Anda di halaman 1dari 20

Harryara Sitanggang

240210150107

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Pengemasan pada bahan atau produk pangan sejatinya merupakan
pembungkusan atau pengepakan yang memegang peranan penting dalam pengawetan
bahan pangan. Kemasan digunakan untuk melindungi bahan pangan dari penyebab
kerusakan baik fisik, kimia, biologis maupun mekanis, sehingga dapat sampai ke
tangan konsumen dalam keadaan baik dan menarik.
Praktikum kali ini akan mengamati tentang permeabilitas pada beberapa jenis
kemasan plastik, migrasi bahan kemasan ke produk yang dikemas serta akan
melakukan uji terpentine pada 2 jenis bahan pengemas dari kertas yaitu kertas minyak
dan kertas roti.

4.1. Pengujian Permeabilitas pada Beberapa Jenis Kemasan


Plastik merupakan salah satu bahan pengemas pangan yang melindungi
makanan agar terhindar dari kontak oksigen dan kelembaban. Plastik, bahan
pengemas yang mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk
mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis kertas.
Secara umum plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan
yang lebih kecil yang disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh
manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan
menyebabkan kanker. Masing-masing jenis plastik mempunyai tingkat bahaya yang
berbeda tergantung dari bahan kimia penyusunnya, jenis makanan yang dibungkus
(asam, berlemak), lama kontak dan suhu makanan saat disimpan. Semakin tinggi
suhu makanan yang dimasukkan dalam plastik ini maka semakin cepat terjadinya
perpindahannya (Mareta dkk., 2011).
Perbedaan kadar air bahan yang dikemas disebabkan oleh permeabilitas
berbeda-beda dari bahan kemasan. Secara umum perlakuan ketebalan berpengaruh
terhadap permeabilitas O2 dan H2O yang berhubungan dengan terjadinya penurunan
kadar air dan berpengaruh pada perubahan susut bobot (Sedani, 2007).
Permeabilitas uap air kemasan adalah kemampuan uap air untuk menembus
suatu kemasan pada kondisi suhu dan RH tertentu, sehingga semakin kecil
Harryara Sitanggang
240210150107

permeabilitas air kemasan maka daya tembus uap air semakin kecil, begitupun
sebaliknya. Nilai permeabilitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat kimia
polimer, struktur dasar polimer, sifat komponen permanen. Nilai permeabilitas film
kemasan berguna untuk memperkirakan daya simpan produk (Gunasoraya, 2001
dalam Wulandari dkk., 2013).
Besarnya laju transmisi uap air atau dikenal dengan istilah Water Vapor
Transmission Rate (WVTR). WVTR menyatakan besarnya laju transmisi uap pada
kondisi seimbang (steady). Satuan WVTR adalah gram per hari per m 2 luasan Faktor
utama yang mempengaruhi WVTR adalah ketebalan film. Jika ketebalan film OPP
pada desain produk yang sama dua kali lebih tebal daripada yang lain, maka nilai
WVTR akan menjadi setengahnya. (Rizvi, 1992 dalam Lastriyanto et al, 2007).
WVTR dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
berat rata−rata ( jumlah gas per air ) x ketebalan
WVTR=
area x waktu x ∆ P
Praktikum pengujian permeabilitas kemasan ini akan menguji permeabilitas
dari kemasan berbahan PE, PP, HDPE dan Cling Wrap. Masing-masing dari plastik
terlebih dahulu akan diukur ketebalannya dan diukur diameter cawan yang akan
ditutupinya. Cawan kemudian akan diisi dengan menggunakan 10 gram desikan,
kemudian ditutup dengan menggunakan kemasan plastik yang diuji. Cawan yang
telah diisi desikan dan ditutup kemasan plastik kemudian ditimbang untuk
mendapatkan berat awal dan kemudian cawan disimpan dalam desikator. Pengamatan
terhadap perubahan berat dilakukan setiap hari selama 4 hari.
Desikan yang digunakan dalam pengujian permeabilitas adalah silika gel.
Silika gel merupakan salah satu bahan kimia berbentuk padatan yang banyak
dimanfaatkan sebagai adsorben. Hal ini disebabkan oleh mudahnya produksi dan juga
beberapa kelebihan yang lain, yaitu: sangat inert, hidrofilik, mempunyai kestabilan
termal dan mekanik yang tinggi serta relatif tidak mengembang dalam pelarut organik
jika dibandingkan dengan padatan resin polimer organik. Prinsip dari silika gel adalah
menyerap uap air biasanya dalam proses ditambahkan senyawa kobalt sebagai
Harryara Sitanggang
240210150107

indikator untuk mengetahui kapasitas uap air yang terserap (Sulastri dan
Kristianingrum, 2010).
Data yang telah dikumpulkan selama 4 hari kemudian diinterpolasikan dan
kemudian dihitung nilai WVTR-nya. Berikut adalah tabel hasil pengamatan
permeabilitas berbagai jenis kemasan plastik:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Permeabilitas Uap Air dari Film/ Plastik kloter B2
Berat Hari Ke- (gram)
Jenis WVTR
Ketebala D(cm) 0 1 2 3 4
Plasti Kondisi
n
k
(mm)
K 5,8876 5,9733 6,0563 5,9639 5,9855 6,93
S 8,7804 8,8386 8,8631 8,8916 8,9226 10,06
PP 0,04 6
A 7,3658 6,7557 6,7234 6,1547 5,7768 -112,46
K 4,9322 4,9851 2,1391 4,9441 4,9348 0,18
HDPE 0,01 6 S 8,2058 8,2908 8,4129 8,3917 8,4246 15,48
A 7,2894 7,1525 7,1391 7,9114 7,0860 -14,39
K 4,4316 4,8010 4,8007 4,8022 4,8018 26,20
PE 0,02 6 S 8,4657 8,6756 8,9327 8,9416 8,9585 34,88
A 13,4296 12,5490 12,3698 12,3496 12,2952 -80,28
6,5 K 4,6515 4,6545 4,6545 4,6557 4,6558 0,30
Cling- 0,01 6 S 8,3021 8,6789 8,9125 8,9602 8,9828 48,17
wrap
5,5 A 6,2772 6,8132 6,0304 4,6557 5,8012 -33,69
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018

Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat nilai WVTR
dari kemasan yang memiliki tanda negative. Hasil negative ini didapat akibat terjadi
penyusutan berat keseluruhan cawan beserta isinya di mana pada hari terakhir
penimbangan berat cawan dan desikannya lebih rendah dibanding hari pertama
penimbangan. Hal yang paling mungkin terjadi adalah terjadinya penguapan air dari
desikan baik itu silica gel ataupun larutan garam melalui kemasan plastik akibat
kandungan air yang lebih tinggi dari desikan dibandingkan RH atau kelembaban dari
desikator tempat penyimpanan cawan melalui kemasan. Namun, mengingat nilai
Harryara Sitanggang
240210150107

WVTR yang bernilai negative hanya ditemukan pada cawan dengan desikan larutan air
garam jenuh, tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan akibat human error selama
penyimpanan terutama pada desikan larutan garam jenuh. Larutan garam yang sudah
jenuh menunjukkan semua air bebas sudah tidak dapat ditemukan lagi pada larutan
garam karena telah jenuh berikatan dengan garam menjadi komponen air terikat
sehingga sulit untuk diuapkan.

4.1.1. PP (Polypropylene)
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya
juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus
uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi
dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983). Monomer polypropilen diperoleh
dengan pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene
dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur
rendah. Dengan menggunakan katalis Natta-Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari
propilen (Bierley, et al., 1988).
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa nilai WVTR pada
plastic PP dengan menggunakan desikan silica adalah 10,06 dan dengan akuades
adalah -112,46 dengan nilai kontrol sebesar 6,93. Hal ini menunjukkan bahwa pada
cawan dengan silica, air masuk melewati kemasan sehingga terjadi penambahan berat
dan pada cawan dengan akuades, air keluar dari kemasan. Hal ini terjadi karena isi
kemasan bermigrasi untuk menyeimbangkan kelembapan dalam kemasan dan diluar
kemasan.
Polipropilen memiliki daya tembus uap air yang rendah. Contoh produk yang
dikemas dengan menggunakan plastic PP adalah roti dimana roti yang mengandung
humektan membutuhkan kemasan yang kedap air. Biskuit dan makanan kering
lainnya biasanya menggunakan selulosa yang berlapis (PP).
Harryara Sitanggang
240210150107

Grafik Berat terhadap Waktu Plastik PP


10

4
1 2 3 4

Kontrol Silica Gel Air

Grafik 1. Perubahan Berat terhadap Waktu Plastik PP


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018)
4.1.2. PE (Polyetylene)
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai
kekuatan benturan dan kekuatan sobek yang baik. Pemanasan polietilen akan
menyebabkan plastik ini menjadi lunak dan cair pada suhu 110°C. Sifat
permeabilitasnya yang rendah dan sifat mekaniknya yang baik, maka polietilen
dengan ketebalan 0.001 – 0.01 inchi banyak digunakan unttuk mengemas bahan
pangan. (Millati, 2010)
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa nilai WVTR pada
plastic PE dengan menggunakan desikan silica adalah 34,88 dan dengan akuades
adalah -80,28 dengan nilai kontrol sebesar 26,20. Hal ini menunjukkan bahwa pada
cawan dengan silica, air masuk melewati kemasan sehingga terjadi penambahan berat
dan pada cawan dengan akuades, air keluar dari kemasan. Hal ini terjadi karena isi
kemasan bermigrasi untuk menyeimbangkan kelembapan dalam kemasan dan diluar
kemasan.
Berdasarkan sifat permeabilitasnya polietilen banyak digunakan sebagai
pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat
Harryara Sitanggang
240210150107

kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970). Salah satu
contoh jenis pangan yang dikemas dalam plastik jenis PE (polietilen) yaitu daging
unggas.

Grafik Berat terhadap Waktu Plastik PE


14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
1 2 3 4

Kontrol Silica Gel Air

Grafik 2. Perubahan Berat terhadap Waktu Plastik PE


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.1.3. HDPE (High Density Polyetylene)


HDPE merupakan salah satu jenis dari PE namun melalui proses yang berbeda
sehingga menghasilkan berat jenis yang lebih tinggi.. HDPE dapat digunakan untuk
suhu tinggi sampai 12000C, kurang trasparan, dapat dibuat kantung plastik dan BJ-
nya 0,041 – 0,965 g/cm3. High density mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih
sedikit dibanding jenis low density. Dengan demikian, high density memiliki sifat
bahan yang lebih kuat, keras, buram, densitasnya tinggi dan lebih tahan terhadap suhu
tinggi. (Bachriansyah, 1997)
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa nilai WVTR pada
plastic HDPE dengan menggunakan desikan silica adalah 15,48 dan dengan akuades
adalah -14,39 dengan nilai kontrol sebesar 0,18. Hal ini menunjukkan bahwa pada
cawan dengan silica, air masuk melewati kemasan sehingga terjadi penambahan berat
Harryara Sitanggang
240210150107

dan pada cawan dengan akuades, air keluar dari kemasan. Hal ini terjadi karena isi
kemasan bermigrasi untuk menyeimbangkan kelembapan dalam kemasan dan diluar
kemasan.
HDPE dibandigkan dengan kemasan-kemasan plastic lainnya memiliki
permeabilitas yang paling rendah sebab jika dibandingkan dengan LDPE, HDPE
memiliki nilai kristalin sebesar 80% sedangkan LDPE hanya 50%. Daerah kristalin
inilah yang merupakan penghambat difusi molekul gas dan molekul kecil sehingga
memiliki permeabilitas uap dan gas yang lebih rendah dibandingkan LDPE
(Smallman and Bishop, 2000).

Grafik Berat terhadap Waktu Plastik HDPE


9

2
1 2 3 4

Kontrol Silica Gel Air

Grafik 3. Perubahan Berat terhadap Waktu Plastik HDPE


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.1.4. Cling Wrap


Menurut Buckle et al (1987), cling wrap merupakan salah satu jenis kemasan
plastik dengan permeabilitas tertinggi yaitu dengan fleksibilitas hingga 75000
cm3/cm2/mm/det/cmHg. Cling wrap cocok digunakan untuk mengemas produk
dengan tingkat kebutuhan oksigen tinggi seperti mengemas sayur buah yang masih
Harryara Sitanggang
240210150107

melakukan respirasi. Permeabilitas yang tinggi akan membantu mempermudah keluar


masuknya udara yang dihasilkan oleh sayur dan buah.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa nilai WVTR pada
plastik Cling wrap dengan menggunakan desikan silica adalah 48,17 dan dengan
akuades adalah -33,69 dengan nilai kontrol sebesar 0,30. Hal ini menunjukkan bahwa
pada cawan dengan silica, air keluar melewati kemasan sehingga terjadi pengurangan
berat dan pada cawan dengan akuades, air keluar dari kemasan. Hal ini terjadi karena
isi kemasan bermigrasi untuk menyeimbangkan kelembapan dalam kemasan dan
diluar kemasan.

Grafik Berat terhadap Waktu Plastik Cling Wrap


10

4
1 2 3 4

Kontrol Silica Gel Air

Grafik 4. Berat terhadap Waktu Plastik Cling Wrap


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018)

Jika diurutkan, kemasan plastic dengan nilai WVTR yang paling kecil ke
paling besar adalah berturut-turut PP, PE, Cling Wrap dan HDPE. Semakin besar
nilai WVTR dari kemasan plastic maka semakin tidak permeable suatu kemasan
plastik. Menurut Buckle et al (1987), daya tembus plastik tipis fleksible terhadap uap
air dari kemasan PE, HDPE, PP dan Cling wrap adalah 800, 130, 680 dan 75000
cm3/cm2/mm/det/cmHg. Kemasan plastic dengan permeablitas terendah menurut
Buckle (1987) adalah HDPE lalu PP, PE, PVC, dan terakhir Cling wrap. Hal ini
Harryara Sitanggang
240210150107

menunjukkan bahwa hasil pengujian yang dilakukan sudah sesuai dengan literature
yang ada.
Menurut Mareta (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas uap
air bahan kemasan antara lain: ketebalan, luas area permukaan dan jenis bahan
kemasan, khususnya dalam hal densitas.
Ketebalan kemasan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kecepatan migrasi bahan pangan. Migrasi merupakan salah satu mekanisme yang
digunakan untuk menjelaskan interaksi antara kemasan dengan produk terkemas.
Walaupun migrasi dapat berasal pula dari bahan pangan ke dalam kemasan, yang
lebih dikhawatirkan adalah migrasi dari bahan kemasan ke dalam pangan (Retno
2010).
Potensi migrasi meningkat seiring dengan meningkatnya lama kontak, suhu
kontak, dan luas permukaan kontak, semakin tinggi konsentrasi komponen aditif
dalam bahan kemasan, dan adanya bahan pangan yang agresif. Potensi migrasi
menurun bila bahan kemasan berbobot molekul tinggi, kontak antara pangan dan
kemasan tidak langsung atau kering, daya difusi bahan kemasan rendah (inert), dan
adanya lapisan pembatas yang inert (Retno 2010). Kemasan plastik yang baik
sebaiknya dilengkapi dengan bahan-bahan tersebut untuk mengantisipasi terjadinya
migrasi.

4.2. Pengujian Sifat Kimia dan Ekstraksi Bahan Kemasan Plastik


Sifat plastik adalah kuat, ringan, tidak berkarat, bersifat termoplastis
(direkatkan melalui panas), dapat diberi label atau cetakan dengan berbagai kreasi,
mudah diubah bentuknya, dan dapat digunakan dalam bentuk tunggal komposit atau
multilapis dengan hampir semua jenis bahan lain seperti karton, kertas, plastik dan
lainnya yang disebut sebagai proses laminasi. (Herudiyanto,M.S. 2008).
Sampel plastik yang digunakan adalah PP, PE, PVC, HDPE, dan PET.
Masing-masing jenis plastik ini terbuata dari polimer yang berbeda-beda. Kita perlu
untuk menguji kereaktifan jenis plastik pada bahan kimia. Bahan kimia yang
digunakan adalah H2O2, NaOH, asam sitrat, air sabun, dan minyak goreng.
Harryara Sitanggang
240210150107

Langkah pertama untuk melaksanakan percobaan ini adalah preparasi bahan


pengemas terlebih dahulu, bahan pengemas dipotong dengan ukuran 1 x 6 cm,
sebanyak 5 buah. sampel tersebut ditimbang berat awal sebelum perlakuan, setelah itu
catat, dan masukan ke dalam larutan seperti H2O2, NaOH, Asam sitrat, Air sabun, dan
minyak goreng. Sampel kemudian disimpan selama tiga hari dan diukur beratnya.
Ekstraksi dengan minyak goreng dan H2O2 1%, bahan diangkat dari tempat
pencelupan kemudian dicuci dengan alkohol sedangkan yang lain, cukup dicuci
dengan air biasa karena plastik yang direndam dengan 1% sabun dan 1% asam sitrat
harus dicuci terlebih dahulu dengan air. Pengukuran perubahan berat sampel dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus:
(berat awal−berat akhir)
% Perubahan berat kemasan plastik = x 100 %
berat awal
Berikut adalah tabel hasil pengamatan perubahan berat kemasan plastik
Tabel 2.Hasil Pengamatan Sifat Kimia dan Ekstraksi Bahan Pengemas B2
Kelompo Pelarut Sampel Berat Berat %
k Awal (g) Akhir (g) Perubahan
6 NaOH 10% PE 0.0140 0.0136 - 2.8571 %
PP 0.0301 0.0316 4.983 %
PET 0.2957 0.2934 - 0.7839 %
PS 0.0587 0.1187 102.21 %
HDPE 0.0046 0.0054 17.391 %
7 Larutan sabun PE 0,0131 0,0126 -3,82%
1% PP 0,0320 0,0321 0,3125%
PET 0,2721 0,2726 0,184%
PS 0.0586 0,1148 95,9%
HDPE 0,0050 0,0050 0
8 Asam Sitrat PE 0,0144 0,0149 3,472 %
10% PP 0,0334 0,0336 0,598%
PET 0,2318 0,2325 0,302%
PS 0,0595 0,0858 44,201%
HDPE 0,0045 0,0046 2,22%
9 H2O2 PE 0.0044 0.00115 -73.86%
PP 0.0114 0.0338 196.5%
PET 0.2378 0.2390 0.504%
PS 0.0581 0.0773 33.046%
HDPE 0.0340 0.0042 -87.647%
10 Minyak goreng PE 0,0045 0,0268 495,555%
Harryara Sitanggang
240210150107

PP 0,0157 0,0341 117,197%


PET 0,3052 0,3124 2,359%
PS 0,0599 0,1986 231,552%
HDPE 0,0282 0,0132 -53,191%
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Sampel yang diekstraksi dengan minyak goreng dan H2O2 1% dicuci dengan
alkohol karena minyak merupakan pelarut non polar, oleh karena itu untuk
membersihkan sisa-sisa minyak harus menggunakan alkohol yang dapat mengemulsi
minyak karena juga bersifat non polar sedangkan yang lain, cukup dicuci dengan air
biasa karena plastik yang direndam dengan 1% sabun dan 1% asam sitrat harus
dicuci terlebih dahulu dengan air. Sabun merupakan bahan pelarut yang bersifat polar
dan non polar sedangkan asam sitrat merupakan pelarut organik yang bersifat polar,
oleh karena itu untuk mencuci plastik yang direndam dengan kedua pelarut tersebut
cukup dengan menggunakan air yang bersifat polar.
4.2.1. PP (Polyprophylene)
PP (Polypropilene) merupakan kemasan plastik yang lebih kaku, kuat, dan
ringan daripada polyethilen. PP mempunyai sifat tahan terhadap minyak/lemak, daya
tembus uap air rendah ( permeabilitas rendah ), stabil terhadap suhu tinggi dan cukup
mengkilap.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan perubahan berat pada PP akibat pelarut
tidak terlalu besar yaitu 0,3125%; 0,598%; 4,983%, 0,32% berturut-turut pada pelarut
larutan sabun 1%, Asam sitrat 10%, NaOH 10%, dan H2O2 196,5 % dan perubahan
yang terjadi terjadi pada pelarut minyak goreng yaitu sebesar 117,197%. PP cocok
digunakan untuk mengemas bahan pangan yang bersifat asam, basa, oksidator,
pelarut organik, dan berminyak. Kenaikan tertinggi adalah ketika PP direndam dalam
larutan minyak yang menandakan bahwa PP menyerap minyak. (Syarief, 1988)
Secara umum dapat dikatakan bahwa PP aman untuk mengemas bahan
pangan karena permeabilitas terhadap uap air yang rendah, tahan terhadap suhu
tinggi, tahan terhadap lemak, tahan terhadap bahan kimia, mempunyai “impact
strength” yang baik dan mempunyai permukaan yang mengkilap.
4.2.2. PE (Polyetylene)
Harryara Sitanggang
240210150107

PE merupakan jenis plastik yang tahan terhadap larutan lemak dan minyak,
asam namun tidak tahan pada larutan asam sitrat pekat, dan basa. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa pada PE perubahan beratnya yaitu sebesar -3,82%; 3,472%;
-2,85% dan -73,86% berturut-turut pada pelarut Larutan sabun 1%, Asam sitrat 10%,
NaOH 10%, dan H2O2 10%.
Perubahan berat yang paling banyak terjadi pada plastik PE adalah yang
dengan menggunakan pelarut minyak goring yaitu dengan nilai 495,555%. Menurut
Nurminah (2002), hal ini terjadi karena sifat PE yaitu tahan terhadap asam, basa,
alkohol dan deterjen, tetapi tidak cocok untuk digunakan mengemas bahan berlemak
atau mengandung minyak sehingga ekstraksi bahan PE paling besar terjadi pada
penggunakan pelarut minyak goreng.
4.2.3. HDPE (High Density Polyetylene)
Plastik HDPE memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap berbagai jenis
pangan yaitu :
- terhadap lemak dan minyak : sangat baik
- terhadap basa : sangat baik
- terhadap asam : sangat baik, namun pada asam sitrat pekat HDPE
tidak tahan (Syarief, dkk. 1988).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, tidak terjadi perubahan
berat yang signifikan pada HDPE terhadap berbagai macam pelarut yaitu 0%; 2,22%;
17,391%; -87,647% dan -53,191 % berturut-turut pada pelarut Larutan sabun 1%,
Asam sitrat 10%, NaOH 10%, H2O2 10% dan minyak goreng.
HDPE (High Density Poly Ethylene) bersifat tahan terhadap basa dan asam
karena memiliki kerapatan yang baik. HDPE biasanya dapat digunakan untuk suhu
tinggi sampai 1200C, kurang transparan, dan dapat dibuat sebagai kantung plastik.
(Sacharow dan Griffin, 1970). Kemasan ini kurang cocok untuk mengemas bahan
pangan yang memiliki kandungan komponen lemak yang tinggi karena tidak tahan
terhadap oksigen sehingga dapat mengoksidasi lemak yang dikemas.
4.2.4. PET (Poly Ethylene Theraphalate)
Harryara Sitanggang
240210150107

PET merupakan kemasan plastik yang kurang baik digunakan pada bahan
pangan terutama pada suhu tinggi karena dapat melelehkan polimer plastiknya dan
mengeluarkan senyawa yang bersifat karsinogenik (Nurminah, 2002)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada PET, perbedaan berat antara
sebelum dan sesudah perendaman dengan larutan, tidak terlalu besar yaitu sebesar
0,184%; 0,302%; -0,7839%; 0,504% dan 2,359% berturut-turut pada pelarut larutan
sabun 1%, Asam sitrat 10%, NaOH 10%, H2O2 10% dan minyak goreng.
Menurut Herudiyanto (2008) menyebutkan jika plastik jenis PET tidak tahan
terhadap asam kuat, tahan terhadap asam lemak, alkalis, dan alcohol, tidak tahan
terhadap panas. Hal tersebut sesuai dengan hasil praktikum, yaitu plastik PET
mengalami perubahan berat terkecil terhadap minyak goreng.
4.2.5. PS (Poly Styrene)
Stiren merupakan plastik yang memiliki berat jenis paling ringan dari semua
plastik yang diuji pada praktikum ini. Hal tersebut terjadi karena butiran (granular)
styrofoam mempunyai berat jenis sangat kecil yaitu berkisar antara 13-16 kg/m3.34
MPa. (Saccharow, 1970)
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa Polystyrene atau
Styrofoam memiliki presentase pertambahan berat yang paling tinggi dibandingkan
dengan jenis kemasan plastik lainnya dengan perubahan sebesar 95,9%; 44,201%,
102,21%; 33,046% dan 231,552% berturut-turut pada pelarut larutan sabun 1%,
Asam sitrat 10%, NaOH 10%, H2O2 10% dan minyak goreng. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemasan plastik styrofoam memiliki tingkat penyerapan pelarut
yang paling tinggi dibandingkan dengan kemasan plastik lainnya.
Stiren paling banyak menyerap larutan karena styrene yang merupakan bahan
dasar styrofoam bersifat larut dalam lemak dan alcohol sehingga kemasan ini tidak
cocok untuk mengemas bahan pangan yang memiliki kadar lemak yang tinggi.

4.3. Pengujian Terpentine


Pengujian terpentine test ini untuk membedakan daya penetrasi minyak dari
masing-masing bahan pengemas untuk mengemas dan menentukan kertas mana yang
Harryara Sitanggang
240210150107

lebih tahan terhadap minyak dan lemak. Daya penetrasi lemak pada kertas adalah
kemampuan minyak untuk dapat melewati dan mengisi bagian pori-pori kertas.
Pengertian penetrasi adalah besaran yang menyatakan sifat penyerapan kertas dan
karton terhadap zat cair standar, dihitung berdasarkan kebalikan panjang hasil jalur
cetakan pada pengujian, dinyatakan dalam satuan 1000/nm, yang diukur
menggunakan alat uji cetak IGT pada kondisi standar. Kertas tahan minyak adalah
kertas dengan porositas rendah atau yang telah mengalami perlakuan tahan minyak
dengan lapisan film atau bahan penahan minyak (Erliza dan Sutedja, 1987).
Pada uji terpentine test tersebut, digunakan kertas stensil atau kertas buram
sebagai indicator untuk melihat tembusnya minyak pada kertas agar terlihat jelas. Jika
tidak menggunakan kertas stensil, minyak akan langsung tembus pada gelas kaca dan
kemungkinan hal ini tidak akan terlihat jelas. Oleh karena itulah, digunakan kertas
stensil agar tembusnya minyak pada kertas terlihat jelas.
Selain menggunakan kertas stensil, pada uji ini juga menggunakan pasir
kuarsa. Pasir kuarsa bersifat halus dan tidak menyerap minyak. Berdasarkan sifat-
sifat itulah, maka pada uji terpentine test ini digunakan pasir kuarsa yang dapat dicuci
ulang setelah selesai pemakaian. Tujuan penggunaan pasir kuarsa ini yaitu sebagai
penghambat agar minyak tidak langsung menyerap pada kertas, tetapi minyak
tersebut harus melewati butiran-butiran pasir kuarsa terlebih dahulu sehingga dapat
dihitung waktu penetrasinya. (Herudiyanto, 2008)
Sampel kertas yang digunakan kertas minyak dan kertas roti. Pengujian
terpentine test ini untuk membedakan daya penetrasi minyak dari masing-masing
bahan pengemas untuk mengemas dan menentukan kertas mana yang lebih tahan
terhadap minyak dan lemak.
Prosedur yang perlu dilakukan adalah memotong kertas buram (stensil) dan
kertas sampel dengan ukuran 6 x 6 cm sebanyak 6 lembar, kemudian diletakkan di
atas kaca. Pengamatan dilakukan terhadap menghitung waktu saat tetesan terakhir
dan berhenti saat mulai muncul bercak rembesan minyak pada kertas stensil. Waktu
dari penuangan terpentin sampai terbentuknya spot pada kertas stensil pertama kali,
adalah waktu yang menunjukkan tingkat ketahanan kertas terhadap minyak. Waktu
Harryara Sitanggang
240210150107

yang ditempuh minyak terpentin untuk berpenetrasi menunjukkan ketahanan kertas


tersebut terhadap minyak. Hasil pengamatan terdapat dalam tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Terpentine


Ulangan Kertas Minyak(s) Kertas Roti (s)
6 3 605
7 (tanpa kertas stensil) 5 10
8 6,91 858,6
9 2,02 980,4
10 10,8 900
Rata-rata 5,546 670,8
Maksimal 10,8 980,4
Minimal 2,02 10
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

4.3.1. Kertas Minyak


Kertas minyak atau glasin mempunyai permukaan kertas seperti gelas,
transparan, tahan terhadap penetrasi lemak dan minyak, tetapi tidak kedap air. Kertas
glasin biasanya digunakan juga untuk mengemas ikan, permen, mentega, keju dan
produk-produk makanan yang berlemak. Kertas minyak bisa tahan terhadap minyak
karena dibuat dengan proses sulfat sehingga tahan terhadap minyak. Selain proses
sulfat, ada pembuatan kertas minyak ini terdapat proses sizing, yaitu penambahan
sizer yang merupakan bahan yang memberikan resistensi terhadap air.. Proses ini
memberikan ketahanan terhadap air pada kertas ini. Pemberian sizer dalam embuatan
kertas ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Internal sizer merupakan proses untuk memberikan ketahanan penetrasi cairan
pada kertas dengan memberikan bahan tambahan internal yang basah.
2. Surface sizer umumnya merupakan penggunaan bahan berselaput tipis seperti
tepung, getah dan polimer sintetis.
Sizer akan mengubah sifat hidrofilik selulosa yang terkandung di dalam kertas
menjadi bersifat hidrofobik. Seperti kita ketahui bahwa selulosa dalam kertas terdiri
dari serat selulosa yang bersifat hidrofilik. Hal ini selanjutnya mengurangi
kemampuan menyerap air pada kertas.
Harryara Sitanggang
240210150107

Berdasarkan tabel hasil pengamatan kertas minyak memiliki ketahanan kertas


minyak terhadap minyak tidak terlalu tinggi dari 5 kali perulangan yaitu memerlukan
waktu rata-rata 5,546 detik. Hal menunjukkan bahwa kertas minyak memiliki tingkat
ketahanan terhadap minyak yang lebih rendah dengan waktu penetrasi sebesar 5,546 s
dibandingkan dengan kertas roti yang memiliki tingkat ketahanan terhadap minyak
yang lebih tinggi dengan waktu penetrasi sebesar 670,8 s.
4.3.2. Kertas Roti
Kertas roti memiliki sifat tidak mudah lengket pada bahan pangan. Kertas roti
biasa digunakan untuk melapisi bagian bawah roti karena kertas sudah mendapat
perlakuan khusus serta juga dapat sebagai alas untuk mencetak kue agar tidak
lengket.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat dilihat bahwa kertas minyak
memiliki tingkat ketahanan terhadap minyak yang lebih rendah dengan rata- rata
waktu penetrasi sebesar 5,546 s dibandingkan dengan kertas roti yang memiliki
tingkat ketahanan terhadap minyak yang lebih tinggi dengan waktu penetrasi sebesar
670,8 s.
Perbedaan kecepatan penyerapan ini dapat terjadi karena perbedaan metode
sizing (sizer). Sizing umumnya digunakan untuk memberikan ketahanan resistensi air.
Menurut Casey (1981) sizer adalah bahan penolong yang ditambahkan
sebelum atau sesudah pembentukan lembaran kertas yang ditujukan terutama untuk
meningkatkan ketahanan kertas terhadap cairan. Menurut Casey (1981) berdasarkan
pemberian sizer dapat dibedakan dua macam, yaitu internal sizer dan surface sizer.
Internal sizer merupakan proses untuk memberikan ketahanan penetrasi cairan pada
kertas dengan memberikan bahan tambahan internal yang basah. Surface sizer
umumnya merupakan penggunaan bahan berselaput tipis seperti tepung, getah dan
polimer sintetis Sizer akan mengubah sifat hidrofilik selulosa menjadi hidrofobik
sehingga kemampuan penyerapan airnya akan berkurang.
Batas maksimum berat air yang terserap selama 45 detik untuk kertas yang
bergramatur 45 g/m2 standart pabrik sebesar 25 g/m2 dengan toleransi maksimum
hingga 27 g/m2 (Andriana, 1998).
Harryara Sitanggang
240210150107

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari pelaksanaan praktikum kali ini
adalah sebagai berikut:

 Pada uji permeabilitas kemasan plastik, kemasan plastik kontrol dengan


permeabilitas yang rendah berturut- turut adalah HDPE, Cling Wrap, PP, dan
PE.
 Pada uji permeabilitas kemasan plastik, kemasan plastik perlakuan silica gel
dengan permeabilitas yang rendah berturut- turut adalah PP, HDPE, PE, dan
Cling Wrap.
 HDPE merupakan kemasan dengan nilai permeabilitas paling rendah
sedangkan PP menjadi kemasan dengan permeabilitas paling tinggi.
 Pada uji migrasi bahan pengemas, plastik PP dengan larutan asam sitrat 10%,
minyak goreng, H2O2 10%, dan NaOH 10% plastik menyerap pelarut
tersebut. Pada pelarut sabun 1%, plastik terlarut dalam pelarut tersebut,
sehingga beratnya berkurang.
 Pada asam sitrat 10%, H2O2 10%, NaOH 10% dan sabun 1% plastik HDPE
menyerap pelarut tersebut. Pada pelarut minyak goreng, plastik terlarut dalam
pelarut tersebut, sehingga beratnya berkurang.
 Pada asam sitrat 10%, H2O2 10%, minyak goreng dan NaOH 10%, plastik
PVC menyerap pada pelarut tersebut.
 Waktu penetrasi minyak terhadap kertas minyak lebih cepat dibandingkan
dengan waktu penetrasi minyak terhadap kertas roti yaitu 5,546 s dan 670,8 s.
Hal ini dikarenakan perbedaan pada bahan sizer kedua kemasan tersebut.
5.2. SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan dari praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:
Harryara Sitanggang
240210150107

 Pengujian dilakukan lebih rapi dan teliti lagi.


 Praktikan harus memahami prosedur sebelum melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, C., W.A.Mound, FM. Goycoolea, C.Peniche. 1998. Diffusion Through


Membrane of polyelectrolyte complex of Chitosan and Alginate.
Macromol.Biosci, 3 : 535 – 539
Bachriansyah, S. 1997. Identifikasi Plastik. Makalah Pelatihan Teknologi
Pengemasan Industri Makanan dan Minuman, Departemen Perindustrian dan
Perdagangan, Bogo
Bierley, A.W., R.J. Heat and M.J. Scott, 1988, Plastic Materials Properties and
Aplications. Chapman and Hall Publishing, New York.
Brody. A.L. 1972. Aseptic Packaging of Foods. Food Technology. Aug. 70-74.
Buckle, K.A.,1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Casey, J. P. 1981. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology Vol 111.
John Wiley and Sons, New York.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Erliza dan Sutedja. 1987. Pengantar Pengemasan. Laboratorium Pengemasan, Jurusan
TIP. IPB, Bogor.
Herudiyanto,M.S. 2008. Teknologi Pengemasan Pangan. Widya Padjajaran. UNPAD,
Bandung.
Lastriyanto, Anang, Bambang Dwi Argo, Sumardi HS, Nur Komar, La Choviya
Hawa, dan Mochamad Bagus Hermanto. 2007. Penentuan Koefisien
Permeabilitas Film Edible terhadap Transmisi Uap Air, Gas O 2 dan Gas CO2.
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 8, No. 8: 182-184.
Mareta, Dea Tio dan Shofia Nur A. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan
Bahan Kemas Plastik Pada Penyimpanan Suhu Ruang Dan Suhu Dingin.
Jurnal Ilmu – Ilmu Pertanian Vol. 7, No 1: 26 - 40.
Millati, Tanwirul, dkk. 2010. Penuntun Praktikum Teknologi Pengemasan dan
Penyimpanan. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru
Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas
Serta Pengaruhnya terhadap Bahan yang Dikemas. Available at
www.library.usu.ac.id
Harryara Sitanggang
240210150107

Retno., P. 2010. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP dan Analisis


Migrasi DEHP ke Dalam Simulan Pangan di Pusat Riset Obat dan Makanan,
BADAN POM RI. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sacharow S, dan R. Griffin. 1970. Food Packaging. AVI Publishing Co. Inc.
Westport. Connecticut.
Sedani, Ni Wayan. 2007. Pengaruh Jenis Dan Ketebalan Plastik Terhadap Laju
PerubahanKonsentrasi O2 Selama Penyimpanan Jagung Manis (Zea Mays
Var. Saccharata Sturt). Jurnal Teknologi Pangan Vol. 5, No. 2:15-16.
Smallman, R. E., dan Bishop, J. R.. .2000. Metalurgi Fisik Modren dan Rekayasa
Material. Penerjemah S. Djaprie. Penerbit Erlangga, Jakarta
Sulastri, Siti dan Kristianingrum Susila. 2010. Berbagai Macam Senyawa Silika:
Sintesis, Karakteristik, dan Pemanfaatan. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. Yogyakarta.
Syarief,R Sassya Santausa, St. Isyana B. 1988. Teknologi Pengemasan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses pangan PAU IPB, Bogor.
Winarno, F.G. dan Jennie. 1982. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Wulandari, Astrid., Sri Waluyo, dan Dwi Dian Novita. 2013. Prediksi Umur Simpan
Kerupuk Kemplang Dalam Kemasan Plastik Polipropilen Beberapa
Ketebalan. Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 2, No. 2: 105 – 114.
Harryara Sitanggang
240210150107

LAMPIRAN
1. Berikan contoh- contoh ”grease proof paper” / kertas tahan minyak! (Jelaskan
secara singkat)
Jawaban :
 Kertas Perkamen (biasanya digunakan untuk mengemas mentega, margarine,
keju, ikan, daging, dll. Sifat kertas ini adalah tahan terhadap lemak,
permukaan tidak berserat, tidak berbau, tidak berasa, transparan, dan
mempunyai kekuatan basah yang baik.
 Kertas lilin adalah kertas yang dilapisi oleh paraffin. Kertas ini dapat
menghambat air, tahan terhadap minyak, dan daya rekatnya baik.
 Kertas plastik (pouch) yaitu kertas yang daya sobek dan ketahanan lipat yang
baik, tidak tembus minyak, tidak mengalami perubahan bila terjadi perubahan
nilai RH, tahan terhadap kapang, dan dapat dicetak dengan suhu pencetakan
yang tidak terlalu tinggi (800C)

2. Proses apakah yang membuat kertas menjadi tahan/ resistan terhadap minyak?
Jawaban :
Proses yang membuat kertas menjadi resistan terhadap minyak yaitu karena
proses pembuburan, filler, pelapisan lilin, dan perlakuan akhir atau calendering yang
dilakukan berbeda-beda pada setiap kertas. Pada kertas minyak, dibuat dengan proses
sulfat dan mempunyai permukaan licin karena proses pengecetan. Oleh karena itulah,
kertas minyak resistan terhadap minyak atau lemak.

Anda mungkin juga menyukai