Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oleokimia
Oleokimia adalah bahan kimia yang dihasilkan dari minyak dan lemak,
yaitu yang diturunkan dari trigliserida menjadi bahan oleokimia. Pada dasarnya
oleokimia yang berasal dari bahan baku alami menunjukkan sebagai oleokimia
alami. Bahan baku oleokimia sebagian besar berasal dari lemak hewan dan
minyak nabati. Secara industri, sebagian asam lemak diperoleh secara langsung
dari hewani atau nabati menghasilkan rantai karbon panjang. Sangat
memungkinkan untuk menghasilkan berbagai macam produk dari asam lemak.
Diantara produk asam lemak seperti ester asam lemak memiliki aplikasi yang
penting sebagai pelarut, pembungkus, resin, plastik, pelapis, parfum, kosmetik,
flavor, sabun, obat-obatan, bioenergi, dan pelumas (Ketaren, 2005).
Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida
sebagai bahan bakunya. Hal ini terjadi karena secara umum, para pengusaha
masih ragu untuk terjun secara langsung ke industri oleokimia. Masih sangat
jarang dijumpai sebuah industri yang mengolah bahan baku langsung menjadi
bahan kimia tanpa melalui trigliserida. Padahal secara ekonomi dan teknik,
banyak produk dari bahan alami yang bisa diolah langsung dari bahan nabati
tanpa melalui trigliserida. Contohnya adalah pengolahan secara langsung buah
kelapa sawit menjadi asam lemak.

2.2 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak yang digunakan segabai bahan bakar
alternatif pengganti petrodiesel yang dibuat melalui reaksi transesterifikasi
minyak nabati seperti CPO dan minyak kelapa. Biodiesel bersifat biodegradable,
dan hampir tidak mengandung sulfur. Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk
100% (B100) atau dicampur dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi
tertentu (BXX), seperti 10% biodiesel dicampur dengan solar 90% yang dikenal
dengan nama B10. Biodiesel juga memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan
solar seperti (Setiadi, 2015) :

3
1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan
bakunya terjamin
2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya
kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik
daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin
4. Dapat diproduksi secara lokal
5. Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
6. Menurunkan tingkat opasiti asap
7. Menurunkan emisi gas buang
8. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan
biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)
melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, bertujuan untuk mengubah
trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FAME). Kandungan asam lemak
bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor penentu jenis proses
pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki kandungan kadar FFA
rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode
transesterifikasi (Destianna, 2007).

2.3 Bahan Baku Pembuatan Biodiesel


2.3.1 Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai
pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori bahan pangan.
Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya
berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik
lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud
cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya
meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua
karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh,

4
seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida
yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah
lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam asam lemak yang terikat oleh
gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang terikat dengan
senyawa gliserol. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom
karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh
dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zig-zag. Asam lemak dengan
rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik
intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya
juga akan naik (Sahirman, 2009).
Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida
termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam
tubuh manusia. Keragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati
diri asam lemak. Trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol
dan tiga molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga
molekul asam stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril
tristearat atau tristearin. Trigliserida sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan
trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen
asam lemak yang berbeda. Lemak hewan dan minyak nabati merupakan campuran
beberapa trigliserida. Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat
dibedakan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon
(Yoeswono dan Tahir, 2007).
Kandungan minyak goreng dibalik warnanya yang bening kekuningan,
minyak goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi
terbanyak dari minyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak.
Sebagian besar lemak dalam makanan (termasuk minyak goreng) berbentuk
trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan berubah menjadi satu molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai
semakin banyak asam lemak bebas yang dihasilkan, pada proses oksidasi lebih
lanjut, asam lemak bebas ini akan menyebabkan lemak atau minyak menjadi bau
tengik. Biasanya untuk menghilangkan atau memperlambat oksidasi yang

5
menyababkan bau tengik ini, minyak goreng ditambah dengan vitamin A, C, D
atau E (Ketaren, 2005).
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada
suhu tinggi 1700–1800oC dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang
menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan
polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan
minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa
tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas
(FFA), bilangan iodin (IV), timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa,
hanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang digoreng (Ketaren,
2005). Standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut :
Tabel 2.1 Standar Mutu Minyak Goreng.
No Kriteria Uji Persyaratan
1. Bau Normal
2. Rasa Normal
3. Warna Muda Jernih
4. Cita Rasa Hambar
5. Kadar Air Max 0,3%
6. Asam Lemak Bebas Max 0,3%
7. Titik Asap Max 200
8. Bilangan Iodin 45-51
(Sumber : SNI 3741 – 1995)

2.3.1.1 Jenis-jenis Minyak Goreng


Minyak goreng dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan
(Ketaren, 2005) yaitu :
A. Berdasarkan sifat fisiknya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Minyak tidak mengering (non drying oil)
 Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, aitu minyak zaitun, minyak
buah persik, inti peach dan minyak kacang.
 Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape, dan minyak biji mustard
 Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi, minyak ikan paus, salmon,
sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba,
dan minyak purpoise.

6
2. Minyak nabati setengah mengering (semi drying oil), misalnya minyak
biji kapas, minyak biji bunga matahari, kapok, gandum, croton, jagung,
dan urgen.
3. Minyak nabati mengering (drying oil), misalnya minyak kacang
kedelai, biji karet, safflower, argemone, hemp, walnut, biji poppy, biji
karet, perilla, tung linseed dan candle nut.

B. Berdasarkan sumbernya dari tanaman, diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed,
wijen, kedelai, dan bunga matahari.
2. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.
3. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit,
cohume.

C. Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya,


yakni :
1. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids). Asam lemak
jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu (asam laurat) dan minyak
kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi/berubah menjadi asam
lemak jenis lain.
2. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty
acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids). Asam
lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah
terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan
komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Semakin banyak
jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated), semakin mudah
bereaksi/berubah minyak tersebut.
3. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid). Asam lemak trans
banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak
terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans
meningkatkan kadar kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik
dan menyebabkan bayi-bayi lahir prematur.

7
2.3.1.2 Sifat-sifat Minyak Goreng
Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren,
2005), yakni :
A. Sifat Fisik
1. Warna, yang mana terdiri dari 2 golongan. Golongan pertama yaitu, zat
warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang
mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses
ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna
kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna
kehijauan) dan antosyanin (berwarna kemerahan). Golongan kedua
yaitu, zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna
gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E),
warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang
telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak
tidak jenuh.
2. Odor dan flavor terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi
karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.
3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor
oil), dan minyak sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide
dan pelarut-pelarut halogen.
4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada
suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.
5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak
tersebut.
7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh
kehadiran komponen-komponenya.
8. Shot melting point, yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama
dari minyak atau lemak.

8
9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25⁰C dan juga perlu
dilakukan pengukuran pada temperature 40⁰C
10. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak
dipanaskan. Merupakan criteria mutu yang penting dalam hubungannya
dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.
11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara
mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.

B. Sifat Kimia
1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan
kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam minyak tersebut.
2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.
3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan
rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam
lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan
prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang
menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yan
bersifat tidak menguap.

2.3.2 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan
bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan
bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara
alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap

9
metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol
tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi
karbon dioksida dan air (Nurul et., 2010).
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera
akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering
digunakan sebagai bahan aditif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan
industri. Penambahan racun ini akan menghindarkan industri dari pajak yang
dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras
(minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena
ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol
dihasilkan melalui proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air
dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida,
kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi
dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya
adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.

2.3.3 Asam Sulfat (H2SO4)


Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak
berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam.
Bahan kimia ini dapat larut dengan air dengan segala perbandingan, mempunyai
titik leleh 10,49 ºC dan titik didih pada 340 ºC tergantung kepekatan serta pada
temperatur 300 oC atau lebih terdekomposisi menghasilkan sulfur trioksida (Nurul
et., 2010).

2.4 Metode Transesterifikasi


Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan untuk
memproduksi biodiesel yang dapat menghasilkan hingga 95% rendemen minyak
biodiesel dari bahan baku minyak tumbuhan.

10
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi (Destianna, 2007).

Metode ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu :


1. Pencampuran katalis alkali (NaOH dan KOH) dengan alkohol metanol atau
etanol pada konsentrasi katalis antara 0,5 – 1 % dan 10 – 20 % metanol
terhadap massa minyak.
2. Pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 55 ºC -
60 ºC dengan kecepatan pengadukan konstan selama 30 – 45 menit.
3. Setelah reaksi berhenti campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan
antara metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan disebut crude
biodiesel, karena mengandung zat pengotor seperti sisa metanol dan katalis
alkalin, gliserol serta sabun.
4. Metil ester yang dihasilkan tahap ketiga dicuci dengan air hangat untuk
memisahkan zat pengotor dan dilanjutkan dengan menguapkan air yang
5. Terkandung dalam biodiesel.

Molekul metil ester adalah rantai karbon lurus yang sama dengan bahan
bakar diesel dari minyak bumi atau sedikit terikat yang memiliki molekul oksigen
pada ujung rantai karbon. Pada aplikasi minyak tanah, tata nama asam lemak
rantai terbuka dan asam lemak rantai tertutup berubah ke nama IUPAC nya yaitu
alkane dimana rantai karbon tertutup dengan hubungan hidrokarbon yang
dinyatakan dengan (CnH2n+2), rantai asam lemak tertutup tunggal menjadi alkene
(ofelin) dengan hubungan hidrokarbon yang dinyatakan dengan (CnH2n), asam
yang mengandung banyak rantai lemak terbuka menjadi alkyne dengan hubungan
hidrokarbon (CnH2n-2) (Maharani, 2010).

11
Proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap esterifikasi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung
dalam 3 tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.2 :

Gambar 2.2 Tahapan Reaksi Transesterifikasi (Destianna, 2007).

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu :
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Transesterifikasi


Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu
menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum.
Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel
melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Murniasih, 2009) :
A. Pengaruh Air dan Asam Lemak Bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan
asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang
akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis,
sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak
dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

12
B. Pengaruh Perbandingan Molar Alkohol dengan Bahan Mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1
mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat
menghasilkan konversi 98% (Hui, 1996). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang
diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam
konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%.
Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi
yang maksimum.
C. Pengaruh Jenis Alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
D. Pengaruh Jenis Katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida
(KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3).
Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi
transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah
katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi
adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak
nabati untuk natrium hidroksida.
E. Metanolysis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah
dihilangkan getahnya dan disaring.
F. Pengaruh Temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65ºC (titik
didih metanol sekitar 65ºC). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur

13
yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan
waktu reaksi yang lebih lama.

2.5 Metode Esterifikasi


Salah satu cara untuk memproduksi biodiesel adalah dengan esterifikasi
asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati. Komponen terbesar pada
minyak nabati adalah trigliserida yang merupakan ikatan asam lemak jenuh dan
tak jenuh. Tiap jenis minyak nabati mengandung komposisi asam lemak yang
berbeda-beda. Sebagai contoh minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan
tak jenuh dalam jumlah yang sama. Kandungan asam lemak terdiri dari asam oleat
42%, asam linoleat 9%, asam palmitat 43%, asam stearat 4%, dan asam miristat
2% (Manurung, 2010).
Reaksi esterifikasi adalah reaksi endotermis. Proses ini berlangsung
dengan katalis asam antara lain H2SO4, H3PO4, dan asam sulfonat. Untuk

mengarahkan reaksi ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya
alkohol diberikan dalam jumlah yang berlebihan dan air diambil selama reaksi.
Umumnya pengambilan air dilakukan secara kimia, fisika dan pervorasi.
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam
lemak dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada
Gambar 2.3 berikut :

Gambar 2.3 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak (Manurung, 2010)

Adapun mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat


pada Gambar 2.4:

14
Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Esterifikasi (Manurung, 2010).

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi bolak balik yang berjalan lambat,


sehingga untuk waktu reaksi yang relatif pendek reaksi ke kiri (arah reaktan)
dapat diabaikan terhadap reaksi ke kanan (arah produk ).

15

Anda mungkin juga menyukai