TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oleokimia
Oleokimia adalah bahan kimia yang dihasilkan dari minyak dan lemak,
yaitu yang diturunkan dari trigliserida menjadi bahan oleokimia. Pada dasarnya
oleokimia yang berasal dari bahan baku alami menunjukkan sebagai oleokimia
alami. Bahan baku oleokimia sebagian besar berasal dari lemak hewan dan
minyak nabati. Secara industri, sebagian asam lemak diperoleh secara langsung
dari hewani atau nabati menghasilkan rantai karbon panjang. Sangat
memungkinkan untuk menghasilkan berbagai macam produk dari asam lemak.
Diantara produk asam lemak seperti ester asam lemak memiliki aplikasi yang
penting sebagai pelarut, pembungkus, resin, plastik, pelapis, parfum, kosmetik,
flavor, sabun, obat-obatan, bioenergi, dan pelumas (Ketaren, 2005).
Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida
sebagai bahan bakunya. Hal ini terjadi karena secara umum, para pengusaha
masih ragu untuk terjun secara langsung ke industri oleokimia. Masih sangat
jarang dijumpai sebuah industri yang mengolah bahan baku langsung menjadi
bahan kimia tanpa melalui trigliserida. Padahal secara ekonomi dan teknik,
banyak produk dari bahan alami yang bisa diolah langsung dari bahan nabati
tanpa melalui trigliserida. Contohnya adalah pengolahan secara langsung buah
kelapa sawit menjadi asam lemak.
2.2 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak yang digunakan segabai bahan bakar
alternatif pengganti petrodiesel yang dibuat melalui reaksi transesterifikasi
minyak nabati seperti CPO dan minyak kelapa. Biodiesel bersifat biodegradable,
dan hampir tidak mengandung sulfur. Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk
100% (B100) atau dicampur dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi
tertentu (BXX), seperti 10% biodiesel dicampur dengan solar 90% yang dikenal
dengan nama B10. Biodiesel juga memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan
solar seperti (Setiadi, 2015) :
3
1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan
bakunya terjamin
2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya
kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik
daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin
4. Dapat diproduksi secara lokal
5. Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
6. Menurunkan tingkat opasiti asap
7. Menurunkan emisi gas buang
8. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan
biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)
melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, bertujuan untuk mengubah
trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FAME). Kandungan asam lemak
bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor penentu jenis proses
pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki kandungan kadar FFA
rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode
transesterifikasi (Destianna, 2007).
4
seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida
yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah
lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam asam lemak yang terikat oleh
gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang terikat dengan
senyawa gliserol. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom
karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh
dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zig-zag. Asam lemak dengan
rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik
intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya
juga akan naik (Sahirman, 2009).
Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida
termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam
tubuh manusia. Keragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati
diri asam lemak. Trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol
dan tiga molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga
molekul asam stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril
tristearat atau tristearin. Trigliserida sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan
trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen
asam lemak yang berbeda. Lemak hewan dan minyak nabati merupakan campuran
beberapa trigliserida. Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat
dibedakan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon
(Yoeswono dan Tahir, 2007).
Kandungan minyak goreng dibalik warnanya yang bening kekuningan,
minyak goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi
terbanyak dari minyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak.
Sebagian besar lemak dalam makanan (termasuk minyak goreng) berbentuk
trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan berubah menjadi satu molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai
semakin banyak asam lemak bebas yang dihasilkan, pada proses oksidasi lebih
lanjut, asam lemak bebas ini akan menyebabkan lemak atau minyak menjadi bau
tengik. Biasanya untuk menghilangkan atau memperlambat oksidasi yang
5
menyababkan bau tengik ini, minyak goreng ditambah dengan vitamin A, C, D
atau E (Ketaren, 2005).
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada
suhu tinggi 1700–1800oC dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang
menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan
polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan
minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa
tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas
(FFA), bilangan iodin (IV), timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa,
hanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang digoreng (Ketaren,
2005). Standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut :
Tabel 2.1 Standar Mutu Minyak Goreng.
No Kriteria Uji Persyaratan
1. Bau Normal
2. Rasa Normal
3. Warna Muda Jernih
4. Cita Rasa Hambar
5. Kadar Air Max 0,3%
6. Asam Lemak Bebas Max 0,3%
7. Titik Asap Max 200
8. Bilangan Iodin 45-51
(Sumber : SNI 3741 – 1995)
6
2. Minyak nabati setengah mengering (semi drying oil), misalnya minyak
biji kapas, minyak biji bunga matahari, kapok, gandum, croton, jagung,
dan urgen.
3. Minyak nabati mengering (drying oil), misalnya minyak kacang
kedelai, biji karet, safflower, argemone, hemp, walnut, biji poppy, biji
karet, perilla, tung linseed dan candle nut.
7
2.3.1.2 Sifat-sifat Minyak Goreng
Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren,
2005), yakni :
A. Sifat Fisik
1. Warna, yang mana terdiri dari 2 golongan. Golongan pertama yaitu, zat
warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang
mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses
ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna
kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna
kehijauan) dan antosyanin (berwarna kemerahan). Golongan kedua
yaitu, zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna
gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E),
warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang
telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak
tidak jenuh.
2. Odor dan flavor terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi
karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.
3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor
oil), dan minyak sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide
dan pelarut-pelarut halogen.
4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada
suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.
5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak
tersebut.
7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh
kehadiran komponen-komponenya.
8. Shot melting point, yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama
dari minyak atau lemak.
8
9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25⁰C dan juga perlu
dilakukan pengukuran pada temperature 40⁰C
10. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak
dipanaskan. Merupakan criteria mutu yang penting dalam hubungannya
dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.
11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara
mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.
B. Sifat Kimia
1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan
kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air
dalam minyak tersebut.
2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.
3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan
rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam
lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan
prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang
menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yan
bersifat tidak menguap.
2.3.2 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan
bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan
bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara
alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap
9
metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol
tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi
karbon dioksida dan air (Nurul et., 2010).
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera
akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering
digunakan sebagai bahan aditif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan
industri. Penambahan racun ini akan menghindarkan industri dari pajak yang
dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras
(minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena
ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol
dihasilkan melalui proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air
dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida,
kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi
dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya
adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.
10
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi (Destianna, 2007).
Molekul metil ester adalah rantai karbon lurus yang sama dengan bahan
bakar diesel dari minyak bumi atau sedikit terikat yang memiliki molekul oksigen
pada ujung rantai karbon. Pada aplikasi minyak tanah, tata nama asam lemak
rantai terbuka dan asam lemak rantai tertutup berubah ke nama IUPAC nya yaitu
alkane dimana rantai karbon tertutup dengan hubungan hidrokarbon yang
dinyatakan dengan (CnH2n+2), rantai asam lemak tertutup tunggal menjadi alkene
(ofelin) dengan hubungan hidrokarbon yang dinyatakan dengan (CnH2n), asam
yang mengandung banyak rantai lemak terbuka menjadi alkyne dengan hubungan
hidrokarbon (CnH2n-2) (Maharani, 2010).
11
Proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap esterifikasi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung
dalam 3 tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.2 :
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu :
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)
12
B. Pengaruh Perbandingan Molar Alkohol dengan Bahan Mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1
mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat
menghasilkan konversi 98% (Hui, 1996). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang
diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam
konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%.
Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi
yang maksimum.
C. Pengaruh Jenis Alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
D. Pengaruh Jenis Katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida
(KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3).
Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi
transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah
katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi
adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak
nabati untuk natrium hidroksida.
E. Metanolysis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah
dihilangkan getahnya dan disaring.
F. Pengaruh Temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65ºC (titik
didih metanol sekitar 65ºC). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur
13
yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan
waktu reaksi yang lebih lama.
mengarahkan reaksi ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya
alkohol diberikan dalam jumlah yang berlebihan dan air diambil selama reaksi.
Umumnya pengambilan air dilakukan secara kimia, fisika dan pervorasi.
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam
lemak dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada
Gambar 2.3 berikut :
14
Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Esterifikasi (Manurung, 2010).
15