Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DAN GIZI PANGAN

PROTEIN

CUT NADIA PUTRI SALMA DAN NABILA SALSABILA DEBIA ANANDA

ABSTRAK

Titik isoelektris pada protein merupakan derajat keasaman ketika makromolekul


bernilai nol karena bertambahnya ion H+ atau kehilangan muatan karena reaksi asam
basa. Titik isoelektrik tercapai saat pH protein mencapai pH isoelektrisnya yang
ditandai dengan adanya endapan dan kekeruhan. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui hubungan titik isoelektris dan pengaruh perlakuan asam (jeruk nipis) dan
panas pada protein susu sapi UHT dan susu kedelai. Prinsip dari metode praktikum
yang dilakukan yaitu perlakuan asam dilakukan dengan pemberian 1 dan 2 buah perasan
jeruk nipis pada keempat botol berisi susu UHT dan susu kedelai, kemudian botol
dikocok sempit secara horizontal dan ditunggu selama 1 jam lalu diukur sedimen yang
terbentuk dan diamati tingkat kekeruhan whey. Perlakuan panas dilakukan dengan cara
susu UHT dan susu kedelai yang telah direndam selama 5 menit pada air suhu kamar
dan air suhu mendidih, dikocok sempit secara horizontal dan ditunggu selama 1 jam lalu
diukur sedimen yang terbentuk dan diamati tingkat kekeruhan whey. Hasil dari
percobaan perlakuan panas yang dilakukan adalah semakin tinggi sedimen dan tingkat
kekeruhan whey yang dihasilkan pada pemberian asam dan panas maka pH protein susu
semakin mendekati pH isoelektrisnya. Kesimpulan dari percobaan pemberian asam
yaitu perlakuan terbaik yang mendekati titik isoelektris yaitu susu UHT dan kedelai
yang diberi 2 buah perasan jeruk nipis menghasilkan volume sedimen yang cukup
banyak, sedangkan pada perlakuan panas yaitu tidak adanya sedimen dan kekeruhan
whey karena tidak terjadi denaturasi protein

Kata kunci : asam, isoelektris, panas, susu, whey

PENDAHULUAN

Protein merupakan zat makanan yang sangat diperlukan karena berfungsi


sebagai bahan bakar, zat pembangun dan pengatur jaringan di tubuh. Protein merupakan
makropolimer yang terbentuk dari satu atau lebih rantai asam amino (gugus −𝑁𝐻2 pada
atom karbon α dari posisi gugus karboksil) yang saling berikatan secara kovalen
membentuk ikatan polipeptida (Yuniarsih, 2017). Protein dapat dibagi menjadi protein
hewani dan nabati (Astuti, 2016). Contoh pangan yang mengandung protein hewani
banyak ditemukan pada susu sapi UHT, sedangkan pada protein nabati yaitu susu
kedelai.
Protein memiliki titik isoelektris saat muatan asam amino pada titik isoelektrik
protein adalah nol dan terjadi keseimbangan antara gugus bermuatan positif dan negatif
sehingga akan saling menetralkan. Keseimbangan antara kedua gugus ini menyebabkan
protein mudah mengendap (Budijanto et al., 2011). Titik isoelektris dapat dilakukan
dengan pemberian asam dan panas. Titik isoelektris akan tercapai saat pH dari protein
sudah mencapai pH isoelektrisnya (Pratiwi et al., 2018). Percobaan ini diharapkan dapat
melihat titik isoelektrik pada protein ketika diberi asam dan panas yang ditandai dengan
pengendapan protein ketika mencapai pH isoelektrisnya masing-masing. Tujuan dari
praktikum yang dilakukan yaitu untuk mengetahui titik isoelektris pada protein susu
UHT dan susu kedelai.

MATERI METODE

Materi
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu sendok teh, botol aqua 330 ml
dengan tutupnya, pisau, stopwatch (HP), penggaris, gelas bening, panci, kompor, gelas
takar, wadah tahan panas berukuran lebih besar dari gelas. Bahan yang digunakan pada
praktikum ini yaitu susu sapi UHT, susu kedelai, perasan air jeruk nipis, dan air
mineral.
Metode
Titik isoelektris
Perlakuan 1. Jeruk Nipis
Titik isoelektris dengan perlakuan jeruk nipis dilakukan dengan cara susu sapi
UHT dan susu kedelai dimasukkan kedalam 4 botol yang telah diberi label perlakuan 1
sampai 4. Masing-masing botol diberi 4 perlakuan yaitu, botol 1 dan 2 yang diisi
dengan 100 ml susu kedelai yang ditambahkan 1 dan 2 buah perasan jeruk nipis, serta
botol 3 dan 4 yang telah diisi dengan 100 ml susu sapi UHT yang ditambahkan 1 dan 2
buah perasan jeruk nipis. Botol ditutup dan dikocok sempit sekuat tenaga secara
horizontal minimal 100 kali, kemudian posisikan botol dalam keadaan terbalik secara
vertikal dan ditunggu selama 1 jam. Sedimen yang terbentuk diukur dengan penggaris.

Perlakuan 2. Panas
Titik isoelektris dengan perlakuan panas dilakukan dengan cara susu sapi UHT
dan susu kedelai dimasukkan kedalam 4 gelas yang sudah diberi label suhu panas (T1)
dan suhu kamar (T2). Perlakuan suhu panas dilakukan dengan air yang telah dipanaskan
hingga mendidih dimasukkan kedalam wadah, kemudian 2 gelas yang berisi susu UHT
dan kedelai diletakkan dalam wadah selama 5 menit. Perlakuan suhu kamar dilakukan
dengan cara air suhu kamar dimasukkan kedalam wadah kemudian 2 gelas yang berisi
susu UHT dan kedelai diletakkan dalam wadah selama 5 menit. Sampel dimasukkan
kedalam 4 botol yang telah diberi label, kemudian botol ditutup dan dikocok sempit
secara horizontal minimal 100 kali. Sedimen yang terbentuk diukur dengan penggaris.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan percobaan titik isoelektris perlakuan jeruk nipis yang telah


dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Perlakuan Asam pada Susu Kedelai


Susu kedelai perlakuan asam 1 buah 2 buah

Volume Sedimen (cm) V total: 7 cm V total: 7.3 cm


V susu: 4.7 cm V susu: 4.6 cm
V sedimen: 2.3 cm V sedimen: 2.7 cm
Tingkat kekeruhan whey Keruh Sangat keruh

Sumber: Data Primer Praktikum Kimia dan Gizi Pangan, 2021.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Perlakuan Asam pada Susu UHT


Susu UHT perlakuan asam 1 buah 2 buah

Volume Sedimen V total: 6.9 cm V total: 7 cm


V susu: 4.9 cm V susu: 4.8 cm
V sedimen: 2 cm V sedimen: 2.2 cm
Tingkat kekeruhan whey Keruh Sangat keruh
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia dan Gizi Pangan, 2021.
Berdasarkan percobaan titik isoelektris perlakuan asam, didapatkan hasil susu
kedelai dengan 1 dan 2 buah perasan jeruk nipis menghasilkan volume sedimen 2.3 cm
dan 2.7 cm. Perasan jeruk nipis megandung asam sitrat yang dapat mengkoagulasikan
dan mengendapkan protein pada susu. Menurut Simangunsong et al. (2016)
penambahan asam seperti jeruk nipis dapat menyebabkan bertambahnya ion H+
sehingga akan menetralkan protein dan mencapai pH isoelektrik. Susu kedelai memiliki
nilai pH 6,5 – 7,0 ketika ditambahkan dengan perasan jeruk nipis yang mengandung
asam sitrat dengan pH 2,48 – 2,5 akan menurunkan nilai pH susu kedelai mencapai pH
isoelektrisnya. Menurut Elygio et al. (2017) pH isoelektris protein kacang kedelai yaitu
4,5. Perasan 2 buah jeruk pada susu kedelai memiliki volume sedimentasi yang lebih
tinggi sehingga lebih mendekati pH isoelektris dari protein susu kedelai. Semakin tinggi
tingkat keasaman pada jeruk nipis, protein susu kedelai akan semakin menggumpal dan
membentuk sedimen yang lebih banyak (Maharani et al., 2012).
Susu UHT dengan perlakuan 1 jeruk nipis memiliki volume sedimentasi 2 cm
dan perlakuan 2 jeruk nipis sebesar 2.2 cm. Susu sapi UHT ketika diberi perasan jeruk
nipis (pH 2,48 – 2,5) akan mencapai titik isoelektrik kasein tidak mengalami proses
hidrasi sehingga mudah mengendap. Menurut Hidayat et al. (2013) protein susu sapi
akan menggumpal dan mengendap saat mencapai titik isoelektris pH 4,7 karena
kelarutan protein akan mencapai angka terendah. Sedimen pada perlakuan 2 perasan
jeruk nipis memiliki volume yang lebih tinggi karena pemberian jumlah perasan sangat
mempengaruhi pH susu UHT untuk berada tepat pada pH titik isoelektrisnya. Semakin
dekat derajat keasaman larutan protein dari titik isoelektrisnya, maka sifat kelarutannya
akan semakin berkurang dan terbentuk sedimen (Oktasari et al., 2015).
Susu UHT dan kedelai dengan 2 perasan jeruk nipis sangat keruh dibandingkan
perlakuan 1 perasan jeruk nipis. pH dan konsentrasi jeruk nipis yang digunakan sangat
mempengaruhi ikatan protein saat mencapai titik isoelektris dan terjadi pemisahan
menjadi curd dan whey. Penggumpalan ketika mencapai titik isoelektris dapat
mempengaruhi struktur matriks protein sehingga akan berdampak pada kekeruhan whey
(Sari dan Legowo, 2017). Semakin dekat pH susu dengan titik isoelektrisnya dapat
mempengaruhi kekeruhan whey. Hal ini dikarenakan terjadinya restabilisasi partikel
koloid saat penambahan koagulan dan terjadi gaya tolak antar partikel yang memicu
koagulasi sehingga terjadi kekeruhan (Marisi et al., 2018). Semakin banyak konsentrasi
koagulan yang ditambahkan, maka pH titik isoelektris semakin tercapai dan tingkat
kekeruhan whey akan semakin tinggi (Jaya et al., 2017).
Tabel 3. Hasil Pengamatan Perlakuan Panas pada Susu Kedelai
Susu kedelai perlakuan panas Suhu Panas Suhu Kamar

Volume Sedimen Tidak ada sedimen Tidak ada sedimen


Tingkat kekeruhan whey Tidak ada Tidak ada
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia dan Gizi Pangan, 2021.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Perlakuan Panas pada Susu UHT


Susu UHT perlakuan panas Suhu Panas Suhu Kamar

Volume Sedimen Tidak ada sedimen Tidak ada sedimen


Tingkat kekeruhan whey Tidak ada Tidak ada
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia dan Gizi Pangan, 2021.

Berdasarkan percobaan titik isoelektris perlakuan panas, didapatkan hasil susu


kedelai dan susu UHT yang tidak terdapat sedimentasi. Hal tersebut dikarenakan baik
pada suhu ruang dan suhu panas tidak memenuhi standar suhu untuk menyebabkan
denaturasi protein. Denaturasi dan koagulasi pada sebagian besar protein dapat terjadi
jika suhu mencapai 55-75°C (Nurani, 2016). Perlakuan panas yang sesuai akan
menyebabkan protein pada susu menjadi terdenaturasi yang akan membentuk koagulasi
dan sedimen protein. Menurut Aditya et al. (2015) pemanasan suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik dan akan mengacaukan ikatan molekul proteinnya. Protein
yang terdenaturasi akan bersifat hidrofobik. Hal ini dikarenakan pemanasan dapat
memutuskan ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik non polar, dan ikatan garam sehingga
protein akan mengendap (Rahmidar et al., 2018).
Susu kedelai dan susu UHT pada suhu tinggi tidak memiliki tingkat kekeruhan
whey karena tidak terbentuk endapan yang disebabkan oleh pemanasan tinggi. Suhu
yang kurang tinggi tidak menyebabkan kerusakan pada albumin, sehingga endapan
tidak terbentuk dan tidak terdapat kekeruhan whey (Hanum dan Wanniatie, 2015). Suhu
yang kurang tinggi juga menyebabkan protein susu sapi yaitu β laktoglobulin dan
laktalbumin tidak dapat terlarut dalam whey pada saat kasein telah dipisahkan. Menurut
Manfaati dan Moehady (2011) β laktoglobulin dan laktalbumin tidak akan terlarut
dalam whey karena pemanasan yang tidak cukup tinggi sehingga tidak menyebabkan
kekeruhan. Susu kedelai dan UHT dengan perlakuan suhu kamar tidak menunjukkan
adanya whey dikarenakan tidak ada sedimen yang terbentuk. Whey yang tidak terbentuk
disebabkan karena protein tidak mengalami koagulasi karena pemanasan yang
menyebabkan adanya pemisahan partikel dan terbentuk whey.

Fenomena yang terjadi yaitu pengocokan dengan botol aqua pada perlakuan
asam dan panas bertujuan agar sesuai dengan prinsip kerja vortex yaitu sentrifugasi.
Prinsip kerja sentrifugasi yaitu dengan memutar larutan menggunakan kecepatan tinggi
(gaya sentrifugal) hingga menghasilkan dua lapisan natan dan supernatannya
Pramushinta (2016). Faktor kesalahan dapat terjadi saat melakukan pengocokan yang
kurang cepat dan optimal menyebabkan pemisahan partikel menjadi kurang sempurna.
Menurut Warnasih et al. (2016) pemutaran dengan kecepatan tinggi sangat
mempengaruhi partikel atau ikatan protein untuk tersuspensi dan mengendap.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan titik isoelektrik yang telah dilakukan dapat


disimpulkan bahwa titik isoelektrik tercapai saat susu UHT dan kedelai diberi perlakuan
asam yang dapat menurunkan pH mencapai pH isoelektrik yang ditandai terbentuknya
sedimen dan kekeruhan whey. Perlakuan suhu kurang tinggi tidak berpengaruh dalam
penurunan nilai pH dan tidak terjadi denaturasi karena membutuhkan suhu yang optimal
untuk mendenaturasi protein sehingga akan terbentuk sedimen protein dan
mempengaruhi tingkat kekeruhan whey. Perlakuan terbaik pada perlakuan asam yaitu
susu yang diberi 2 buah perasan jeruk nipis, sedangkan pada perlakuan panas tidak
terberntuk sedimen dan kekeruhan whey.
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, M. R. T., D. Marisa, dan E. Suhartono. 2015. Potensi antiinflamasi jus buah
manggis (Garcinia mangostana) terhadap denaturasi protein in vitro. J. Berkala
Kedokteran, 11(2): 149 – 156.
Astuti, D. 2016. Hubungan sosial budaya dengan konsumsi sumber protein hewani pada
ibu nifas di BPS Sumiati Gribig Kudus. J. Ilmu Keperawatan dan Kebidanan,
7(1).
Budijanto, S., A. B. Sitanggang, dan W. Murdiati. 2011. Karakterisasi sifat fisiko-kimia
dan fungsional isolat protein biji kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.). J.
Teknologi dan Industri Pangan. 22(2): 130 – 130.

Elygio, Y. D., A. M. Legowo, dan A. N. Al-Baarri. 2017. Karakteristik curd berbahan


dasar ekstrak kacang hijau (Vigna radiata) dengan whey tahu kedelai (Glycine
max) sebagai Bahan Penggumpal. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi)

Hanum, Z. dan V. Wanniatie. 2015. Kualitas susu pasteurisasi komersil. J. Agripet.


15(2): 92 – 97.

Hidayat, I. R., K. Kusrahayu, dan S. Mulyani. 2013. Total bakteri asam laktat, nilai pH
dan sifat organoleptik drink yoghurt dari susu sapi yang diperkaya dengan
ekstrak buah mangga. J. Animal Agriculture, 2(1): 160 – 167.

Jaya, F. P. Purwadi, dan W. N. Widodo. 2017. Penambahan madu pada minuman whey
kefir ditinjau dari mutu organoleptik, warna, dan kekeruhan. J. Ilmu dan
Teknologi Hasil Ternak. 12(1):16 – 21.

Maharani, A., D. Kurniawati, dan N. Aryanti. 2012. Pengaruh jenis agen pengendap
alami terhadap karakteristik tahu. J. Teknologi Kimia dan Industri, 1(1): 528 –
533.

Manfaati, R. dan B. I. Moehady. 2011. Pembuatan keju lunak dengan lemon juice
sebagai koagulan. Jurnal Penelitian dan Gagasan Sains dan Matematika Terapan.
3(1): 73 – 78.
Marisi, D. Poltak, S. Suprihatin, dan A. Ismayana. 2018. Penurunan Kadar Torium dan
Radioaktivitas dalam Limbah Cair Proses Pengolahan Monasit PLUTHO
Menggunakan Koagulan FeSO4. J. Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir 39 (1):
39 – 50.

Nurani, F. 2016. Mekanisme produksi protein asal daun singkong (Manihot Utilisima)
sebagai bahan pakan dengan menggunakan metode pelarutan pada suhu yang
berbeda. Students e-Journal. 5 (1).

Oktasari, T. S. Suparmi, dan R. Karnila. 2015. Manufacture isolates protein of carp


(Osphronemus Gouramy) with different ph methods. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Sumatera Selatan (Skripsi)
Pramushinta, I. A. K. 2016. Pembuatan minyak biji bunga matahari menggunakan
metode sentrifugasi. J. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unipa, 9(02): 8
– 11.
Pratiwi, H., N. A. Yusasrini, dan I. N. K. Putra. 2018. Pengaruh pH ekstraksi terhadap
rendemen, sifat fisiko-kimia dan fungsional konsentrat protein kacang gude
(Cajanus cajan (L.) Millsp.). J. ITEPA, 7(1).

Rahmidar, L. S. Wahidiniawati, dan T. Sudiarti. 2018. Pembuatan dan karakterisasi


metil selulosa dari bonggol dan kulit nanas (Ananas comosus). J. Alotrop. 2 (1).

Sari, P. C. dan A. M. Legowo. 2017. Karakteristik fisikokimiawi whey keju kedelai


dengan menggunakan sari belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai
koagulan. Fakultas Peternakan dan Pertanian Unniversitas Diponegoro,
Semarang. (Skripsi)

Warnasih, S., W. Yulia, I. M. Artika, dan R. T. Sasmono. 2016. Isolasi peripheral blood
mononuclear cells (PBMCS) dari darah manusia sehat dengan metode
sentrifugasi gradien ficoll. J. Ilmiah Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup. 16
(1):19 – 23.
Yuniarsih, D. 2017. Pengaruh cekaman air terhadap kandungan protein kacang kedelai.
Dalam: Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan
Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Hal. 119 – 124.

Anda mungkin juga menyukai