanasan dapat diatur
sederhana dan mempunyai ketepatan yang baik. Kerugian atau kekurangan ini
dari metode soxhlet yaitu metode ini dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh
panas, karena pelarut yang didaur ulang dan secara terus menerus dipanaskan,
kemudian jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah
dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya,
dan metode ini tidak cocok digunakan untuk pelarut dengan titik didih yang
terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di
bawah kondensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap
pelarut yang efektif dalam metode soxhlet.
Soxhlet merupakan ekstraksi padat-cair digunakan untuk memisahkan
analit yang terdapat padapadatan menggunkan pelarut organik. Padatan yang
akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau juga
diiris-iris. Kemudian padatan yang telah halus dibungkus dengan kertas
saring. Padatan yang terbungkus kertas saring dimasukkan kedalam alat
ekstraksi soxhlet. Pelarut organik dimasukkan kedalam labu alas bulat.
Kemudian alat ektraksi soxhlet dirangkai dengan kondensor. Ekstraksi
dilakukan dengan memanaskan pelarut organik sampai semua analit
terekstrak.
Catatan William B. Jensen bahwa contoh awal extractor kontinu adalah
bukti arkeologi untuk mesopotamia air panas ekstraktor untuk bahan organik
yang berasal dari sekitar 3500 SM. Sebelum Soxhlet, kimiawan Perancis
Anselme Payen juga mempelopori dengan ekstraksi terus menerus dalam
tahun 1830-an. Sebuah ekstraktor Soxhlet adalah bagian dari peralatan
laboratorium. Ditemukan pada tahun 1879 oleh Franz von Soxhlet. Ini
awalnya dirancang untuk ekstraksi lipid dari bahan padat. Namun, ekstraktor
Soxhlet tidak terbatas pada ekstraksi lipid. Ekstraksi soxhlet hanya diperlukan

11
apabila senyawa yang diinginkan memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut,
dan pengotor tidak larut dalam suatu pelarut (Bhakti and Pangandaran, 2015).
2.3.1 Keuntungan Metode Soxhlet
Pelarut yang telah digunakan dapat di recycle sehingga lebih efisien
dan dapat menghemat biaya, minyak yang dihasilkan akan lebih murni
karena pada pelarut hanya akan melarutkan minyaknya saja bukan
komponen lain dan juga rendemen yang dihasilkan akan lebih tinggi.
Metode ini dapat digunakan untuk sampel yang lunak dan yang tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung, menggunakan pelarut yang
lebih sedikit, dan pemanasan dapat diatur sederhana dan mempunyai
ketepatan yang baik (Daniswara, Rohadi and Mahfud, 2017).
2.3.2 Kelemahan Metode Soxhlet
Metode ini dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas, karena
pelarut yang didaur ulang dan secara terus menerus dipanaskan,
kemudian jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan
melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat
mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih
banyak untuk melarutkannya, dan metode ini tidak cocok digunakan
untuk pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau
air, karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor perlu berada
pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif. Tidak
dapat digunakan pada bahan yang mempunyai tekstur yang keras, selain
itu pengerjaannya rumit dan agak lama, karena harus diuapkan di
rotavapor untuk memperoleh ekstrak yang kental juga waktu yang
dibutuhkan untuk ekstraksi relatif lebih lama (Daniswara, Rohadi and
Mahfud, 2017).
2.3.3 Prinsip Dasar Soxhlet
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut
konstan dengan adanya pendingin balik. Penetapan kadar lemak dengan
metode soxhlet ini dilakukan dengan cara mengeluarkan lemak dari
bahan dengan pelarut anhydrous. Pelarut anhydrous merupakan pelarut

12
yang benar-benar bebas air. Haltersebut bertujuan supaya bahan-bahan
yang larut air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak serta
keaktifan pelarut tersebut tidak berkurang. Pelarut yang biasa digunakan
adalah pelarut hexane.
Adapun prinsip sokletasi ini yaitu, penyaringan yang berulang-ulang
sehingga hasil yang didapatkannya akan sempurna dan pelarut yang
digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka
pelarutnya akan diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersaring.
Metode sokhletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap
dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan
tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan. Metode
sokhletasi merupakan penggabungan antara metoda maserasi dan
perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri (distilasi uap ),
tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan
digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan
pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi, cara terbaik
didapatkan untuk pemisahan adalah sokhletasi (Bhakti and Pangandaran,
2015).
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu
komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan
berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua
komponen yang diinginkan akan terisolasi. Sokhletasi digunakan pada
pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang
timbul setelah dingin secara kontinyu akan membasahi sampel, secara
teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam labu dengan
membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut.
Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang
akan diuapkan dengan cara menggunakan sebuah alat yang bernama
rotary evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila
terdapat suatu campuran organik yang berbentuk berupa cairan atau
padatan yang ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan
menggunakan pelarut yang diinginkan. Biasanya bahan padat yang

13
mengandung beberapa senyawa yang diinginkan ditempatkan didalam
sebuah sarung tangan yang terbuat dari sebuah kertas filter yang
berbahan tebal, yang akan dimasukkan ke dalam suatu ruang utama dari
suatu ekstraktor soxhlet tersebut (Bhakti and Pangandaran, 2015).
2.3.4 Komponen Soxhlet
Soxhlet memiliki beberapa komponen, berikut ini adalah beberapa
komponen yang dimiliki oleh soxhlet :
a. Lubang kondensor, lubang ini berfungsi sebagai jalan masuknya uap
kekondensor dan jalan keluarnya uap yang terkondensasi dari
kondensor menuju timbal.
b. Ember, ember disini berfungsi sebagai tempat penampung air yang
keluar dari kondensor.
c. Jergen berfungsi sebagai wadah air
d. Elektromantel berfungsi sebagai pemanas untuk memanaskan
pelarut.
e. Pipa F berfungsi sebagai tempat jalannya uap dari labu alas bulat
kekondensor.
f. Selang air keluar berfungsi sebagai tempat keluarnya air dari
kondensor.
g. Selang air masuk berfungsi sebagai tempat untuk mengalirkan air
masuk kekondensor.
h. Kondensor spiral berfungsi sebagai pendingin dan mempercepat
proses pengembunan.
i. Timbal berfungsi sebagai wadah sampel.
j. Sifon berfungsi sebagai tempat lewatnya siklus.
k. Kertas saring berfungsi untuk membungkus sampel yang akan
dianalisis
l. Klem dan statif berfungsi sebagai penahan alat soxhletasi.
m. Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah pelarut dan sebagai
penampung hasil ekstraksi (Bhakti and Pangandaran, 2015).
2.3.5 Ekstraktor Soxhlet

14
Ekstraktor soxhlet adalah alat yang digunakan untuk mengekstraksi
suatu senyawa dari material padatnya. Alat ini ditemukan oleh Franz
Von Soxhlet pada tahun 1879 dan pada awalnya hanya digunakan untuk
mengekstraksi lemak dari material padatnya. Suatu senyawa yang
memiliki kelarutan yang sangat spesifik dengan larutan tertentu dapat
dipisahkan dengan mudah dengan proses filtrasi sederhana. Namun
apabila senyawa tersebut memiliki kelarutan yang terbatas, dapat
digunakan ekstraktor soxhlet untuk memisahkan senyawa tersebut dari
material asalnya. Dalam soxhlet merupakan sesuatu yang akan
digunakan pada pelarut yang berfungsi sebagai, melarutkan senyawa
yang akan diekstraksi. Pelarut ini juga biasanya adalah larutan yang
bersifat nonpolar seperti metana (Abdillah, Musfiroh and Indrayati,
2015).
Setelah pelarut mencapa titik didihnya, pelarut tersebut akan
menguap dan naik ke atas. Ketika uap mencapai kondenser, uap akan
mengembun dan kemudian membentuk tetesan-tetesan air. Tetesan air
ini akan jatuh menuju ruangan tempat bahan padat, sedikit demi sedikit.
Ruang bahan padat secara perlahan terus terisi dengan tetesan
pelarut, hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tertentu yang
diinginkan larut pada pelarut. Ketika pelarut telah memenuhi ruangan
bahan, sifon akan bekerja dan mengeluarkan seluruh pelarut menuju
tabung distilasi kembali. Metode pengeluaran ini sangat mirip dengan
kerja selang yang digunakan untuk menyedot air di bak mandi (Isa,
2015).
Bahan padat dibungkus kertas saring agar material padat tidak ikut
larut bersama pelarut. Satu siklus soxhlet berakhir ketika sifon
mengeluarkan seluruh isinya menuju tabung distilasi. Siklus tersebut
dilakukan berulang-ulang hingga seluruh senyawa yang diinginkan
terekstraksi. Ekstraktor soxhlet akan menghemat penggunaan pelarut,
karena dapat digunakan berulang-ulang. Senyawa yang telah terlarut
tidak akan ikut menguap saat dipanaskan karena suhu telah diatur di
bawah titik didih senyawa tersebut (Beccari, 2016).

15
Ada dua jenis ekstraktor yang lazim digunakan pada skala
laboratorium, yaitu ekstraktor soxhlet dan ekstraktor butt. Pada
ekstraktor soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga
menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui
pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam
selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan
di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan
tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan
menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya.
Peristiwa ini disebut dengan efek sifon (Pargiyanti, 2019).
Pada ekstraktor soxhlet cairan akan menggejorok ke dalam labu
setelah tinggi pelarut dalam selongsong sama dengan pipa sifon. Hal ini
menyebabkan ada bagian sampel yang berkontak lebih lama dengan
cairan daripada bagian lainnya. Sementara pada ekstraktor butt, pelarut
langsung keluar menuju labu didih. Sampel berkontak dengan pelarut
dalam waktu yang sama.
Pada ekstraktor soxhlet terdapat pipa sifon yang berkontak langsung
dengan udara ruangan. Maka akan terjadi perpindahan panas dari pelarut
panas di dalam pipa ke ruangan. Sedangkan pada ekstraktor butt, pelarut
seluruhnya dilindungi oleh jaket uap yang mencegah perpindahan panas
pelarut ke udara dalam ruangan.
1. Bagian-Bagian Ekstraktor Soxhlet
Berikut ini adalah beberapa bagian ekstraktor soxhlet yaitu
sebagai berikut:
a. Stirrer (Pengaduk), agar panas tersebar merata.
b. Tabung destilasi, sebagai wadah untuk pelarut.
c. Saluran uap destilasi.
d. Tudung bahan.
e. Tempat material padat.
f. Sifon atas.
g. Saluran sifon keluar.

16
h. Penyambung.
i. Kondensor, untuk mengembunkan uap.
j. Saluran air pendingin masuk.
k. Saluran air pendingin keluar.
2. Langkah-Langkah Penggunaan Ekstraktor Soxhlet
Langakh-langkah yang harus dilakukan saat menggunakan
ekstraktor soxhlet sebagai berikut:
a. Bungkus bahan padat yang akan diekstrak dengan kertas saring.
b. Masukkan bahan padat pada tempatnya.
c. Masukkan pelarut pada tabung distilasi.
d. Rangkai alat soxhlet sesuai dengan gambar dan jangan lupa
menyambung kondenser dengan keran air.
e. Panaskan tabung dengan refluks.
f. Suhu pemanas harus lebih rendah dari titik didih senyawa yang
akan diekstraksi ekstraktor soxhlet.
3. Faktor yang mempengaruhi kinerja dari metode soxhle textraction
a. Pemilihan Pelarut
Pemilihan pelarut yang tepat untuk ekstraksi harus dipilih
dari target dengan menggunakan metode soxhlet extraction.
Pelarut berbeda menghasilkan ekstrak yield (Sahriawati and
Daud, 2016).
b. Sifat Matriks
Pada Soxhlet extraction juga dapat bergantung dari sifat-sifat
matriks dan pada ukuran partikel yang ketika difusi internal
sebagai tahap akhir selama proses ekstraksi.
c. Kondisi Operasi
Selama proses ekstraksi, solvent biasanya akan dipulihkan
dengan cara evaporasi. Suhu ekstraksi dan evaporasi memiliki
dampak kualitas produk (Abdillah, Musfiroh and Indrayati,
2015).

2.4 Ekstraksi

17
Ekstraksi adalah proses perpindahan suatu zat atau solut dari larutan asal
atau padatan ke dalam pelarut tertentu. Ekstraksi merupakan proses pemisahan
berdasarkan perbedaan kemampuan melarutnya komponen-komponen yang
ada dalam campuran. Secara garis besar ekstraksi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu ekstraksi padat-cair (leaching) dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi
padat-cair atau leaching adalah proses pemisahan solut dari padatan yang tidak
dapat larut yang disebut inert. Langkah utama dalam proses ekstraksi padat-
cair yaitu kontak antara padatan dan pelarut serta pemisahan larutan dari
padatan inert. Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi memiliki syarat
utama yaitu dapat melarutkan solut yang terkandung didalam padatan inert
(Arlene, 2015).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat
tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang
berbeda. Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut
yang didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam
campuran, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Bahan yang akan
diekstrak biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya
berbentuk bubuk atau simplisia.
Pada fase ekstraksi, mula-mula terjadi pembengkakan dinding sel dan
pelonggaran kerangka selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding sel
menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat dengan mudah masuk
kedalam sel. Bahan isi sel kemudian terlarut ke dalam pelarut sesuai dengan
tingkat kelarutannya lalu berdifusi keluar akibat adanya gaya yang
ditimbulkan karena perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat di
dalam dan juga terdapat di luar sel.
Mekanisme yang berlangsung selama proses ekstraksi padat-cair adalah
Pelarut bercampur dengan padatan inert sehingga permukaan padatan dilapisi
oleh pelarut. Terjadi difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke
dalam pori padatan inert tersebut. Laju difusi ini lambat karena pelarut harus
menembus dinding sel padatan. Solut yang terdapat dalam padatan melarut

18
dalam pelarut. Campuran solut dalam pelarut berdifusi keluar dari permukaan
padatan inert dan bercampur dengan pelarut sisa.
Ada 2 macam jenis ekstraksi yaitu ekstraksi dingin dan ekstraksi panas.
Perbedaan metode ini kemungkinan akan menghasilkan rendemen ekstrak
yang berbeda dan profil kandungan kimia yang berbeda pula. Metode maserasi
merupakan cara ekstraksi dingin yang memiliki keuntungan yaitu
menggunakan peralatan atau botol maserasi sederhana, pelaksanaannya mudah
tanpa perlakuan khusus yaitu dengan merendam sampel dalam pelarut
pengekstraksi sambil sesekali diaduk. Metode perkolasi juga merupakan cara
ekstraksi dingin namun membutuhkan alat khusus yang disebut perkolator.
Keuntungannya metode ini dapat menyari lebih sempurna dibandingkan
metode maserasi namun pelarut yang digunakan banyak dan waktunya lama.
Sokletasi adalah metode ekstraksi panas yang tidak sesuai bagi sampel
tumbuhan yang mengandung senyawa termolabil. Selain itu juga
membutuhkan alat khusus yaitu soxhlet. Namun metode ini memiliki
keuntungan yaitu penggunaan pelarut sedikit, waktu singkat dan menyari lebih
sempurna. Pelarut pengekstraksi yang digunakan adalah etanol 70 %,
kandungan air relatif sedikit tujuannya untuk mempermudah membuka pori-
pori sampel. Etanol merupakan pelarut universal karena mampu
mengekstraksi senyawa non polar dan polar. Etanol bersifat tidak toksik
sehingga aman digunakan.
Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen dalam larutan
berdasarkan perbedaan kelarutannya (solubilitas). Metode ekstraksi yang
digunakan dalam penelitian yaitu metode soxhletasi. Kelebihan dari metode
soxhletasi adalah dapat mengekstrak minyak lebih banyak, pelarut yang
digunakan lebih sedikit dan waktu ekstraksi lebih singkat . Efektivitas
ekstraksi suatu senyawa oleh pelarut sangat tergantung kepada kelarutan
senyawa tersebut dalam pelarut, sesuai dengan prinsip suatu senyawa akan
terlarut pada pelarut dengan polaritas yang sama (Pratama, Widarta and
Darmayanti, 2017).

19
Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
dari padatan kedalam pelarutnya, proses yang bersifat fisik karena komponen
terlarut kemudian dikembalikan lagi keadaan semula tanpa mengalami
perubahan kimiawi. Ekstrak dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang
diinginkan dapat larut dalam pelarut pengekstraksi, sehingga membuat ekstrak
dengan pelarutnya selalu dapat dipisahkan.
Pada akhir ekstraksi, pelarut akan memiliki kandungan yang kaya dengan
minyak atau lemak kasar, dimana dengan proses sirkulasi pelarut yang akan
berulang didapatkan pada ekstrak minyak yang bebas dari pelarut yang
sebelumnya telah tercampur (Septiawan and Gustia, 2017).
2.4.1 Proses Ekstraksi
Ekstraksi adalah istilah yang digunakan untuk operasi yang
melibatkan perpindahan suatu konstituen padat atau cair (solute) ke
dalam cairan lain yaitu solvent atau pelarut. Istilah ekstraksi padat-cair
terbatas pada kondisi di mana terdapat fasa padat dan mencakup operasi
seperti leaching, lixiviation, dan washing. Prinsip dasar ekstraksi adalah
berdasarkan sifat dan jenis kelarutan. Untuk memisahkan zat terlarut
yang diiginkan atau menghilangkan komponen zat terlarut yang tidak
diinginkan dari fasa padat, maka fasa padat dikontakkan dengan fasa
cair. Pada kontak dua fasa tersebut, zat terlarut terdifusi dari fasa padat
ke fasa cair sehingga terjadi pemisahan dari komponen padat. Ekstraksi
padat cair dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti ekstraksi
dengan bantuan gelombang mikro, sonikasi, dan tekanan tinggi.
Kacang merah (Phaseolus Vulgaris L.) terkenal sebagai sumber
protein nabati, disamping kaya akan protein biji kacang merah juga
merupakan sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral. Dibandingkan
kacang-kacang lainnya, kacang merah memiliki kadar karbohidrat tinggi,
kadar protein yang setara dengan kacang hijau, kadar lemak yang jauh
lebih rendah dibanding kacang kedelai serta juga memiliki serat yang
sama dengan kacang hijau (Ahidin, Firmansyah and Khairunisah,
2019).

20
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Ekstraksi
Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu
proses ekstraksi :
a. Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel berarti semakin besar luas
permukaan kontak antara padatan dan pelarut dan semakin pendek
jarak difusi solut sehingga kecepatan ekstraksi lebih besar.
Pemotongan dan pembelahan bahan-bahan yang akan diekstraksi
membantu. Pada skala pemanasan yang sama, waktu refluks yang
paling singkat terjadi pada pelarut n-Heksana. Senyawa ini memiliki
titik didih yang paling rendah dibandingkan etanol dan aseton.
Aseton dalam keadaan murni memang memiliki titik didih yang
lebih rendah.
Selama proses ekstraksi berlangsung, temperatur yang terbaca
pada termometer akan sedikit meningkat karena semakin lama
jumlah minyak dalam labu meningkat. Hal ini dicegah dengan
penggunaan pelarut dalam perbandingan yang besar terhadap massa
biji yang akan diekstraksi. Warna kuning larutan di labu bundar
paling tua ketika digunakan pelarut etanol, disusul oleh aseton, dan
yang paling muda adalah n-heksana. Etanol merupakan senyawa
pengekstrak zat warna yang baik. Pelarut ini menghasilkan warna
larutan yang lebih tua. Pengontakan padatan dengan pelarut karena
pecahnya sel-sel yang mengandung pada solut (Ahidin, Firmansyah
and Khairunisah, 2019).
b. Pelarut
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi sebaiknya memiliki sifat
yaitu sebagai berikut (Ahidin, Firmansyah and Khairunisah, 2019) :
1. Mampu memberikan kemurnian solut yang tinggi (selektivitas
tinggi).
2. Dapat didaur ulang.
3. Stabil tetapi inert.

21
4. Mempunyai viskositas, tekanan uap, dan titik beku yang rendah
untuk memudahkan operasi dan keamanan penyimpanan.
5. Tidak beracun dan tidak mudah terbakar.
6. Tidak merugikan dari segi ekonomis dan tetap memberikan hasil
yang cukup baik.
c. pH
Rentang pH untuk ekstraksi biji bervariasi tergantung kepada
bahan yang akan diekstraksi.
d. Suhu
Kelarutan akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu untuk
menghasilkan laju ekstraksi yang tinggi. Koefisien difusi juga akan
bertambah tinggi seiring dengan kenaikan suhu sehingga
meningkatkan laju ekstraksi. Batas suhu ditentukan untuk mencegah
kerusakan pada bahan. Secara umum, suhu ekstraksi untuk pektin
adalah 60–90°C. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga dapat
mengakibatkan degradasi.
e. Pengaruh Pengadukan
Pengadukan dalam ekstraksi penting karena meningkatkan
perpindahan solut dari permukaan partikel (padatan) ke cairan
pelarut. Mekanisme yang terjadi pada proses leaching adalah sebagai
berikut solvent berdifusi ke dalam padatan sehingga solut akan larut
ke dalam solvent. Kemudian solut yang terlarut dalam solven
tersebut akan berdifusi ke luar menuju ke permukaan partikel,
akhirnya solut akan berpindah ke larutan. Selain itu, pengadukan
suspensi partikel halus mencegah pengendapan padatan dan
kegunaan yang lebih efektif adalah membuat luas kontaknya semakin
besar.
f. Waktu Ekstraksi
Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi dalam
pelarut, perolehan (yield) yang diperoleh semakin tinggi. Tetapi,
penambahan waktu ekstraksi tidak sebanding dengan yield yang
diperoleh. Oleh karena itu, ekstraksi dilakukan pada waktu optimum.
Ekstraksi dilakukan selama pelarut yang digunakan belum jenuh.

22
Pelarut yang telah jenuh tidak dapat mengekstraksi lagi atau kurang
baik kemampuan untuk mengekstraksinya karena gaya pendorong
(driving force) semakin lama semakin kecil. Akibatnya, waktu
ekstraksi semakin lama dan yield yang dihasilkan tidak bertambah
juga secara signifikan (Ahidin, Firmansyah and Khairunisah, 2019).
2.4.3 Macam-Macam Ekstraksi
Ada beberapa macam-macam ekstraksi yang perlu diketahui
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Ekstraksi Cara Dingin
Ekstraksi cara dingin merupakan metode yang tidak memiliki
proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya
untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena
pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi.
1. Metode Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarigan yang sederhana.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat
aktif akan larut dengan karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
sel dan di dalam sel.
2. Metode Perkolasi
Metode perkolasi merupakan metode proses penyarian
simplisia dengan jalan melewatkan pelarut yang sesuai secara
lambat pada simplisia dalam suatu perkolator. Perkolasi
bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya
dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan
pemanasan. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui
serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel

23
yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak kebawah
disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di
atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk
menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain:
gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi,
osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi).
b. Ekstraksi Cara Panas
Ekstraksi cara panas merupakan metode yang melibatkan panas
dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan
mempercepat proses penyarian dibandingkan dengan ekstraksi cara
dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet dan
juga infusa.
1. Metode Refluks
Metode refluks merupakan metode sintesis senyawa
anorganik adalah refluks, metode ini digunakan apabila dalam
sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatil. Pada kondisi
ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap
sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode
refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada
suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga
pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada
kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut
akan tetap ada selama reaksi berlangsung. Kelebihan metode
refluks adalah padatan yang memiliki tekstur kasar dan tahan
terhadap pemanasan langsung dapat diekstrak dengan metode ini.
Kelemahan metode ini adalah membutuhkan jumlah pelarut yang
sangat banyak.
2. Metode Soxhlet
Metode Soxhlet merupakan suatu metode atau proses
pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat
dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan menggunakan

24
pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
terisolasi, digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara
pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara
continue akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut
dimasukkan kembali ke dalam labu dengan membawa senyawa
kimia yang akan diisolasi tersebut.
3. Digesti
Digesti adalah proses ekstraksi dengan pengadukan continue
pada temperatur tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
4. Infundasi,
Ekstraksi dengan perebusan, dimana pelarutnya adalah
dengan air pada temperatur 96-98°C selama 14-20 menit
(Goyena, 2019).

2.5 Distilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan
uap ini kemudian didinginkan kembali kedalam bantuk cairan. Zat yang
memliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu. Metode ini
termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan panas. Penerapan
proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing
komponen akan menguap pada titik didihnya.
2.5.1 Macam – Macam Distilasi
Macam-macam destilasi ada 4 jenis distilasi yang akan dibahas
disini, yaitu distilasi sederhana, distilasi fraksionasi, distilasi uap, dan
distilasi vakum. Selain itu ada pula distilasi ekstraktif dan distilasi
azeotropic distilasi dengan menggunakan garam berion, distilasi
pressure-swing, serta distilasi reaktif.
a. Distilasi Sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan
titik didih yang jauhatau dengan salah satu komponen bersifat

25
volatil. Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik
didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu
kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini
dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi distilasi sederhana
digunakan untuk memisahkan campuran air dan alcohol.
b. Distilasi Fraksionisasi
Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan sebuah
komponen-komponen cair, dua atau lebih, dari suatu larutan
berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini juga dapat
digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari
20°C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan
rendah. Aplikasi dari distilasi jenis ini digunakan pada industri
minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen dalam
suatu minyak mentah tersebut.
Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah
adanya kolom fraksionasi. Dikolom ini terjadi pemanasan secara
bertahap dengan s uhu yang berbeda-beda pada setiap platnya.
Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian distilat
yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, maka
semakin tidak volatil cairannya.
c. Distilasi Uap
Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang
memiliki titik didih mencapai 200°C atau lebih. Distilasi uap dapat
menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100°C
dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih.
Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah dapat mendistilasi
campuran sebuah senyawa di bawah titik didih dari masing-masing
senyawa campurannya.
Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk campuran yang
tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi dapat didistilasi

26
dengan air. Aplikasi dari distilasi uap adalah untuk mengekstrak
beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus, minyak sitrus dari
lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari tumbuhan.
Campuran dipanaskan melalui uap air yang dialirkan ke dalam
campuran dan mungkin ditambah juga dengan pemanasan. Uap dari
campuran akan naik ke atas menuju ke kondensor dan masuk ke
labu distilasi.
d. Distilasi Vakum
Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin
didistilasi tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi
sebelum atau mendekati titik didihnya atau campuran yang memiliki
titik didih di atas 150°C. Metode distilasi ini tidak dapat digunakan
pada pelarut dengan titik didih rendah jika kondensornya
menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap tidak
dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan maka akan
digunakan aspirator. Aspirator ini juga akan berfungsi sebagai
penurun tekanan suatu sistem distilasi tersebut (Kurniawan, 2015).

2.6 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau
lebih. Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat
yang jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang
jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja dipilih
zat yang lebih sedikit sebagai pelarut, tergantung pada keperluannya, tetapi di
sini akan digunakan pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut dan
terlarut. Campuran yang dapat saling melarutkan satu lama lain dalam segala
perbandingan dinamakan larutan miscible. Udara merupakan larutan miscible.
Jika dua cairan yang tidak bercampur membentuk dua fasa dinamakan cairan
immiscible. Suatu larutan sudah pasti berfasa tunggal. Berdasarkan wujud dari
pelarutnya, suatu larutan dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair
ataupun gas. Zat terlarut dalam ketiga fasa larutan tersebut juga dapat berupa

27
gas, cair ataupun padat. Campuran gas selalu membentuk larutan karena
semua gas dapat saling campur dalam berbagai perbandingan.
Dalam larutan cair, cairan disebut “pelarut” dan komponen lain (gas atau
zat padat) disebut “terlarut”. Jika dua komponen pembentuk larutan adalah
cairan maka komponen yang jumlahnya lebih besar atau strukturnya tidak
berubah dinamakan pelarut.
Contoh, 25 gram etanol dalam 100 gram air, air disebut sebagai pelarut,
sedangkan etanol sebagai zat terlarut, sebab etanol lebih sedikit daripada air.
Contoh lain adalah sirup, dalam sirup, gula pasir merupakan komponen paling
banyak daripada air, tetapi gula dinyatakan sebagai zat terlarut dan air sebagai
pelarut, sebab struktur air tidak berubah, sedangkan gula berubah dari padat
menjadi cairan. Beberapa jenis-jenis larutan:
2.6.1 Larutan Ideal dan Non-Ideal
Dalam suatu sistem, atom-atom, ion-ion, dan molekul-molekul nyata
saling mempengaruhi satu sama lain sehingga perilakunya sukar
diramalkan secara tepat. Akibat kesukaran meramalkan perilaku zat
nyata menimbulkan cara atau model yang dapat menjelaskan perilaku
secara teoritis, yang dinamakan juga sebagai hukum ideal
(Khoerunnisa, 2017).
Oleh karena itu, muncul istilah larutan ideal, sebagai upaya untuk
menjelaskan keadaan sistem dari larutan nyata. Molekul-molekul gas
ideal dipandang sebagai molekul-molekul bebas yang tidak berantaraksi
satu sama lain. Dalam larutan cair pendekatan keidealan berbeda dengan
gas ideal. Dalam larutan ideal partikel-partikel pelarut dan terlarut yang
dicampurkan berada dalam kontak satu sama lain. Pada larutan ideal
dengan zat terlarut molekuler, gaya antaraksi antara semua partikel
pelarut dan terlarut setara.
Dalam larutan non-ideal, gaya antar atom, ion atau molekul harus
dipertimbangkan dalam perhitungan. Sebagai contoh perhatikan daya
hantar listrik larutan elektrolit kuat, misalnya NaCl. Jika larutan NaCI
sangat encer kurang dari 0,01 M, daya hantarnya diharapkan sesuai

28
dengan disosiasi garam ke dalam ion-ionnya, tetapi jika konsentrasi
larutan besar perbedaan antara harapan dan amatan menjadi lebih besar.
Penyebabnya, ion-ion berlawanan muatan mengadakan baku tarik satu
sama lain, baku tarik ini menimbulkan ion-ion saling berdekatan
sehingga larutan jadi lebih pekat. Setiap ion dikelilingi oleh molekul
pelarut yang berlawanan muatan, kecenderungan ini dapat menghambat
laju ion-ion menuju elektroda yang menyebabkan daya hantar listriknya
lebih rendah dari harapan itu.
2.6.2 Larutan Jenuh, Tak Jenuh dan Lewat Jenuh
Larutan jenuh dari sebuah zat adalah larutan yang di dalamnya
terdapat zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan zat yang tidak
larut. Misalnya, untuk membuat larutan jenuh NaCl dalam air pada
25°C, kita harus menambahkan NaCl berlebih ke dalam air dan
mengaduknya terus sampai tidak ada lagi NaCl yang melarut.
Larutan tak jenuh mengandung zat terlarut dengan konsentrasi lebih
kecil daripada larutan jenuh. Larutan NaCl pada 25°C yang mengandung
NaCl kurang dari 36,5 gram disebut larutan tak jenuh. Dalam larutan tak
jenuh belum dicapai kesetimbangan antara zat terlarut dan zat yang tidak
larutnya. Jika zat terlarut ditambahkan ke dalam larutan maka larutan
mendekati tersebut akan mendekati suatu titik jenuh (Khoerunnisa,
2017).
Larutan lewat jenuh menunjukkan keadaan yang tidak stabil, sebab
larutan mengandung zat terlarut yang jumlahnya melebihi konsentrasi
kesetimbangannya. Larutan lewat jenuh umumnya terjadi jika larutan
yang sudah melebihi jenuh pada suhu tinggi diturunkan sampai
mendekati pada suhu kamar.
2.6.3 Larutan elektrolit dan non-elektrolit
Dalam larutan cair, zat padat dapat berada dalam bentuk ion-ionnya
maupun molekulernya. Jika NaCl terlarut dalam air, ion Na+ dan ion Clˉ
masing-masing terhidrasi dalam air, dan ion-ion yang terhidrasi itu
secara bebas dapat bergerak ke seluruh medium larutan. Akan tetapi

29
apabila glukosa atau etanol larut dalam air, zat-zat tersebut tidak berada
dalam bentuk ioniknya melainkan dalam bentuk molekulernya. Zat-zat
yang di dalam air membentuk ion-ion dinamakan zat elektrolit, dan
larutan yang dibentuknya dinamakan larutan elektrolit. Secara
eksperimen larutan elektrolit dapat diketahui dari sifatnya, misalnya
dapat menghantarkan arus listrik. Zat-zat yang tergolong elektrolit, yaitu
asam, basa, dan garam.
Zat-zat seperti etanol dan glukosa yang di dalam pelarut air
membentuk molekuler dinamakan non-elektrolit, dan larutan yang
dibentuknya dinamakan larutan non-elektrolit. Dalam keadaan murni,
asam merupakan senyawa kovalen, tetapi jika dilarutkan ke dalam air
akan terurai menjadi ion-ionnya (Khoerunnisa, 2017).
Zat elektrolit yang terurai sempurna di dalam air dinamakan
elektrolit kuat, sedangkan zat elektrolit yang hanya terurai sebagian
membentuk ion-ionnya di dalam air dinamakan elektrolit lemah. Asam
dan basa yang merupakan elektrolit kuat disebut asam kuat dan basa
kuat. Asam dan basa yang hanya terionisasi sebagian di dalam air
dinamakan asam lemah dan basa lemah. Selain HCl, HBr, HI, HNO 3,
H2SO4, dan HClO4, umumnya tergolong asam lemah. Basa kuat adalah
hidroksida dari logam alkali dan alkali tanah kecuali berlium.Lemah atau
kuatnya suatu asam dan basa tidak ada kaitannya dengan kereaktifan
asam atau basa. Larutan HF, misalnya merupakan asam lemah yang
hanya 8% terionisasi dari larutan sebesar 0,1 M, tetapi pada larutan HF
sangat reaktif terhadap banyak zat, termasuk reaktif terhadap suatu
gelas (polisilikat) (Khoerunnisa, 2017).

2.7 Pelarut
Air adalah pelarut ini memiliki beberapa keuntungan dimana relatif murah,
mudah diperoleh, tidak toksik, stabil, tidak mudah menguap, tidak mudah
terbakar, dan digunakan bila senyawa yang akan diekstrak larut air. Namun
tidak dipungkiri pula dengan penggunaan pelarut air ini dapat dimungkinkan

30
terjadinya reaksi hidrolisa, dapat ditumbuhi jamur dan mikroba, tidak selektif,
titik didih 100°C atau tidak cocok untuk senyawa yang terurai pada
temperatur tinggi, dan untuk pengeringan dibutuhkan waktu yang lama.
Pelarut organik dalam ekstraksi juga dapat dilangsungkan dengan berbagai
jenis pelarut organik lainnya. Dengan pemakaian pelarut organik senyawa
tidak terhidrolisis sebagaimana bila digunakan pelarut air. Keuntungan lainnya
pemakaian pelarut organik adalah titik didihnya yang relatif rendah sehingga
tidak perlu dilakukan pemanasan tinggi, dan tidak dapat ditumbuhi jamur.
Namun, pemakaian pelarut organik ini memiliki beberapa kerugian seperti
mahal, beberapa pelarut organik bersifat toksik (karsinogenik), dan berbahaya
(bisa terbakar) seperti etanol, metanol, CHCl3, dan heksan (Khoerunnisa,
2017).
2.7.1 Macam-macam pelarut
Ada beberapa macam pelarut yang digunakan dalam ekstraksi.
Berikut macam-macam pelarut :
1. n-Heksana
Seperti kebanyakan senyawa dari gugus alkana, heksana
merupakan senyawa non-polar. Karena sifat non-polar inilah
kebanyakan senyawa dari gugus alkana termasuk n-Heksana larut
dalam pelarut non-polar atau sedikit polar seperti dietil eter
(CH3CH2OCH2CH3), atau benzena. Kelarutan disebabkan oleh gaya
tarik Van der Walls antara pelarut dan zat terlarut. Seperti halnya
senyawa-senyawa gugus alkana lainnya adalah n-Heksana tidak larut
dalam air. Sifat racun akut n-Heksana relatif kecil. Fraksi n-Heksana
yang diproduksi dari industri mendidih pada 65-70°C.
2. Etanol
Etanol yang juga disebut etil alkohol merupakan jenis pelarut
yang mudah menguap, mudah terbakar, dan tidak berwarna serta
memiliki aroma yang khas. Etanol merupakan pelarut serbaguna,
dapat larut dengan air dan banyak pelarut organik termasuk asam
asetat, aseton, benzen, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter,
etilen glikol, gliserol, nitrometana, piridin dan toluen. Etanol juga

31
larut dengan hidrokarbon alifatik ringan seperti pentana dan heksana,
dan alifatik klorida seperti trikloroetana (Khoerunnisa, 2017).

2.8 Kelarutan
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula.
Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula
akan memisah dari permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut
melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti gerakan molekul air,
sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau
menumbuk molekul gula yang lain.
Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling
bergabung dengan molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk
kristal (mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju
pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam kesetimbangan dan
larutannya disebut jenuh.
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah
yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan
yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang
banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan
(solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per
100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu.
Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat
itu dikatakan tak larut (insoluble). Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari
kelarutannya, maka larutannya disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak
jenuh lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika
jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya, maka larutannya
disebut lewat jenuh (supersaturated). Larutan lewat jenuh lebih pekat daripada
larutan jenuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis zat terlarut,
jenis pelarut, temperatur, dan tekanan.
2.8.1 Pengaruh jenis zat pada kelarutan

32
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling
bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya
berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves like).
Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar,
sedangkan senyawa non-polar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar.
Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna (completely miscible),
air dan eter bercampur sebagian (partially miscible), sedangkan pada
minyak dan air ini tidak bercampur (completely immiscible)
(Khoerunnisa, 2017).
2.8.2 Pengaruh tekanan pada Kelarutan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair
atau padat. Perubahan tekanan sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan
NaCl sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %. Kelarutan gas sebanding
dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum Henry massa gas yang
melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding lurus
dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang
berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu.
Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali
jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak berlaku untuk
gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya HCl atau NH3 dalam air.
2.8.3 Pengaruh temperatur pada kelarutan
Kelarutan gas umumnya berkurang pada suatu temperatur yang lebih
tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul sebuah gelembung-
gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut
dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat
kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada
beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang
lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat.
Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan
dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat
endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur

33
dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier kesetimbangan itu
bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat
endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih
tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka
kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi (Khoerunnisa,
2017).

2.9 Proses Pelarutan


Bagaimana proses yang terjadi ketika suatu zat dicampurkan membentuk
suatu larutan. Hal ini bergantung pada struktur dan sifat zat yang akan
dicampurkan. Zat-zat yang memiliki struktur sama atau mirip dengan zat yang
akan dicampurkan akan mudah saling melarutkan, sebaliknya zat-zat yang
berbeda struktur satu dengan lainnya, tidak akan saling melarutkan. Selain itu,
kepolaran suatu zat akan membantu meramalkan kelarutan zat.
2.9.1 Pelarutan cair-cair
Dalam membahas pelarutan zat cair dalam zat cair lainnya, banyak
Ilmuwan kimia mengemukakan istilah like dissolved like sebagai prinsip
umum untuk menyatakan pelarutan. Istilah ini mempunyai makna bahwa
zat-zat cair yang mempunyai struktur serupa akan saling melarutkan satu
sama lain dalam segala perbandingan, sebab molekul-molekul zat cair
yang dicampurkan mempunyai gaya tarik antarmolekul sama atau
hampir sama dalam jenis maupun kekuatan ikatannya.
Misalnya pada molekul pentana, C5H12 dan heksana, C6H14, yang
keduanya adalah molekul non-polar. Kedua zat tersebut jika
dicampurkan akan saling bercampur satu sama lain dalam segala
perbandingan. Mengapa demikian? Molekul-molekul zat non-polar
berantaraksi satu sama lain melalui gaya dispersi yang sama kuat. Gaya
tarik antar molekul C5H12 dalam cairan pentana murni dan gaya tarik
antar molekul C6H14 dalam heksana mumi hampir sama dengan gaya
tarik antar molekul C5H12 dan molekul C6H14 dalam campuran heksana
dan pentana.

34
Dengan demikian, molekul pentana akan menyebar dalam molekul-
molekul heksana atau sebaliknya karena tidak mengalami perubahan
lingkungan dalam proses pelarutan. Perbedaan kepolaran antara zat
terlarut dan pelarut tidak mempengaruhi proses pelarutan selama
perbedaannya tidak terlalu besar. Kloroform, CHCl3 yang polar dan
karbon tetraklorida, CCl4 yang non-polar dapat saling melarutkan dalam
segala perbandingan. Kedua zat tersebut tampak memiliki sifat pelarut
yang sama yakni merupakan pelarut berbagai senyawa karbon, seperti
hidrokarbon, lemak, dan minyak.
Hal ini menunjukkan gaya tarik antarmolekul dalam CHCl3 dan CCl4
mendekati sama, sekalipun kepolarannya beda. Berdasarkan kasus ini
tampak bahwa sumbangan gaya dipol sangat kecil dalam pelarutan
CHCl3 dalam CCl4. Sering dijumpai zat-zat non-polar mempunyai
kelarutan sangat kecil di dalam air. Contohnya, minyak bumi yang
merupakan campuran hidrokarbon tidak larut dalam air. Fraksi mol
pentana (non-polar) yang dapat larut dalam air hanya sekitar 0,00003.
Fakta ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Agar pentana larut dalam
air harus mampu memecahkan ikatan hidrogen yang mengikat sesama
molekul air. Namun demikian, tidak ada gaya antaraksi antarmolekul
C5H12 dan H2O yang dapat disumbangkan sebagai energi untuk
memecahkan ikatan hidrogen antarmolekul air. Oleh karena itu,
kelarutan pentana dalam air sangat kecil
Banyak cairan zat organik larut dalam air secara mudah. Kebanyakan
zat organik yang larut dalam air adalah yang mengandung oksigen dan
memiliki massa molekul rendah, contohnya metanol dan etanol. Baik
metanol maupun etanol larut dalam air dalam segala perbandingan.
Kedua golongan alkohol itu mengandung gugus hidroksil (Khoerunnisa,
2017).
2.9.2 Pelarutan Padat-Cair
Zat padat umumnya mempunyai kelarutan terbatas dalam pelarut
cair. Fraksi mol I2 dalam CCl4 mencapai jenuh pada 25°C sekitar 0,011.
Jika dibandingkan dengan Br2 yang berwujud cair pada suhu yang sama

35
tidak mempunyai batas kelarutan dalam CCl4 sehingga Br2 dalam CCl4
tidak dapat membentuk larutan jenuh.
Perbedaan gaya tarik antar molekuler menyebabkan zat padat
mempunyai kelarutan terbatas di dalam suatu pelarut. Gaya tarik antar
molekuler dalam zat padat lebih besar daripada gaya tarik antar
molekuler dalam zat cair untuk suhu yang sama sehingga dapat diduga
bahwa gaya tarik antar molekul I2 lebih besar daripada gaya tarik antar
molekul CCl4.
Oleh sebab itu, kelarutan I2 dalam CCl4 relatif rendah. Keadaan ini
didukung oleh fakta bahwa zat padat dengan titik leleh lebih rendah akan
memiliki kelarutan lebih besar dibandingkan dengan zat padat yang
memiliki titik leleh lebih tinggi untuk struktur molekuler yang serupa.
Zat padat non-polar atau sedikit polar memiliki kelarutan tinggi
dalam zat cair yang memiliki kepolaran rendah, tetapi kelarutannya
rendah dalam pelarut polar. Contohnya DDT yang dimana memiliki
struktur serupa dengan CCl4 dan CHCl3 sehingga DDT larut baik dalam
pelarut non-polar atau sedikit polar sebagaimana halnya CCl4 dan CHCl3
dibandingkan dalam pelarut polar seperti air.
2.9.3 Pelarutan Gas-Cair
Terdapat dua prinsip utama yang berkaitan dengan kelarutan gas
dalam cairan. Pertama, yaitu makin tinggi titik cair suatu gas, maka gaya
tarik antarmolekul makin mendekati sifat cairan. Dengan demikian, gas
dengan titik cair lebih tinggi memiliki kelarutan lebih besar. Kedua,
yaitu pelarut yang paling baik untuk gas adalah pelarut mempunyai
gaya tarik antarmolekul mirip dengan yang dimiliki oleh gas
(Khoerunnisa, 2017).

2.10 Kacang Tanah


Tanaman kacang-kacangan merupakan salah satu sumber minyak nabati
yang kandungannya cukup tinggi. Penggunaan minyak nabati cukup luas,
disamping sebagai minyak makan, juga digunakan untuk bahan industri.
Industri minyak nabati telah dikenal di Indonesia sejak dahulu. Sebagai

36
minyak makan, minyak nabati dari kacang-kacangan digunakan sebagai
bahan pengganti minyak kelapa jika produksi minyak kelapa tidak
mencukupi. Pada umumnya minyak nabati merupakan sumber asam lemak
tidak jenuh. Beberapadi antaranya merupakan asam lemak esensial, antara
lain asam oleat, linoleat, linolenat dan arakhidonat. Oleh karena itu
penelitian terhadap minyak nabati perlu ditingkatkan, khususnya terhadap
minyak nabati dari kacang-kacangan yang tinggi kandungan asam lemak
tidak jenuhnya. Ada beberapa cara ekstraksi untuk mendapatkan minyak
nabati dari kacang-kacangan, antara lain dengan cara pengepresan mekanik,
ekstraksi dengan pelarut dan cara rendering. Akan tetapi secara komersial
proses produksinya menjadi tidak ekonomis karena efisiensi pembuatannya
yang rendah, sehingga harga minyak menjadi mahal.
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah tanaman polong-polongan
atau legum anggota suku Fabaceae yang dibudidayakan, serta menjadi
kacangkacangan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman
yang berasal dari benua Amerika ini tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga
50 cm (1 hingga 1½ kaki) dengan daun-daun kecil tersusun majemuk.
Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan tepatnya adalah Brazillia, namun
saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis.
Masuknya kacang tanah ke Indonesia pada abad ke-17 diperkirakan karena
dibawa oleh pedagang-pedagang yang melakukan pelayarannya dari
Meksiko ke Maluku setelah tahun 1597 Pada tahun 1863 Holle memasukkan
Kacang Tanah dari Inggris dan pada tahun 1864 Scheffer memasukkan pula
kacang tanah dari Mesir Republik Rakyat Tiongkok dan India kini
merupakan penghasil kacang tanah terbesar dunia. Protein kacang tanah,
sekitar 30% penyusunnya terdiri atas asam amino esensial seperti arginin,
fenil alanin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, triptofan, dan valin.
Kandungan mineral utama kacang tanah adalah kalsium, magnesium, fosfor,
dan sulfur. Sedangkan untuk vitamin, di antaranya adalah riboflavin,
thiamin, asam nikotinat, vitamin E, dan vitamin A. Vitamin E (tokoferol)

37
yang juga memiliki aktivitas sebagai suatu antioksidan tersebut (Yulifianti,
Santosa and Widowati, 2015).
Minyak kacang tanah seperti juga minyak nabati lainnya merupakan
salah satu kebutuhan manusia, yang dipergunakan baik sebagai bahan
pangan (edible purpose) maupun bahan non pangan. Sebagai bahan pangan
minyak kacang tanah digunakan untuk minyak goreng, bahan dasar
pembuatan margarin mayonaise, salad dressing, mentega putih (shortening)
dan mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan minyak jenis lainnya
karena dapat dipakai berulang-ulang untuk menggoreng bahan pangan.
Sebagai bahan non pangan, minyak kacang tanah digunakan dalam industri
sabun, face cream, shaving cream, pencuci rambut dan bahan kosmetik
lainnnya. Dalam bidang farmasi minyak kacang tanah dapat dipergunakan
untuk campuran pembuatan adrenalin dan obat asma.
Minyak kacang tanah memiliki warna kuning pucat karena kandungan
pigmen karotenoid dan lutein. Minyak kacang tanah komersial diketahui
memiliki kadar air sebesar 0.09%, sedangkan minyak kacang tanah mentah
memiliki nilai kadar air 0.28%. Kadar air minyak hasil pemucatan berkisar
antara 0.01-0.11%. Proses pemucatan dilakukan dengan adsorben yang
memiliki aktifitas permukaan yang tinggi menyerap zat warna pada minyak.
Parameter yang mempengaruhi optimasi proses pemucatan yaitu suhu,
waktu, dan juga suatu konsentrasi adsorben (Suryani, Susanto and
Wijayanti, 2016).
Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi
perpindahan panas antara benda dengan lingkungannya. Pada suatu situasi
tertentu, aliran panas ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila
bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair),
cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat).
Energi yang diperlukan disebut panas transformasi. Energi yang diperlukan
disebut kalor transformasi. Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa
darimateri bermassa m adalah sebagai berikut (Setiawan, Sitepu and
Ambarita, 2015):

38
QL= m.Le....................................................................................................(2.1)
Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut
merubah temperatur dari suatu benda. Perubahan intensitas panas dapat
diukur dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka
dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai
panas sensibel. Dengan kata lain, panas sensibel adalah panas yang
diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga
temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida
tersebut. Material yang digunakan sebagai PCM harus memiliki panas laten
yang besar dan konduktifitas termal yang tinggi. PCM tersebut juga harus
memiliki temperatur titik cair yang bekerja pada rentang temperatur yang
diizinkan, reaksi kimia yang stabil, biaya rendah, tidak beracun, dan tidak
menyebabkan korosi. PCM diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu organik
dan non organik.. Keuntungan penggunaan PCM organik adalah sifat fisik
dan kimia yang stabil dan perilaku termal material yang baik. Kerugian
penggunaan PCM ini adalah konduktifitas termal rendah, massa jenis
rendah, titik lebur rendah, kelembapan tinggi, mudah terbakar, dan
perubahan volume. PCM non organik merupakan campuran unsur metal
pembentuk garam.
QS = m·Cp·∆ T………..……………………………………………………………...
(2.2)
Keuntungan pada penggunaan PCM non organik adalah penyimpanan
energi yang tinggi, konduktifitas termal tinggi, dan tidak mudah terbakar.
Kerugian pada penggunaan PCM ini adalah mudah menyebabkan
pengkaratan, pemisahan unsur ketika terjadi perubahan fasa, dan penurunan
suhu yang dimana berubah drastic (Setiawan, Sitepu dan Ambarita,
2015).

39

Anda mungkin juga menyukai