Anda di halaman 1dari 17

DEODORASI

PERCOBAAN III

(Mata Kuliah Praktikum Refenery dan Pengolahan Turunan Minyak Sawit)

Kelompok 3

Ani Pujawati (B1317008)


Ayu Puji Lestari (B1317009)
Dwi Atika Yulianti (B1317072)
Joo Vani Lutfiyadi (B1317027)
Mega Novita Sari (B1317036)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT
PELAIHARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengolahan Kelapa sawit merupakan suatu proses pengolahan yang
menghasilkan minyak kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh ialah
minyak sawit, inti sawit, sabut, cangkang dan tandan kosong. Pabrik kelapa sawit
(PKS) dalam konteks industri kelapa sawit di Indonesia dipahami sebagai unit
ekstraksi crude palm oil (CPO) dan inti sawit dari tandan buah segar (TBS) kelapa
sawit. PKS tersusun atas unit-unit proses yang memanfaatkan kombinasi
perlakuan mekanis, fisik, dan kimia.
Parameter penting produksi seperti efisiensi ekstraksi, rendemen, kualitas
produk sangat penting perananya dalam menjamin daya saing industri perkebunan
kelapa sawit di banding minyak nabati lainnya. Perlu diketahui bahwa kualitas
hasil minyak CPO yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh kondisi buah (TBS)
yang diolah dalam pabrik. Sedangkan proses pengolahan dalam pabrik hanya
berfungsi menekan kehilangan dalam pengolahannya, sehingga kualitas CPO
yang dihasilkan tidak semata-mata tergantung dari TBS yang masuk ke dalam
pabrik.
Pada prinsipnya proses pengolahan kelapa sawit adalah proses ekstraksi CPO
secara mekanis dari tandan buah segar kelapa sawit (TBS) yang diikuti dengan
proses pemurnian. Secara keseluruhan proses tersebut terdiri dari beberapa tahap
proses yang berjalan secara sinambung dan terkait satu sama lain kegagalan pada
satu tahap proses akan berpengaruh langsung pada proses berikutnya (Siswaidi,
2012).
Proses tersebut terdiri dari degumming (penghilangan kotoran), bleaching
(pemucatan) dan deodorasi (penghilangan bau). Pada praktikum ini dilakukan
deodorasi pada CPO.

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghilangkan bau pada CPO.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Deodorasi


Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak dan lemak yang
bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavour) yang tidak disukai
konsumen menggunakan cara destilasi dengan suatu aliran uap pada tekanan
vakum serta suhu yang semakin tinggi (150ºC -250ºC). Tekanan uap zat-zat yang
berbau adalah sangat rendah hingga dengan suhu yang sangat tinggi baru dapat
diuapkan dengan tekanan atmosfer. Tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat merusak
minyak dan lemak. Deodorisasi didasarkan pada perbedaan volalitas (kemudahan
menguap) antara minyak (trigliserida) dengan komponen pengotor yang tidak
diinginkan ini mempengaruhi aroma, rasa, warna, dan stabilitas minyak.
Proses deodorisasi yang banyak dilakukan adalah cara distilasi uap yang
didasarkan pada perbedaan harga volatilitas gliserida dengan senyawa-senyawa
yang menimbulkan rasa dan bau tersebut, dimana senyawa-senyawa tersebut lebih
mudah menguap daripada gliserida. Uap yang digunakan adalah superheated
steam (uap kering), yang mudah dipisahkan secara kondensasi.
Proses deodorisasi sangat dipengaruhi oleh faktor tekanan, temperatur dan
waktu, yang kesemuanya harus disesuaikan dengan jenis minyak mentah yang
diolah dan sistem proses yang digunakan. Temperatur operasi dijaga agar tidak
sampai menyebabkan turut terdistilasinya gliserida. Tekanan diusahakan serendah
mungkin agar minyak terlindung dari oksidasi oleh udara dan mengurangi jumlah
pemakaian uap. Pada umumnya, tekanan operasi sekitar 5 – 20 mmHg dan
temperature 240 – 270 oC, serta menggunakan gas nitrogen untuk menghindari
terjadinya oksidasi.
Deodorisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan bau dan rasa
yang tidak enak dalam minyak sawit kasar. Prinsip proses deodorisasi adalah
penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan
vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan
untuk bahan pangan. Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan
minyak ke dalam ketel deodorisasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada
suhu 240 – 270 oC pada tekanan 1 atmosfer dan selanjutnya pada tekanan rendah
dengan tetap dialiri uap panas, selama 4 - 6 jam. Pada suhu yang lebih tinggi,
komponen yang menimbulkan bau dalam minyak akan lebih mudah menguap.
Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi jumlah uap yang
digunakan dan mencegah hidrolisis minyak oleh uap air. Setelah proses
deodorisasi sempurna, minyak harus cepat didinginkan dengan mengalirkan air
dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak menurun menjadi sekitar 84
o
C dan selanjutnya ketel dibuka serta minyak dikeluarkan. Hasil minyak yang
telah dimurnikan sedapat mungkin dijaga agar tidak banyak mengalami kerusakan
dengan memperhatikan faktor-faktor suhu, cara penanganan, dan kemasan yang
dipakai (Ketaren, 2005).
Deodorisasi sebagai tahap terakhir dalam pemurnian minyak, merupakan
proses pelucutan oleh uap air (steam). Uap panas yang digunakan merupakan uap
kualitas baik (1-3% dari minyak), yang dibangkitkan dari air umpan yang telah
dideaerasi dan mengalami perlakuan tertentu, yang kemudian diinjeksikan ke
dalam minyak pada suhu tinggi (252-266oC) dan kevakuman tinggi (<6 mmHg).
(Gunstone, 2002).

2.2. Faktor Penting dalam Proses Deodorasi


Faktor yang penting pada proses deodorisasi, adalah jumlah minyak, jumlah
komponen volatil, jumlah uap yang dipakai, dan besar tekanan dalam proses.
Proses deodorisasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa dan bau
yang tidak dikehendaki dalam minyak untuk makanan. Senyawa-senyawa yang
menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak tersebut biasanya berupa senyawa
karbohidrat tak jenuh, asam lemak bebas dengan berat molekul rendah, senyawa-
senyawa aldehid dan keton serta senyawa-senyawa yang mempunyai volatilitas
tinggi lainnya. Oleh karena itu, dilaksanakan praktikum ini untuk mempraktekkan
proses deodorasi pada CPO (Crude Palm Oil).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses deodorisasi adalah:
1. Suhu dan tekanan vacum
Suhu berhubungan dengan tekanan vacum. Hasil yang dikehendaki dapat
diperoleh apabila suhu dijaga antara 230 oC–240 oC.
2. Lama waktu deodorisasi
Dengan menggunakan suatu standar bau dan flavor pada produk akhir proses
deodorisasi, maka deodorisasi pada suhu 204 oC memerlukan waktu 3 kali lebih
lama dari pada suhu 230 oC.
3. Banyaknya uap yang dibutuhkan
Berkaitan dengan tekanan vacum, suhu dan tinggi minyak atau sejumlah
minyak dalam deodorisasi. Ditemukan bahwa konsumsi total uap sebanyak 660
lb/Ton minyak yang diperlukan adalah cukup untuk membuat vacum dan untuk
memastikan dekstruksi peroksida (Wardhanu, 2009).

2.3. Prinsip Proses Deodorasi


Prinsip proses deodorisasi adalah penyulingan minyak dengan
menggunakan uap panas dalam tekanan atmosfer atau dengan keadaan vacum.
Deodorisasi didasarkan pada perbedaan volalitas (kemudahan menguap) antara
minyak (trigliserida) dengan komponen pengotor yang tidak diinginkan ini
mempengaruhi aroma, rasa, warna, dan stabilitas minyak. Faktor yang penting
pada proses deodorisasi, adalah jumlah minyak, jumlah komponen volatil, jumlah
uap yang dipakai, dan besar tekanan dalam proses (Wardhanu, 2009).
Deodorisasi adalah tahapan dalam proses minyak yang digunakan untuk
menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses
deodorisasi adalah penyulingan minyak dengan menggunakan uap panas dalam
tekanan atmosfer atau dengan keadaan vacuum (Sudaryat, 2014). Senyawa yang
dapat menimbulkan flavor dalam minyak ada dua macam, yaitu :
a. Flavor alamiah
Flavor tersebut secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung
minyak dan ikut terekstrak pada proses pemisahan minyak dengan cara
pengepresan. Minyak yang berbau sengit/tengik dan rasa getir disebabkan oleh
thio sianida, senyawa ini banyak terdapat pada bahan yang berasal dari biji-
bijian.
b. Flavor yang ditambahkan dari kerusakan proses pengolahan
Kerusakan tersebut selama proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, adanya kotoran dalam minyak dan pada proses pemurnian.
Senyawa yang terbentuk merupakan hasil degradasi trigliserida dalam minyak
yang menghasilkan asam lemak bebas, aldehid, keton dan sebagainya.

2.4. Tujuan Proses Deodorasi


Proses deodorisasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
dan bau yang tidak dikehendaki dalam minyak untuk makanan. Senyawa-senyawa
yang menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak tersebut biasanya berupa
senyawa karbohidrat tak jenuh, asam lemak bebas dengan berat molekul rendah,
senyawa-senyawa aldehid dan keton serta senyawa-senyawa yang mempunyai
volatilitas tinggi lainnya. Kadar senyawa-senyawa tersebut di atas, walaupun
cukup kecil telah cukup untuk memberikan rasa dan bau yang tidak enak,
kadarnya antara 0,001 – 0,1 % (Hastuti, 2015).
Proses deodorisasi yang banyak dilakukan adalah cara distilasi uap yang
didasarkan pada perbedaan harga volatilitas gliserida dengan senyawa-senyawa
yang menimbulkan rasa dan bau tersebut, dimana senyawa-senyawa tersebut lebih
mudah menguap dari pada gliserida. Uap yang digunakan adalah superheated
steam (uap kering), yang mudah dipisahkan secara kondensasi. Proses deodorisasi
sangat dipengaruhi oleh faktor tekanan, temperatur dan waktu, yang kesemuanya
harus disesuaikan dengan jenis minyak mentah yang diolah dan sistim proses
yang digunakan. Temperatur operasi dijaga agar tidak sampai menyebabkan turut
terdistilasinya gliserida. Tekanan diusahakan serendah mungkin agar minyak
terlindung dari oksidasi oleh udara dan mengurangi jumlah pemakaian uap. Pada
sistem batch ini, tekanan operasi sekitar 3 torr dan temperatur 240oC.

2.5. Parameter Proses dan Kondisi Deodorisasi


Deodorisasi pada prinsipnya merupakan proses pelucutan oleh gas pelucut
dalam kondisi vakum pada suhu tertentu. Dan selama proses tersebut asam-asam
lemak bebas dan komponen-komponen odor dihilangkan untuk mendapatkan
minyak yang tidak berbau. Meskipun proses ini secara umum dinamakan
deodorisasi, tetapi sebenarnya merupakan kombinasi dari tiga operasi yang
berbeda (O’Brien 2004):
a. Distilasi
yaitu pelucutan komponen volatil (asam lemak bebas, tokoferol, tokotrienol,
sterol, dan kontaminan seperti pestisida atau hidrokarbon aromatik polisiklik
ringan, dsb)
b. Deodorisasi
yaitu penghilangan komponen-komponen penyebab bau.
c. Thermal bleaching
yaitu seperti penghancuran pigmen (karotenoid) oleh panas sementara
menjaga efek samping reaksi seperti cis-trans isomerisasi, polimerisasi, dsb.
Parameter deodorisasi optimal (suhu, tekanan operasi, dan jumlah gas
pelucut) ditentukan oleh jenis minyak dan proses pemurnian yang dipilih (secara
kimia atau secara fisik), tetapi juga oleh rancangan deodorizer. Pemurnian secara
fisik memerlukan kondisi yang lebih ketat dibandingkan pemurnian secara kimia.
Hal ini karena penghilangan asam lemak bebas dilakukan dengan distilasi, dan
dalam pemurnian secara fisik kadar asam lemak bebas awal cukup tinggi.
Kondisi proses deodorisasi bergantung pada jenis minyak, kualitas minyak,
dan sistem pemurnian (refining) yang digunakan. Pergeseran teknologi pemurnian
kini lebih kearah pemurnian secara fisik dimana asam lemak bebas secara
eksklusif dihilangkan melalui distilasi uap dan membutuhkan kondisi yang lebih
terkontrol dibandingkan minyak yang dimurnikan secara kimiawi. Dengan
pemurnian secara kimiawi, sebagian besar kadar asam lemak bebas telah
dinetralkan sebelum deodorisasi. Minyak yang mengalami pemurnian secara fisik
memiliki kadar asam lemak bebas berkisar 1 sampai 5% dibandingkan dengan
minyak yang dimurnikan secara kimiawi yaitu 0.05 – 0.1%. Kebutuhan distilasi
uap baik untuk minyak yang telah dimurnikan secara fisik maupun secara kimia
dapat dicapai dengan mengubah satu atau lebih variabel operasi. Empat variabel
operasi yang saling terkait yang mempengaruhi kualitas minyak yang
dideodorisasi adalah derajat vakum, suhu, laju alir gas pelucut, dan waktu tinggal
pada suhu deodorisasi.
Derajat vakum
Jika asam lemak dan senyawa-senyawa odor didistilasi pada suhu lebih
rendah, distilasi harus dilakukan pada tekanan absolut yang rendah yang
dipengaruhi oleh sistem vakum. Titik didih dari asam-asam lemak dan tekanan
uap dari senyawa-senyawa odor berkurang dengan penurunan tekanan absolut.
Tekanan absolut rendah yang biasanya digunakan adalah 2-4 mbar (O’Brien,
2004), yang umumnya dihasilkan oleh sistem vakum yang terdiri dari suatu
kombinasi steam jet ejector, kondensor uap, dan pompa vakum mekanik.
Suhu
Suhu deodorisasi harus cukup tinggi untuk memastikan tekanan uap dari
senyawa-senyawa volatil dalam minyak cukup tinggi. Tekanan uap dari
senyawasenyawa odor meningkat dengan cepat sesuai dengan kenaikan suhu
minyak. Sebagai contoh, tekanan uap asam palmitat adalah 1.8 mm pada 176.7 oC,
7.4 mm pada 204.4oC, 25 mm pada 232.2oC, dan 72 mm pada 260oC.
Apabila diasumsikan bahwa hubungan tekanan uap-suhu untuk semua
senyawa odor adalah sama dengan asam palmitat, maka setiap 27.8 oC peningkatan
suhu deodorizer akan meningkatkan laju pelucutan senyawa odor sebanyak 3 kali,
atau akan diperlukan waktu lebih lama sembilan kali pada suhu 177 oC
dibandingkan 232oC. Pengoperasian deodorizer pada suhu tertentu dapat memicu
dekomposisi termal dari beberapa senyawa yang secara alami terdapat dalam
minyak, seperti pigmen dan beberapa trace kompleks metal-prooksidan. Pigmen
karotenoid dapat terdekomposisi dan dihilangkan melalui deodorisasi dimulai
pada suhu 230oC; Oleh karenanya, pengaturan waktu dan suhu harus ditentukan
dalam proses deodorisasi. Secara umum, suhu deodorisasi akan bervariasi sekitar
204 - 246oC dan dalam kasus-kasus tertentu dapat mencapai 274oC (O’Brien,
2004).
Uap Panas (Stripping steam)
Jumlah uap panas yang diperlukan merupakan suatu fungsi dari tekanan
operasi dan efisiensi pencampuran. Pencampuran minyak diperlukan untuk
mengenakan permukaan minyak baru pada tekanan absolut rendah secara konstan,
dilakukan oleh distribusi uap panas. Oleh karena itu, kedalaman minyak
merupakan suatu faktor utama untuk memastikan baik kebutuhan uap panas dan
waktu tinggalnya. Jumlah asam-asam lemak yang terdistilasi untuk setiap kg uap
panas berbanding lurus terhadap takanan uap dari asam lemak. Uap panas efektif
bergantung pada volume, sebagai contoh, operasi pada 1-mbar akan
membutuhkan persentase berat uap yang lebih rendah dibandingkan operasi pada
6-mbar. Perbedaan diantara jenis minyak juga mempengaruhi kebutuhan uap;
sebagai contoh, minyak kanola membutuhkan uap lebih banyak dibandingkan
minyak kedelai untuk menghilangkan bau. Jumlah uap yang berlebihan mungkin
dapat menyebabkan hidrolisis dan meningkatnya kebutuhan energi untuk sistem
vakum. Kondisi tipikal kebutuhan uap untuk proses deodorisasi adalah 5 - 15%-b
minyak untuk sistem batch dan 0.5-2% untuk sistem kontinu dan semi kontinu.
Waktu tinggal (Stripping time)
Waktu tinggal proses deodorisasi adalah periode selama lemak atau minyak
berada pada suhu deodorisasi dan kontak dengan gas pelucut. Waktu pelucutan
(stripping time) untuk deodorisasi yang efisien harus cukup lama untuk mereduksi
komponen odor dari minyak sampai tingkat yang dikehendaki. Waktu tinggal ini
akan bervariasi sesuai rancangan alat. Sebagai contoh, deodorizer tipe batch
dengan kedalaman minyak 8-10 ft di atas distributor sparging steam akan
memerlukan waktu deodorisasi yang lebih lama dibandingkan sistem kontinu atau
semikontinu yang menggunakan kedalaman lapisan minyak yang rendah.
Biasanya, waktu tinggal pada suhu tertentu untuk sistem deodorizer batch adalah
3-8 jam, sedangkan waktu tinggal untuk sistem kontinu dan semikontinu
bervariasi dari 15 sampai 120 menit (O’Brien, 2004).
BAB III
METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, 28 februari 2019
pukul 14.00-17.00 WITA. Bertempat di Laboratorium bio proses dan bioenergi
program studi Teknologi Industri Pertanian Politeknik Negeri Tanah Laut.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah termometer, hot plate,
Erlenmeyer, pipet tetes, dan gelas beaker.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah CPO hasil degumming
dan bleaching (PBPO).

3.3. Prosedur Kerja


A. Persiapan Bahan
1. Disiapkan DBPO (Degumming Bleaching Palm Oil) kedalam Erlenmeyer
2. Dipanaskan menggunakan hot plate hingga 235oC selama 1 jam
3. Diambil Erlenmeyer yang telah dipanaskan, kemudian didinginkan dengan
direndam menggunakan air
4. Disimpan minyak yang teah dideodorasi
5. Diamati perubahan yang terjadi

B. Analisis FFA
1. Disiapkan 5 gram minyak yang telah dideodorasi, dipanaskan sampai
mencair
2. Ditambahkan 50ml N-hexan
3. Ditambahkan 2ml Indikator PP
4. Dititrasi dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah distandarisasi
5. Diamati perubahan warna sampai warna merah jambu dan tidak hilang
selama 30 detik
6. Dihitung FFA yang didapat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum deodorasi pada sampel minyak CPO ini dapat
dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut :
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Deodorasi pada minyak CPO
Sebelum Setelah FFA
No. Parameter yang diamati
Deodorasi Deodorasi (%)
Berbau Berbau
1 Bau / Aroma menyengat minyak pada
umumnya
Merah Cerah Orange
2 Warna dan orange Bening 4,15 %
menggumpal
Menggumpal Cair seperti
3 Tekstur dan kental minyak
goreng

4.2. Pembahasan
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak dan lemak yang
bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavour) yang tidak disukai
konsumen menggunakan cara destilasi dengan suatu aliran uap pada tekanan
vakum serta suhu yang semakin tinggi (150ºC -250ºC). Tekanan uap zat-zat yang
berbau adalah sangat rendah hingga dengan suhu yang sangat tinggi baru dapat
diuapkan dengan tekanan atmosfer. Tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat merusak
minyak dan lemak. Deodorisasi didasarkan pada perbedaan volalitas (kemudahan
menguap) antara minyak (trigliserida) dengan komponen pengotor yang tidak
diinginkan ini mempengaruhi aroma, rasa, warna, dan stabilitas minyak.
Pada praktikum kali ini dilakukan dengan menggunakan sampel minyak
kelapa sawit atau CPO yang telah melewati proses deguming dan bleaching.
Deodorisasi sebagai tahap terakhir dalam pemurnian minyak, merupakan proses
pelucutan oleh uap air (steam). Uap panas yang digunakan merupakan uap
kualitas baik (1-3% dari minyak), yang dibangkitkan dari air umpan yang telah
dideaerasi dan mengalami perlakuan tertentu, yang kemudian diinjeksikan ke
dalam minyak pada suhu tinggi (252-266oC) dan kevakuman tinggi (<6 mmHg).
(Gunstone 2002).
Praktikum yang telah dilaksanakan tersebut didapatkan hasil yang seperti
pada tabel 1.1 diatas dimana dari hasil tersebut dapat diketahui perbedaan hasil
setelah maupun sebelum minyak CPO melewati proses deodorasi. Hal ini
mungkin saja dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi pada
proses deodorasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses deodorisasi adalah:
1. Suhu dan tekanan vacum
Suhu berhubungan dengan tekanan vacum. Hasil yang dikehendaki dapat
diperoleh apabila suhu dijaga antara 230 oC–240 oC.
2. Lama waktu deodorisasi
Dengan menggunakan suatu standar bau dan flavor pada produk akhir proses
deodorisasi, maka deodorisasi pada suhu 204 oC memerlukan waktu 3 kali lebih
lama dari pada suhu 230 oC.
3. Banyaknya uap yang dibutuhkan
Berkaitan dengan tekanan vacum, suhu dan tinggi minyak atau sejumlah
minyak dalam deodorisasi. Ditemukan bahwa konsumsi total uap sebanyak 660
lb/Ton minyak yang diperlukan adalah cukup untuk membuat vacum dan untuk
memastikan dekstruksi peroksida (Wardhanu, 2009).
Berdasarkan penjelasan dari beberapa teori yang telah dijelaskan tersebut
besarnya suhu yang digunakan pada proses deodorasi ini sendiri berbeda-beda
dan pada praktek yang telah dilakanakan pun suhu yang digunakan adalah sebesar
235oC mungkin saja ini merupakan salah satu penyebab dari faktor yang
berpengaruh terhadap hasil proses deodorasi yang diperoleh.
Parameter deodorisasi optimal (suhu, tekanan operasi, dan jumlah gas
pelucut) ditentukan oleh jenis minyak dan proses pemurnian yang dipilih (secara
kimia atau secara fisik), tetapi juga oleh rancangan deodorizer. Pemurnian secara
fisik memerlukan kondisi yang lebih ketat dibandingkan pemurnian secara kimia.
Hal ini karena penghilangan asam lemak bebas dilakukan dengan distilasi, dan
dalam pemurnian secara fisik kadar asam lemak bebas awal cukup tinggi.
Kondisi proses deodorisasi bergantung pada jenis minyak, kualitas minyak,
dan sistem pemurnian (refining) yang digunakan. Pergeseran teknologi pemurnian
kini lebih kearah pemurnian secara fisik dimana asam lemak bebas secara
eksklusif dihilangkan melalui distilasi uap dan membutuhkan kondisi yang lebih
terkontrol dibandingkan minyak yang dimurnikan secara kimiawi. Dengan
pemurnian secara kimiawi, sebagian besar kadar asam lemak bebas telah
dinetralkan sebelum deodorisasi. Minyak yang mengalami pemurnian secara fisik
memiliki kadar asam lemak bebas berkisar 1 sampai 5% dibandingkan dengan
minyak yang dimurnikan secara kimiawi yaitu 0.05 – 0.1%. Kebutuhan distilasi
uap baik untuk minyak yang telah dimurnikan secara fisik maupun secara kimia
dapat dicapai dengan mengubah satu atau lebih variabel operasi. Empat variabel
operasi yang saling terkait yang mempengaruhi kualitas minyak yang
dideodorisasi adalah derajat vakum, suhu, laju alir gas pelucut, dan waktu tinggal
pada suhu deodorisasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum deodorasi yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa Deodorasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak dan
lemak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavour) yang tidak
disukai. Pada hasil yang telah didapat pada praktikum, bau pada CPO tidak berbau
menyengat sebelum dilakukan proses Deodorasi.

5.2. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, sebaiknya para praktikan lebih
teliti dalam melihat perubahan yang terjadi dan berhati hati dalam menggunakan
alat laboratorium serta menjaga kebersihan.

.
DAFTAR PUSTAKA

Hastuti. 2015. Ekonomika Pertanian, Pengantar Teori dan Kasus : Penebar


Swadaya

Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia


Press.

O’Brien RD. 2004. Fats and Oils: Formulating and Processing for Applications.
Ed ke-2. Florida: CRC Press. hlm 76-86.

Siswaidi. 2012. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Sudaryat. 2014. Kualitas dari Minyak CPO. Jakarta: Erlangga

Wardhanu, AP. 2009. Produk Lanjutan Crude Palm Oil.


https://apwardhanu.wordpress.com/2009/05/31/produk-lanjutan-crude-palm-oil-
cpo/. (Diakses pada hari jumat, 1 Maret 2019).
LAMPIRAN

Perhitungan :

Anda mungkin juga menyukai