Anda di halaman 1dari 12

FRAKSINASI MINYAK

PRAKTIKUM IV
(Praktikum Mata Kuliah Refinery dan Pengolahan Turunan Minyak Sawit)

Kelas 4A
Kelompok 5

Alisah Fitriani 1802301064


Ayu Fauziah 1802301003
Dance Paulus 1802301032
Ermalia Rosalinda 1802301006

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI


POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT
PELAIHARI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakanng


Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun
atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor
(di-gliserida dan mono-gliserida, asam lemak bebas, pigmen, sterol, hidrokarbon,
posfolipid, lipoprotein, dan lain-lain). Triasilgliserol penyusun minyak atau lemak
terbentuk dari asam lemak-asam lemak yang saling berinteraksi satu sama lain
sehingga mempengaruhi sifat dan wujud minyak secara alamiah. Sifat fisika,
kimia dan fungsional minyak atau lemak sangat ditentukan oleh profil
triasilgliserol, komposisi asam lemak, dan adanya senyawa pengotor.
Triasilgliserol dan asam lemak penyusun minyak secara parsial mempunyai sifat
fisika, kimia dan fungsional tersendiri, oleh karena itu pengaturan jenis dan
jumlah (profil) triasilgliserol dalam minyak akan sangat merubah sifat alami
minyak tersebut.
Menurut Shamsudin et al. (2006) proses modifikasi lemak dengan metode
hidrogenasi, interesterifikasi dan fraksinasi telah banyak diterapkan saat ini dalam
industri minyak sawit dan inti sawit. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk
mengubah sifat fisikokimia dari minyak atau lemak baik dengan mengurangi
derajat ketidakjenuhan dari grup asil (hidrogenasi), dengan redistribusi rantai
asam lemak (interesterifikasi) atau dengan pemisahan secara fisik yang selektif
dari beberapa komponen triasilgliserol melalui kristalisasi dan filtrasi (fraksinasi).
Ketiga jenis metode modifikasi lemak atau minyak ini diupayakan untuk
memperoleh produk olahan berbasis minyak dengan nilai ekonomis tinggi. Produk
olahan dari minyak secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kategori
besar, yaitu produk pangan dan non pangan. Produk pangan terutama minyak
goreng, margarin, dan produk substitusi lemak coklat. Produk non pangan
terutama oleokimia yaitu asam lemak, gliserin dan turunannya. Minyak atau
lemak dapat diolah menjadi produk dengan kegunaan teknis seperti sabun, atau
dimurnikan (refining) menjadi RBD Oils yang dengan proses blending dapat
dihasilkan produk-produk seperti margarin, vanaspati, minyak goreng dan
shortening. RBD Oils jika difraksinasi akan dihasilkan RBD olein dan RBD
stearin. RBD olein dengan proses blending akan menghasilkan produk-produk 2
seperti margarin, minyak goreng, minyak masak, shortening atau jika difraksinasi
lebih lanjut akan dihasilkan CBA dan super olein. RBD stearin jika disaponifikasi
akan dihasilkan sabun, jika di-spliting akan dihasilkan asam-asam lemak yang
dapat diolah lebih lanjut menjadi sabun atau emulsifier, dan jika di-blending dapat
dihasilkan margarin dan shortening. Modifikasi minyak dengan cara hidrogenasi
untuk produk makanan sudah banyak dihindari karena akan menghasilkan lemak
trans yang kurang baik bagi kesehatan. Modifikasi kimiawi yang kini banyak
dilakukan adalah dengan cara interesterifikasi sedangkan modifikasi fisik banyak
dilakukan dengan cara fraksinasi dan blending. Interesterifikasi adalah teknik
modifikasi lemak dengan cara restrukturisasi TAG penyusun lemak. Blending
adalah teknik modifikasi lemak dengan cara mencampurnya dengan exotic fats
tertentu sehingga dihasilkan lemak campuran dengan sifat yang diinginkan
(Wainwright 1999). Kristalisasi fraksional, yang umumnya dikenal dengan istilah
fraksinasi, adalah proses modifikasi minyak/lemak tertua dan telah mendasari
pengembangan industri produk olahan lemak dan minyak makan modern.
Pengolahan minyak yang secara komposisional bersifat heterogen menjadi fraksi
yang lebih homogen dengan nilai tambah yang tinggi selalu menjadi tantangan
dalam teknologi fraksinasi. Ada banyak metode fraksinasi yang dapat diterapkan
dalam penyiapan bahan baku produk olahan berbasis minyak, tetapi yang paling
sederhana dan banyak dipakai adalah fraksinasi kering. Melalui fraksinasi kering,
minyak dapat dibuat menjadi fraksi olein dan stearin dengan komposisi kimia dan
sifat fisik dan fungsional yang sangat beragam. Fraksi olein adalah produk
fraksinasi yang berbentuk cair sedangkan fraksi stearin adalah produk fraksinasi
yang berbentuk padat. Proses fraksinasi minyak secara kering pada umumnya
terdiri dari dua tahap, yaitu kristalisasi untuk menghasilkan kristal padat dalam
suatu maktriks cair dan filtrasi untuk memisahkan kristal yang terbentuk tersebut
dari matriks cair. Menurut Timms (1997), perubahan yang terjadi di tingkat
molekuler selama proses kristalisasi lemak diantaranya adalah pembentukan inti
(nucleation), pembesaran inti (growth) dan perubahan perilaku fase
(polymorphism, solid solutions). Keseluruhan perubahan di tingkat molekuler ini
sangat dipengaruhi oleh perlakuan di tingkat fisik berupa penghilangan panas
(removal of heat) dan pengadukan (agitation). Oleh karena itu, metode
pendinginan (suhu dingin, laju penurunan suhu dan lamanya proses pendinginan
yang diterapkan) akan sangat menentukan keberhasilan dari proses fraksinasi
minyak. Studi terhadap perilaku kristalisasi lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk dilakukan baik ditinjau dari segi keilmuan maupun praktis.
Pengetahuan yang benar mengenai kinetika kristalisasi lemak diperlukan untuk
mengatur kegiatan operasional industri agar dapat menghasilkan produk akhir
dengan karakteristik yang diinginkan.

1.2. Tujuan
Adapun praktikum ini bertujuan diamatinya adalah sebagai berikut :
1. Untuk memisahkan fraksi olein dan stearin dari RBDPO.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tanaman Sawit


Tanaman sawit (Elaeis guineesis, Jacq) termasuk famili Palmae, subkelas
Monocotyledoneae, Kelas Angiospermae, Subdivisi Tracheophyta. Nama Genus
Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama
guineensis berasal dari kata Guines, yaitu nama tempat dimana seseorang bernama
Jacquin menemukan tanaman sawit pertama kali di pantai Guines Afrika Selatan
(Hartley 1977, Ketaren 2005).
Sawit merupakan tanaman asli Afrika dan tumbuh secara alami di Afrika
Selatan dan Afrika Barat. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada daerah beriklim
tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-32 0C. Dewasa ini
tanaman sawit telah menyebar di Kongo, Indonesia, Malaysia dan Amerika
Selatan. Di Indonesia sendiri, tanaman sawit pertama kali masuk pada tahun 1848
di masa pemerintahan kolonial Belanda dan ditanam pertama kali di Kebun Raya
Bogor, serta mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun
1911 (Fauzi et al. 2006).

2.2 Fraksinasi Minyak Sawit


Minyak sawit kasar berbentuk semi padat pada suhu 250C. Minyak sawit yang
disimpan ditempat dingin pada suhu 5-70C dapat terpisah menjadi fraksi padat
(stearin) dan fraksi cair (olein). Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan fraksi
stearin dan olein berdasarkan titik beku kedua fraksi tersebut. Proses ini dilakukan
dalam dua tahap yaitu tahap pertama proses kristalisasi dengan cara mengatur
suhu dan tahap kedua yaitu pemisahan fraksi cair dan padat (Hamilton, 1995).

Menurut Choo et al., (1989), fraksinasi minyak kelapa sawit dapat


menghasilkan olein sebesar 70-80% dan stearin 20-30%. Olein merupakan
triasilgliserol yang bertitik cair rendah dan mengandung asam oleat dengan kadar
yang lebih tinggi dibandingkan dengan stearin. Olein dan stearin mempunyai
komposisi asam lemak yang berbeda. Kandungan karotenoid dalam fraksi olein
dapat meningkat 10-20%. Pemisahan olein dan stearin dalam minyak sawit cukup
sulit karena minyak memiliki viskositas yang tinggi.
Menurut Moran dan Rajah (1994), fraksinasi kering (dry fractionation) biasa
dilakukan secara semi kontinyu pada minyak yang dimurnikan. Proses ini tidak
membutuhkan bahan kimia tetapi minyak dihomogenkan pada suhu 70◦C
sehingga kemungkinan akan terjadi kerusakan karotenoid. Dry fractionation
biasanya menghasilkan olein sebanyak 70-75%. Lanza fractionation (fraksinasi
deterjen) biasanya dilakukan pada minyak sawit kasar. Minyak didinginkan pada
crystallizer dengan pendingin air untuk mendapatkan kristal dari gliserida dengan
titik leleh tinggi. Ketika suhu yang diinginkan tercapai, massa yang mengkristal
dicampur dengan larutan deterjen yang mengandung 0.5% natrium lauril sufat dan
MgSO4 sebagai elektrolit. Pemisahan berlangsung dalam suspensi cair.Kemudian
dilakukan sentrifugasi agar fraksi olein dan stearin terpisah. Fraksi olein
kemudian dicuci dengan air panas untuk menghilangkan sisa deterjen lalu
dikeringkan dengan vaccum dryer. Olein yang diperoleh mencapai 80% (Moran
dan Rajah, 1994). Solvent fractionation merupakan fraksinasi menggunakan
pelarut. Proses ini relatif mahal karena terjadi penyusutan jumlah pelarut,
memerlukan perlengkapan untuk recovery pelarut, membutuhkan suhu rendah,dan
membutuhkan penanganan untuk mencegah bahaya pelarut yang digunakan.
Pelarut yang biasanya digunakan adalah heksana atau aseton. Minyak harus
dilarutkan dalam pelarut diikuti dengan pendinginan sehingga suhu yang
diinginkan tercapai untuk mendapatkan kristal yang diinginkan. Proses ini
biasanya digunakan untuk mendapatkan produk bernilai tinggi, seperti mentega
coklat atau mendapatkan lemak tertentu berdasarkan titik cairnya (Moran dan
Rajah, 1994).

Pada saat penurunan suhu, fraksi stearin yang memiliki titik leleh tinggi (48-
500C) lebih mudah membeku, sedangkan fraksi olein yang memiliki titik leleh
rendah (18-200C) tetap berbentuk cair dan sebagian besar karotenoid yang larut
minyak ikutterlarut ke dalam fraksi olein (Gunstone dan Noris, 1983). Fraksiolein
berwarna merah sedangkan fraksi stearin berwarna kuning pucat. Warna merah
pada olein disebabkan kandungan karotenoid yang terlarut didalamnya sedangkan
fraksi stearin hanya sedikit mengandung karotenoid.
2.3 Metode Fraksinasi
Metode fraksinasi dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu Dry fractionation,
detergent fractionantion dan solvent fractionation. Metode yang dilakukan adalah
metode dry fractionation, alasannya karena metode ini tidak membutuhkan bahan-
bahan kimia atau bahan aditif lainnya. Proses fraksinasi diawali dengan minyak
RBDPO dihomogenisasi dengan suhu yang sudah pernah mencapai 70°C
tujuannya adalah untuk melelehkan kristal-kristal yang ada di dalam minyak
supaya proses kristalisasi dapat berjalan dengan baik dan terkontrol selama proses
pendinginan. Proses pembentukan dan pertumbuhan kristal terjadi ketika minyak
diagitasi dan didinginkan dengan menggunakan sirkulasi air dingin (chilled-water)
(Basiron, 2005).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 02 Maret 2020.
Praktikum ini dikerjakan pada pukul 09.30 – selesai, bertempat di Laboratorium
Bioproses dan Bioenergi Program Studi Agroindustri Politeknik Negeri Tanah
Laut.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum proses fraksinasi minyak adalah
thermometer, gelas beaker, hot plate, corong kaca, Erlenmeyer, dan kertas saring.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah RBDPO dan air.

3.3. Prosedur kerja


Prosedur kerja pada proses fraksinasi minyak ini adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dipanaskan RBDPO dengan suhu 700C selama 30 menit.
3. Diturunkan temperatur sampai suhu 200C.
4. Disaring kemudian dipisahkan olein dan stearin.
5. Dicatat hasil menggunkan tabel.
6.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Tabel 1 hasil pengamatan proses deodorasi
No Parameter yang Sebelum Setelah fraksinasi
. diamati fraksinasi Olein Stearin
1. Warna Coklat _ Kuning
2. Tekstur Cair _ Kental
3. Bau Agak tengik _ Minyak goreng

4.2. Pembahasan
Fraksinasi adalah proses modifikasi minyak/lemak tertua dan telah mendasari
pengembangan industri produk olahan lemak dan minyak makan modern. Pada
praktikum ini metode yang digunakan yaitu dry fractionation. Metode ini tidak
membutuhkan bahan-bahan kimia atau bahan aditif lainnya. Proses fraksinasi
diawali dengan minyak RBDPO dihomogenisasi dengan suhu yang sudah pernah
mencapai 70°C tujuannya adalah untuk melelehkan kristal-kristal yang ada di
dalam minyak supaya proses kristalisasi dapat berjalan dengan baik dan terkontrol
selama proses pendinginan. Proses pembentukan dan pertumbuhan kristal terjadi
ketika minyak diagitasi dan didinginkan dengan menggunakan sirkulasi air dingin
(chilled-water) (Basiron, 2005).
Selama proses chilling berlangsung, maka akan terbentuk nukleasi yang
disebut sebagai inti kristal yang berukuran kecil-kecil. Setelah terbentuk inti
kristal, kristal-kristal tersebut akan mengalami pertumbuhan dan kemudian
apabila suhu minyak sudah mencapai suhu yang diinginkan, proses pendinginan
dapat dihentikan. Penggunaan suhu chilling tergantung pada kualitas olein yang
dibutuhkan (biasanya sekitar 20°C). Minyak yang sudah terkristalisasi secara
parsial kemudian akan masuk ke dalam proses filtrasi. Untuk proses filtrasi, alat
filter yang digunakan yaitu kertas saring. Pada proses filtrasi ini akan
menghasilkan olein dan stearin.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan hasil yang didapatkan yaitu
setelah dilakukan fraksinasi hanya mendapatkan stearin sedangkan olein tidak
tidak ada. Adapun faktor – faktor yang menyebabkan tidak adanya olein yaitu
minyak RBDPO tidak terbentuk kristal pada saat dikristalisasi yang menyebabkan
olein dan stearin tidak dapat dipisahkan (difiltrasi) atau disebut minyak
susu/emulsi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapat pada praktikum ini, maka dapat
disimpulkan bahwa

1.2. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka disarankan untuk
DAFTAR PUSTAKA

Basiron, Y. (2005). Palm Oil. In: Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 6th ed.
(Ed. F. Shahidi). A John Wiley & Sons, Inc. New Jersey.

Hartley CWS. 1977. The Oil Palm. London: Longmans.

Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia


Press.

Anda mungkin juga menyukai