Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TEKNOLOGI PANGAN

PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN DENGAN


BAHAN PANGAN TEMPE

Dosen Pengampu :
Ninik Rustanti STP., M.Si.
Dr Diana Nur Afifah, S.TP, M.Si
Gemala Anjani, SP, M.Si, PhD

Disusun oleh:
Kelompok 2 Kloter A Kelas Genap

1. Nurulina Kusumaning Ayu (22030116120010)


2. Tifa Kahesty Arum Panulad (22030116120012)
3. Hayatun Azni (22030116120014)
4. Afika Nur Febriana Habibah (22030116120018)

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui prinsip-prinsip uji pengeringan menggunakan oven.
2. Mengetahui perubahan-perubahan (berat, warna, tekstur, aroma, dan rasa)
karakteristik bahan makanan setelah mengalami pengeringan
menggunakan oven.
3. Mengetahui jumlah kadar air di bahan makanan yang hilang akibat
pengeringan menggunakan oven.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses uji pengeringan
terhadap bahan makanan.

B. DESKRIPSI PERCOBAAN
Bahan pangan yang kelompok kami gunakan dalam praktikum
pengeringan ini adalah tempe. Pengeringan tempe tersebut dilakukan
menggunakan oven.
Pada praktikum pengeringan, tempe yang telah dipotong dan
ditimbang kemudian dibungkus dengan aluminium foil. Kemudian
memasukkan ke dalam oven dengan suhu 70oC selama 20 menit. Praktikum
pengeringan ini mengamati atau mengidentifikasi perubahan-perubahan
seperti berat, warna, tekstur, aroma, rasa, dan kadar air sebelum dan setelah
pengeringan.

C. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai
mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan
produk akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya
merupakan proses pemindahan energi yang digunakan untuk menguapkan
air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar
kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Kelembaban udara ruang
pengering harus memenuhi syarat kelembaban udara yang diperlukan
untuk pengeringan sebesar 55-60%. Pengeringan dalam teknologi pangan
merupakan salah satu cara agar bahan menjadi awet dan aman disimpan.(1)
Keuntungan menggunakan pengeringan yaitu volume bahan
menjadi lebih kecil dan beratnya berkurang, sehingga akan menghemat
ruang pengepakan dan memudahkan pengangkutan. Secara garis besar
pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan alami
dan pengeringan buatan. Pengeringan secara alami dapat dilakukan
dengan penyinaran matahari langsung misalnya dengan penjemuran atau
pemanfaatan energi panas matahari dengan kamar pengering surya.(2)
2. Pengeringan Menggunakan Oven
Pengeringan dengan oven dianggap lebih menguntungkan karena
akan terjadi pengurangan kadar air dalam jumlah besar dalam waktu yang
singkat, akan tetapi penggunaan suhu yang terlampau tinggi dapat
meningkatkan biaya produksi selain itu terjadi perubahan biokimia
sehingga mengurangi kualitas produk yang dihasilkan sedang metode
kering angin dianggap murah akan tetapi kurang efisien waktu dalam
pengeringan simplisia. Metode pengeringan menggunakan oven ini
biasanya digunakan dalam jumlah yang sedikit.(1)
3. Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan(2)
Faktor - faktor Yang Memperngaruhi Pengeringan Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengeringan ada dua golongan, yaitu:
a. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk
dalam golongan udara pengering adalah suhu, kecepatan volumetrik
aliran udara pengering, dan kelembaban udara.
b. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam
golongan sifat bahan adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan
tekanan parsial dalam bahan.
4. Analisis Bahan
a. Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap
biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa
jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh.
stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini
secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Tempe kaya akan serat
pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan
dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk
menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit
degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan
miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk
tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada
fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas.(3)
b. Aluminium foil
Bahan kemasan dari logam, berupa lembaran alumunium padat
dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Ketebalan
aluminium foil ini akan menentukan sifat protektifnya terhadap
oksigen. Aluminium foil yang kurang tebal akan mudah dilalui oleh
oksigen sehingga makanan yang dikemas dengan kemasan ini mudah
teroksidasi (berinteraksi dengan oksigen). Aluminium foil banyak
digunakan untuk mengemas produk coklat, bahan bahan bakery,
produk olahan susu, keripik dan lain-lain. Aluminium foil memiliki
sifat tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, dan dapat menahan
masuknya gas.(4)
BAB II
METODE PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN


ALAT
1. Oven
2. Timbangan
3. Pisau
4. Talenan
BAHAN
1. Tempe 100 gram
2. Aluminium foil

B. CARA KERJA
1. Mempersiapkan alat dan bahan.
2. Memotong tempe menjadi dua bagian kemudian menimbang.
3. Mengamati berat,tekstur, warna, aroma, bentuk, dan rasa sebelum
pengeringan.
4. Membungkus tempe dengan aluminium foil lalu memasukka ke dalam
oven yang telah dipanaskan terlebih dahulu.
5. Mengatur suhu pada oven 70oC dan menunggu proses pengeringan
selama 20 menit.
6. Mengeluarkan tempe kamudian mendiamkannya selama beberapa saat.
7. Mengidentifikasi perubahan berat, tekstur, warna, rasa, aroma, dan kadar
air setelah pengeringan.
BAB III
HASIL PENGAMATAN

A. PENGAMATAN KEADAAN BAHAN PANGAN


Tabel 1.1 keadaan bahan pangan sebelum dan sesudah pengeringan
Sampel Berat sebelum Berat sesudah
pengeringan pengeringan

Tempe 100 gram 95 gram

B. PERHITUNGAN
Kadar Air Berat Basah Kadar Air Berat Kering


m = 100% M = 100%

5 5
= 100% = 100%
100 1005

=5% = 5,26 %
Keterangan :

Wm = Berat air dalam bahan (g)

Wt = berat total

C. PENGAMATAN BAHAN PANGAN ASPEK ORGANOLEPTIK


Tabel 1.2 uji pengamatan tempe sebelum dan sesudah pengeringan
Perlakuan Indikator

Warna Rasa Aroma Tekstur

Sebelum Putih Tawar Tajam Lembut,


pengeringan empuk

Sesudah Sedikit Tawar Tajam Lembut,


pengeringan coklat empuk
D. DOKUMENTASI

Gambar 1.1 Gambar 1.4


Memotong tempe menjadi dua Tempe yang sudah dibungkus
bagian menggunakan aluminium foil

Gambar 1.2 Gambar 1.5


Menimbang tempe sebelum Memasukkan tempe ke oven
dilakukan pengeringan dengan suhu 70oC selama 20 menit

Gambar 1.3 Gambar 1.6


Membungkus tempe menggunakan Menimbang tempe setelah
aluminium foil dilakukan pengeringan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. FUNGSI TEMPE
1. Tempe
Pada percobaan pengeringan, kami menggunakan bahan pangan
tempe. Dalam percobaan kami, tempe yang kami gunakan adalah tempe
kedelai yang belum melalui proses pemasakan, yang berfungsi sebagai
sampel pengeringan. Tempe tersebut dijadikan sampel kemudian diamati
aspek organoleptiknya (aspek sensoris) pada saat sebelum pengeringan
dan sesudah pengeringan serta dihitung persen penyusutan kadar airnya.
2. Aluminium foil
Fungsi aluminium foil pada proses pengeringan tempe adalah
untuk meratakan panas terhadap tempe, membuat tempe tidak gosong,
mempercepat proses pengeringn. Selain itu, dapat mencegah hilangnya
kelembaban yang dapat mengakibatkan tekstur kurang menarik pada
bahan pangan.

B. PROSES PENGERINGAN TEMPE


Proses pengeringan adalah cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan pangan dengan
menggunakan energi panas. Pengeringan ini akan menurunkan kadar air yang
dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya, mengurangi akifitas enzimatis dan kimiawi, berat dan
volume pangan.(6)
Pada percobaan kali ini tahap pertama yang dilakukan adalah
menyiapkan alat dan bahan yang digunakan (bahan : tempe 100 gram, alat :
aluminum foil 1 lembar, oven, gunting). Kedua, mengamati warna, tekstur,
aroma, dan rasa. Setelah mengamati secara organleptiknya yang dilakukan
adalah memisahkan tempe dari bungkusnya, lalu menimbang berat tempe
menggunakan timbangan, dan memotongnya menjadi 2 bagian yang sama.
Pemotongan tersebut bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan.
Kemudian membungkus tempe menggunakan aluminium foil yang berfungsi
untuk pembungkus pada saat pengeringan. Aluminium foil ini adalah sebagai
pelapis dasar pengeringan yang dapat bekerja secara baik sebagai penghambat
oksigen dan cahaya sehingga cita rasa dan tekstur pada bahan pangan tetap
terjaga. Aluminium foil bersifat tahan panas sehingga dapat digunakan untuk
proses pengeringan dengan menggunakan oven.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengeringan tempe yang
sudah dilapisi dengan aluminium foil kedalam oven dengan suhu 70C
selama 20 menit. Oven bekerja dengan memancarkan radiasi gelombang
mikro, biasanya pada frekuensi 2.450 MHz (dengan panjang gelombang
12,24 cm), melalui makanan. Molekul air, lemak, dan gula dalam makanan
akan menyerap energi dari gelombang mikro tersebut dalam sebuah proses
yang disebut pemanasan dielektrik. Kebanyakan molekul adalah dipol listrik,
yang berarti mereka memiliki sebuah muatan positif pada satu sisi dan sebuah
muatan negatif di sisi lainnya, dan oleh karena itu mereka akan berputar pada
saat mereka mencoba mensejajarkan diri mereka dengan medan listrik yang
berubah-ubah yang diinduksi oleh pancaran gelombang mikro. Gerakan
molekuler inilah yang menciptakan panas.
Setelah proses pengeringan selesai, kemudian bahan dikeluarkan dari
oven dan ditimbang lagi beratnya untuk menghitung penyusutan kadar air
pada tempe. Perhitungan kadar air bisa dilakukan dengan cara menghitung
berat sebelum pengeringan dan sesudah pengeringan dengan menggunakan
rumus kadar air basis kering, pada proses pengeringan air yang terkandung
dalam bahan tidak diuapkan seluruhnya karena keterbatasan waktu yang
tersedia. Sehingga kadar air yang berkurang pada tempe hanya sebesar 5%.
Setelah itu melakukan pengujian kembali pada aspek organoleptiknya untuk
mengamati perbedaan sebelum pengeringa dan sesudah pengeringan.
Proses yang kami lakukan ini sudah sesuai dengan teori dan prosedur
yang ada, namun ada beberapa hal yang perlu kami koreksi agar bisa
menghasilkan produk pengeringan buatan yang lebih baik. Metode
pengeringan buatan yang kami lakukan menggunakan oven sehingga proses
pengeringan bisa berlangsung lebih cepat. Dari segi waktu dan suhu,
percobaan kami belum maksimal dilihat dari karakteristik produk setelah
pengeringan masih terlihat sama dengan sebelumnya hanya terjadi perubahan
warna yang menjadi sedikit coklat dan pengurangan kadar air.

C. KARAKTERISTIK TEMPE(7)
Karakteristik produk tempe antara lain adalah :
1. Rasa dan Aroma
Rasa dan aroma yang khas pada tempe disebabkan terjadinya
degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya
proses fermentasi.
2. Warna
Warna putih pada tempe disebabkan oleh adanya miselia kapang
yang tumbuh pada permukaan biji kedelai.
3. Tekstur
Tekstur pada tempe adalah kompak. Miselia-miselia kapang yang
menghubungan antara biji-biji kedelai juga menyebabkan tekstur tempe
menjadi kompak. Kompak atau tidaknya tekstur tempe diketahui dengan
lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada permukaan tempe. Apabila
tampak lebat hal ini menunjukkan bahwa tekstur tempe telah membentuk
masa yang kompak.

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGERINGAN(5)


Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam percoban kami antara lain:

1. Luas permukaan
Pada umumnya, bahan pangan yang dikeringkan mengalami
pengecilan ukuran, baik dengan cara diiris, dipotong, atau digiling. Proses
pengecilan ukuran dapat mempercepat proses pengeringan dengan
mekanisme sebagai berikut :
a. Pengecilan ukuran memperluas permukaan bahan. Luas permukaan
bahan yang tinggi atau ukuran bahan yang semakin kecil
menyebabkan permukaan yang dapat kontak dengan medium
pemanas menjadi lebih baik,
b. Luas permukaan yang tinggi juga menyebabkan air lebih mudah
berdifusi atau menguap dari bahan pangan sehingga kecepatan
penguapan air lebih cepat dan bahan menjadi lebih cepat kering.
c. Ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang harus
ditempuh oleh panas. panas harus bergerak menuju pusat bahan
pangan yang dikeringkan. Demikian juga jarak pergerakan air dari
pusat bahan pangan ke permukaan bahan menjadi lebih pendek.
2. Perbedaan suhu sekitar
Pada umumnya, semakin besar perbedaan suhu antara medium
pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan
pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan.
Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat
ditampung oleh udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan. Dapat
disimpulkan bahwa udara bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air dari
bahan pangan sehingga proses pengeringan lebih cepat.
3. Kecepatan aliran udara
Udara yang bergerak atau bersirkulasi akan lebih cepat mengambil
uap air dibandingkan udara diam. Pada proses pergerakan udara, uap air
dari bahan akan diambil dan terjadi mobilitas yang menyebabkan udara
tidak pernah mencapai titik jenuh.
4. Kelembaban Udara
Kelembaban udara menentukan kadar air akhir bahan pangan
setelah dikeringkan. Bahan pangan yang telah dikeringkan dapat
menyerap air dari udara di sekitarnya. Jika udara disekitar bahan
pengering tersebut mengandung uap air tinggi atau lembab, maka
kecepatan penyerapan uap air oleh bahan pangan tersebut akan semakin
cepat. Proses penyerapan akan terhenti sampai kesetimbangan
kelembaban nisbi bahan pangan tersebut tercapai. Kesetimbangan
kelembaban nisbi bahan pangan adalah kelembaban pada suhu tertentu
dimana tidak terjadi penguapan air dari bahan pangan ke udara dan tidak
terjadi penguapan air dari bahan pangan ke udara dan tidak terjadi
penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan.
5. Lama Pengeringan
Lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas.
Karena sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu
pengeringan yang digunakan harus maksimum, yaitu kadar air bahan
akhir yang diinginkan telah tercapai dengan lama pengeringan yang
pendek. Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang pendek
dapat lebih menekan kerusakan bahan pangan dibandingkan dengan
waktu pengeringan yang lebih lama dan suhu lebih rendah.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Perubahan setelah pengeringan yaitu warna sedikit coklat, teksturnya
lembut, ada sedikit bau gosong, dan rasa tetap tawar.
2. Kadar air berat basah sebesar 5% dan kadar air berat kering sebesar
5,26%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Winaningsih dkk. 2013. Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Kualitas


Simplisia Lempuyang Wangi. Semarang
2. Rohanah, Ainun. 2009. Teknik Pengeringan Hasil Pertanian. Universitas
Sumatera Utara
3. Nugroho, Endik Deny. 2016. Penuntun Praktikum Bioteknologi. Yogyakarta :
Deepublish
4. Citra, Anisyah. Kemasan Tetrapack dan Aluminium Foil. Jakarta
5. Andayani H. 2009. Konsistensi Pengawasan Pangan. Fisip Universitas
Indonesia.
6. Muchtadi R.T, Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan
Pangan. Alfabeta, Bandung.
7. K.A. Bucke RAE, G.H.F. 2010. Ilmu Pangan. Jakarta : UI-Press

Anda mungkin juga menyukai